Anda di halaman 1dari 12

Tinjauan Pustaka

Combustio pada Dewasa


Janetty
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Nim: 102012109
janettytjandra@gmail.com

Pendahuluan
Kulit merupakan salah satu bagian dari sistem integument pada manusia dan
merupakan barier proteksi utama tubuh dan sangat rentan terhadap berbagai trauma.
Luka bakar atau combustion merupakan salah satu jenis trauma yang cukup sering
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya luka bakar yang disebabkan oleh
api, air mendidih, listrik, dan kimia. Sebagian besar luka bakar terjadi di dalam rumah
terutama di dapur dengan penderita terbanyak adalah dewasa muda dan anak-anak.
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma
termal. Etiologi utama adalah pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada
tubuh yang dapat dipindahkan melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka
bakar dapat dikelompokan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Dan luka
bakar itu sendiri diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luas daerah yang
terbakar.
Prinsip penatalaksanaan utama bagi luka bakar yaitu penutupan lesi sesegera
mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik
pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan
parut. Luka bakar ringan dapat ditangani secara konservatif. Sedangkan luka bakar
berat memerlukan tindakan bedah yakni escharotomi.

Skenario
Seorang perempuan berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS setelah mengalami
luka bakar akibat terkena ledakan dari kompor gas di rumahnya sekitar 3 jam yang
lalu.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan adalah auto atau allo anamnesis, tergantung dari
keadaan umum dan tingkat kesadaran pasien. Prinsip anamnesis pada kejadian gawat
darurat adalah anamnesis merupakan survey sekunder dan dapat ditunda setelah
tindakan survey primer dilakukan. Survey primer meliputi A-B-C-D-E (cek jalan
pernapasan serta napas pasien, cek denyut nadi, cek kesadaran, buka baju pasien, dan
cek paparan pada pasien). Airway atau jalan napas wajib diperiksa karena pasien
dengan trauma luka bakar pasca kebakaran cenderung mengalami edema laring akibat
inhalasi udara panas sehingga dapat menyumbat jalan napas.
Pertanyaan mengenai riwayat luka bakar harus meliputi:1,2

Penyebab luka bakar (termal, kimia, atau listrik)

Waktu luka bakar. Hal ini penting untuk kebutuhan resusitasi cairan dihitung
dari waktu cedera luka bakar, bukan dari waktu tibanya ke rumah sakit

Tempat di mana luka bakar terjadi: area terbuka atau tertutup

Kemungkinan cedera lainnya, seperti: ledakan dengan serpih-serpih tajam atau


kaca, kecelakaan kendaraan bermotor, dan sebagainya

Masalah-masalah medis yang menyertai

Alergi, khususnya sulfat karena banyak antimikroba topikal mengandung


sulfat

Adanya konsumsi obat-obatan tertentu


Anamnesis pada tahap awal tidak perlu detail karena hanya untuk

penatalaksanaan awal pasien agar keadaan pasien tidak memburuk. Brief history
taking dapat dilakukan setelah keadaan pasien menjadi stabil.
Pemeriksaan Fisik
Luas luka (persentase). Dasar persentase yang digunakan dalam rumus-rumus
di bawah ini adalah luas telapak tangan dianggap 1%.3
1. Perhitungan luas luka bakar antara lain berdasarkan rule of nine, yaitu:
a. Kepala dan leher: 9%

b. Ekstremitas atas: 2 x 9% (kiri dan kanan)


c. Dada, perut, punggung, bokong: 4 x 9%
d. Perineum dan genitalia: 1%
Rumus tersebut tidak digunakan pada bayi dan anak karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.

Gambar 1. Rule of Nines Untuk Menghitung Luas Luka Bakar.3


2. Selain derajat luka bakar, perhatikan juga kedalaman luka. Secara klasik,
pembagian luka bakar berdasarkan kedalaman dibagi menjadi 3, yaitu:4
a. Derajat 1 (luka bakar superfisial)
Hanya mengenai daerah epidermis luar dan tampak sebagai daerah
hiperemia dan eritema yang akan sembuh tanpa jaringan parut dalam
waktu 5-7 hari.
b. Derajat 2 (luka bakar dermis)
Mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang
tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan
folikel rambut. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat
sembuh dengan sendirinya dalam 10-21 hari. Oleh karena kerusakan
kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat
dan lebih nyeri daripada luka derajat 1 karena adanya iritasi ujung
saraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari

pembuluh karena permeabilitas dindingnya meningkat. Luka bakar


derajat 2 terdiri atas:4
i.

Derajat 2 dangkal, di mana kerusakan mengenai bagian


superfisial dari dermis dan penyembuhan terjadi spontan
dalam 10-14 hari

ii.

Derajat 2 dalam, di mana kerusakan mengenai hampir seluruh


bagian dermis. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis,
subjektif dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama
tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan
reproduksi sel-sel kulit (biji epitel, stratum germinativum,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan sebagainya) yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan. 4

c. Derajat 3
Mengenai semua lapisan kulit, mungkin subkutis, atau organ yang
lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi epitel yang hidup maka untuk
mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi
protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna
keputihan, tidak ada bula, dan tidak nyeri. 4
Kedalaman luka tidak hanya tergantung pada tipe agen bakar dan saat
kontaknya, tetapi juga terhadap ketebalan kulit di daerah luka dan penyediaan
darahnya. Daerah berkulit tebal membutuhkan kontak lebih lama terhadap sumber
panas untuk mendapat luka seluruh ketebalan kulit daripada daerah berkulit lebih
tipis. Kulit pasien lanjut usia dan bayi lebih tipis pada semua daerah daripada
kelompok umur lain, serta merupakan faktor pertimbangan penting untuk menentukan
kedalaman luka bakar pada pasien ini.4
Klasifikasi luka bakar4
Berat

Sedang

Ringan

Derajat 2 dengan luas

>25%

Derajat 3 dengan luas

Derajat 2 dengan luas

Derajat

15-25%

dengan

luas

Derajat 3 dengan luas

<15%

>10%, atau terdapat

<10%, kecuali muka,

di muka, kaki, dan

kaki, dan tangan

dengan <2 %

tangan

Luka bakar disertai


trauma jalan

nafas

atau jaringan lunak


luas, atau fraktur

Luka

bakar

akibat

listrik

Pemeriksaan Penunjang

Hitung

darah

lengkap

terjadi

peningkatan

Ht

awal

menunjukkan

hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan. Hb dan


Ht diperiksa setiap 8 jam pada 2 hari pertama dan tiap 2 hari pada 10 hari
berikutnya. Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya hemokonsentrasi pada

darah akibat hilangnya cairan tubuh.


Elektrolit serum kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM

dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
Alkalin fosfat peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan

interstitiil/ganguan pompa natrium.


Foto rontgen dada atau scan paru untuk memastikan cedera inhalasi, biasanya
diemukan tekanan yang kuat pada dada, usaha kanulasi pada vena sentralis,
fraktur iga, gambaran emfisema karena trauma inhalasi, dll. Kondisi ini dapat

menimbulkan pneumothorax dan hemothorax.


EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar

listrik.
Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
Fotografi luka bakar memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.

Derajat

Diagnosis Kerja
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma
termal. Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan luka bakar yang tidak
merusak atau hanya sebagian merusak epitel kulit, dan dapat pulih dengan
penanganan konservatif. Luka bakar dengan ketebalan penuh merusak semua sumber
pertumbuhan kembali epitel kulit dan dapat memerlukan eksisi atau cangkok kulit bila
luas.5
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal terdiri dari 2 hal utama, yaitu resusitasi cairan dan perawatan
luka.
Resusitasi Cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid (isotonik), cairan
hipertonik dan koloid.
Larutan kristaloid terdiri dari cairan dan elektrolit. Contoh larutan kristaloid
adalah RL dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma
atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan
ini tidak banya dipertahankan di ruang intravaskuler karena cairan ini banyak keluar
ke ruang interstisial. Pemberian 1L Ringer laktat akan meingkatkan volume
intravaskuler 300 ml.6
Larutan hipertonik dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam
hipertonik tersedia dalam beberapa konsentrasi yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5%, 7,5% dan
10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga akan cairan akan
berpindah dari intraseluler ke ekstravaskuler. Larutan garam hipertonik meningkatkan
volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.6
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES, Hetastarch, Hespan,
Hemacell) dan Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian besar akan tetap dipertahankan di ruang
intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga molekul akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk
edema interstisium yang ada. 6

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek
hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oxygen
carrier, pH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor keamanan,
eliminasi, praktis dan efisiensi.6,7 Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan cairan di
kompartemen interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama
resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid. Untuk melakukan resusitasi
dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai empat kali jumlah defisit
intravaskuler. 1L cairan kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler 300ml.
Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor
oksigen.6
Perhitungan resusitasi cairan dapat menggunakan formula Parkland
Formula Parkland : %luka bakar x BB (kg) x 4cc
Hari pertama: Hanya menggunakan cairan RL untuk mencegah syok hipovolemik.
Diberikan nya dalam 8 jam I dan nya dalam 16 jam berikut.
Hari II: kebutuhan faali 50 cc x BB/24 jam, diberikan cairan RL dan dextran L 500
ml, NaCl fisiologis, D10% atau Martos.
Perawatan luka
Bila terdapat luka terbuka, cek status imunisasi tetanus pasien. Bila belum
diimunisasi, beri ATS atau immunoglobulin tetanus (jika ada). Bila sudah diimunisasi,
beri ulangan imunisasi TT (Tetanus Toksoid) jika sudah waktunya. Jika tidak
diketahui sudah diimunisasi atau belum, berikan ATS kepada pasien sebab luka bakar
dengan luka terbuka sangat rentan terkena infeksi tetanus.
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme
bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi
dan pencucian luka. Tujuan perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan
mengupayakan proses epitelisasi.8
Berikan analgetik efektif seperti morfin atau petidin secara intravena. Hati-hati
dengan pemberian intramuskuler karena dengan sirkulasi yang terganggu akan terjadi
penimbunan dalam otot. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian

luka dilakukan dengan debridement dan memandikan pasien menggunakan cairan


steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik.
Berikan antibiotik topikal pasca pencucian luka untuk mencegah dan
mengatasi infeksi. Bentuk krim lebih bermanfaat daripada bentuk salep. Yang dapat
digunakan adalah silver nitrate 0,5%, mafenide acetate 10%, silver sulfadiazine 1%,
atau gentamisin sulfat . Balut luka dengan kasa gulung kering dan steril dan berikan
ATS 3000 unit pada dewasa dan separuhnya pada anak-anak.
Setelah penatalaksanaan awal, lakukan perawatan selanjutnya jika dibutuhkan. Rawat
inap semua pasien dengan derajat luka bakar sedang lalu periksa ulang saluran
respiratorik pasien untuk mengatasi cedera inhalasi yang memburuk.
Luka bakar wajah yang berat atau trauma inhalasi mungkin memerlukan
intubasi, trakeostomi dan jika terdapat bukti ada distres pernapasan, beri suplementasi
oksigen. Transfusi darah mungkin diberikan untuk memperbaiki anemia atau pada
luka-bakar yang dalam untuk mengganti kehilangan darah.
Mencegah Infeksi
Jika kulit masih utuh, bersihkan dengan larutan antiseptik secara perlahan
tanpa merobeknya. Jika kulit tidak utuh, hati-hati bersihkan luka bakar. Kulit yang
melepuh harus dikempiskan dan kulit yang mati dibuang.
Berikan antibiotik topikal/antiseptik (ada beberapa pilihan bergantung
ketersediaan obat: peraknitrat, perak-sulfadiazin, gentian violet, povidon dan bahkan
buah pepaya tumbuk). Antiseptik pilihan adalah perak-sulfadiazin karena dapat
menembus bagian kulit yang sudah mati. Bersihkan dan balut luka setiap hari.
Luka bakar kecil atau yang terjadi pada daerah yang sulit untuk ditutup dapat
dibiarkan terbuka serta dijaga agar tetap kering dan bersih.
Pengobatan Infeksi Sekunder
Jika jelas terjadi infeksi lokal (nanah, bau busuk, selulitis), kompres jaringan
bernanah dengan kasa lembap, lakukan nekrotomi, obati dengan amoksisilin oral (15
mg/kgBB/dosis 3 kali sehari), dan kloksasilin (25 mg/kgBB/dosis 4 kali sehari). Jika
dicurigai terdapat septisemia gunakan gentamisin (7.5 mg/kgBB IV/IM sekali sehari)
ditambah kloksasilin (2550 mg/kgBB/dosis IV/IM 4 kali sehari). Jika dicurigai
terjadi infeksi di bawah keropeng, buang keropeng tersebut .

Pastikan penanganan rasa sakit yang diberikan kepada pasien adekuat


termasuk perlakuan sebelum prosedur penanganan, seperti mengganti balutan. Pasien
juga dapat diberikan parasetamol oral (1015 mg/kgBB setiap 6 jam) atau analgesik
narkotik IV (IM menyakitkan), seperti morfin sulfat (0.050,1 mg/kg BB IV setiap 2
4 jam) jika sangat sakit.
Komplikasi9

Sepsis merupakan sebab paling umum dari morbiditas mortalitas pada


penderita luka bakar, terutama pneumonia

Lambatnya aliran darah dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah


sehingga timbul cerebrovascular accident, infark miokardium, atau emboli
paru

Kerusakan paru akibat inhalasi asap atau pembentukan embolus. Dapat terjadi
kongesti paru akibat gagal jantung kiri atau infark miokardium, serta sindrom
distress pernafasan pada orang dewasa

Gangguan elektrolit dapat menyebabkan disritmia jantung

Syok luka bakar dapat merusak ginjal secara irreversible sehingga timbul
gagal ginjal dalam 1-2 minggu pertama setelah luka bakar. Dapat terjadi gagal
ginjal akibat hipoksia ginjal atau rabdomiolisis (obstruksi mioglobin pada
tubulus ginjal akibat nekrosis otot yang luas)

Penurunan aliran darah ke saluran cerna dapat menyebabkan hipoksia sel-sel


penghasil mukus sehingga timbul ulkus peptikum yaitu ulkus akibat stress
(ulkus Curling). Hal ini dapat dicegah dengan antasid, bloker H 2 atau inhibitor
pompa proton profilaksis

Dapat terjadi koagulasi intravaskular diseminata (DIC) karena destruksi


jaringan yang luas

Etiologi
Luka bakar disebabkan pengalihan energi dari sumber panas ke tubuh melalui
hantaran atau radiasi elektromagnetik. Penyebab tersering luka bakar antara lain:5

Trauma suhu yang berasal dari sumber panas yang kering (api, logam panas)
atau lembab (cairan, gas panas)

Listrik (luka bakar dalam dapat menyebabkan henti jantung)

Kimia (biasanya terjadi pada kecelakaan industri akibat trauma asam atau
basa)

Radiasi (awalnya dengan kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma


yang lebih dalam).
Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi

sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan.
Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami kerusakan karena luka
bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agen penyebab (burning agent).5
Dalamnya luka bakar tergantung pada suhu burning agent dan lamanya kontak
dengan agen tersebut. Sebagai contoh, pada kasus luka bakar akibat tersiram air panas
pada orang dewasa, kontak selama satu detik dengan air panas bersuhu 68,9 oC akan
merusak epidermis dan dermis sehingga terjadi luka bakar derajat tiga (full thickness
injury). Pajanan selama 15 menit dengan air bersuhu 56,1 oC menyebabkan cedera
yang sama. Suhu kurang dari 44oC dapat ditoleransi dalam periode waktu yang lama
tanpa menyebabkan luka bakar.5
Epidemiologi
Sekitar dua juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun, di
mana 100.000 penderita dirawat di rumah sakit dan 20.000 penderita yang perlu
dirawat dalam pusat-pusat perawatan luka bakar. Dewasa ini, penderita luka bakar
lebih dari 50% daerah permukaan tubuh memiliki cukup kemungkinan untuk bertahan
hidup bila dirawat dengan tepat. Insiden puncak luka bakar pada dewasa muda yaitu
pada umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 tahun ke bawah. Luka bakar jarang
terjadi pada umur 80 tahun ke atas.5
Sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah. Penyebab luka bakar tersering pada
anak usia 3-14 tahun, penyebab tersering ialah nyala api yang membakar baju. Dari
umur ini sampai 60 tahun, luka bakar tersering disebabkan kecelakaan industri.
Setelah umur ini, luka bakar biasanya terjadi karena kebakaran di rumah akibat rokok
yang membakar tempat tidur atau berhubungan dengan lupa mental.5
Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan terjadi peningkatan permeabilitas.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.

Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang berisi


banyak elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan
yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat 2,
dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3.9
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya. Akan tetapi, bila luas lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi
kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urine berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. 9
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan
gejala sesak, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. 9
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis. 9
Kontaminasi pada kulit mati akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit
diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh kapiler yang mengalami trombosis.
Padahal, kapiler ini membawa sistem pertahanan tubuh. Kuman penyebab infeksi luka
bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial
sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik
Kesimpulan
Kegawatan luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para
dokter. Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif
tinggi. Luka bakar (burn injury) adalah kerusakan kulit akibat kontak dengan sumber
panas seperti cairan panas, api, bahan kimia, listrik, petir dan radiasi, sengatan sinar
matahari, udara panas, ledakan bom. Luka bakar dapat diklasifikasikan secara klasik
yaitu derajat 1, derajat 2, dan derajat 3. Prinsip penatalaksanaan utama bagi luka bakar
yaitu penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit,
pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan
pembatasan pembentukan jaringan parut. Prognosis luka bakar bervariasi, tergantung

pada derajat luka bakar, luas permukaan tubuh yang terkena, komplikasi yang
menyertai, serta kecepatan penatalaksanaan pada pasien.

Daftar pustaka
1. Sjamsuhidajat, de Jong. Luka bakar. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 3. Jakarta:
penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. H: 103-10.
2. David C. Sabiston. Buka ajar Bedah;alih bahasa, Petrus Andrianto, Timan I.S;
editor, jonatan Oswari. Jakarta : EGC. 2008. h:276-90
3. Bresler MJ, Sternbach GL. Manual kedokteran darurat. Edisi ke-6.
Jakarta:EGC;2006.h.294-8.
4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ke-3. Volume 2. Jakarta:Media Aesculapius;2001.h.365-70.
5. Wedro

BC.

Burn

percentage

in

adults.

Diunduh

dari:

http://www.emedicinehealth.com/burn , 14 November 2015.


6. Moenadjat Y. Petunjuk praktis penatalaksanaan luka bakar. Jakarta: Komite
medik asosiasi luka bakar Indonesia; 2005. h.4-20; 30-41.
7. Ansermino M, Hemsley C. ABC of burns; intensive care management and
control of infection. BMJ 2004;329:h. 2203.
8. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Jakarta:EGC;2002.h.151-63.
9. Grace

PA,

Borley

NR.

Jakarta:Erlangga;2006.h.87-8.

At

A Glance

Ilmu

Bedah.

Edisi

ke-3.

Anda mungkin juga menyukai