Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

ABSES PERITONSIL

Oleh :

Alania Rosari 0910312070

Nurul Maulidya H 0910313212

Preseptor :

dr. Sukri Rahman, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK

RS Dr. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi
Tonsil
Cincin Waldeyer adalah jaringan limfoid yang mengelilingi faring

yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual,

gugus limfoid lateral faring, dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar

dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan

dekat orifisium tuba eustachius.1,7

Gambar 1. Anatomi tonsil

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di

dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring. Tonsil berbentuk oval

dengan panjang 2-5 cm dan masing-masing tonsil mempunyai 10-30

kriptus yang meluas ke jaringan tonsil. Daerah kosong di atas tonsil

disebut fosa supratonsilar. Tonsil dibatasi oleh:1,7

2
Lateral : m. konstriktor faring superior
Anterior : m. palatoglosus (plika anterior)
Posterior : m. palatofaringeus (plika posterior)
Superior : palatum mole
Inferior : tonsil lingual

Gambar 2. Anatomi tonsil palatina

Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring yaitu

batas anterior oleh otot palatoglosus dan batas lateral atau dinding luar

olehotot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk

seperti kipas mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah.

Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole,

tuba eustachius, dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga

dinding lateral esofagus. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian

atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di

pangkal lidah dan dinding lateral faring.7

3
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis

eksterna, yaitu:
Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri

tonsilaris dan arteri palatina asenden.


Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden.
Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal.
Arteri faringeal asenden.

Gambar 3. Pendarahan tonsil

Aliran Getah Bening


Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju rangkaian getah

bening servikal profunda (deep jugular node) di bagian superior di bawah

M. sternokleidomastoideus yang berlanjut ke kelenjar toraks dan berakhir

di duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening

eferen.7
Persarafan

4
Tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf ke V

melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf

glosofaringeus.7
Ruang Peritonsil
Ruang peritonsil digolongkan sebagai ruang intrafaring dan

merupakan salah satu dari ruang leher dalam yang dibagi oleh Scott BA

menjadi:6
1. Ruang yang mencakup seluruh panjang leher
Ruang retrofaring
Ruang bahaya
Ruang vaskular viseral
2. Ruang yang terbatas pada sebelah atas os. hioid
Ruang faringomaksila
Ruang submandibula
Ruang parotis
Ruang mastikator
Ruang peritonsil
Ruang temporal
3. Ruang yang terbatas pada sebelah bawah os. hioid
Ruang viseral anterior

5
Gambar 4. Potongan sagital ruang parafaring dan retrofaring

Dinding medial ruang peritonsil dibentuk oleh kapsul tonsil yang

terbentuk dari fasia faringobasilar dan menutupi bagian lateral tonsil.

Dinding lateral ruang peritonsil dibentuk oleh serabut horizontal otot

konstriktor superior dan serabut vertikal otot palatofaringeal.4

Pada sepertiga bawah permukaan bagian dalam tonsil, serabut-

serabut otot palatofaringeal meninggalkan dinding lateral dan meluas

secara horizontal menyeberangi ruang peritonsil kemudian menyatu

6
dengan kapsul tonsil. Hubungan ini disebut ligamen triangular atau ikatan

tonsilofaring. Batas-batas superior, inferior, anterior, dan posterior ruang

peritonsil juga dibentuk oleh pilar-pilar anterior dan posterior tonsil.4

1.2 Definisi

Abses peritonsil atau Quinsy adalah infeksi akut yang disertai dengan

terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara m. konstriktor faring dengan

tonsil pada fosa tonsil. Infeksi ini dapat menembus kapsul tonsil biasanya pada

kutub atas. Abses peritonsil merupakan komplikasi dari tonsilitis akut.1,4

1.3 Epidemiologi

Abses peritonsil dapat mengenai semua umur, tetapi lebih sering terjadi

pada orang dewasa usia 20 sampai 40 tahun dan anak-anak. Penyakit ini

merupakan infeksi ruang fasia kepala dan leher tersering pada anak dan menjadi

komplikasi terbanyak dari tonsilitis akut. Insiden abses peritonsil di Irlandia Utara

dilaporkan 1 per 10.000 pasien per tahun dengan rata usia 26,4 tahun.2,3,5

1.4 Etiologi

Abses peritonsil terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang

bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Kuman penyebabnya

sama dengan penyebab tonsilitis berupa kuman aerob dan anaerob seperti

Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacteriodes atau kuman

campuran.1

1.5 Patofisiologi

Infeksi dari kripta tonsil meluas ke kapsul tonsil dan melibatkan ruang

peritonsil. Infiltrasi supurasi jaringan peritonsil tersering mengenai daerah

superior dan lateral fosa tonsilaris yang merupakan daerah jaringan ikat longgar,

7
sehingga palatum mole pada sisi yang terkena akan tampak membengkak. Abses

peritonsil juga dapat terbentuk di bagian midtonsil dan inferior, tetapi hal tersebut

sangat jarang terjadi.1,2,3

Infeksi dimulai sebagai selulitis dan berkembang menjadi abses. Pada

stadium infiltrat (stadium permulaan) akan tampak permukaan tonsil

membengkak dan hiperemis. Proses tersebut akan berlanjut dan terjadi supurasi,

sehingga daerah tersebut menjadi lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan

mendorong tonsil dan uvula ke arah kontralateral. Bila proses berlangsung terus

maka peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.

pterigoid interna, sehingga terjadi trismus. Abses dapat pecah spontan dan terjadi

aspirasi ke paru.1,3

1.6 Penegakan Diagnosis

Diagnosis abses peritonsil dapat ditegakkan melalui:

1) Anamnesis1,2
Demam
Nyeri menelan yang hebat (odinofagia)
Nyeri alih ke telinga pada sisi yang sama (otalgia)
Muntah (regurgitasi)
Mulut berbau (foetor ex ore)
Banyak ludah (hipersalivasi)
Suara bergumam (hot potato voice)
Sukar membuka mulut (trismus)
Pembengkakan kelenjar submandibula disertai nyeri tekan
2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan sulit dilakukan akibat pasien kesulitan membuka

mulut.Beberapa hasil pemeriksaan yang dapat ditemukan antara lain:1,3

Palatum mole membengkak dan menonjol ke depan


Teraba fluktuasi
Kutub tonsil superior eritema
Uvula membengkak dan terdorong ke sisi kontralateral

8
Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak terdapat detritus, dan

terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah

Gambar 5. Abses peritonsil

3) Pemeriksaan Penunjang
Biakan tenggorok dapat dilakukan, tetapi seringkali tidak

membantu dalam mengetahui organisme penyebabnya. Hanna et al

berpendapat bahwa untuk mengetahui jenis kuman pada abses

peritonsil tidak dapat dilakukan dengan usap tenggorok.2,4


Pungsi abses merupakan tindakan untuk penegakan diagnosis yang

tepat untuk memastikan abses peritonsil. Biakan dari pungsi atau

drainase menunjukkan bakteri penyebab tersering yaitu

Streptococcus pyogenes.Penelitian yang dilakukan oleh Sprinkle

menemukan insidens tinggi dari bakteri anaerob yang memberikan

bau busuk pada drainase.2,4


Pemeriksaan laboratorium darah rutin berupa faal hemostasis

terutama adanya leukositosis sangat membantu diagnosis.4

9
Pemeriksaan radiologi berupa foto rontgen polos, ultrasonografi,

dan tomografi komputer. Pemeriksaan ultrasonografi dapat

mendiagnosis abses peritonsil secara spesifik dan mungkin dapat

digunakan sebagai alternatif pemeriksaan. Hasil yang didapatkan

berupa gambaran cincin isoechoic dengan gambaran sentral

hypoechoic. Gambaran tersebut kurang terdeteksi bila volume

relatif pus <10% di dalam seluruh abses pada tomografi komputer.

Kelebihan tomografi komputer yaitu untuk penentuan lokasi abses

yang akurat, membedakan antara selulitis dan abses peritonsil,

menunjukkan gambaran penyebaran sekunder dari infeksi, dan

membantu diagnosis abses peritonsil di daerah kutub bawah tonsil.4

Gambar 6. Tomografi komputer abses peritonsil

1.7 Diagnosis Banding

10
a) Selulitis peritonsil
Apabila tidak ditemukan pus pada pungsi maka hal tersebut lebih

berhubungan dengan selulitis dibandingkan abses.2,4


b) Infeksi mononukleosis
c) Tumor/keganasan/limfoma
d) Adenitis servikal
1.8 Terapi

Pada stadium infiltrasi diberikan antibiotik golongan penisilin atau

klindamisin dan pengobatan simtomatik. Selain itu, juga diperlukan berkumur

dengan cairan hangat dan kompres hangat pada leher untuk mengendurkan

tegangan otot.Penisilin digunakan apabila kuman penyebabnya diperkirakan

adalah Staphylococcus. Metronidazol digunakan untuk infeksi anaerob. Tetrasiklin

merupakan antibiotik alternatif yang sangat baik pada dewasa dan dapat juga

dipertimbangkan pemberian klindamisin untuk menangani bakteri yang

memproduksi beta laktamase.1,3,4


Jika sudah terbentuk abses maka dilakukan aspirasi pada daerah abses dan

insisi disertai drainase untuk mengeluarkan nanah. Teknik insisi dan drainase

membutuhkan anestesi lokal. Pertama faring disemprot dengan anestesi topikal

kemudian suntikkan 2 cc xylocain dengan adrenalin 1/100.000. Gunakan pisau

tonsil no. 12 atau no. 11 dengan plester untuk mencegah penetrasi yang dalam

yang digunakan untuk membuat insisi melalui mukosa dan submukosa dekat

kutub atas fosa tonsilaris. Hemostat tumpul dimasukkan melalui insisi ini dan

direntangkan. Pengisapan tonsil sebaiknya segera disediakan untuk

mengumpulkan pus yang dikeluarkan dan mencegah aspirasi.1,2,4

11
Gambar 7. Insisi dan drainase abses peritonsil
Pada anak-anak yang lebih tua atau dewasa muda dengan trismus yang

berat, pembedahan drainase mungkin dilakukan setelah aplikasi cairan kokain 4%

pada daerah insisi dan daerah ganglion sfenopalatina pada fosa nasalis. Tindakan

tersebut dapat mengurangi nyeri dan trismus. Anak-anak yang lebih muda

membutuhkan anestesi umum dengan posisi penderita saat tindakan adalah kepala

lebih rendah (trendelenberg) menggunakan ETT (endotrakeal tube).2,4


Lokasi insisi biasanya dilakukan pada:1,4

Pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil atau palpasi daerah yang paling

fluktuatif.
Pada titik yang terletak dua pertiga dari garis khayal yang dibuat antara dasar

uvula dengan molar terakhir.


Pada pertengahan garis horizontal antara basis uvula dengan M3 atas.
Pada pertemuan garis vertikal melalui titik potong pinggir medial pilar

anterior dan lidah dengan garis horizontal melalui basis uvula.


Pada pertemuan garis vertikal melalui pinggir medial M3 bawah dengan garis

horizontal melalui basis uvula.

12
Gambar 8. Lokasi insisi abses peritonsil

Pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi segera karena merupakan

prosedur yang aman untuk membantu drainase sempurna dari abses jika tonsil

diangkat. Hal ini mengurangi kebutuhan tonsilektomi yang dilakukan enam

minggu kemudian dimana saat itu sering terdapat jaringan parut serta fibrosis dan

kapsul tonsilaris kurang mudah dikenali.2


Tabel 1. Indikasi tonsilektomi segera pada abses tonsilaris2
Obstruksi jalan nafas atas
Sepsis dengan adenitis servikalis atau abses leher bagian dalam
Riwayat abses peritonsil sebelumnya
Riwayat faringitis eksudatif yang berulang

Fasano JC juga menjelaskan beberapa indikasi tonsilektomi segera pada

abses peritonsil yaitu:4

Abses peritonsil yang tidak dapat diinsisi dan drainase karena trismus atau

abses yang berlokasi di kutub bawah


Abses peritonsil yang meluas dari hipofaring ke daerah parafaring dengan

risiko meluas ke daerah leher dalam


Penderita dengan diabetes melitus yang memerlukan toleransi terhadap terapi

berbagai antibiotika
Penderita dengan usia >50 tahun dengan tonsil yang melekat karena abses

sangan mudah meluas ke leher dalam

13
Beberapa jenis operasi tonsilektomi yang dapat dilakukan antara lain:1

Tonsilektomi achaud yaitu apabila tonsilektomi dilakukan bersama-sama

dengan tindakan drainase abses.


Tonsilektomi atiede yaitu apabila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah

tindakan drainase abses.


Tonsilektomi afroid yaitu apabila tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah

tindakan drainase abses.

Selanjutnya pasien diobati dengan antibiotik dan irigasi cairan garam

hangat. Antibiotik yang diberikan yaitu yang efektif melawan Streptococcus,

Staphylococcus, dan anaerob oral.2

1.9 Komplikasi

Komplikasi abses peritonsil di antaranya:1,4

Komplikasi segera berupa dehidrasi karena intake makanan yang kurang.


Abses pecah secara spontan denganaspirasi darah atau pus menyebabkan

aspirasi paru, pneumonitis, abses paru, atau piemia.


Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring menyusuri selubung karotis

kemudian membentuk ruang infeksi yang luas, sehingga terjadi abses

parafaring dan berlanjut ke mediastinum mengakibatkan medistinitis.


Pembengkakan di daerah supraglotis dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas

yang memerlukan tindakan trakeostomi. Keterlibatan ruang faringomaksilaris

mungkin memerlukan drainase dari luar melalui segitiga submandibular.


Penjalaran infeksi ke intrakranial mengakibatkan trombus sinus kavernosus,

meningitis, dan abses otak. Apabila tidak ditangani dengan baik akan

menimbulkan gejala sisa neurologis yang fatal.


Komplikasi lain seperti endokarditis, nefritis, dan peritonitis

14
1.10 Prognosis

Prognosis abses peritonsil baik apabila dilakukan tatalaksana segera

ditambah dengan pemberian antibiotik yang adekuat.1

15
BAB II

PRESENTASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. YN

Umur : 35 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku : Minang

Alamat : Ampang Karang Ganting No.42

No.MR : 89.31.83

ANAMNESIS
Seorang laki-laki Tn. YN umur 35 tahun dirawat di bangsal THT RSUP. DR. M.
Djamil pada tanggal 23 Desember 2014, dengan:

Keluhan utama :

Nyeri menelan yang semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang

Nyeri menelan yang semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Awalnya nyeri
menelan sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, namun semakin bertambah
sejak 2 hari yang lalu.
Susah menelan sejak 2 hari yang lalu.
Suara bergumam sejak 2 hariyang lalu.
Sukar membuka mulut sejak 2 hari yang lalu.
Mulut bau sejak 2 hari yang lalu.
Demam ada sejak 2 hari yang lalu.
Pasien mengeluhkan sukar makan sejak 2 hari yang lalu.
Leher sebelah kiri dirasakan membengkak sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat tertusuk tulang kambing pada 1 minggu yang lalu.
Air liur banyak sejak 2 hari yang lalu.

16
Riwayat tidur mendengkur ada.
Riwayat sesak napas tidak ada.
Riwayat sakit gigi tidak ada.
Pasien meminum obat tradisional (daun-daunan) pada + 4 hari yang lalu, namun
bengkak semakin bertambah.
Nyeri pada telinga kiri ada sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat keluar air dari telinga tidak ada.
Riwayat batuk dan pilek tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien tidak memiliki riwayat alergi
Pasien tidak menderita penyakit diabetes melitus

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada angggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
Riwayat atopi dalam keluarga tidak ada

Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Pasien bekerja sebagai buruh


Merokok sejak usia + 20 tahun, 1 bungkus/hari

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :

Keadaan Umum: Sakit sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 92 x/ menit

Frekuensi Nafas : 23 x/menit

17
Suhu tubuh : 38,6 oC

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Gigi dan mulut : Karies (+), trismus (+)

Leher : Tampak bengkak pada leher kiri

Paru : Dalam batas normal

Jantung : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Extremitas : Akral hangat, perfusi baik

Status Lokalis THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Sempit - -
Dinding Liang Telinga Hiperemis - -
Edema - -
Massa - -
Bau - -
Warna Kecokelatan Kecokelatan
Sekret / Serumen
Jumlah Sedikit Sedikit
Jenis Kering Kering
Membran Timpani
Warna Putih Putih
Refleks cahaya + +
Bulging Tidak ada Tidak ada
Utuh Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Perforasi Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -

18
Kwadran - -
Pinggir - -

Gambar

Tanda radang Tidak ada Tidak ada


Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne + +
Schwabach Sama dg pemeriksa Sama dg pemeriksa
TesGarputala
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan AD dan AS normal
Audiometri Tidak diperiksa

Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan Tidak ada Tidak ada

Hidung luar kongenital


Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus Paranasal
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Nyeri tekan Tidakada Tidak ada
Nyeri ketok Tidakada Tidak ada

Rinoskopi Anterior
Vibrise + +
Vestibulum
Radang Tidak ada Tidak ada
Cukuplapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Kavum nasi Sempit - -
Lapang - -
Sekret Lokasi Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada

Jumlah Tidak ada Tidak ada

19
Bau Tidak ada Tidak ada

Ukuran Eutrofi Eutrofi


Warna Merah muda Merah muda
Konka inferior
Permukaan Licin Licin
Edema - -
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konka media
Permukaan Licin Licin
Edema - -
Cukup lurus/deviasi Cukup lurus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Septum Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa
Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh vasokonstriktor - -

Gambar

Rinoskopi Posterior ( Sulit dilakukan )


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Cukup lapang (N)

Koana Sempit
Lapang
Warna

Mukosa Edema
Jaringan granulasi
Konkha inferior Ukuran

20
Warna
Permukaan
Edema

Adenoid Ada/tidak

Muara tuba Tertutup secret


eustachius Edema mukosa
Lokasi
Ukuran
Massa
Bentuk
Permukaan
Ada/tidak
Post Nasal Drip
Jenis
Gambar

Orofaring dan Mulut


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Palatum mole + Simetris/tidak Asimetris Asimetris
Warna Hiperemis Hiperemis
Arkus faring
Edema Ada Ada
Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada
Uvula Terdorong ke sebelah kanan
Dinding Faring Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Permukaan - -
Tonsil Ukuran T1 Sulit dinilai
Warna Merah muda -
Permukaan Licin -
Muara kripti Tidak melebar -
Detritus Tidak ada -
Eksudat Tidak ada -
Perlengketan dg Tidak ada -
pilar
Peritonsil Warna Hiperemis Hiperemis

21
Edema Ada Ada
Abses Ada, fluktuatif (+) Ada, fluktuatif (+)
Tumor Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Karies/radiks Gigi 1-5 Gigi 16-11
Gigi 28-32 Gigi 17-21
Gigi
Kesan Oral higene kurang Oral higene
kurang
Warna Merah muda Merah muda
Bentuk Simetris Simertis
Lidah
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Masa Tidak ada Tidak ada

Gambar

Laringoskopi Indirek ( Sulit dilakukan)


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Bentuk
Warna
Epiglottis Edema
Pinggir rata/tidak
Massa
Warna
Edema
Aritenoid
Massa
Gerakan
Warna
Ventrikular Band Edema
Massa
Warna
Gerakan
PlikaVokalis
Pinggir medial
Massa

22
Massa
Sinus piriformis
Sekret
Valekule Massa
Sekret (jenisnya)

Gambar

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher


Pada inspeksi tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening leher.
Pada palpasi tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

23 Desember 2014

Hb : 11,8 gr/dL

Leukosit : 20.100/mm3

Trombosit : 333.000/mm3

GDS : 98 mg/dL

PT : 11,7 detik

APTT : 36,9 detik

INR : 1,03

DIAGNOSIS

Abses Peritonsil Sinistra

DIAGNOSIS BANDING

23
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Aspirasi Abses Peritonsil: Pus 4cc

TERAPI

Umum
o Istirahat yang cukup
o Jaga kebersihan mulut
o Minum obat dengan teratur
Khusus
o Insisi dan drainasi abses peritonsil
o IVFD RL 20 tetes/menit
o Drip Tramadol 1 amp/kolf
o Ceftriaxone Inj. 2x1 gr IV Skin test
o Dexametason Inj. 3x1 amp
o Betadine Gurgle 3x1 cup
o Metronidazole IV 3x500 mg
o Diet ML

PROGNOSIS

Qou ad Vitam : Bonam


Quo ad Fungsionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam

RESUME
(DASAR DIAGNOSIS)
Anamnesis :
Nyeri menelan yang semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Awalnya nyeri

menelan sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, namun semakin bertambah

sejak 2 hari yang lalu.


Susah menelan sejak 2 hari yang lalu.
Suara bergumam sejak 2 hariyang lalu.
Sukar membuka mulut sejak 2 hari yang lalu.
Mulut bau sejak 2 hari yang lalu.
Demam ada sejak 2 hari yang lalu.
Pasien mengeluhkan sukar makan sejak 2 hari yang lalu.
Leher sebelah kiri dirasakan membengkak sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat tertusuk tulang kambing pada 1 minggu yang lalu.
Air liur banyak sejak 2 hari yang lalu.
Pasien meminum obat tradisional (daun-daunan) pada + 4 hari yang lalu, namun

bengkak semakin bertambah.


Nyeri pada telinga kiri ada sejak 2 hari yang lalu.
Merokok sejak usia + 20 tahun, 1 bungkus/hari

24
Pemeriksaan Status Generalis:
Gigi dan mulut : Karies (+), trismus (+)
Leher : Tampak bengkak pada leher kiri

Pemeriksaan Lokalis THT :


Tenggorok : Arkus faring tidak simetris, hiperemis, uvula terdorong ke sebelah kanan,

tonsil T1-sulit dinilai, hiperemis, peritonsil abses (+), fluktuatif (+),

dinding faring sulit dinilai.


Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit : 200.100/mm3
Pemeriksaan Penunjang : Aspirasi : Pus 4 cc
Diagnosis Kerja : Abses Peritonsil Sinistra
Diagnosis Banding :-
Terapi :

o Insisi dan drainasi abses peritonsil


o IVFD RL 20 tetes/menit
o Drip Tramadol 1 amp/kolf
o Ceftriaxone Inj. 2x1 gr IV Skin test
o Dexametason Inj. 3x1 amp
o Betadine Gurgle 3x1 cup
o Metronidazole IV 3x500 mg
o Diet ML

Prognosis :

Qou ad Vitam : Bonam


Quo ad Fungsionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

Nasehat :

o Istirahat yang cukup


o Jaga kebersihan mulut
o Minum obat dengan teratur

BAB III
DISKUSI

Seorang laki-laki Tn. YN umur 35 tahun dirawat di bangsal THT RSUP. DR. M.

Djamil pada tanggal 23 Desember 2014 , dengan diagnosis :


Abses Peritonsil Sinistra
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, serta pemeriksaan penunjang.

25
Dari anamnesis didapatkan nyeri menelan yang semakin bertambah sejak 2 hari

yang lalu. Awalnya nyeri menelan sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, namun

semakin bertambah sejak 2 hari yang lalu. Pasien susah menelan sejak 2 hari yang lalu,

suara bergumam sejak 2 hariyang lalu, sukar membuka mulut sejak 2 hari yang lalu,

menurut literatur hal ini diakibatkan karena teriritasinya m. Pterigoid interna akibat abses

peritonsil. Riwayat mulut bau dan hipersalivasi ada pada pasien ini sejak 2 hari yang lalu.

Pasien juga mengeluhkan demam ada sejak 2 hari yang lalu, pasien mengeluhkan sukar

makan sejak 2 hari yang lalu, leher sebelah kiri dirasakan membengkak sejak 2 hari yang

lalu.
Riwayat tertusuk tulang kambing pada 1 minggu yang lalu kemudian pasien

meminum obat tradisional (daun-daunan) pada + 4 hari yang lalu, namun bengkak

semakin bertambah. Kedua hal ini dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya abses

peritonsil pada pasien ini. Nyeri pada telinga kiri ada sejak 2 hari yang lalu, m erokok

sejak usia + 20 tahun, 1 bungkus/hari. Dari anamnesis yang didapatkan, gejala klinis pada

pasien ini mengarah ke abses peritonsil dimana pada literatur dijelaskan bahwa gejala

klinis pada absesperitonsil adalah odinofagia, foetor ex ore, hipersalivasi, dan kadang-

kadang terdapat trismus.


Pada pemeriksaan fisik generalis ditemukan karies (+), trismus (+), dan tampak

bengkak pada leher kiri. Sedangkan pada pemeriksaan status lokalis THT ditemukan

Arkus faring tidak simetris, hiperemis, uvula terdorong ke sebelah kanan,tonsil T1-sulit

dinilai, hiperemis, peritonsil abses (+), fluktuatif (+), dinding faring sulit dinilai. Menurut

dari literatur, abses peritonsil yang membesar dapat mendorong uvula ke arah

kontralateral dan ditemukan tana-tanda inflamasi pada peritonsil. Untuk pemeriksaan

laboratorium didapatkan kesan leukositosis, ini menunjukan adanya aktivitas imun tubuh

untuk abses peritonsil pada pasien ini. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan aspirasi

dan didapatkan pus sebanyak 4cc.


Terapi abses peritonsil bisa berupa medikamentosa dan operatif. Menurut sumber

kepustakaan, pada stadiuminfiltrasi, dapat diberikan antibiotik dan obat simtomatik

26
seperti analgetik. Obat kumur juga diperlukan untuk antiseptik rongga mulut. Pada pasien

ini dilakukan terapi insisi dan drainasi abses peritonsil untuk mengeluarkan pus dari abses

peritonsilnya. Pemberian terapi suportif seperti makanan lunak juga dianjurkan. Untuk

prognosis pada dpasien ini adalah bonam. Karena semakin cepat abses peritonsil

ditatalaksana dengan komprehensif akan semakin cepat penyembuhannya dan diharuskan

untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan hal utama dalam mencegah

munculnya abses peritonsil.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Fachruddin D. Abses Leher Dalam. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. 2007. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Adams GL. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. 1997. Jakarta: EGC.
3. Tom LWC, Jacobs IN. Diseases of the Oral Cavity, Oropharynx, and
Nasopharynx. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi
16. 2003. Ontraio: BC Decker Inc.
4. Novialdi, Prijadi J. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Peritonsil. Bagian
THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
5. Hanna BC, et al. The Epidemiology of Peritonsillar Abscess Disease in
Northern Ireland. J Infect. 2006; 52(4):247-53.
6. Scott BA, Stiernberg CM. Infection of the Deep Spaces of the Neck. In: Bayle
BJ editor Head and Neck Surgery Otolaryngology. 3rd ed. 2001. Philadelphia.
7. HTA Indonesia. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. 2004. Departemen
THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

28

Anda mungkin juga menyukai