TINJAUAN PUSTAKA
ceramah sangat sulit sekali untuk mengetahui apakah seluruh mahasiswa sudah
mengerti apa yang telah dijelaskan atau belum, dan menyebabkan mahasiswa
menjadi pasif (Djamarah & Zain, 2010)
Sebagaimana yang dikemukakan Sanjaya (2011) ada dua langkah dalam
menerapkan metode ceramah yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan pada
tahap pelaksaan ada tiga langkah yang harus dilakukan yaitu pembukaan, penyajian
dan mengakhiri dan menutup ceramah.
B. Pembelajaran Kooperatif
1. Pembelajaran Aktif Sebagai Induk Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif secara sederhana didefenisikan sebagai metode pengajaran
yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif
mengkondisikan agar siswa selalu melakukan pengalaman belajar yang bermakna
dan senantiasa berfikir tentang apa yang dapat dilakukannya selama pembelajaran.
Pembelajaran aktif melibatkan mahasiiswa untuk melakukan sesuatu dan berfikir
tentang sesuatu yang sedang dilakukannya.
Hasil riset dari National Training Laboratories di Bethel, Maine (1954),
Ameriks Serikat menunjukkan bahwa sekelompok berbasis dosen (teacher centered
learning) mulai dari ceramah, tugas membaca, presentasi dosen dengan audiovisual
dan bahkan demonstrasi oleh dosen,mahasiswa hanya dapat mengingat materi
pembelajaran maksimal sebesar 30%. Dalam pembelajaran diskusi yang tidak
didominasi oleh dosen mahasiswa dapat mengingat sebnyak 50%. Jika para
mahasiswa diberi kesempatan melakukan sesuatu (doing something) mereka dapat
mengikat 75%, praktik pembelajaran belajar dengan cara mengajar (learning by
Setelah 3 Hari
Ceramah
25%
10-20%
Tertulis (membaca)
72%
10%
80%
65%
90%
70%
ketergantungan
positif
(positive
interdependence)
dalam
waktu.
Keberhasilan
dalam
pembelajaran
kooperatif
dalam
upaya
yang diajukan guru. Talking stick termasuk salah satu metode pendukung
pengembangan
bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari
dosen setelah mahasiswa mempelajari materi pokoknya (Suprijono, 2009).
Langkah-langkah metode Talking Stick berdasarkan Suprijono (2009), yaitu
pembelajaran dengan metode Talking Stick diawali oleh penjelasan dosen mengenai
materi pokok yang akan dipelajari, mahasiswa diberi kesempatan membaca dan
mempelajari materi tersebut, dosen mempersiapakan pertanyaan-pertanyaan yang
akan di ajukan kepada mahasiswa, selanjutnya dosen meminta kepada mahasiswa
menutup bukunya, dosen mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Tongkat tersebut diberikan kepada salah seorang mahasiswa secara acak ataupun
bergilir, mahasiswa yang menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab
pertanyaan dari dosen, setelah mahasiswa menjawab pertanyaan, kemudian
mahasiswa tersebut memberikan tongkat tersebut kepada teman lainnya secara acak,
mahasiswa yang mendapat tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh dosen, demikian seterusnya sampai semua pertanyaan terjawab, ketika
stick bergulir dari peserta didik ke peserta didik lainnya seyogyanya diiringi musik,
langkah terakhir dari metode talking stick adalah dosen menyimpulkan tentang
materi yang dipelajari. Kemudian evaluasi dan penutup.
Metode talking stick mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangannya
sebagaimana dijabarkan pada penjelasan berikut.
a. Kelebihan
Mahasiswa lebih dapat memahami materi karena diawali dari penjelasan
seorang dosen, mahasiswa lebih dapat menguasai materi ajar karena ia diberikan
kesempatan untuk mempelajarinya kembali melalui buku, daya ingat lebih baik
sebab ia akan ditanya kembali tentang materi yang diterangkan dan dipelajarinya,
mahasiswa tidak jenuh karena ada tongkat sebagai peningkat daya tarik mahasiswa
mengikuti pelajaran tersebut, pelajaran akan tuntas sebab pada bagian akhir akan
diberikan kesimpulan oleh dosen (Istarani, 2012).
b. Kelemahan
Membuat peserta didik minder jika dosen tidak dapat memberikan dorongan
untuk berani mengemukakan pendapat karena siswa belum terbiasa untuk berbicara
di depan umum (Rokhani, 2012).
D. Belajar
1. Defenisi Belajar
Belajar adalah suatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas
pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi,
proses berfikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi (Riyanto, 2010).
Alat-alat Bantu
Input
Proses Belajar
(Subyek Belajar)
Output
(Hasil Belajar)
Fasilitas Belajar
Bahan Belajar
4. Hasil belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar berupa informasi verbal yaitu kapabilitas
mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis,
keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang,
strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengmengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri, keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sikap adalah kemampuan menerima atau
menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut (Sudjana, 2009).
Ranah kognitif adalh ranah yang mencakup kegiatan mental otak. Dalam ranah
kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir yaitu pengetahuan (knowledge),
jenjang ini merupakan jenjang terendah dalam ranah kognitif. Jenjang kedua adalah
pemahaman (comprehension). Jenjang ketiga adalah aplikasi (application). Jenjang
keempat adalah analisis (analysis). Jenjang kelima adalah sintesis (synthesis) dan
jenjang keenam adalah evaluasi (evaluation). Jenjang ini merupakan jenjang tertinggi
dalam ranah kognitif.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila telah memiliki kognitif pada tingkat
tinggi. Cirri-ciri peserta didik akan terlihat dalam berbagai tingkah laku. Ranah
afektif memiliki lima jenjang yaitu receiving atau attending (menerima atau
memperihatinkan), responding (menanggapi), valuting (menilai atau menghargai),
organization (mengatur atau mengorganisasikan) dan characterization by a value or
value complex (karakterisasi dengan seseatu nilai atau nilai yang nilai).
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill)
atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Hasil belajar psikomotor merupakan lanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif.
Hasil belajar kognirif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor
apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai
dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya.
Djamarah (2006) menggolongkan tes hasil belajar menjadi tes formatif, tes
subsumatif dan tes sumatif.
Tes formatif digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan
tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap peserta didik
terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil formatif dimanfaatkan untuk memperbaiki
proses belajar mengajar bahan pengajaran dalam waktu tertentu.
Tes subsumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah
diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya
serap peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Hasil tes
subsumatif dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
diperhitungkan dalam menentukan nili rapor.
Tes sumatif dilakukan untuk mengukur daya serap peserta didik terhadap bahan
pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester dan satu atau dua
tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau tarap keberhasilan
belajar peserta didik dalam satu periode belajar tertentu. Hasil tes sumatif
dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai
ukuran mutu institusi.
skala 0-100 adalah 55 atau 60. Selain norma skala angka, pengukuran prestasi belajar
dapat dilakukan melalui simbol huruf-hutuf dengan kriteria A, B, C, D dan E. Simbol
huruf-huruf dapat dipandang sebagai simbol angka-angka (Syah, 2006).
Angka
Huruf
Predikat
> 80
Sangat Baik
75-79
Baik
60-74
Cukup
55-59
Kurang
< 54
Gagal
Table 2.2 Tabel Batas Minimal Hasil Belajar (Akademi Kebidanan Kholisaturrahmi).
E. Kajian tentang Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Kala III dan IV
a. Kala III
1. Fisiologi Kala III
Kala tiga persalinan dimulai saat proses pelahiran bayi selesai berakhir
dengan lahirnya plasenta. Kala tiga persalinan berlangsung rata-rata antara 5 sampai
10 menit, akan tetapi normal kala tiga 30 menit. Risiko perdarahan meningkat
apabila kala tiga lebih lama dari 30 menit (Varney et al, 2004).
Kala tiga persalinan terdiri dari dua fase berurutan : (1) pelepasan plasenta
dan (2) pengeluaran plasenta. Pelepasan dan pengeluaran terjadi karena kontraksi,
yang mulai terjadi lagi setelah terhenti singkat setelah kelahiran bayi. Cara pelepasan
plasenta ada dua macam yaitu secara schultz dan secara ducan (Varney et al, 2004).
2. Tanda-Tanda Klinis Pelepasan Plasenta
Tetesan atau opancaran kecil darah yang mendadak, pemanjangan tali pusat
yang terlihat pada introitus vagina, perubahan bentuk uterus dari discoid ke bentuk
globular perubahan ini disebabkan oleh kontraksi uterus dan perubahan dalam posisi
uterus (Varney et al, 2004).
3. Teknik pengecekan pelepasan plasenta
Selain mengamati tanda-tanda klinis di atas, bidan dapat juga melakukan perasat
untuk mengecek pelepasan plasenta. Tiga perasat yang dapat dilakukan adalah
perasat kustner, strassman dan klien (Sulistyawati & Heny, 2010).
3. Manajemen Aktif Kala III
Syarat : janin tunggal/memastikan tidak ada lagi janin di uterus, tujuan
manajemen aktif kala tiga membuat kontraksi uterus efektif.
a) Keuntungan
Lama kala tiga lebih singkat, jumlah perdarahan berkurang sehingga dapat
mencegah perdarahan post partum & menurunkan kejadian retensio plasenta.
b) Manajemen aktif kala III
Pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali dan masase fundus uteri
c) Tindakan yang keliru dalam melaksanakan manajemen aktif kala III
Melakukan masase fundus uteri pada saat plasenta belum lahir, mengeluarkan
plasenta, padahal plasenta belum semuanya lepas, kurang kompeten dalam
mengevaluasi pelepasan plasenta, rutinitas kateterisasi & tidak sabar menunggu saat
terlepasnya plasenta (Sumarah et al, 2009).
a) Kesalahan tindakan manajemen aktif kala III
Terjadinya inversio uteri, pada saat melakukan penegangan tali pusat
terkendali terlalu kuat sehingga uterus tertarik keluar dan berbalik, tali pusat terputus,
terlalu kuat dalam penarikan tali pusat sedangkan plasenta belum lepas & syok
(Sumarah et al, 2009).
b) Pemeriksaan plasenta
Selaput ketuban utuh atau tidak, plasenta: ukuran plasenta bagian maternal
dan fetal, tali pusa: jumlah arteri dan vena (Sumarah et al, 2009).
c) Pemantauan Kala III
Perdarahan, kontraksi uterus, robekan jalan lahir/laserasi, rupture perineum, tanda
vital, personal hygiene (Sumarah et al, 2009)
Gejala
Gejala Penyerta
Kemungkinan Dx
Syok
Atonia uteri
Pucat lemah
menggigil
inversion uterus
perdarahan lanjut
Uterus
berkontraksi
segera
turun
Syok neurogenik
pucat
Retensio plasenta
Sisa plasenta
Inversio uteri
Syok
nyeri tekan
berat
nadi cepat
Anemia
Rupture uteri
Perdarahan
terlambat
endometritis,
infeksi/tidak, sisa
plasenta
b. Kala IV
1. Defenisi
Kala IV persalinan dimulai sejak plasenta lahir sampai 2 jam setelah
plasentah lahir. Kala ini dimasukkan dalam persalinan karena pada masa ini sering
timbul perdarahan. Dua jam setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu
dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, yaitu si ibu
melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri dari dalam perut
ibu ke dunia luar. Dalam kala IV ini petugas atau bidan harus tinggal bersama ibu
dan bayi untuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil dan
mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi (Hidayat & Sujiyatini,
2010).
2. Fisiologi Kala IV
Kala IV persalinan dimulai dengan lahirnya plasenta dan berakhir satu jam
kemudian. Pada kenyataan disebut periode satu jam post partum. Walaupun
persalinan secara teknis telah berakhir jam pertama post partum sering berhubungan
dengan kala IV. Hsl itu disebabkan oleh masa kritis wanita yang diawali dengan
pengambilan kondisi dari tekanan masa persalinan, dia harus berada dalam
pengawasan yang ketat oeh bidan dan karena bidan akan menghabiskan waktu
tersebut dengan melakukan aktivitas yang secara langsung berhubungan dengan
priode intrapartum, meliputi:
a. Evaluasi uterus
b. Inspeksi dan evaluasi plasenta, selaput dan tali pusat
c. Menjahit luka episiotomy dan laserasi bila ada
c. Episiotomi
Bidan melakukan inspeksi, tanda-tanda infeksi dan bukti-bukti penyembuhan
tergantung pada letak dan kedalaman insisi.
d. Lokea
Lokea adalah keluaran dari uterus setelah melahirkan. Terdiri dari darah, selsel tua, dan bakteri. Lokea pertama kemerahan dan mungkin mengandung
bekuan. Warna lokaea biasanya digambarkan dengan bahasa latin rubra untuk
merah segar, serosa untuk serum kecoklatan, dan alba untuk kuning
keputihan. Lokea biasanya berhenti 2 minggu setelah post partum
e. Vital sign
Tekanan darah, nadi, respirasi harus stabil seperti pada tahap sebelum
bersalin 1 jam post partum. Monitor tekanan darah dan nadi penting selama
kala IV untuk mendeteksi adanya syok yang diakibatkan oleh adanya
kehilangan darah. Pemeriksaan suhu harus cermat diamana suhu tubuh
diperiksa satu kali selam kala IV.
f. Menggigil
Tidak semua ibu pasca persalinan akan menggil. Jika timbul rasa dingin
kemudian ibu menggigil masih dipertimbangkan dalam batas-batas normal
bila tidak disertai infeksi. Menggigil paling banyak dikarenakan ketegangan
syaraf serta energy yang terkuras selama persalinan.
g. Sistem gastrointestinal
Rasa mual muntah akan menghilang. Pertama ibu akan merasa haus dan lapar
hal ini disebabkan karena proses persalinan yang memerlukan banyak energi
h. Sistem renal
i. Air seni yang tertahan menyebabkan kantong kemih lebih membesar. Kondisi
ini terjadi karena trauma yang disebabkan oleh tekanan dan dorongan pada
urehra selama persalinan. Dalam 2 jam post partum ibu harus sudah BAK,
jika ibu belum bias BAK maka lakukan kateterisasi.
j. Perawatan hemoroid
Hemoroid pada post partumsangat wajar, hal ini disebabkan tekanan oleh
kepala bayi dan upaya meneran ibu pada saat persalinan. Ada beberapa hal
untuk mengurangi rasa nyeri ini seperti duduklah dalam air hangat atau air
dingin, hindari duduk terlalu lama, ibu harus banyak minum dan makanan
berserat dan bidan mungkin bias menggunakan salep nupericanial ointetment.
3. Pemantauan dan penanganan kala IV
Karena terjadi perubahan fisiologis, maka pemantauan dan penanganan yang
dilakukan oleh tenaga medis adalah pemeriksaan kelengkapan plasenta dan selaput
ketuban setelah kelahiran plasenta, memperhatikan jumlah darah yang keluar,
pemeriksaan perineum, dan pemantauan keadaan umum ibu (Hidayat & Sujiyatini,
2010).
4. Tindakan yang tidak bermanfaat atau membahayakan pada persalinan Kala IV
Tindakan
Deskripsi Keterangan
Tampon vagina
dan
bayi
saling
berhubungan.
Berikan
panas