Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
Preeklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu
sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya
hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
Insidens preeklamsia relative stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran
hidup pada Negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10
kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%.
Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem
tubuh. Pada kasus preekemplamsia dinegara berkembang,diketahui angka
kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih dari
tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi di negaranegara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara maju terdapat
kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara rutin
Preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala dalam
penanganannya. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan
tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan
untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak .Perlu ditekankan bahwa
sindrom preeclampsia ringandengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak
diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara
rutin mencari tanda preeclampsia sangat penting dalam usaha
pencegahanpreeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap
faktor-faktor predisposisi yang lain.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Preeklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang

disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri. Preeklampsia adalah timbulnya


hipertensi, oedema disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan
20 minggu.Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit
trofoblastik .1,2,3
2.2.

Epidemiologi
Insidens preeklamsia relative stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran

hidup pada Negara maju.Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10
kasus per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervarias iantara0%-4%.
Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem
tubuh.
Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2-6% dari ibu
hamil nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar
antara 4-18%. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75% dan preeklampsia berat
terjadi 25%. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10% kehamilan umurnya
kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan
riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal.
Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita
preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya
adalah usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa,
polihidramnion dan diabetes. 1,2
2.3.

Faktor Resiko
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab

terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah

faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut


meliputi:2,3,4,5
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat.
c. Faktor Genetik
Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive
trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa
preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai
riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga.
d. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang
tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
e.Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok
selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat
yang jauh lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang
cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam
kehamilan.
f. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.

g. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada
kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan
muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada
preeklampsia.
h. Obesitas
Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya
preeklampsia jelas ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada
wanita dengan Body Mass Index (BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada wanita
dengan Body Mass Index (BMI) > 35 kg/m2.
i. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu
karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor
penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan
Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat
mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2
(1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.
2.4.Etiologi
Terdapat beberapa teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari
penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia
meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan
mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab
bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan,
penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam
kandungan, dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli
yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut penyakit
teori. Namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori

sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia


plasenta. Teori ini pun belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan
dengan penyakit ini. 2,3,4,5
A. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta
berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi
tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata
dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan
perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.2,4,6
B. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral
dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria. 1,2,5
C. Peran Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain: 1,4,5,6
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b)

Terdapatnya

kecendrungan

meningkatnya

frekuensi

Preeklampsia-

Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.


D. Iskemik dari uterus.
Pada preekslampsia terjadi perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan
plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada preeklampsia, dan merupakan

faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan. Perubahan aliran darah uterus dan
plasenta

menyebabkan

terjadi

iskemia

uteroplasenter,

menyebabkan

ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi


darah sirkulasi yang berkurang. Selain itu hipoperfusi uterus menjadi rangsangan
produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular
daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat
vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh
darah yang lebih tinggi. Oleh karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi
penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya terjadi gangguan
pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin. 1,2,6
E. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
pathogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel
yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita
hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada
trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan
kemajuan kehamilan. 2,3,5,6
Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear stress
hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin inflamasi dan
hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut
disfungsi endotel. Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif
sehingga dapat terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan
permeabilitas vaskular meningkat sehingga menyebabkan edema dan proteinuria.
Jika terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan
molekul adhesi. seperti vascular cell adhesion molecule-1(VCAM-1) dan
intercellular cell adhesion molecule-1 (ICAM-1). Peningkatan kadar soluble
VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang diinkubasi dengan
serum penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai peningkatan molekul adhesi
lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh karena itu diduga VCAM-1 mempunyai
peranan pada preeklampsia. 3,6,7
2.5.

Patofisiologi
6

Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:


A. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan
vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja
sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan
hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada
preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya
thromboksan yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga
peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.4,5,6
B. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai
45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga
mencapai

30-40%

kehamilan

normal.

Menurunnya

volume

plasma

menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya


perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi)
sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan
oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta
mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan
janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan
kematian janin intrauterin.4,5,6,7
C. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun
cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada
kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahanbahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan- bahan vasoaktif dalam tubuh
dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh
pada sistem pembuluh darah arteriole dan pra kapiler pada hakekatnya
merupakansuatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab

bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada
dalam syok kronik. Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti
presumtif bahwa preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun
dalam darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus,
selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ.Gambaran patologis pada fungsi
beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh vasospasme
dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia dan eklampsia
berat. Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal
bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel yang
kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan
vasodilatator (nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel
juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran
endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen. 1,4,5,6,7
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas
efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung
secara simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis
terhadap perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan
metabolisme, serta aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin
terjadi karena penurunan perfusi uteroplasenta. 1,2,5,6
2.6.

Klasifikasi
Preeklampsia

terbagi

atas

dua

yaitu

Preeklampsia

Ringan

dan

Preeklampsia Berat berdasarkan Klasifikasi menurut American College of


Obstetricians and Gynecologists, yaitu: 1,2,5
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan
dengan riwayat tekanan darah normal.

Proteinuria kuantitatif 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif 1+


atau 2+ pada urine kateter atau midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam.

2.7.

Diagnosis

A.

Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,

diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntahmuntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia).
Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah
meningkat. 1,2,3
B.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30mmHg

dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat 140/90mmHg pada


preeklampsia ringan dan 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu kita
juga akan menemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran,
hipertensi ensefalopati, hiperefleksia,sampai tanda-tanda pendarahan otak.1,4,6,7
C.

Penemuan Laboratorium
Penemuan yang paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita

preeklampsia yaitu ditemukannya protein pada urine. Pada penderita preeklampsia


ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu 300 mg perliter dalam 24 jam atau
secara kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter atau midstream. Sementara pada

preeklampsia berat kadanya mencapai 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif +3.
Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat
hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi
benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat
diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada
preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat
dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan
elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal. 1,2,4,5
2.8.

Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya

preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta
mencegah gangguan fungsi organ vital. 1,2,3
A. Preeklampsia Ringan1,2,3,6,7,8
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga
bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
kejadian edema.Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi
glomeruli dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan
ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga mengurangi
vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah
rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam
rahim.
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi
ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda, berarti
fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang
10

mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila
komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi cairan
yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak diberikan
obat-obat

diuretik

antihipertensi,

dan

sedative.

Dilakukan

pemeriksaan

laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal.Apabila
preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, maka
dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.
Kriteria rawat inap :
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di
rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia
berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion.
Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan
bagian mata, jantung dan lain lain.
B. Preeklampsia Berat2,3,5,6,8
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut sudah
diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta
baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada
saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.Pemeriksaan sangat teliti
11

diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa : nyeri kepala,
gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu
perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.
Perawatan

preeklampsia

berat

sama

halnya

dengan

perawatan

preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya,
yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap terhadap
kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat
bila keadaan hemodinamika sudah stabil.
Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia
dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang
sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu monitoring input
cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output cairan (melalui urin) menjadi
sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah
cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda
edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat
berupa a) 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam
atau b) infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer
laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet
yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

12

Pemberian obat antikejang


MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding
fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897
penderita eklampsia.Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps.
Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga
aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium
dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat
kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
-

Loading dose : initial dose 4 gram MgSO 4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit

Maintenance dose :Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram im tiap 4-6 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4


-

Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium


glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit

Refleks patella (+) kuat

Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4


-

Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl

Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl

Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl

Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl

13

Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24
jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium
sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari
pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau
fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin
sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan
otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium
diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50
mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman
pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut
off)

tekanan

darah,

untuk

pemberian

antihipertensi.

Misalnya

Belfort

mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmhg dan MAP 126
mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai
< 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi.
Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni pemberian
diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin

14

(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan


dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
-

Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120


mg dalam 24 jam

Antihipertensi lini kedua


-

Sodium nitroprussida : 0,25g iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25g


iv/kg/5 menit.

Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.

Sikap terhadap kehamilannya


Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu
tanpa disertai tanda tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap
kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
Bila setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh
dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda tanda
preeklampsia ringan.

15

Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah
ini, yaitu:7,8
Ibu
1. Umur kehamilan 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1. Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat

BAB 3
STATUS PASIEN

16

IdentitasPasien :
Nama

:dewiana

Usia

: 36tahun

Alamat

:air bangis

No rm

: 041859

KeluhanUtama :nyeri kepala dan Kelua rlendi rbercampur darah dari kemaluan
sejak 2 jam yang lalu
RiwayatPenyakitSekarang :
Pasien baru masuk ke IGD RSUD pasaman barat, rujukan dari bidan, pasien
G1P0A0 datang dengan keluhan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan
sejak 2 jam yang lalu. Nyeri menjalar ke ari ari dan menjalar kepinggang sejak 6
jam yang lalu. Keluar air-air banyak dari kemaluan tidak dijumpai .Nyeri ulu hati
tidak dijumpai. Os juga mengeluhkan sering sakit kepala, tekanan darah tinggi
selama kehamilan. Pandangan kabur tidak dijumpai.Demam tidak dijumpai.
RiwayatPenyakitDahulu :
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Malaria (-)
RiwayatObstetri :
G1 P0 A0
HPHT :01 04 2016
TP

: 03 01 2017

UK

: 39 40 minggu

PemeriksaanFisik :
TD

: 170/120 mmHg

Suhu

: 36,5 oC

Nadi

:80x/i

BB

: 58 Kg

RR

: 20x/i

TB

: 165 cm

Mata

:Konjungtivaanemis -/-, skelraikterik -/-, Pupil isokor +/+, RC +/+

17

Leher

: Dalam batas normal

Paru

:Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

: Murmur -, gallop -

Abdomen

:membesar, striae (+), tampaklineanigra,

Ekstremitas :oedema (-)


Status Obsteriku:
Leopold I

:TFUt : 33 cm, teraba bokong bayi

Leopold II

:Punggungkiri

Leopold III :Presentasikepala


Leopold IV :Penurunan 3/5
DJJ

: 154x/i

HIS

:20 x 10

TBJ

: 3410 gram

PD

:Portio tipis, 2 jari sempit, ketuban (+), presentasikepala, kepala

HIII.
Laboratorium
Pemeriksaan

Hasil

NilaiRujukan

Hb

11.9g%

13-18g%

Ht

34,4%

37-47%

Leukosit

14,6

5-11

Trombosit

158

150-450

CT

< 15 Menit

BT

< 5Menit

SGOT

17,5

<40

SGPT

11,4

<42

Hemostasis

Fungsi Hati

Fungsi Ginjal

18

Creatinin

0,6

0,5-1,4

Ureum

12,8

10-50

Urine rutin
Protein : +3
Diagnosis :
Ibu

: G1 P0 A0, aterm, inpartukala I faseaktifdengan PEB

Penatalaksana :
- IVFD RL 20 gtt/i
- MgSO4 40% 20cc insial 250cc dalam 15menit 28tpm
- nifedipin1 x 10 mg SL
- Folleycateter
Konsul dr sp.OG Rencana SC cito
Follow Up :
3/1/2017

Jam 11.15.

Persiapan SC cito

Hasil Operasi : Lahir bayi dengan JK laki-laki, BB 3100gr, PB 42cm,


LD 33cm,LK 31cm, anus dijumpai. Langsung menangis, gerakan
aktif. Sianosis (-)
4/1/2017

Jam 08.00.

S : Nyeri luka post operasi, KU baik


O : TD 130/80mmHg, urine (+)
A : Post SC a/i PEB H1
P : - IVFD RL drip MgSO4 40% 20tpm
- Inj Ceftrriaxone 1g/IV/12 jam
- Inj Ketorolac 1amp/IV/12 jam
-Inj As traneksamat 1 amp/IV/12 jam
- rawat luka operasi
-Cek darah post op

19

Laboratorium
Pemeriksaan

Hasil

NilaiRujukan

Hb

8,7g%

13-18g%

Ht

20,2%

37-47%

5/1/2017

Jam 08.00.

S : Nyeri luka post operasi, KU baik


O : TD 130/80mmHg, urine (+)
A : Post SC a/i PEB H2
P : - IVFD RL 20tpm
- Inj Ceftriaxone 1g/IV/12 jam
- Inj Ketorolac 1amp/IV/12 jam
-Inj As traneksamat 1 amp/IV/12 jam
- rawat luka operasi
- Aff DC

6/1/2017

Jam 08.00.

S : Nyeri luka post operasi, KU baik


O : TD 130/70mmHg, urine (+)
A : Post SC a/i PEB H3
P : Pasien direncanakan pulang
Po : Cefadroxyl tab 2 x1
Metronidazol tab 3x1
As mefenamat tab 3 x1
Neurodex tab 1 x1

BAB 4
KESIMPULAN

20

Preeklampsia adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan


timbulny ahipertens idisertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih
Penyebab preeclampsia sampai saatini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories.Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya preeclampsia adalah :FaktorTrofoblast,
FaktorImunologik,

FaktorGizi,

FaktorGenetik,

Faktor

Hormonal,

Peran

Prostasiklin dan Tromboksan. Jumlah Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian


bayi 42.2% -48.9%.
Dikatakan preeclampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda /gejala
berikut : TD 160 / 110 mmHg, proteinuria > 5 gr / 24 jamataukualitatif 3+ / 4+,
Oliguria 500 ml / 24 jam, peningkatan kadar enzim hati dan / ataui kterus, nyer
ikepala frontal atau gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, edema paru atau
sianosis, pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR), HELLP
Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet
Counts) danKoma.
Ditinjau dari umu rkehamilan dan perkembangangejala-gejala pre eklampsi
aberat selama perawatan, maka perawatan dibag imenjadi : (1) Perawatan aktif
yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal
(segerarawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infusDx/RL, tirah
baring miring kesatu sisi, diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam,
berikan anti kejang, anti hipertensi, dll) (2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan
tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

DAFTAR PUSTAKA

21

1. Hartuti Agustina, dkk. Referat Preeklampsia. Purwokerto. Universitas


Jendral Sudirman. 2011
2. Simona Gabriella R. Tugas Obstetri dan Ginekologi, Patofisiologi
Preeklampsia. Maluku. Universitas Pattimura. 2009
3. Dharma Rahajuningsih, Noroyono Wibowo dan Hessyani Raranta.
Disfungsi Endotel pada Preeklampsia. Jakarta. Universitas Indonesia. 2005
4. Prawirohardjo Sarwono dkk. Ilmu Kebidanan, Hipertensi Dalam
Kehamilan. Jakarta. PT Bina Pustaka. 2010. Hal : 542-50\
5. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsiadaneklampsia. IlmuKandunganedisiketiga.
YayasanBinaPustakaSarwonoPrawirohardjo, Jakarta 2007. 281-301.
6. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, WirakusumahF.Obstetri Patologi
ilmukesehatanreproduksiEdisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC; 2005; h.64-82.
7. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams
Obstetrics, 21st ed. Prentice

Hall

International Inc.

Appleton and

Lange. Connecticut. 2001. 653 - 694.


8. Jurnalpenatalaksanaan

Pre-

eklampsidanEklampsiBagianObstetridanGinekologiFakultasKedokteranU
niversitas Indonesia, RS. DrCiptoMangunkusumo, Jakarta, April 1998.

22

Anda mungkin juga menyukai