Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK

USIAPRASEKOLAH SELAMA HOSPITALISASI DI RSUD TUGUREJO


SEMARANG

Ahmad Barokah *),


Sri Haryani **), Syamsul ***)
*) Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang
**) Dosen Program Studi S1 Keperawatan Telogorejo Semarang
***) Dosen Program Studi S1 Keperawatan
ABSTRAK
Dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak, perawat memegang peran penting untuk membantu
orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anak dirumah sakit. Fokus
intervensi keperawatan yang dilakukan adalah meminimalkan stressor, memberikan dukungan
psikologis pada anak. Dengan menggunakan terapi bermain puzzle.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh terapi bermain puzzle terhadap dampak perilaku kooperatif anak usia prasekolah
(36 tahun) di RSUD Tugurejo Semarang. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian One
Group Pre test - Post Test, sampel dalam penelitian ini sebanyak 27 responden yang diperoleh dengan
menggunakan teknik total sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan observasi
perilaku kooperatif sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain puzzle. Untuk mengetahui
perbedaan perilaku kooperatif antara sebelum dan sesudah terapi bermain digunakan uji Wilcoxon.
Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon untuk terapi bermain puzzle dan tingkat kooperatif
menunjukkan nilai p = 0,000 (<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi bermain
puzzle terhadap tingkat kooperatif anak usia prasekolah. Dalam penelitian ini, karakteristik responden
berdasarkan kelompok usia, paling banyak pada kelompok usia 3 tahun yaitu 10 responden (37,04%).
Berdasarkan jenis kelamin, responden perempuan lebih banyak yaitu 15 responden (55,56%).
Rekomendasi hasil penelitian ini adalah sebagai alternative dalam mengatasi anak usia prasekolah
pada saat dirawat di rumah sakit.
Kata Kunci: Terapi Bermain Puzzle, Tingkat kooperatif anak.

ABSTRACT
In overcoming the hospitalization impact in children, a nurse holds an important role to help parents
deal with related problem in treating children in the hospital. The nurse intervention implemented is to
minimize the stressor, to give the psychological support to the children. Using playing puzzle therapy.
The aim of this research is to observe the impact of playing therapy using puzzle towards cooperative
behavior impact in pre-school age (3 6 years old) in RSUD Tugurejo Semarang. Respondent type
uses One Group Pre test Post Test research design. Sample in this research is 27 respondent who
obtained using total sampling technic. Data is collected by observing cooperative behavior before and
after giving playing therapy puzzle. To find the difference of cooperative behavior before and after
giving playing puzzle therapy, is used Wilcoxon test. Based on the Wilcoxon analysis for playing
puzzle therapy and cooperative level shows value p = 0,000 (<0,50). It means that the significant level
of 5% proved there is an impact of playing puzzle towards the cooperative level in pre-school
children. This research divides the respondent characteristics into ages, the most number of it is 3
years old, that is 10 (37,04%). Based on the sex, female respondents are more than male, that is 15
(55,56%). The recommendation of the research result is as an alternative in overcoming pre-school
age when treated in the hospital/ hospitalized.
Keyword : Playing Puzzle therapy, The level of cooperative children.

adalah melalui kegiatan permainan


(Supartini, 2004, hlm.144).

PENDAHULUAN
Anak merupakan individu yang berada
dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi
hingga remaja. Masa anak merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan
yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),
usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra
sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (511 tahun) hingga remaja (11-18 tahun)
(Hidayat, 2009, hlm.6).

Untuk alat permainan yang dirancang


dengan baik akan lebih menarik anak
dari pada alat permainan yang tidak
didesain dengan baik. Anak TK
biasanya menyukai alat permainan
dengan bentuk yang sederhana dan
tidak rumit dan berwarna terang. Salah
satu contoh permainan yang menarik
yaitu permainan puzzle, karena puzzle
dapat meningkatkan daya pikir anak
dan konsentrasi anak. Melalui puzzle
anak akan dapat mempelajari sesuatu
yang rumit serta anak akan berpikir
bagaimana puzzle ini dapat tersusun
dengan rapi (Alfiyanti, 2010, hlm.7).

Saat anak dirawat di rumah sakit


(hospitalisasi) memaksa anak untuk
berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih
sayang, dan menyenangkan, yaitu
lingkungan rumah, permainan, dan
teman sepermainannya. Perawatan di
rumah sakit sering kali dipersepsikan
anak prasekolah sebagai hukuman
sehingga anak akan merasa malu,
bersalah, atau takut. Oleh karena itu,
hal ini menimbulkan reaksi agresif
dengan marah dan berontak, ekspresi
verbal dengan mengucapkan kata-kata
marah, tidak mau bekerja sama dengan
perawat, apabila kondisi itu terjadi
maka akan mempengaruhi proses
perawatan saat di rumah sakit
(Supartini, 2004, hlm.190).

Di RSUD Tugurejo pada tahun 2006


jumlah anak prasekolah yang dirawat
sebanyak 97 anak, 2007 sebanyak 124
anak, 2008 sebanyak 80 anak, 2009
sebanyak 73 anak, dan 2010 sebanyak
181 anak, artinya jumlah rawat anak
dari tahun 2006-2010. Populasi anak
yang menjalani perawatan di rumah
sakit Tugurejo dan diberikan terapi
bermain puzzle memiliki persentase
cenderung relatif bertambah. Namun
kejadian dirawat di rumah sakit saat
ini mengalami masalah yang lebih
serius dan kompleks dibandingkan
kejadian hospitalisasi pada tahuntahun sebelumnya. Setelah anak
diberikan terapi bermain puzzle di
rumah sakit tidak hanya memberikan
rasa senang pada anak, tetapi juga
akan
membantu
anak
mengekspresikan perasaan, pikiran
cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri.
Sehingga anak tidak menolak saat
diberi tindakan yang dilakukan oleh
perawat serta mau merespon saat anak
diajak komunikasi dengan keluarga
atau perawat. Agar anak mampu
menyusun
dan
menyelesaikan
permainan puzzle dengan benar dan
tidak mengalami penolakan. Dengan
tujuan peneliti yaitu mengetahui

Dalam mengatasi dampak hospitalisasi


pada anak, perawat memegang peran
penting untuk membantu orang tua
menghadapi
permasalahan
yang
berkaitan dengan perawatan anak di
rumah
sakit.
Fokus
intervensi
keperawatan yang dilakukan adalah
meminimalkan stressor, memberikan
dukungan psikologis pada anak dan
anggota keluarga selama anak dirawat
di rumah sakit (Supartini, 2004, dalam
Marasaoly, 2009, 11).
Anak memerlukan media untuk dapat
mengekspresikan
perasaannya
sehingga mampu bekerja sama dengan
petugas kesehatan selama dalam
perawatan. Media yang paling efektif
2

pengaruh terapai bermain puzzle


terhadap perilaku kooperatif anak usia
prasekolah selama hospitalisasi di
RSUD Tugurejo Semarang serta
mengetahui
perbedaan
tingkat
kooperatif anak pada saat dirawat di
rumah sakit antara sebelum dan
sesudah aktivitas bermain puzzle di
RSUD Tugurejo Semarang.

Pengumpulan data pada penelitian ini


menggunakan alat ukur berupa lembar
observasi. Dan untuk mengetahui
perilaku
kooperatif
anak
usia
prasekolah
selama
hospitalisasi,
lembar observasiyang digunakan
adalah lembar observasi tertutup
dengan alternative pilihan 2 jawaban
(ya/tidak).
Skala
pengukuran
pengetahuan adalah jika jawaban ya
diberi nilai atau skor 1 dan bila
jawaban tidak diberi nilai atau skor 0.

METODE PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimen,
khususnya eksperimen semu, dengan
pendekatan one group pretest and
postests.
Rancangan
ini
tidak
menggunakan kelompok pembanding,
tetapi sudah dilakukan observasi
pertama (pretest) yang memungkinkan
peneliti dapat menguji perubahanperubahan yang terjadi setelah adanya
eksperimen
atau
perlakuan
(Notoatmojdo, 2005, hlm.164).

Instrumen pengumpulan data :


1. Lembar
observasi
(untuk
kooperatif anak)
2. Alat permainan puzzle
Analisis bivariat dilakukan pada
penelitian ini menggunakan uji
Wilcoxon karena data dalam bentuk
ordinal, atau kategorik maka analisis
digunakan uji Wilcoxon (Arikunto,
2002, hlm.89).

Populasi dalam penelitian ini adalah


anak usia prasekolah yang mengalami
hospitalisasi pada bulan Maret yang
berjumlah 27 anak.

HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN
1. Karakteristik
berdasarkan usia

Berdasarkan dari jumlah populasi


yang
sedikit,
maka
peneliti
menetapkan jumlah sampel dengan
metode total sampling. Dimana
peneliti
mengambil
jumlah
keseluruhan jumlah populasi untuk
dijadikan sampel dalam penelitian ini
adalah anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi. Pada bulan
Maret yang berjumlah 27 anak dengan
kriteria inklusi:

DAN

responden

Berdasarkan data yang telah


didapatkan, diketahui bahwa uisa
responden berkisar antara 3-6
tahun pada tabel 5.1
Tabel 5.1
Distribusi responden
berdasarkan kelompok usia
Di RSUD Tugurejo Semarang
(n=27)

1. Anak usia prasekolah (3-6 tahun)


2. Anak dengan tingkat kesadaran
composmentis
3. Tidak
mengalami
gangguan
perkembangan
sensorik
dan
motorik
4. Tidak mengalami pembedahan

Usia

Jumlah

3
4
5
6
Jumlah

10
7
4
6
27

Persentase
(%)
37,04%
25,93%
14,81%
22,22%
100,00

Tabel 5.1 menunjukan bahwa


jumlah responden paling banyak
adalah pada usia 3 tahun sebanyak
10 anak (37,04%) sedangkan
jumlah responden paling sedikit
adalah usia 5 tahun sebanyak 4
anak (14.81%).

Tabel 5.2
Distribusi responden
berdasarkankelompok jenis
kelamin
di RSUD Tugurejo
Semarang
(n=27)
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Hasil penelitian ini didukung oleh


tori yang dikemukakan Susilo
(2007, hlm.36) pada tahap usia
prasekolah, terjadi pertumbuhan
biologis, psikososial, kognitif, dan
spiritual yang begitu signifikan
sebagai modal untuk masuk ke
tahap berikutnya yaitu tahap
sekolah. Pada usia prasekolah
awal adalah fase dimana anak
mulai terlepas dari orang tuanya
dan mulai berinteraksi dengan
lingkungan. Hal ini menyebabkan
perubahan-perubahan
yang
membuat anak merasa terbebani
dan membuatnya mudah terkena
penyakit.

Jumlah
12
15
27

Persen
tase (%)
44,44%
55,56%
100,00

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa


jumlah responden laki-laki sedikit
lebih banyak dibanding responden
perempuan yaitu sebanyak 12
anak (44,44%), laki-laki dan 18
anak (55,56%) perempuan.
Hasil penelitian ini didukung oleh
teori yang dikemukakan oleh
Supartini (2004, hlm.129), ada
beberapa pandangan
tentang
konsep gender dalam kaitannya
dengan permainan anak. Dalam
melaksanakan aktifitas bermain
tidak membedakan jenis kelamin
laki-laki atau perempuan. Semua
alat permainan dapat digunakan
oleh
anak
laki-laki
atau
perempuan
untuk
mengembangkan
daya
pikir,
imajinasi,
kreatifitas,
dan
kemampuan sosial anak. Akan
tetapi, ada pendapat lain yang
meyakini
bahwa
permainan
adalah salah satu alat untuk
membantu
anak
mengenal
identitas diri sehingga sebagian
alat permainan anak perempuan
tidak dianjurkan untuk digunakan
oleh anak laki-laki. Hal ini
dilatarbelakangi
oleh
alasan
adanya tuntutan perilaku yang
berbeda antara laki-laki dan
perempuan dan hal ini dipelajari
melalui media permainan.

Berdasarkan penelitian
yang
dilakukan oleh Sucipto (2010,
hlm.55) yang berjudul terapi
bermain
untuk
menurunkan
tingkat kecemasan perpisahan
pada anak usia prasekolah yang
mengalami
hospitalisasi,
menampilkan
hasil
bahwa
karakteristik
responden
berdasarkan usia yang paling
mendominasi adalah usia 3-4
tahun yaitu sebanyak 12 anak
(60%).
2. Karakteristik
responden
berdasarkan jenis kelamin.
Berdasarkan data yang telah
didapat, karakteristik responden
berdasarkan
jenis
kelamin
disajikan pada Tabel 5.2

3. Karakteristik tingkat kooperatif


responden sebelum diberikan
terapi bermain puzzle

perawatan saat dirumah sakit


(Supartini, 2004, hlm.190).

Hasil penilaian dan pengukuran


terhadap perilaku kooperatif anak
prasekolah sebelum pemberian
terapi bermain puzzle diperoleh
sebagai berikut :

Menurut Wong (2003, dalam


Marasaoly, 2008, hlm.11) Terapi
bermain merupakan media bagi
anak yang tidak kooperatif selama
menjalani perawatan dirumah
sakit, agar anak tersebut bisa
bekerja sama dengan perawat
yang sedang melakukan tindakan.

Tabel 5.3
Tingkat perilaku kooperatif
sebelum terapi bermain puzzle
di RSUD Tugurejo Semarang
(n=27)
Tingkat
kooperatif

Jum
lah

Sangat kooperatif
Kooperatif
Tidak kooperatif
Total

13
14
27

Penelitian ini juga didukung oleh


Rahma & Puspasari, (2008,
hlm.24) mengemukakan bahwa
dari segi umur anak, sebelum
diberikan terapi bermain tingkat
kooperatif anak sangat kurang
terhadap tindakan keperawatan
yang diberikan yaitu hanya 1 anak
yang tingkat kooperatifnya baik
saat
diberikan
tindakan
keperawatan. Tidak kooperatif 25
anak (80,64%) anak, sedangkan
sangat kooperatif 10 anak
(3,22%).

Persen
tase
(%)
48,1%
51,9%
100,00

Tabel 5.3 menunjukan jumlah


responden diperoleh bahwa pada
sebelum terapi, sebagian besar
yaitu sebanyak 13 anak atau
48,1% memiliki tingkat perilaku
kooperatif, sementara 14 anak
lainnya atau 51,9% memiliki
tingkat perilaku tidak kooperatif.
Saat anak dirawat di rumah sakit
(hospitalisasi) memaksa anak
untuk berpisah dari lingkungan
yang dirasakannya aman, penuh
kasih sayang, dan menyenangkan,
yaitu
lingkungan
rumah,
permainan,
dan
teman
sepermainannya. Perawatan di
rumah
sakit
sering
kali
dipersepsikan anak prasekolah
sebagai hukuman sehingga anak
akan merasa malu, bersalah, atau
takut. Oleh karena itu, hal ini
menimbulkan
reaksi
agresif
dengan marah dan berontak,
ekspresi
verbal
dengan
mengucapkan kata-kata marah,
tidak mau bekerja sama dengan
perawat, apabila kondisi itu terjadi
maka akan mempengaruhi proses

4. Karakteristik tingkat kooperatif


responden setelah diberikan terapi
bermain puzzle
Hasil penilaian dan pengukuran
terhadap perilaku kooperatif anak
prasekolah sesudah pemberian
terapi puzzle diperoleh sebagai
berikut :

Tabel 5.4
Tingkat perilaku kooperatif
setelah terapi bermain puzzle
di RSUD Tugurejo Semarang
(n=27)
Tingkat
kooperatif

Juml
ah

Sangat kooperatif
Kooperatif
Tidak kooperatif

10
15
2

Persen
tase
(%)
37%
55,6%
7,4%

Total

27

100,00

tahun)melalui terapi bermain


selama
menjalani
perawatan
dirumah sakit Panti Rapih
Yogyakarta dari ke 31 anak
setelah diberikan terapi bermain
adalah sangat kooperatif 20 anak
kooperatif 11 anak dan tidak
kooperatif 0 anak
Martin et.al (2001 dalam Susilo
2007, hlm.6) melaporkan bahwa
anak-anak yang mendapatkan
terapi bermain akan lebih
kooperatif pada saat dilakukan
tindakan pemasangan infus.

Tabel 5.4 menunjukan jumlah


responden diperoleh bahwa pada
sebelum terapi, sebagian besar
yaitu sebanyak 10 anak (37%)
memiliki tingkat perilaku sangat
kooperatif, sementara 15 anak
lainnya (55,6%) memiliki tingkat
perilaku kooperatif dan yang
memiliki tingkat perilaku tidak
kooperatif sebanyak 2 anak atau
(7,4%).

5. Karakteristik
responden
berdasarkan perbedaan tingkat
kooperatif antara sebelum dan
sesudah diberikan terapi bermain
Untuk melihat perbedaan tingkat
kooperatif sebelum dan sesudah
terapi bermain puzzle
diuji
dengan uji Wilcoxon. Hal ini
dengan pertimbangan bahwa data
hanya sebanyak 27 yang relatif
kecil.

Hasil penelitian ini didukung oleh


teori yang di kemukakan oleh
Susilo (2007, hlm.3-4), salah satu
cara mengatasi permasalahan
anak-anak
yang
mengalami
hospitalisasi adalah dengan terapi
bermain. Pada saat dirawat di
rumah
sakit,
anak
akan
mengalami berbagai perasaan
yang tidak menyenangkan yang
membuat anak menolak untuk
melakukan beberapa prosedur
perawatan.
Dengan
terapi
bermain, anak akan dapat
memenuhi kebutuhannya untuk
bermain dan berkreasi sehingga
dapat mengalihkan perhatiannya
dari rasa tidak nyaman akibat
dirawat (distraksi).

Tabel 5.5
Perbedaan perilaku
sebelum dan sesudah terapi
bermain puzzledi RSUD
Tugurejo Semarang
(n=27)
Ting
Seb
kat
elu
peril
m
aku
koop
eratif
Sangat
kooper atif
Kooper
atif
13
Tidak
kooper
14
atif

Penelitian
yang
mendukung
menurut Rahma & Puspasari,
(2008 hlm.11) Tingkat kooperatif
anak usia prasekolah (3-6
6

Seb
elu
m

10

0,00
0

-4,001

15
2

Berdasarkan hasil analisis uji


Wilcoxon untuk terapi bermain
puzzle dan tingkat kooperatif
menunjukkan nilai p = 0,000
(<0,05). Hal ini berarti tingkat
signifikan 5% terbukti ada
pengaruh terapi bermain puzzle
terhadap tingkat kooperatif anak
usia
prasekolah
selama
hospitalisasi.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Dapat digunakan sebagai acuan
dan
pengembangan
bahan
pembelajaran dalam mata ajar
keperawatan anak khususnya pada
sub bab penerapan terapi bermain
puzzle
terhadap
perilaku
kooperatif anak usia prasekolah
yang mengalami hospitalisasi.
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Hasil
penelitian
ini
dapat
dijadikan sebagai acuan untuk
melakukan penelitian selanjutnya
dan diharapkan bagi peneliti
selanjutnya
menggunakan
kelompok kontrol agar dapat
mengetahui perbandingan tingkat
kooperatif antara anak yang
diberikan terapi bermain dan tidak
di berikan terapi bermain.

SIMPULAN
1.

2.

3.

Pada
karakteristik
tingkat
kooperatif sebelum terapi bermain
puzzle responden terbanyak yaitu
sebanyak 13 responden (48,1%)
pada kategori kooperatif, dan
yang paling sedikit adalah pada
kategori tidak kooperatif sebanyak
14 responden (51,9%).
Pada
karakteristik
tingkat
kooperatif setelah terapi bermain
puzzle paling sedikit yaitu
sebanyak 2 responden (7,4%)
pada kategori tidak kooperatif dan
yang tertinggi yaitu pada kategori
sangat kooperatif sebanyak 10
responden (37%).
Ada pengaruhterapi bermain
puzzle pada tingkat kooperatif
anak prasekolah di RSUD
Tugurejo Semarang. Hal ini dapat
diketahui dari hasil uji dengan
wilxocon signed test menunjukan
hasil nilai p=0,000 (p<0,05).

DAFTAR PUSTAKA

SARAN

Alfiyanti,

N
.(2010).
Upaya
meningkatkan daya pikir
anak melalui permainan
edukatif.
http://etd.eprints.ums.ac.id
/9837/1/A520085042.pdf
diperoleh tgl 27-07-2011.

Arikunto,

S. (2002). Prosedur
penelitian
suatu
pendekatan praktek. Edisi
revisi V. Jakarta: Rineka
Cipta.

Handayani, R. D.& Puspitasari N. P.


D. (2008). Pengaruh terapi
bermain terhadap tingkat
kooperatif selama menjalani
perawatan pada usia
prasekolah (3-5 tahun) di
Rumah Sakit Penti Rapih
Yogyakarta.
http://www.library.upnvj.ac.i
d/pdf/2s1keperawatan/08107

Berdasarkan hasil penelitian dapat


dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil
penelitian
ini
dapat
dijadikan
sebagai
intervensi
mandiri
keperawatan
dalam
penatalaksanaan
tingkat
kooperatif anak terhadap prosedur
perawatan terutama terhadap anak
usia prasekolah.
7

12033.pdf. Diperoleh tanggal


12 Januari 2012
Hidayat,

prasekolah.http://www.libr
ary.upnvj.ac.id/pdf/2s1kep
erawatan/0810712026.pdf.
diperoleh tanggal 26 Juni
2012

Alimul
A.A.
(2009).
Pengantar ilmu pengatar
anak1.
Jakarta:Salemba
Medika.

Marasaoly, S. (2009). Pengaruh terapi


bermain puzzle terhadap
dampak hospitalisasi pada
anak usia prasekolah
diruang anggrek I rumah
sakit kepolisian pusat R.S
Sukanto.
http://www.library.upnvj.a
c.id/pdf/
S1keperawatan09/
207314028/bab1.pdf,
diperoleh tgl 16 juni 2011
Notoatmojo, Soekidjo.
(2005).
Promosi kesehatan teori
dan aplikasi. Jakarta :
Rineka Cipta.
Sucipto, U. (2010). Terapi bermain
untuk menurunkan
kecemasan perpisahan pada
anak prasekolah yang
mengalami hospitalisasi.
http://elibrary.ub.ac.id/bitstre
am/123456789/18008/1/
Terapi-bermain-untuk
menurunkan-kecemasanperpisahan-pada-anakprasekolah-yang-mengalamihospitalisasi.pdf. diperoleh
tanggal 18 Desember 2011
Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep
dasar keperawatan anak.
Jakarta :EGC.
Susilo, A. (2007). Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat
pertumbuhan anak usia
8

Anda mungkin juga menyukai