Anda di halaman 1dari 3

(Dimana) Masyarakat Miskin Indonesia?

http://pratamatamba.blogspot.com/2013/07/dimana-masyarakat-miskin-indonesia.html
Tulisan ini saya mulai beberapa menit sejak pemberlakuan harga baru Bahan Bakar
Minyak (BBM) di Indonesia. Dinamika sebelum atau menjelang kenaikan harga BBM
lebih didominasi gerakan sosial masyarakat yang mengarah pada disintegrasi
masyarakat Indonesia. Gerakan yang muncul mengarah pada tindakan yang merugikan
kepentingan publik. Ketegangan sosial marak di seluruh daerah Indonesia, gerakan
yang mengakibatkan ketegangan sosial masyarakat sebagai dampak kebijakan
pemerintah yang menaikkan harga BBM. Tuntutan yang diagendakan masyarakat lintas
elemen seperti mahasiswa dan buruh ialah membatalkan rencana kenaikan harga
BBM dan menuntut pemerintahan SBY-Boediono turun karena dinilai gagal
mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan serta pemerataan
pembangunan.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sebenarnya bukan tanpa alasan kuat,
Demi stabilitas ekonomi bangsa, penguasa negeri menyatakan bahwa subsidi harus
dikurangi dan dialihkan pada program kompensasi yang bentuknya bervariasi, dan
tentunya untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia juga terutama masyarakat
miskin. Melalui kementerian-kementeriannya, sosialisasi gencar dilakukan lewat
berbagai media yang menyampaikan niatan pemerintah menaikkan harga BBM pada
dasarnya berkepentingan pada kelangsungan bangsa dan perbaikan kondisi serta
kualitas hidup masyarakat menengah ke bawah.
Kini, kebijakan baru terkait harga BBM sudah lahir bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pergerakan atau ketegangan sosial di tengah masyarakat tidak mampu untuk
membendung rencana pemerintah Indonesia. Tiba saatnya bagi seluruh rakyat
Indonesia untuk menerima kebijakan pemerintah, menikmati BBM dengan harga
terbaru dan mempercayakan bahwa pemerintah akan mengkompensasikan subsidi
BBM kepada masyarakat miskin dan seluruh desa-desa di Indonesia. Kemiskinan
menjadi diskusi yang dilematis, kebijakan pemerintah diklaim sebagai upaya
meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin, orang miskin kini menjadi pihak yang
paling sohor dalam rencana dan implementasi kebijakan kenaikan harga BBM.
Beberapa catatan dari penulis terkait kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM
terhitung sejak 22 Juni 2013 pukul 00.00 WIB. Pertama, pengalihan subsidi dengan
mengkompensasikannya melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
BLSM tidak jauh berbeda konseptualisasinya dengan program sebelumnya yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLSM sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap
masyarakat yang sangat riskan terkena dampak kenaikan BBM. Pengalihan subsidi
BBM kepada masyarakat miskin di Indonesia dilatarbelakangi oleh penggunaan BBM
subsidi yang tidak tepat sasaran, selama ini lebih banyak dinikmati masyarakat
menengah ke atas. Jika betul kenaikan harga BBM subsidi akan menguntungkan
masyarakat miskin tentu harus dibarengi oleh data statistik dan kualitatif terkait siapa
yang dimaksud masyarakat miskin dan kerentanan masyarakat miskin yang terkena
dampak kenaikan harga BBM apakah dapat diantisipasi?

Mengingat kembali program Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2008 lalu, dana
kompensasi tidak tepat sasaran, yang benar-benar miskin justru tidak mendapatkan
dana BLT, sebaliknya mereka yang tergolong mampu ternyata mendapatkan dana
tersebut. Sebelum harga BBM naik ternyata masyarakat sudah lebih dulu mengalami
kesulitan di berbagai sektor kehidupan, harga sembako dan kebutuhan dasar sudah
terlebih dahulu naik, begitu pula dengan tarif angkutan umum, padahal belum ada
aturan resmi dari kementerian perhubungan dan pihak terkait.
Catatan kedua, Setelah pemerintah menaikkan harga BBM subsidi atau mengurangi
subsidi BBM muncullah kebijakan lanjutan pemerintah yakni mengalihkan dana subsidi
BBM bagi kepentingan masyarakat miskin Indonesia melalui berbagai program
kompensasi seperti BLSM, beasiswa miskin, dana pengembangan desa-desa, dan
pengembangan infrastruktur. Pengulangan bentuk perhatian pemerintah terhadap
masyarakat tampak saat program BLT dimodifikasi menjadi program BLSM.
Memberikan dana langsung bagi masyarakat diyakini pemerintah sebagai upaya untuk
kebertahanan masyarakat miskin yang paling rentan terkena dampak kenaikan harga
BBM. Sebaliknya, penulis berpendapat bentuk pemerintah seperti ini justru
membiasakan masyarakat untuk menerima dana langsung dari pemerintah, tidak ada
asumsi ilmiah yang dapat membuktikan bahwa dana kompensasi langsung dapat
memberdayakan masyarakat miskin tersebut. Jika hanya sekedar untuk kebertahanan
masyarakat miskin, durasi waktu kompensasi subsidi selama 4 bulan sangatlah singkat,
setelah itu gejolak masyarakat terutama kelas bawah akan meningkat drastis dan
berdampak pada tatanan sistem dan struktur sosial masyarakat. Fenomena
kriminalitas, konflik horizontal, busung lapar, nasi aking akan bermunculan, itu semua
merupakan tampilan sistem dan struktur sosial masyarakat yang mengalami
kekacauan. Peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan untuk tujuan
kesejahteraan masyarakat perlu cara yang menyentuh masyarakat terbawah, tidak
sekedar pemberian dana langsung namun program yang berbasis partisipasi
masyarakat, peningkatan program yang memperluas lapangan pekerjaan dan program
yang ditujukan untuk pemerataan pembangunan, contoh antara perkotaan dan
perdesaan, daerah industri dan daerah pesisir.
Catatan ketiga, mengingat pemilihan umum akan dihelat pada tahun 2014 banyak
pihak menduga kebijakan kenaikan harga BBM sebagai langkah yang bermuatan politis
tentunya akan menguntungkan pemerintah, partai penguasa beserta partai koalisinya.
Saat ini pemerintah beralasan kuat kenaikan harga BBM diakibatkan pengurangan
beban subsidi negara terhadap BBM yang kemudian dana subsidinya dialihkan pada
program kompensasi BBM. Setahun menjelang pemilu, tahun 2013 ini sangat tepat
menyebutnya sebagai tahun politik, strategi pencitraan dan meraup simpati saat inilah
masanya. Boleh saja koalisi setgab dan pemerintah membela diri dengan menyatakan
bahwa menaikkan harga BBM bukanlah program populis, dan akan berdampak pada
menurunnya elektabilitas. Namun bagi penulis atau siapa saja yang perhatian terhadap
langkah pemerintah dan partai koalisi, bahwa kebijakan menaikkan harga BBM di 22
Juni 2013 ini justru sebagai suatu proses yang dirangkai rapi, ditujukan bagi
kepentingan pemerintah dan partai koalisi yang ingin mengharap simpati dan dukungan
masyarakat Indonesia. Bukan tidak mungkin kebijakan pemerintah akan berbalik saat
harga BBM diturunkan atau negara kembali menanggung beban subsidi BBM. Tentu ini

merupakan asumsi yang sekedar dugaan semata, namun apapun itu di dalam UUD
1945 negara dan pemerintah diamanatkan untuk memajukan kesejahteraan
masyarakat. Kepentingan seluruh rakyat Indonesia menjadi hal yang paling utama
dalam kelangsungan Pemerintahan Negara Republik Indonesia. Data BPS Sept 2012
(sebelum kenaikan BBM), jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 28,59 juta
orang (11,66 persen). Tugas kita sebagai warga negara Indonesia, mari menunggu
sekaligus bandingkan seberapa banyak jumlah masyarakat miskin setahun kemudian
dari September 2012, atau saat usainya masa pembayaran dana kompensi subsidi
melalui BLSM dan implementasi program-program kompensasi. Jika jumlah masyarakat
miskin di Indonesia menurun dikarenakan efek positif penyaluran dana kompensasi
BBM, penting untuk pembuktian secara ilmiah, tidak sekedar data angka. Supaya tidak
ada lagi pertanyaan dimana masyarakat miskin? Pertanyaan yang meragukan niatan
kompensasi kenaikan harga BBM.
Diposkan oleh wahyu pratama di 17.06

Anda mungkin juga menyukai