Anda di halaman 1dari 5

Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,

pemerintah mewajibkan setiap kapal penangkap ikan untuk memiliki Surat Ijin Usaha
Perikanan (SIUP), Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Ijin Kapal Penangkapan
Ikan (SIKPI), >> Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, maka berlaku pula asas lex posteriori
derogate legi priori (hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama).
. Kegiatan pengelolaan perikanan yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia
inilah yang lazim disebut sebagai Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing
. Data dari Sistem Informasi Diseminasi Data Statistik Kelautan dan Perikanan
(SIDATIK) yang dikelola oleh KKP menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 hingga tahun
2014 masih tertangkap 335 kapal penangkan ikan yang menangkap ikan tanpa memiliki
SIUP, SIPI, dan SIKPI , kerugian ekonomi yang diderita Indonesia akibat praktek illegal
fishing oleh kapal ikan asing diperkirakan sebesar Rp30 triliun per tahun, dengan
perhitungan yang didasarkan pada adanya 25 % potensi perikanan yang dicuri atau sekitar
1,6 juta ton dengan harga jual ikan US$ 2 per kilogram. Angka kerugian tersebut
diperoleh dari Food and Agriculture Organization (FAO).1
Menurut Menko Perekonomian, Indonesia kehilangan potensi ekonomi
Rp 300 Triliun, dimana pendapatan dari sektor perikanan hanya Rp 300
Miliar.,yang menyebabkan subsidi untuk nelayan sendiri sebesar Rp 11
Triliun. MenurutJokowi terdapat 5400 kapal asing yang melakukan
penangkapan secara illegal
UU No 17 Tahun 1985 dikatan bahwa Setiap negara mempunyai
kewajibanuntuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Dan setiap
negaramempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber
kekayaanalamnya sesuai dengan kewajibannya untuk melindungi dan
melestarikanlingkungan laut, maka penenggalaman kapal asing tidak
melanggar hukuminternasional.
illegal

fishing

merupakan

suatu

bentuk pelanggaran terhadap kedaulatan negara kita, karena menciderai


UUD 1945 kitayakni pasal 1 dan pasal 33 ayat 3
1 Pasili, Sanksi Pidana Perikanan Terhadap Kia Yang Melakukan Illegal Fishing Di ZEEI( makalah
tidak diterbitkan),hlm. 6 lihat juga dalam Budy Wirawan, Akhmad Solihin, Daerah Penangkapan Ikan
dalam Perspektif Pengelolaan Perikanan Indonesia, 2015, Bandung: Nuansa Aulia, hlm. 12.

pasal

69

ayat

UU No 45 Tahun 2009. Disitu dikatan jika penyidik dan/atau pengawas peri


kanandapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau
penenggelamankapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.Sehingga penenggalaman kapal ikan asing yang
melakukan illegal fishing
bukanlah hal yang inskontitusional. Penjelasan Pasal 69 ayat 4 UU Per
ikanan :Yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup adalah
bukti

permulaanuntuk

perikanan

oleh

menduga

kapal

adanya

tindak

pidana

di

perikanan berbendera asing,

kapal perikanan berbendera asing

tidak

memiliki SIPIdan

bidang
misalnya

SIKPI,

serta

nyata-nyata menangkap dan/atau mengangkut ikan ketikamemasuki


wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Ketentuanini
menunjukkan bahwa tindakan khusus tersebut tidak dapat dilakukan
dengansewenang-wenang,

tetapi

hanya

dilakukan

apabila

penyidik

dan/atau
pengawas perikanan yakin bahwa kapal perikanan berbendera asing terse
but betul-betulmelakukan tindak pidana di bidang perikanan (tidak ada
sikpi,...,...)
Berdasarkan data dari Duta Besar kita di Australia, ada 1.200 kapalnelayan berbendera
Indonesia ditenggelamkan oleh Pemerintah Australia sejak2005. Kasus ini merupakan hukum
yang ditenggakkan di wilayah Amerika.Hukum dibuat untuk suatu keadilan dan bukan untuk
keuntungan para elit politiksaja, sehingga sudah wajar dan patut apabila pelanggar hukum
dikenakan sanksiyang tegas.Penenggalaman kapal asing yang dilakukan oleh Indonesia
bukanlah halyang baru di dunia. Pada tahun 2008
kapal Eka Sakti milik Sahringnelayan
asal Nusa Tenggara Timurdibakar dan ditenggelamkan oleh Angkatan LautAustralia atas
tuduhan melanggar Undang-Undang Pengelolaan PerikananAustralia 1991
Penenggelaman kapal ikan asing yang melakukan
Illegal Fishing
diwilayah kedaulatan NKRI ternyata tidak memberikan solusi dan
menyelesaikanmasalah hingga ke akar. Sesuai dengan ungkapan Ludwig Von Missen;
Sovereignty must not be used for inflicting harm on anyone, whether citizen or foreigner.
Kita dapat melihat bahwa faktanya, selama periode 2003-2014, tidakkurang dari 38 kapal
penangkap ikan asing ditenggelamkan. Tetapi, justru pencurian ikan malah meningka

Menurut UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 69 ayat (4) menyatakan
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau
pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau
penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan
yang cukup. Pasal ini memberikan penyidik atau pengawas perikanan Indonesia
memiliki hak untuk melakukan tindakan khusus seperti penenggelaman kapal asing
dengan bukti permulaan yang cukup, dimana sesuai dengan penjelasan pasal ini; yang
dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup adalah bukti dugaan adanya tindak
pidana di bidang perikanan oleh kapal perikanan berbendera asing tersebut, contohnya
adalah tindak pidana pencurian ikan yaitu menangkap atau mengangkut ikan ketika
memasuki wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia.
Setelah melihat pasal diatas tentu saja proses penenggelaman kapal tidaklah main asal
dibom saja, namun dengan proses pengecekan surat-surat kapal dan pembuktian
lainnya seperti yang telah disebutkan di pasal tersebut yaitu membutuhkan bukti
permulaan yang cukup.
Indonesia melalui UU No. 17 tahun 1985 sudah meratifikasi UNCLOS yaitu United
Nations Convention on the Law of the Sea, yang diartikan sebagai Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut yang merupakan mengenai hukum
internasional tentang kelautan. Hal ini membuat pada Pasal 102 dalam UU Perikanan
mengikuti aturan yang ditentukan dalam UNCLOS Article 73 (3) yang mengatur bahwa
hukuman yang diberikan untuk tindak pidana perikanan yang terjadi di Zona Ekonomi
Eksklusif tidak boleh berupa pengurungan, kecuali adanya kesepakatan dari kedua
belah pihak negara.
Hal ini membuat Pasal 69 ayat 4 yang berisi ancaman pidana paling lama 6 tahun
kepada tindak pidana perikanan oleh negara asing menjadi tidak berlaku jika tidak ada
kesepakatan dari kedua negara, hukuman yang mereka dapatkan hanya berupa denda
paling banyak 20 miliar rupiah dan dideportasi ke negara asal.
Setidaknya dari aspek hukum tindakan tegas penenggelaman kapal dengan cara
pengeboman tidaklah bertentangan dengan UNCLOS dikarenakan subyek yang
dilindungi oleh Article 73 (3) adalah manusianya bukan kapalnya, dimana manusianya
dapat diberi denda atau deportasi tanpa diberikan pidana kurungan sedangkan
kapalnya dapat disita atau bahkan ditenggelamkan olehPemerintah Indonesia, tentu
saja dengan proses yang sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di negara itu.

Menurut Eks Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia Aji Sularso, adanya praktik mafia perikanan dalam
hal pelelangan kapal asing ini adalah dengan cara kerjasama antara pemilik kapal asing dengan
mafia perikanan di Indonesia, dengan taksiran harga kapal Rp 1,5 miliar, maka para mafia perikanan
Indonesia ini akan mendapatkan uang hingga 50% dari harga kapal tersebut atau sekitar 750 juta
rupiah

Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama TNI Manahan Simorangkir,


sebagaimana dikutip Antara, menyebutkan bahwa bukti permulaan yang cukup
tersebut adalah bukti yang menduga adanya tindak pidana di bidang perikanan oleh
kapal ikan asing. Pelanggaran itu mencakup tidak memiliki surat izin usaha
penangkapan ikan (SIPI) dan surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI), serta nyatanyata menangkap dan/atau mengangkut ikan di wilayah perairan Indonesia.
ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika akan dilakukan tindakan khusus
tersebut. Syarat itu meliputi kapal berbendera asing dengan semua anak buah kapal
(ABK) warga negara asing, tempat kejadian di wilayah pengelolaan perikanan
Indonesia, dan tidak mempunyai dokumen apa pun dari Pemerintah Indonesia.
Syarat lainnya, kapal sudah tua berdasarkan fakta surat atau tidak memiliki nilai
ekonomis tinggi, kapal tidak memungkinkan dibawa ke pangkalan karena mudah
rusak atau membahayakan, serta kapal melakukan manuver yang membahayakan
atau nakhoda beserta para ABK melakukan perlawanan dengan tindak kekerasan.
TNI
AL harus terlebih dahulu melakukan evakuasi ABK, menginventarisasi semua
perlengkapan dan peralatan kapal, mengambil dokumentasi, menyisihkan ikan
sebagai barang bukti, serta membuat berita acara.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.50/MEN.2012 dalam rangka


mencegah kerusakan sumber daya perikanan.

Dengan adanya penenggelaman kapal ikan asing di lautan Nusantara


dapatmerusak ekosisten biota dan kekayaan laut Nusantara, di dalam
undang-undangtelah mengatur lebih lanjut dan lebih dalam yaitu terdapat
pada

Pasal

22,

UU

no

4tahun 1928, mengatakan bahwa (1) Barangsiapa dengan sengaja melaku


kan perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau terce
marnyalingkungan hidup yang diatur dalam undang-undang ini atau
undang-undang laindiancam pidana dengan pidana penjara selama
lamanya

10

(sepuluh)

Rp100.000.000,-

tahun

(seratus

juta

danatau

denda

rupiah).Manajer

sebanyak-banyaknya
Perbaikan

Perikanan

Tangkap dan Budidaya WWF IndonesiaAbdullah Habibi menggatakan


bahwa

praktek

penenggelaman

kapal

merupakan bentuk eksploitasi lingkungan laut. Akibatnya, ketersediaan s


umber dayamenurun dan ekosistem rusak dan pada akhitnya masalah
tidak selesai, malahmasalah baru sehingga tidak ada kemanfaatan, biaya
mahal, malah merusaksumber daya dan lingkungan

Anda mungkin juga menyukai