Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH BERDIRINYA PENGADILAN TATA

USAHA NEGARA (TUN)

Tugas ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Hukum Tata Usaha Negara

Kelas

Oleh :

Nama : Roy Bagus Oktavianto

NIM : 11010112

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2018
SEJARAH BERDIRINYA PENGADILAN TUN

Sejarah Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia Pada masa Hindia Belanda, tidak
dikenal Pengadilan Tata Usaha Negara atau dikenal dengan sistem administratief beroep. Hal
ini terurai dalam Pasal 134 ayat (1) I.S (Indische Staatsregeling) yang diatur dalam Bab VII
yg berjudul “Van de Justitie” ISR Stb. 1925:415 jo 577 yang berisi:
1. Perselisihan perdata diputus oleh hakim biasa menurut Undang-Undang;
2. Pemeriksaan serta penyelesaian perkara administrasi menjadi wewenang lembaga
administrasi itu sendiri.
Sejarah berdirinya Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia terdiri dari 4 ( empat)
periode, yaitu :
1. Periode UUD 1945
2. Periode UUD RIS
3. Periode UUD Sementara 1950
4. Periode Berlakunya Kembali UUD 1945

1. Periode Pertama UUD 1945


Konsepsi untuk membentuk Peradilan Administrasi di Indonesia
sesungguhnya telah ada sejak awal kemerdekaan. Berdasarkan UUD
1945,dikeluarkan UU No.19 Tahun 1948 Tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-
Badan Kehakiman dan Kejaksaan, yang memuat dua pasal Sejalan dengan itu pada
tahun 1949 telah dibuat Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang “Acara Perdata
Dalam Soal Tata Pemerintahan” yang disusun oleh Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro
S.H. , atas perintah Menteri Kehakiman waktu itu, Dr.Susanto Tirtoprodjo S.H..
Namun sebelum RUU tersebut diundangkan sudah terjadi perubahan konstitusi dari
UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia Serikat (RIS).mengenai peradilan
administrasi yaitu Pasal 66 dan Pasal 67. Menurut ketentuan tersebut, untuk
memeriksa dan memutus sengketa administrasi diserahkan kepada Pengadilan Tinggi
(Umum) sebagai peradilan tingkat pertama dan Mahkamah Agung sebagai peradilan
tingkat kedua (Terakhir).

2. Periode UUD RIS ( 27 Desember 1949 s/d 17 Agustus 1950)


Dalam Konstitusi RIS terdapat dua pasal yang memuat ketentuan tentang
penyelesaian sengketa administrasi (tata usaha), yakni Bab IV Tentang Pemerintahan
Bagian III Pasal 161 dan Pasal 162. Menurut ketentuan tersebut, pemutusan tentang
sengketa tata usaha diserahkan kepada pengadilan perdata, atau kepada alat
perlengkapan negara lain tetapi dengan jaminan yang serupa tentang keadilan dan
kebenarannya.

3. Periode UUD Sementara 1950 ( 17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959 ).


Dalam UUDS 1950, ketentuan mengenai penyelesaian sengketa administrasi
(tata usaha) dimuat dalam Bagian III Pasal 108 dan Pasal 109, yang materi pokoknya
hampir sama dengan ketentuan Konstitusi RIS Pasal 161 dan 162.Namun menurut
Syachran Basah (1984 : 88), Pasal 108 UUDS 1950 tersebut membuka beberapa
kemungkinan penyelesaian sengketa administrasi (Tata Usaha Negara) dilakukan
melalui :
1. Pengadilan Perdata
2. Badan Pemutus untuk semua sengketa tata usaha, bukan pengadilan
perdata yang dibentuk secara istimewa,
3. Badan Pemutus Khusus untuk sengketa-sengketa tata usaha negara
tertentu.
Dari alternatif ke tiga tersebut mengarah pada pembentukan Pengadilan
Admisnistrasi (Tata Usaha Negara) yang berdiri sendiri.

4. Periode Berlakunya Kembali UUD 1945 ( 5 Juli 1959 s/d sekarang).


Dalam periode ini dapat dibagi lagi menjadi tiga fase, yaitu :

1. Fase I (1959 s.d. 1986)


Dengan berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden tanggal 5
Juli1959, upaya pembenahan Badan Kekuasaan Kehakiman pun mengacu kepada
UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 (lama), Lalu
lahir peraturan yang berkaitan dengan berdirinya PTUN :
1. Pada tahun 1960, lahir TAP MPRS No.II/MPRS/1960 yang memerintahkan
agar segera diadakan peradilan administrasi. Hal mana ditindaklanjuti oleh
LPHN (Lembaga Pembinaan Hukum Nasional) dengan disusunnya konsep
Naskah RUU Tentang Peradilan Administrasi Negara pada Tahun 1960.
2. Pada tahun 1964, terbit UU No.19 Tahun 1964 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Di dalam Pasal 7 ayat (1) UU
tersebut disebutkan bahwa peradilan administrasi merupakan salah satu
bagian dalam lingkungan peradilan Indonesia. Atas dasar itu, Menteri
Kehakiman RI menerbitkan Surat Keputusan No.J.S.8/12/17 tanggal 16
Februari 1965 tentang Pembentukan Panitia Kerja Penyusun RUU
Peradilan Administrasi, yang dilakukan oleh LPHN dengan disusunnya
RUU Peradilan Administrasi pada tanggal 10 Januari 1966. Namun RUU
tersebut tidak diajukan oleh Pemerintah kepada DPR (GR) hingga terjadi
perubahan pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru.
3. Pada masa Orde Baru, terbit UU No.14 tahun 1970 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menggantikan UU No.19
Tahun 1964. Dengan lahirnya UU No.14/1970 ini eksistensi peradilan
administrasi (Tata Usaha Negara) dikukuhkan di dalam Pasal 10 ayat (1)
UU No.14/1970 yang menyebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman
dilakukanoleh pengadilan di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.Namun
meskipun telah diamanahkan oleh UU No.14/1970, ternyata Peradilan TUN
belum dapat segera diwujudkan. Dalam masa ini berbagai kegiatan seminar
dan penelitian telah dilakukan oleh akademisi, praktisi hukum, pejabat dan
instansi resmi.

2. Fase II (1986 s.d. 2004)


Setelah melalui berbagai upaya dan proses selama bertahun-tahun, pada
tahun 1986 Presiden RI dengan surat No. R.04/PU/IV/1986 tertanggal 16 April
1986 melalui Menteri Kehakiman menyampaikan RUU PTUN kepada DPR-RI.
RUU ini merupakan penyempurnaan dari RUU Tahun 1982 yang kemudian
dibahas oleh Pemerintah bersama DPR di dalam Sidang Pleno dan Paripurna
DPR-RI pada tanggal 29 April 1986 dan 20 Mei 1986, hingga berhasil disahkan
pada tanggal 29 Desember 1986 sebagai Undang-Undang No.5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.Namun demikian, meskipun UU No.5
Tahun 1986 telah diundangkan pada tanggal 29 Desember 1986, UU ini tidak
serta merta diberlakukan, melainkan masih menunggu 5 (lima) tahun kemudian,
dengan alasan sebagaimana disebutkan di dalam Penjelasan Pasal 145 sebagai
berikut :
“Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara ini merupakan lingkungan
peradilan yang baru, yang pembentukannya memerlukan perencanaan dan
persiapan yang matang oleh Pemerintah mengenai prasarana dan sarananya,
baik materiil maupun personil. Oleh karena itu pembentukan Pengadilan di
lingkunganPeradilan Tata Usaha Negara tidak dapat dilakukan sekaligus
tetapi secara bertahap. Setelah undang-undang ini diundangkan, dipandang
perlu Pemerintah mengadakan persiapan seperlunya. Untuk
mengakomodasikan hal tersebut maka penerapan Undang-Undang ini
secara bertahap dalam waktu selambat-lambatnya lima tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan diatur denganPeraturan Pemerintah”.

Berdasarkan bunyi Penjelasan Pasal 145 UU No.5/1986 tersebut, setelah


lima tahun kemudian terbit peraturan perundang-undangan untuk merealisasikan
beroperasinya PTUN di Indonesia, yaitu :
1. Keppres No.52 Tahun 1990 Tentang Pemben-tukan PTUN di Jakarta,
Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung Pandang ;
2. PP No.7 tahun 1991 Tentang Pelaksanaan UU No.5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
3. UU No. 1 Tahun 1991, Tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi TUN di
Jakarta, Medan, Surabaya dan Ujung Pandang ( sekarang Makassar ).
Dengan terbitnya PP No.7 Tahun 1991, menandai tonggak sejarah mulai
beroperasinya PTUN di Indonesia.

3. Fase III (2004 s.d. sekarang)


Pemerintah bersama DPR-RI melakukan revisi (perubahan) terhadap
beberapa ketentuan (pasal-pasal) didalam Hukum Acara UU No.5 Tahun 1986
yang hingga saat ini telah terjadi 2 ( dua ) kali,yaitu dengan UU No.9 Tahun 2004
tanggal 29 Maret 2004 dan UU No.51 Tahun 2009 tanggal 29 Oktober 2009,
yaitu mengenai hal-hal sebagai berikut :

I. Revisi Menurut UU No. 9 Tahun 2004


1. Diadakannya Juru Sita di PTUN (pasal 39-A s/d 39-E)
2. Perubahan rumusan tentang alasan gugatan, serta kriteria Asas-
AsasUmum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) dikaitkan dengan UU
No.28/1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari
KKN (pasal 53ayat 2 beserta penjelasannya)
3. Perubahan tata cara eksekusi atau pelaksanaan putusan (pasal 116 ayat
3)
4. Adanya upaya paksa dan sanksi administratif terhadap Pejabat Tata
UsahaNegara yang tidak melaksanakan putusan Peratun yang telah
berkekuatan hukum tetap (pasal 116 ayat 4 dan 5)
5. Dihapuskannya perlawanan pihak ketiga terhadap putusan PTUN yang
telah berkekuatan hukum tetap (ex. pasal 118 UU No.5 Tahun 1986),
dsb.

II. Revisi Menurut UU No. 51 Tahun 2009


1. Dibentuknya pengadilan khusus dan Hakim Ad-Hoc (Pasal 9-A).
2. Perubahan atau penambahan tentang tata cara eksekusi dan upaya paksa
terhadap Pejabat TUN yang tidak melaksanakan putusan Peratun,
diajukan kepada Presiden dan lembaga perwakilan rakyat untuk
menjalankan fungsi pengawasan ( Pasal 116 ayat 6) .
3. Pada setiap PTUN dibentuk Pos Bantuan Hukum secara cuma-cuma bagi
pencari keadilan yang tidak mampu (Pasal 144-D) .

Sejalan dengan hal tersebut, berkaitan dengan adanya berbagai kendala


yangdihadapi oleh PTUN, sejak tahun 2004 Pemerintah melalui Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara telah menyusun Rancangan Undang-
Undang Tentang Administrasi Pemerintahan (RUU-AP), yang hingga saat ini
masih dalam proses pembahasan di DPR-RI. RUU-AP ini selain dimaksudkan
untuk mengatur administrasi pemerintahan itu sendiri, juga akan berfungsi
sebagai Hukum Materiil Administrasi Negara yang menjadi kompetensi
absolut PTUN.

Anda mungkin juga menyukai