TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TUBERKULOSIS
2.1.1. Kuman dan cara penularan
A. Tuberkulosis dan kuman Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular lansung yang disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman tuberkulosis ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam (BTA).
Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari lansung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant,
tertidur lama selama beberapa tahun.
B.Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman
TBC masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran nafas, atau penyebaran lansung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
C. Risiko Penularan
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di
indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah denga ARTI
sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TBC, hanya sekitar
10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TBC.
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA Negatif) masih
bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simtomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
Di Indonesia, pada saat ini uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan
diagnosis TBC pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi TBC. Suatu uji tuberkulin positif
hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium
tuberculosis.Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut
menderita tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, TBC milier dan
morbili.
Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang diambil
dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biopsi, dll.Tetapi pada anak hal ini sulit dan
jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinis,
gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
Untuk itu penting memikirkan adanya TBC pada anak kalau terdapat tanda-tanda
yang mencurigakan atau gejala seperti di bawah ini:
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (Dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi lebih dari 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.
Gambaran rontgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto
biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bila overdiagnosis atau
underdiagnosis.Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar
parahilus atau kelenjar paratrakeal.
Milier.
Atelektasis atau kolaps konsolidasi.
Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal.
Konsolidasi (Lobus).
Reaksi pleura atau efusi pleura.
Kalsifikasi.
Bronkiektasis.
Kavitas.
Destroyed lung.
Bila ada diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen harus
dicurigai TBC.
Foto rontgen dada sebaiknya dilakukan posteroanterior dan lateral, tetapi kalau
tidak mungkin posterioranterior saja.
Bila dijumpai 3 atau lebih dari hal-hal yang mencurigakan atau gejala-gejala klinis
umum tersebut diatas, maka anak tersebut dianggap TBC dan diberikan pengobatan dengan
OAT sambil di observasi selama 2 bulan.Bila menunjukkan perbaikan, maka diagnosis TBC
dapat dipastikan dan OAT diteruskan sampai penderita tersebut sembuh.Bila dalam observasi
dengan pemberian OAT selama 2 bulan tersebut keadaan anak memburuk atau tetap, maka
anak tersebut bukan TBC atau mungkin TBC tapi mengalami kekebalan obat ganda
(MDR).Anak yang tersangka MDR perlu dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan
penatalaksanaan spesialistik.
Penting diperhatikan bahwa bila pada anak dijumpai gejala-gejala berupa kejang,
kesadaran menurun, kaku kuduk, benjolan di punggung, maka ini merupakan tanda-tanda
bahaya.Anak tersebut harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Penjaringan tersangka penderita TBC anak bisa berasal dari keluarga penderita BTA
positif (Kontak serumah), masyarakat (Posyandu), atau dari penderita-penderita yang
berkunjung ke puskesmas maupun yang lansung ke rumah sakit.
1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TBC yang BTA positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (Dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCG.
3. Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
yang baik.
4. Sakit dan demam lama atau berualang, tanpa sebab yang jelas.
5. Batuk-batuk yang lebih dari 3 minggu.
6. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang spesifik.
7. Skrofuloderma.
8. Konjungtivitis fliktenularis.
9. Tes tuberkulin yang positif.
10. Gambaran foto rontgen sugestif TBC.
BILA 3 POSITIF
Dianggap TBC
Beri OAT
Observasi 2 bulan
Membaik Memburuk/Tetap
OAT diteruskan
Rujuk ke RS
PERHATIAN:
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung organ yang terkena, misalnya nyeri dada
terdapat pada tuberkulosis pleura, pembesaran kelenjar limfe superfisial pada limfadenitis
TBC dan pembengkakan tulang belakang pada spondilitis TBC.
Diagnosis pasti sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung ketersediaan alat-
alat diagnostik, misalnya peralatan rontgen, biopsi, sarana pemeriksaan patologi anatomi.
Seorang penderita TBC ekstra paru kemungkinan besar juga menderita TBC paru,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak dan foto rontgen dada.Pemeriksaan ini
penting untuk penentuan paduan obat yang tepat.
Setelah diberikan antibiotik spektrum luas tanpa ada perubahan, periksa ulang
dahak SPS.Bila hasilnya tetap negatif lakukan pemeriksaan rontgen dada.
Hanya pada sebagian kecil dari penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif
yang perlu dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, yaitu:
Tidak ada gambaran foto rontgen dada yang khas untuk TBC paru. Beberapa
gambaran yang patut dicurigai sebagai proses spesifik adalah infiltrat, kavitas,
kalsifikasi dan fibrosis dengan lokasi apeks paru.
Gambaran non spesifik yang ditemukan pada foto rontgen dada pada seorang
penderita yang diduga infeksi paru lain dan tidak memungkinkan perbaikan pada
pengobatan dengan antibiotika, ada kemungkinan adalah TBC.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus, yaitu:
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TBC ekstra paru dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
Catatan:
Yang dimaksud dengan TBC paru adalah TBC dari parenkim paru. Sebab
itu, TBC pada pleura atau TBC pada kelenjar hilus tanpa ada kelainan
radiologis paru dianggap sebagai penderita TBC ekstra paru.
Bila seseorang penderita TBC paru juga mempunyai TBC ekstra paru,
maka untuk kepentingan pencatatan penderita tersebut harus dicatat
sebagai penderita TBC paru.
Bila seseorang penderita ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TBC ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
Dokter Internship Puskesmas Suka menanti
Periode 14 maret 2017 17 juli 2017 33
2.3.3. Tipe Penderita
1. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobat dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut
kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA postif.
5. Lain-lain
a. Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 (Satu bulan sebelum akhir pengobatan atau
lebih).
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA
positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
b. Kasus Kronik
3. Pengumpulan Dahak
3. Bila seseorang sulit mengeluarkan dahak, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Di rumah : malam hari sebelum tidur, minum satu gelas teh manis atau
menelan tablet gliserin guayakolat 200 mg.
2) Di UPK : melakukan olah raga ringan (lari-lari kecil) kemudian menarik nafas
dalam, beberapa kali. Bila terasa akan batuk, nadas ditahan selama mungkin
lalu disuruh batuk.
Sebelum pengiriman, petugas harus meneliti kembali isi setiap kotak sediaan :
Hasil pemeriksaan atau bacaan sediaan diisi oleh petugs yang membaca
sediaan tersebut dan ditulis pada bagian bawah formulir ini dan dikirim kembali
kepada pemohon.
3. Pembacaan Hasil
Sediaan yang telah diwarnai dab sudah kering diperiksa dibawah mikrskop
binokuler.
pembacaan sediaan dahak :
1) Cari lebih dahulu lapang pandang dengan objektif 10x
2) Teteskan satu tetes minyak emersi diatas hapusan dahak
3) Periksa dengan menggunakan lensa okuler 10x dan objektif 100x
4) Carilah Basil Tahan Asam (BTA) yang berbentuk batang berwarna merah
5) Periksa paling sedikit 100 lapang pandang atau dalam waktu kurang lebih 10
menit, dengan cara menggeserkan sediaan menurut arah seperti gambar di
bawah ini.
6) Sediaan dahak yang telah diperiksa kemudian direndam dalam xylol selama
15-30 menit, lalu disimpan dalam kotak sediaan. Bila menggunakan anisol,
sediaan dahak tidak perlu direndam dalam xylol.
Pembacaan hasil
Catatan :
Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan harus diulang
dengan spesimen dahak yang baru.Bila hasilnya tetap 1-3 BTA, hasilnya
dilaporkan negatif.Bila ditemukan 4-9 BTA, dilaporkan positif.
Hasil bacaan harus dicatat dalam buku register laboratorium (TB.04). Tiap
catatan hasil pembacaan, diberi nomor register laboratorium sesuai urutan tanggal
pemeriksaan.Alasan pemeriksan (apakan untuk diagnosis atau untuk follow-up
pengobatan) penting untuk dicantumkan.Hasil pemeriksaan dengan memasukkan 1+,
2+, atau 3 + sesuai gradasi hasil pembacaan ditulis dengan tanda rumput pada kotak
yang sesuai.
Spesimen dahak dan bahan kimia lainnya, misalnya reagens, bila tidak
dikelola dengan benar, akan memnpunyai risiko terhadap gangguan kesehatan atau
penyakit bagi petugas dan masyarakat sekitar laboratorium tersebut.
Pakailah jas laboratorium saat berada dalam ruang pemeriksaan atau ruang
laboratorium. Tinggalkan jas laboratorium di ruangan laboratorium setelah
selesai bekerja.
Semua bahan kimia harus dianggap berbahaya, oleh karena itu harus ditangani
dengan hati-hati
Bersihkan semua alat bekas pakai dengan desinfektan setiap kali selesai
bekerja
1) Persiapan penderita
2) Pengambilan dan penanganan specimen
3) Pemeliharaan alat / mikroskop
4) Uji kualitas reagen/ larutan pewarna
5) Penyusunan prosedur tetap
6) Pencatatan serta pelaporan.
Melakukan validasi hasil pemeriksaan / cross check
Melaksanakan audit
Mengikuti kegiatan pemantapan mutu eksternal mikroskopis BTA
Melaksanakan praktek laboratorium yang benar
melaksanakan praktek pembuatan reagen Ziehl Neelsen yang benar.
1) Letakkan dan simpan mikroskop pada tempat yang kering, bebas debu dan bebas
getaran
Getaran dapat merusak mikroskop. Jangan meletakkan mikroskop satu
meja dengan alat sentrifusi (centrifuge) atau diatas lemari es (refrigerator).
Hindari mikroskop dari sinar matahari langsung
Bila mikroskop tidak digunakan tutuplah dengan kain/plastik penutupnya
atau masukkan kedalam kotaknya supaya terhindar dari debu
Jangan menyimpan mikroskop ditempat yang lembab, sebab lensa dapat
berjamur sehingga mengganggu pandangan. Keadaan lembab juga dapat
menimbulkan karatan (korosif) pada bagian mikroskop yang tebuat dari
logam
Simpan mikroskop di dalam kontak penyimpan mikroskop, dengan cahaya
lampu 5 watt atau serbuk pengering (silica gel) dalam jumlah yang cukup.
Perlu diingat bubuk pengering tersebut berwarna biru bila masih kering
(masih aktif bekerja) dan akan menjadi warna merah muda bila basah
(tidak aktif lagi). Oleh karena itu, begitu silica gel tersebut berwarna
merah muda, segera ganti dengan silica gel yang baru panaskan sampai
berwarna biru kembali.
2) Jagalah supaya mikroskop dari lensanya tetap bersih
Selalu bersihkan miroskop dengan kertas pembersih lensa sebelum dan
sesudah digunakan.
Selalu bersihkan lensa objektif 100 x dari oli emersi setelah selesai
digunakan
Jangan gunakan alcohol atau spritus untuk membersihkan lensa, sebab
lensa dapat rusak
Jangan menyentuh lensa objektif 100 x pada kaca sediaan
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian
besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir
pengobatan intensif.
Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Kategori 2
Kategori 3
2HRZ / 4H3R3
2HRZ / 4HR
2HRZ / 6HE
Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak, denagn tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai.Satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa
pengobatan.
Tahap
intensif
2 bulan 1 1 3 3 60
(dosis
harian)
Tahap
lanjutan
4 bulan 2 1 - - 54
(dosis 3 x
seminggu)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniazid(H), Rifampisin(R), Pirazinamid(Z), Etambutol(E) dan suntikan Streptomisin
setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid(H), Rifampisin(R),
Pirazinamid(Z), Etambutol(E) setiap hari. Sete;ah itu diteruskan dengan tahap
lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu
diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita menelan obat.
Tahap
Lanjuta
n
5 bulan 2 1 - 1 2 - 66
(dosis 3
x
seming
gu)
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari 90
blister HRZE untuk tahap intensif, dan 66 blister HRE untuk tahap lanjutan, masing-
masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar. Disamping itu,
disediakan 30 vial streptomisin @1,5 gr dan pelengkap pengobatan (60 spuit dan
aquabidest) untuk tahap intensif.
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan(2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu(4H3R3).
Tahap 2 bulan 1 1 3 60
Intensif
(dosis harian)
Tahap
Lanjutan
4 bulan 2 1 - 54
(dosis 3 x
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60
blister HRZ untuk tahap intensif, dan 54 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-
masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak BTA masih positif, diberikan obat sisipan(HRZE) setiap hari
selama 1 bulan.
Tahap
intensif
1 bulan 1 1 3 3 30
(dosis
harian)
Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.
Bila pemeriksaan ulang dahak akhir tahap intensif pada penderita baru
dan penderita baru dan penderita pengobatan ulang BTA positif, dahak
menjadi BTA negatif, pengobatan diteruskan ke tahap lanjutan.
Bila pada pemeriksaan ulang dahak pada tahap akhir intensif penderita
BTA negatif rontgen positif dahak menjadi BTA positif, penderita dianggap
gagal dan dimulai pengobatan dari permulaan dengan kategori 2
Contoh :
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP), pada
sebulan sebelum AP, dan akhir intensif.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada akhir intensif
(pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang dahak sebulan
sebelum AP tidak diketahui penyebabnya.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada setelah sisipan
(pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun pemeriksaan ulang dahak
pada sebulan AP tidak diketahui hasilnya.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan
pada akhir intensif (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan
ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan
pada setelah sisipan (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan
ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
Bila penderita menyelesaikan pengobatan lengkap,tapi tidak ada hasil
pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif, tapi tidak ada hasil
dinyatakan sembuh, tetapi dinyatakan sebagai pengobatan lengkap.
Beri sisipan 1
bulan. Jika
Positif setelah sisipan
Penderita BTA
masih tetap
positif dengan
positif, teruskan
pengobatan ulang
pengobatan tahap
kategori 2
lanjutan .jika ada
fasilitas, rujuk
untuk uji
kepekaan obat.
Negatif Sembuh
keduanya
Sebulan sebelum Belum ada
Akhir pengobata,
pengobatan Positif disebut kasus
Atau kronik, jika
Akhir mungkin, rujuk
pengobatan kepada unit
pelayanan
spesialistik. Bila
tidak mungkin,
a) Sembuh
Contoh
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP),
pada sebulan sebelum AP, dan pada akhir Intensif.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada akhir
intensif (pada penderita tanpa sisipan), meskipun pemeriksaan ulang
dahak pada sebulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya.
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada setelah
sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun pemeriksaan
ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
Dokter Internship Puskesmas Suka menanti
Periode 14 maret 2017 17 juli 2017 58
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan
pada setelah sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan), meskipun
pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
b) Pengobatan lengkap
c) Meninggal
d) Pindah
Adalah penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau akhir
pengobatan.
Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke
2 menjadi positif.
Tindak lanjut : berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.
Tabel :15
PENGOBATAN PENDERITA TBC BARU BTA POSITIF
YANG BEROBAT TIDAK TERATUR
Tabel :16
PENGOBATAN PENDERITA TBC DENGAN KATEGORI 2
YANG BEROBAT TIDAK TERATUR
Lama Lama Perlu Hasil Dicatat Tindakan
pengobatan pengobatan tidaknya pemeriksaan kembali pengobatan
sebelumnya terputus pemeriksaan dahak sebagai
dahak
< 2 minggu Tidak --- --- Lanjutkan
Kat-2
Kurang Dari
2 8 minggu Tidak --- --- Mulai Lagi
1 bulan
Kat-2 Dari
Awal
Catatan :
Tabel17 :
BB BB BB
Jenis Obat
< 10 kg 10 20 kg 20 33 kg
Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg
Berdasar rekomendasi IDAI
Catatan :
Semua anak yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TBC
BTA positif beresiko lebih besar untuk terinfeksi.Infeksi pada anak ini, dapat
berlanjut menjadi penyakit tuberculosis.Sebagian menjadi penyakit yang lebih serius
(misalnya meningitis dan milier) yang dapat menimbulkan kematian.
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat
dengan penderita TBC BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan :
Wanita Hamil
Pada prinsipnya pengobatan TBC pada wanita hamil tidak berbeda dengan
pengobatan TBC pada umumnya.Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil, kecuali
streptomisin.Streptomisin tidak dapat dipakai pada wanita hamil karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini akan
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap
pada bayi yang akan dilahirkannya. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa
keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat
berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkannya terhindar dari kemungkinan
penularan TBC.
Pada prinsipnya pengobatan TBC pada ibu meyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya.Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.Seorang ibu
menyusui yang menderita TBC harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman
TBC kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebuat dapat
terus menyusu.Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut
sesuia dengan berat badannya.
Pemberian OAT pada penderita TBC dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembiuhan. Pada keadaan
dimana pengobatan TBC sangat diperlukan dapat diberikan Streptomisin (S) dan
Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan
dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan TBC.Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT
harus dihentikan.Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui
empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini
dapat diberikan dengan dosis normal pada penderita-penderita dengan gangguan
ginjal.Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari
penggunaannya pada penderita dengan gangguan ginjal. Paduan OAT yang paling
aman untuk penderita dengan gangguan ginjal adalah 2RHZ/6HR. Apabila sangat
diperlukan, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dosis yang sesuai faal
ginjal dengan pengawasan fungsi ginjal.
Meningitis
TBC milier dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis
TBC Pleuritis eksudativa
TBC Perikarditis konstriktiva.
Indikasi operasi
Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam
kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus segera
dirujuk ke UPK spesialistik.
Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak.
Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obat simptomatik atau
obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama
pengobatan. Dalam hal ini, pemberian OAT dapat diteruskan.
Isoniasid (INH)
Efek samping berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5%
penderita. Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus membaik.Bila
tanda-tanda hepatitis-nya berat maka penderita harus dirujuk ke UPK spesialistik.
Tanda-tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, dan nyeri otot atau gangguan
kesadaran. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin (vitamin B6
dengan dosis 5 10 mg per hari atau dengan vitamin B kompleks)
Kelainan yang menyerupai defisiensi piridoksin (syndrome pellagra)
Kelainan kulit yang bervariasi, antara lain gatal-gatal.
Bila terjadi efek samping ini pemberian OAT dapat diteruskan sesuai dosis.
Rifampisin
Efek samping ringan sering terjadi pada saat pemberian berkala dan dapat
sembuh sendiri atau hanya memerlukan pengobatan simtomatik.Rifampisin dapat
menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.Hal ini harus
Pirazinamid
Streptomisin
Efek samping sementara dan ringan misalnya reaksi setempat pada bekas
suntikan, rasa kesemutan pada sekitar mulut dan telinga yang mendengimg dapat
terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu (jarang terjadi) maka dosis
dapat dikurangi dengan 0,25 gr.
Etambutol
Efek samping jarang terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB per hari atau 30
mg/Kg BB yang diberikan tiga (3) kali seminggu.
Tabel 18:
Tabel 19:
Jika seorang penderita dalam pengobatan dengan OAT mulai mengeluh gatal-gatal,
singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil
meneruskan OAT dengan pengawasan ketat.Gatal-gtal tersebut pada sebagian
penderita hilang, namun pada sebagian penderita malahan terjadi suatu kemerahan
kulit.Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT.Tunggu sampai kemerahan kulit
tersebut hilang.Jika gejala efek samping ini bertambah berat, kepada penderita
tersebut perlu diberikan kortokosteroid dan/atau tindakan suportif lainnya (infuse) di
UPK perawatan.
Kalau jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian
kembali OAT harus dengan caradrug challenging dengan maksud untuk
menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari efek samping tersebut. Untuk
maksud tersebut, sebaiknya penderita dirujuk ke unit pelayanan spesialistik.
Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya
Pirasinamid atau Etambutol atau Streptomisin, maka pengobatan TBC dapat diberikan
Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan badan Kesehatan Dunia
(WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang
menghasilkan rekomendasi perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi
penanggulangan TB di Indonesia. Yang kemudian disebut sebagai STRATEGI DOTS
sejak itu dimulailah era baru pemberantasan TB di Indonesia.
Sebelum pengobatan pertama kali dimulai DOTS harus dijelaskan kepada pasien
tentang cara dan manfaatnya. Seorang PMO harus ditentukan dan dihadirkan di poliklinik
untuk diberi penerangan tentang DOTS dan tugas-tugasnya. PMO haruslah seseorang yang
mampu membantu pasien sampai sembuh selama 6 bulan dan sebaiknya merupakan anggota
keluarga pasien yang diseganinya.
3. Pengobatan jangka pendek yang terstandar bagi semua kasus TB, dengan
penatalaksanaan kasus secara tepat, termasuk pengawasan lansung pengobatan
Hasil evaluasi pada tahun 1998 menggambarkan bahwa cakupan penemuan penderita
baru mencapai 9,8% dengan angka keberhasilan mencapai 89%, sehingga WHO
menggolongkan kita sebagai negara dengan penyelenggara program yang baik tetapi ekspansi
sangat lambat. Kajian data ini mendapatkan dari Puskesmas pelaksana program DOTS yang
baru mencapai lebih kurang 40% dari 7000 Pusekesmas dan Rumah Sakit yang ada.