Anda di halaman 1dari 24

Majalah

Vol. IX, No. 02/II/Puslit/Januari/2017

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA


TERHADAP ANAK DARI KEKERASAN SEKSUAL
Lidya Suryani Widayati*)

Abstrak
Kasus kekerasan seksual terhadap anak bahkan disertai dengan pembunuhan sampai
saat ini masih kerap terjadi. Pemerintah sendiri telah mengupayakan berbagai
cara guna memberikan perlindungan terhadap anak-anak dari kekerasaan seksual.
Keberadaan undang-undang yang ada, telah cukup memadai untuk menjamin adanya
perlindungan hukum bagi anak-anak dari kekerasan seksual, antara lain dengan
memuat ancaman yang berat bagi pelaku. Namun demikian ancaman pidana yang
diperberat tidak akan cukup menekan angka kasus kekerasan seksual karena tanpa
penegakan hukum terhadap aturan-aturan yang ada maka ancaman pidana itu sendiri
tidak akan efektif. Penegakan hukum dipengaruhi tidak hanya oleh UU itu sendiri,
melainkan juga dari faktor aparat penegak hukumnya, sarana dan prasarana, dan
masyarakat yang mendukung dalam pencegahan kejahatan kekerasan seksual terhadap
anak.

Pendahuluan

Berdasarkan data yang dihimpun


Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA),
pengaduan pelanggaran hak anak terus
meningkat. Sekretaris Jenderal Komnas
PA, Samsul Ridwan mengatakan jumlah
aduan pada 2010 sebanyak 2.046, dimana
42% di antaranya merupakan kekerasan
seksual. Pada 2011 meningkat menjadi
2.467 kasus, 52% merupakan kekerasan
seksual. Sementara pada 2012, terdapat
2.637 aduan dengan 62% merupakan
kekerasan seksual. Meningkat lagi di 2013
menjadi 2.676 kasus dengan 54% didominasi

Sejumlah kasus kekerasan seksual


terhadap anak dan remaja kembali terjadi
pada awal tahun 2017. Kejadian terakhir
adalah kekerasan seksual yang disertai dengan
pembunuhan terhadap anak perempuan 10
tahun (KM) di Sorong, Papua Barat, pada 10
Januari lalu. Kekerasan seksual juga terjadi di
Bengkayang terhadap anak perempuan yang
juga masih berusia 10 tahun (GC) di Desa
Lembang, Kecamatan Sanggau Ledo, 1 Januari
lalu. Sebelumnya, juga terjadi pemerkosaan
terhadap dua remaja di Mariana, Banyuasin
yang dilakukan secara beruntun sejak
September hingga November 2016.

*) Peneliti Madya Hukum Pidana pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: lidyadhi@yahoo.com dan lidya.widayati@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.puslit.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

Dalam
perkembangannya,
terkait
dengan banyaknya kasus kekerasan seksual
terhadap anak dibentuklah UU No. 23 Tahun
2002 sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (UU Perlindungan Anak). Pembentukan
UU ini bertujuan untuk melindungi anakanak dari kekerasan yang dialaminya baik
fisik, psikis maupun kekerasan seksual.
Dalam UU Perlindungan Anak, ancaman
pidana terhadap pelaku kekerasan seksual
terhadap anak lebih berat jika dibandingkan
dengan ancaman pidana dalam KUHP, yaitu
pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Selanjutnya UU Perlindungan Anak
diubah untuk kedua kalinya melalui
pembentukan Perpu No. 1 Tahun 2016.
Secara umum, Perpu ini mengatur
pemberatan sanksi pidana bagi pelaku,
yakni penambahan ancaman pidana menjadi
paling lama 20 tahun, pidana seumur hidup,
dan hukuman mati. Salah satu perubahan
yang sangat menonjol dalam Perpu ini
adalah adanya sanksi tambahan berupa
pengumuman identitas pelaku, serta dapat
dikenakan tindakan berupa pemasangan alat
deteksi elektronik dan kebiri kimia disertai
dengan rehabilitasi bagi pelaku. Mengenai
rehabilitasi, Perpu menyebutkan akan diatur
lebih lanjut dalam peraturan menteri.
Ancaman
pidana
bagi
pelaku
kekerasan seksual dalam lingkup rumah
tangga juga diatur dalam UU No. 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. Salah satu ketentuan
pidana dalam UU ini menyebutkan bahwa
setiap orang yang melakukan perbuatan
kekerasan seksual dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
atau denda paling banyak Rp 36.000.000,(tiga puluh enam juta rupiah).
Adanya kekhawatiran terhadap angka
kekerasan seksual terhadap anak merupakan
faktor yang mendorong lahirnya kebijakan
hukum pidana dengan memperberat sanksi
pidana dalam menanggulangi kasus tersebut.
Dengan
memperberat
sanksi
pidana,
diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi
pelaku. Namun demikian, pada prinsipnya
hukum pidana seharusnya digunakan

kekerasan seksual. Pada 2014 terdapat 2.737


kasus, 52% merupakan kekerasan seksual.
Selanjutnya pada 2015, terjadi peningkatan
pengaduan sangat tajam, yaitu 2.898 kasus
dimana 59,30% adalah kekerasan seksual.
Hingga April 2016, Komnas PA mencatat
sebanyak 48% kasus kekerasan seksual dari
339 laporan kasus kekerasan yang masuk.
Sedangkan berdasarkan data Direktorat
Pidum Bareskrim Polri, pada 2016, terdapat
254 kasus kekerasan terhadap anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana
Yembise tidak menampik, kekerasan seksual
terhadap anak masih kerap terjadi. Padahal,
menurut Menteri PPPA, pemerintah telah
mengupayakan
imbauan
memperkuat
ketahanan
keluarga,
meningkatkan
pengawasan terhadap anak, pencanangan
Kota Layak Anak, penguatan satgas PPPA,
dan program prioritas lainnya. Selain itu,
DPR juga telah mengesahkan UU No. 17
Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No.
1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Menjadi UndangUndang.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk
mengkaji secara luas bagaimana perlindungan
terhadap anak dari kekerasan seksual yang
pada dasarnya dapat dikaji dari berbagai
faktor, seperti faktor sosial, moralitas,
penegakan hukum, dan sebagainya, melainkan
hanya difokuskan pada perlindungan hukum
pidana terhadap anak dari kekerasan seksual,
yaitu bagaimana kebijakan hukum pidana
dalam menanggulangi kekerasan seksual
terhadap anak dan penegakan hukumnya.

Kebijakan Hukum Pidana


Sebelum adanya UU khusus yang
mengatur tentang kebijakan hukum pidana
dalam hal kekerasan seksual terhadap anak,
beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) telah memuat
ancaman pidana bagi setiap orang yang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
melakukan perbuatan cabul atau kekerasan
seksual (kejahatan kesusilaan). Beberapa
ancaman pidana bagi pelaku terdapat dalam
Pasal 285, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 291,
Pasal 298, Pasal 292, dan Pasal 294 KUHP.
Dalam KUHP, ancaman maksimal terhadap
pelaku kekerasan seksual adalah 12 tahun
penjara.
-2-

sebagai mekanisme terakhir (ultimum


remedium) jika cara atau mekanisme lain
sudah tidak dapat mengatasinya. Dalam
perkembangannya,
tujuan
pemidanaan
juga tidak hanya untuk memberikan efek
jera melainkan juga merehabilitasi pelaku
yaitu memasyarakatkan terpidana dengan
mengadakan pembinaan sehingga menjadi
orang yang baik dan berguna. Namun
tujuan ini tidak akan tercapai tanpa adanya
penegakan hukum terhadap pelanggaran
hukum yang terjadi.

anak. UU Perlindungan Anak misalnya,


dalam penjelasannya menyebutkan bahwa
pemberatan ketentuan sanksi pidana
bertujuan untuk mengatasi fenomena
kekerasan seksual terhadap anak, memberi
efek jera terhadap pelaku, dan mencegah
terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.
Masih terjadinya kekerasan seksual
terhadap anak seolah-olah menunjukkan
bahwa tujuan pemberatan sanksi pidana
ini belum tercapai. Mengapa seolah-olah?
Karena dugaan ini masih memerlukan
kajian atau penelitian lebih jauh di lapangan.
Hal ini, juga terkait dengan faktor kedua
yang mempengaruhi penegakkan hukum
pidana, yaitu faktor aparat penegak hukum.
Beberapa pertanyaan, seperti: apakah aparat
penegak hukum telah menegakkan aturan
hukum sebagaimana mestinya dan apakah
aparat penegak hukum telah menjatuhkan
putusan maksimal atas kesalahan pelaku,
akan mempengaruhi penegakan hukum
pidana atas kasus-kasus kekerasan seksual.
Selain itu, agar penegakan hukum dapat
berjalan sesuai dengan ketentuan udangundang maka dibutuhkan aparat penegak
hukum yang profesional, cakap, bijaksana,
dan memiliki tanggung jawab menegakkan
hukum dan keadilan. Allen menegaskan
bahwa hukum akan dapat menjadi efektif
hanya jika pelanggaran-pelanggaran dihukum
(Michael J. Allen, 1999: 3-4).
Aparat penegak hukum juga harus
dapat berperan untuk melindungi korban
sehingga dapat menimbulkan rasa aman
bagi korban dan masyarakat. Menurut
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia,
Asrorun Niam Sholeh, langkah terpenting
ialah mempererat kembali kekerabatan di
masyarakat sehingga mereka saling peduli
dan memperhatikan keselamatan anak-anak
sekitar. Sebagaimana ketentuan Perpu No.
1 Tahun 2016, melindungi anak merupakan
kewajiban semua orang (masyarakat) bukan
hanya orang tua.
Masyarakat juga merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum. Masyarakat apabila mendapatkan
perlindungan dan rasa aman maka akan
memiliki keberanian untuk melaporkan kasus
kekerasan seksual. Dengan demikian, meskipun
dalam menyelesaikan kasus kekerasan seksual
merupakan tugas kepolisian namun dalam
upaya pencegahan hal tersebut harus dilakukan
bersama-sama dengan masyarakat.

Penegakan Hukum Pidana terhadap


Pelaku Kekerasan Seksual
Menurut Barda Nawawi, tujuan
pemidanaan merupakan jiwa atau spirit
dari sistem pemidanaan (Barda Nawawi,
2009: 8). Pemidanaan mempunyai beberapa
tujuan, antara lain yaitu memberikan
ganjaran yang setimpal atas kejahatan yang
telah dilakukan (Sue Titus Reid, 1995: 1-2);
melakukan pencegahan baik pencegahan
yang bersifat khusus yaitu bagi pelaku
agar tidak melakukan kejahatan maupun
pencegahan yang bersifat umum yaitu bagi
orang lain (masyarakat) agar tidak melakukan
kejahatan; melindungi masyarakat dengan
cara melumpuhkan atau membuat tidak
mampu penjahat yang membahayakan;
merehabilitasi pelaku agar dapat menjadi
warga masyarakat yang baik sehingga upaya
untuk mengurangi kejahatan tercapai dan
penjahat dapat berintegrasi kembali dengan
masyarakat (C.M.V. Clarkson, 1998: 221).
Terlepas dari beberapa tujuan yang
hendak dicapai pembentuk UU dalam
menentukan kebijakan hukum pidana,
maka penegakan hukum pidana itu sendiri
tidak terlepas dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya.
Soerjono
Soekanto
menyebutkan beberapa faktor tersebut, yaitu:
undang-undang (hukum), penegak hukum,
sarana prasarana, dan masyarakat (Soerjono
Soekanto, 2008: 5).
Pertama,
faktor
undang-undang.
Pada kenyataannya, keberadaan KUHP, UU
Perlindungan Anak, dan UU Pencegahan
Kekerasan dalam Rumah Tangga telah
cukup memadai untuk menjamin adanya
perlindungan hukum bagi anak-anak dari
kekerasan seksual. Ketentuan sanksi pidana
yang diatur dalam beberapa UU tersebut
seharusnya dapat menjadi sarana dalam
menanggulangi kekerasan seksual terhadap
-3-

Selanjutnya, agar penegakan hukum


dapat berjalan sebagaimana mestinya maka
aparat penegak harus dilengkapi dengan
faktor sarana prasarana yang mendukung.
Tanpa adanya sarana prasarana yang
memadai tidak mungkin penegakan hukum
dalam kekerasan seksual akan berlangsung
dengan lancar. Dalam hal ini, kualitas
dan ketersediaan teknologi forensik serta
basis data penunjang perlu dibenahi untuk
mendukung proses penyidikan dalam
kekerasan seksual.
Sarana atau fasilitas yang mendukung
dalam penegakan hukum kasus kekerasan
seksual juga mencakup sumber daya
manusia yang berpendidikan dan terampil,
organisasi yang baik, peralatan yang
memadai, keuangan yang cukup, dan
seterusnya. Selain itu, pemerintah perlu
membenahi kualitas dan ketersediaan
penyidik perempuan di setiap Polsek sebagai
implementasi dari Peraturan Kapolri No.
10 Tahun 2007 tentang Organisasi dan
Tatanan Kerja Unit Pelayanan Perempuan
dan Anak (UNIT PPA) di Lingkungan Polri.
Polisi, jaksa, advokat, dan hakim juga
perlu memiliki kemampuan memahami
dan menggunakan informasi berbasis data
forensik.

Terkait dengan kekerasan seksual,


DPR yang antara lain memiliki fungsi
legislasi kiranya dapat mengkaji kembali
tujuan diaturnya ancaman pidana bagi
pelaku kekerasan seksual agar tidak hanya
menimbulkan efek jera melainkan juga
bagaimana merehabilitasi pelaku agar dapat
menjadi warga negara yang baik.

Referensi
Barda Nawawi Arief. (2009). Tujuan dan
Pedoman
Pemidanaan.
Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Dorong Kesadaran Perlindungan Anak,
Kompas, 17 Januari 2017.
Hukuman Berat Tak Cukup, Republika, 17
Januari 2017.
Isu Perempuan dan Anak Diabaikan,
Kelompok Dengan Pengaruh Politik Kuat
Lebih Diutamakan, Kompas, 16 Januari
2017.
Kekerasan Seksual Marak, Republika, 16
Januari 2017.
Komnas PA: 2015, Kekerasan Anak Tertinggi
Selama 5 Tahun Terakhir, http://news.
liputan6.com/read/2396014/komnas-pa2015-kekerasan-anak-tertinggi-selama-5tahun-terakhir, diakses 24 Januari 2017.
Michael J. Allen. (1999). Criminal Law.
Edisi Kelima, London: Blackstone Press
Limited.
Soerjono Soekanto. (2008). Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Penegakan
Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan
Perpu No. 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas UU No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Menjadi Undang-Undang.

Penutup
Perlindungan hukum pidana terhadap
anak dari kekerasan seksual telah diatur
dalam beberapa undang-undang, antara lain
dalam KUHP, UU tentang Perlindungan
Anak, UU tentang Sistem Peradilan Anak,
dan UU tentang Perlindungan Kekerasan
Rumah Tangga. Meskipun keberadaan UU
ini telah cukup memadai untuk menjamin
adanya perlindungan hukum bagi anakanak dari kekerasan seksual namun tanpa
penegakan hukum terhadap aturan-aturan
dalam UU tersebut maka ancaman pidana
itu sendiri tidak akan efektif.
Selain itu, penegakan hukum itu
sendiri dipengaruhi tidak hanya oleh
undang-undangnya, melainkan juga dari
faktor aparat penegak hukum, sarana dan
prasarana, dan masyarakat yang mendukung
dalam pencegahan kejahatan tersebut. Oleh
karena itu, masih terjadinya kekerasan
seksual terhadap anak memerlukan kajian
atau penelitian lebih jauh di lapangan terkait
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum pidana.
-4-

Majalah

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. IX, No. 02/II/Puslit/Januari/2017

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PENINGKATAN KERJA SAMA BILATERAL


INDONESIA-JEPANG
Lisbet*)

Abstrak
Tulisan ini ingin menganalisa mengenai peningkatan kerja sama bilateral IndonesiaJepang. Jepang merupakan salah satu mitra dagang dan investor terbesar Indonesia.
Selain di sektor ekonomi, perdagangan dan investasi, Indonesia juga membutuhkan
Jepang dalam kerja sama infrastruktur. Sementara Jepang membutuhkan Indonesia
dalam peningkatan kerja sama pertahanan-keamanan. Sebagai salah satu negara yang
paling berpengaruh di ASEAN, Jepang membutuhkan Indonesia untuk mengajak China
berdialog dan patuh pada Konvensi Hukum Laut PBB terkait situasi Laut China Selatan.
Selain itu, Jepang juga membutuhkan Indonesia untuk mengajak Korea Utara agar
mau menjaga stabilitas keamanan di Semenanjung Korea. Jadi, kerja sama bilateral
kedua negara dilandaskan pada asas saling membutuhkan. Kendati demikian, Indonesia
harus dapat meningkatkan level kerja sama bilateral kedua negara ini agar dapat lebih
menguntungkan bagi Indonesia di kemudian hari.

Pendahuluan
Kerja sama bilateral Jepang dan
Indonesia telah terjalin sejak tahun 1958. Sejak
saat itu, kerja sama di antara kedua negara
telah menghasilkan beberapa kesepakatan,
seperti The Strategic Economic Partnership
Agreement pada tahun 2006 dan IndonesiaJapan Economic Partnership Agreement
pada tahun 2007, serta yang terbaru adalah
pembentukan Indonesia-Japan Maritime
Forum pada tahun 2016.
Kerja sama kedua negara yang telah
berjalan baik tersebut juga ditandai dengan
adanya kunjungan Perdana Menteri (PM)

Jepang Shinzo Abe ke Indonesia pada tanggal


15-16 Januari 2017. Kunjungan ini dilaksanakan
dalam rangka peningkatan kerja sama bilateral
kedua negara meskipun pembahasan terkait
ekonomi, investasi dan perdagangan masih
merupakan fokus utama dalam kunjungan kali
ini. Hal ini terlihat dari sebagian besar anggota
rombongannya yang merupakan direktur utama
perusahaan-perusahaan besar di Jepang yang
bergerak di bidang perbankan, manufaktur,
industri baja, dan transportasi.
Indonesia selama ini lebih diuntungkan
melalui kerja sama bilateral, karena kerja

*) Peneliti Muda Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian,
Badan Keahlian DPR RI. Email: lisbet.sihombing@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.puslit.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

sama ini lebih banyak difokuskan pada sektor


ekonomi, perdagangan, dan investasi. Kendati
demikian, apakah Indonesia juga masih
memiliki kepentingan lainnya dari kerja sama
bilateral ini? Dan, apa sajakah kepentingan
yang diinginkan oleh Jepang dari kerja sama
bilateral ini?

properti yakni sebesar 520 juta dolar AS,


kemudian industri logam, elektronik, dan
mesin dengan nilai sebesar 426 juta dolar
AS, serta investasi di listrik, air, dan gas
sebesar 134 juta dolar AS. Bahkan pada tahun
2017, nilai investasi Jepang akan meningkat
mencapai 74 milyar yen (Rp8,6 triliun) di
sektor irigasi dan konservasi pantai.
Dengan semakin meningkatnya nilai
sektor perdagangan dan investasi Jepang
di Indonesia, maka Indonesia semakin
mengandalkan kerja sama dengan Jepang. Hal
ini terlihat dari keinginan-keinginan Indonesia
yang disampaikan pada saat kunjungan PM
Abe. Keinginan-keinginan tersebut antara
lain meminta Jepang agar mempercepat
pembangunan Pelabuhan Patimban di Subang,
Jawa Barat yakni dengan segera membentuk
perusahaan patungan atau konsorsium senilai
3 miliar dollar AS; mempercepat kerja sama
soal perkeretaapian untuk jalur kereta api
cepat Jakarta-Surabaya senilai 7,8 miliar dollar
AS; merealisasikan rencana pembahasan Blok
Masela untuk merubah masa kontrak dari 10
tahun menjadi 7 tahun; meminta komitmen
Jepang agar dapat membantu membangun
pembangkit listrik; membuka akses terhadap
produk-produk hasil pertanian dan perikanan
Indonesia. Sebaliknya Indonesia juga akan
meningkatkan akses dan peningkatan kapasitas
keperawatan Indonesia sehingga dapat
memenuhi pasar di Jepang.
Selain beberapa sektor di atas,
Indonesia juga mengandalkan Jepang dalam
kerja sama pada sektor maritim. Sebagai
sesama negara maritim, Indonesia dan
Jepang menganggap penting peningkatan
kerja sama maritim. Untuk itu, Indonesia
meminta Jepang untuk mau aktif dalam
mendorong kerja sama keamanan laut,;
mendirikan sentra kelautan dan perikanan
terpadu di pulau-pulau terdepan di Indonesia
serta pengembangan pulau-pulau terpencil
di Indonesia seperti di Sabang, Natuna dan
Morotai melalui Forum Maritim IndonesiaJepang (Indonesia-Japan Maritime Forum)
yang telah ditandatangani pada tanggal 21
Desember 2016. Melalui forum ini pula,
kedua negara akan membahas kerja sama
pembangunan infrastruktur, peningkatan
konektivitas dan investasi di sektor maritim.
Peningkatan kerja sama maritim ini juga
merupakan keuntungan bagi Indonesia karena
sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo
untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros

Kepentingan Indonesia
Di sektor perdagangan, Jepang adalah
mitra dagang strategis terbesar kedua bagi
Indonesia. Nilai kerja sama Indonesia dan
Jepang pada tahun 2016 telah mencapai 31
miliar dolar AS. Adapun produk Indonesia
yang diekspor ke Jepang di antaranya adalah
mesin dan perlengkapan, bahan bakar, bahan
makanan, bahan-bahan kimia, tekstil, dan
bahan mentah, sedangkan beberapa produk
yang diimpor Indonesia dari Jepang antara
lain: kendaraan bermotor, perlengkapan
transportasi,
semi
konduktor,
produk
elektronik, dan bahan-bahan kimia.
Pada sektor perdagangan, Indonesia
membutuhkan Jepang terutama dalam
membangun Industri Kecil Menengah yang
terdapat di Indonesia. Pada tahun 2017, kerja
sama perdagangan kedua negara akan fokus
pada pelaksanaan bilateral value change
antara Industri Kecil Menengah (IKM) Jepang
dan Indonesia melalui The Japan External
Trade Organization (JETRO); pengembangan
program E-Smart IKM; serta peningkatan
kualitas IKM yang beroperasi di Ceper, Klaten
dan Tegal, Jawa Tengah. Melalui programprogram ini diharapkan IKM di Jawa Tengah
dapat lebih berdaya saing dan memiliki akses
pasar yang luas melalui Japan International
Cooperation Agency (JICA). Selain itu, kerja
sama perdagangan kedua negara juga akan
difokuskan untuk peningkatan daya saing
produk logam yang berasal dari IKM Ceper,
seperti pada pemenuhan standar produk
logam melalui sertifikasi SNI dan pelaksanaan
bimbingan teknis dalam pembuatan blokrem
komposit.
Sedangkan di sektor investasi, pada
tahun 2016, nilai realisasi investasi Jepang
di Indonesia mencapai 4,5 miliar dolar AS.
Nilai investasi ini mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya, terlebih lagi di
tengah kelesuan ekonomi dunia saat ini.
Kendati demikian, pada tahun 2015, Jepang
memberikan kontribusi investasi paling tinggi
melalui industri otomotif yaitu sebesar 1,18
miliar dolar AS, lalu di sektor industri dan
-6-

maritim dunia, terutama pada pilarnya yang


keempat, yakni mengajak semua negara mitra
Indonesia untuk mau bekerjasama pada
sektor maritim melalui diplomasi maritim.

pesawat terbang dan anti rudal di 7 pulau


buatan di Kepulauan Spratly. Selain itu, Jepang
juga menganggap apa yang telah dilakukan
oleh China tersebut telah mengancam
keamanan kawasan. Oleh karena itu, Jepang
mengajak Indonesia untuk dapat berkoordinasi
serta bekerja sama menangani situasi ini.
Jepang memerlukan Indonesia sebagai salah
satu negara anggota yang memiliki pengaruh
di ASEAN, untuk dapat melakukan dialog
dengan China agar mau menjaga stabilitas
keamanan di kawasan. Pada setiap pertemuan
di tingkat ASEAN maupun internasional,
Indonesia senantiasa mendorong China agar
mau berdialog dan berpegang pada UNCLOS.
Meskipun Indonesia tidak terlibat sengketa
secara langsung dengan China, Indonesia
juga senantiasa bersikap tegas terhadap China
terlebih lagi setelah terjadi insiden kapal China
mencari ikan di perairan Indonesia sebanyak
2 kali pada tahun 2016, sehingga harus diusir
oleh TNI AL karena China mengklaim bahwa
berdasarkan peta China, yang berupa sembilan
garis putus-putusnya (nine dash), terletak
mendekati ZEE Kepulauan Natuna.
Terkait situasi di Semenanjung Korea,
Jepang juga menyatakan kekhawatirannya
terhadap tindakan Korea Utara dalam uji coba
senjata nuklir dan peluncuran rudal jarak
jauh. Tahun 2016 lalu, Korea Utara sudah
beberapa kali melakukan peluncuran roket
serta uji coba nuklir. Kekhawatiran Jepang
adalah wajar, karena tindakan Korea Utara
ini juga telah menimbulkan reaksi negara
lain, seperti Amerika Serikat dan Korea
Selatan, karena dianggap dapat mengancam
perdamaian dan stabilitas kawasan. Oleh
karena itu, tindakan-tindakan yang dianggap
dapat mengancam keamanan bersama
tersebut perlu dihentikan.
Meskipun secara geografis, letak
Indonesia jauh dari kawasan tersebut,
namun Indonesia juga menyesalkan tindakan
Korea Utara yang tetap melakukan uji coba
nuklir dan peluncuran roketnya. Indonesia
menganggap bahwa tindakan Korea Utara
tersebut tidak sesuai dengan semangat yang
terkandung dalam perjanjian Comprehensive
Test Ban Treaty (CTBT) serta melanggar
kewajiban Korea Utara berdasarkan Resolusi
Dewan Keamanan PBB No. 1718 (Tahun
2006), 1874 (Tahun 2009), 2987 (Tahun
2013) dan 2270 (Tahun 2016).
Sebagai negara yang juga mempunyai
hubungan baik dengan Korea Utara (baik

Kepentingan Jepang
Di sektor pertahanan dan keamanan,
kerja sama military-military kedua negara
sudah dimulai dengan program peningkatan
kualitas sumber daya manusia, peningkatan
sistem lalu lintas kapal dan penyediaan kapal
patroli dari Jepang. Meski demikian, kedua
negara menyadari bahwa kerja sama tersebut
perlu ditingkatkan pada level yang tinggi lagi.
Oleh karena itu, pada tanggal 1 November
2011, diselenggarakan First Political-Military
dan Fourth Military-Military Talk pada
level Direktur Jenderal dari Kementerian
Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan.
Pertemuan ini merupakan perintis terhadap
pertemuan rutin 2 + 2 (Political-Military
Talks) pada level Menteri kedua negara yang
dilaksanakan pada tanggal 17 Desember
2015, yang merupakan pertemuan pertama
antar Menteri Luar Negeri dan Menteri
Pertahanan dari kedua negara (First JapanIndonesia Foreign and Defense Meeting).
Pada pertemuan ini, para menteri dari kedua
negara membahas semua isu yang terkait
dengan sektor pertahanan dan keamanan
maupun sektor maritim seperti isu Laut China
Selatan dan Semenanjung Korea.
Bagi Indonesia dan Jepang, Laut China
Selatan merupakan jalur yang sangat penting
bagi kedua negara untuk melakukan aktivitas
ekonomi dunia dan kelangsungan hidup. Oleh
karena itu, Indonesia dan Jepang sama-sama
memiliki kepentingan terhadap perdamaian
dan stabilitas keamanan di Laut China Selatan.
Dalam menangani situasi ini, kedua negara juga
menekankan pentingnya prinsip penegakan
hukum, tidak menggunakan paksaan atau
kekuatan; penyelesaian sengketa secara
damai; dan menjunjung tinggi kebebasan
dalam bernavigasi dan penerbangan, serta
perdagangan tanpa hambatan yang dilakukan
dengan prinsip penghormatan kepada hukum
internasional termasuk Konvensi Hukum Laut
PBB (United Nations Convention on the Law of
the Sea/UNCLOS) tahun 1982.
Jepang
berkepentingan
terhadap
situasi di Laut China Selatan karena Jepang
khawatir terhadap sikap China yang semakin
agresif. Beberapa waktu lalu, China telah
melaksanakan pembangunan sistem anti
-7-

melalui aktor negara maupun parlemen),


Indonesia patut mengingatkan Korea Utara
agar mau mematuhi kewajiban internasionalnya
dan mau melaksanakan resolusi-resolusi
Dewan Keamanan PBB tersebut. Sebaiknya
hubungan yang terjalin di antara kedua negara
sejak Januari 1964, dapat dijadikan pegangan
bagi Indonesia untuk mengajak Korea Utara
berdialog dan mengedepankan diplomasi agar
tercipta perdamaian dan stabilitas di kawasan
Semenanjung Korea.

bkpm.go.id/publication/detail/indonesiajepang-terus-pacu-peningkatanperdagangan-dan-investasi, diakses 23
Januari 2017.
Joint Statement First Japan-Indonesia
Foreign Defense Ministerial Meeting, 17
Desember 2015, http://www.mod.go.jp/j/
press/youjin/2015/12/17_js_e.pdf, diakses
23 Januari 2017.
Kunjungan PM Jepang Shinzo Abe; RIJepang Sepakati 22 Poin Kerja Sama,
Suara Pembaruan, 16 Januari 2017.
Mitra Utama Indonesia; Kerja Sama Ekonomi
RI-Jepang Dipererat, Suara Pembaruan,
16 Januari 2017.
Pernyataan Pemerintah Indonesia Mengenai
Uji Coba Nuklir oleh Pemerintah Republik
Demokratik Rakyat Korea, http://www.
kemlu.go.id/id/berita/Pages/pernyataanindonesia-uji-coba-nuklir-korea-utara.
aspx, diakses 23 Januari 2017.
PM Jepang Merasakan Kehangatan dan
Ketulusan Indonesia, http://nasional.
kompas.com/read/2017/01/16/07543511/
pm.jepang.merasakan.kehangatan.dan.
ketulusan.indonesia, diakses 17 januari
2017.
Sella Panduarsa Gareta, Indonesia Fokus
bangun Empat Kerja Sama Teknik dengan
Jepang,
http://www.antaranews.com/
berita/607419/indonesia-fokus-bangunempat-kerja-sama-teknik-dengan-jepang,
diakses 17 Januari 2017.
Sella
Panduarsa
Gareta,
Kemenperin
Dorong Jepang Perkuat Rantai Pasok di
Indonesia, http://www.antaranews.com/
berita/607071/kemenperin-dorong-jepangperkuat-rantai-pasok-di-indonesia, diakses
17 Januari 2017.
Tegakkan Solusi Damai di LTS, Kompas, 16
Januari 2017.
Yuni Arisandy, Kunjungan PM Jepang ke
Indonesia Fokus Ekonomi, http://
www.antaranews.com/berita/606345/
kunjungan-pm-jepang-ke-indonesia-fokusekonomi?utm_source=related_news&utm_
medium=related&utm_campaign=news,
diakses 17 januari 2017.

Penutup
Adanya peningkatan kerja sama bilateral
antara Indonesia dan Jepang dilandaskan
pada asas saling membutuhkan. Jepang
membutuhkan dukungan Indonesia di
sektor pertahanan dan keamanan terutama
dalam menghadapi situasi yang terjadi di
Laut China Selatan dan Semenanjung Korea.
Sementara Indonesia membutuhkan Jepang
dalam banyak sektor, seperti ekonomi,
perdagangan, investasi, infrastruktur, serta
maritim. Padahal, jika dilihat dari nilai
produknya, produk yang diimpor Indonesia
dari Jepang merupakan produk-produk yang
bernilai tinggi/mahal, sedangkan produkproduk Indonesia yang diekspor ke Jepang
masih bernilai rendah karena berupa bahan
mentah dan bahan makanan. Oleh karena itu
ke depan, Indonesia perlu berusaha agar kerja
sama kedua negara di sektor perdagangan bisa
lebih menguntungkan Indonesia.
Selama ini kerja sama bilateral kedua
negara memang lebih banyak dilakukan aktor
pemerintah dan sektor swasta, dan dengan
semakin meningkatnya kerja sama bilateral
kedua negara, parlemen (melalui aktivitas
diplomasi parlemen) perlu turut memperkuat
kerja sama bilateral ini. DPR RI melalui GKSB
DPR RI-Parlemen Jepang dapat menjadi
bagian dalam upaya peningkatan kerja sama
bilateral Indonesia-Jepang tersebut.

Referensi
Filipina Protes Tiongkok atas Pembangunan di
LCS, Suara Pembaruan, 17 Januari 2016.
Indonesia dan Jepang Terus Kembangkan
Kerja Sama Ekonomi, http://presidenri.
go.id/kabar-presiden/kegiatankepresidenan/indonesia-dan-jepang-teruskembangkan-kerjasama-ekonomi.html,
diakses 17 Januari 2017.
Indonesia-Jepang Terus Pacu Peningkatan
Perdagangan dan Investasi, http://www.
-8-

Majalah

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. IX, No. 02/II/Puslit/Januari/2017

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

URGENSI PENGATURAN TENTANG


PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
Teddy Prasetiawan*)

Abstrak
Pengelolaan air limbah domestik, yang merupakan salah satu komponen bidang
sanitasi, masih kurang mendapatkan perhatian dan sangat mengandalkan sistem
pengelolaan setempat. Salah satu penyebab rendahnya pembangunan subbidang
air limbah adalah pengaturan yang minim, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Oleh karena itu, dalam rangka mencapai target 100% akses sanitasi layak pada 2019
mendatang perlu didorong pembentukan undang-undang yang khusus mengatur
tentang pengelolaan air limbah domestik sebagai dasar hukum untuk membentuk
peraturan perundang-undangan turunan yang lebih teknis guna mewujudkan
pengelolaan air limbah domestik yang terarah, terukur, dan berkesinambungan.

Pendahuluan
Ibu Kota Jakarta setiap harinya
menghasilkan air limbah domestik sebanyak
2 juta meter kubik, namun, yang terolah
hanya sekitar 35 ribu meter kubik saja.
Keterbatasan lahan untuk membangun
instalasi pengolahan adalah kendala utama
yang dihadapi. Fakta yang terjadi di Jakarta
tersebut merupakan gambaran masa depan
pengelolaan air limbah bagi kota-kota besar
lainnya di Indonesia. Terlebih, menurut
prediksi Bank Dunia, pada tahun 2025
mendatang sekitar 68% penduduk Indonesia
akan tinggal di kota. Jika tidak dilakukan
perubahan mendasar dalam pengelolaan
air limbah domestik, niscaya kota-kota di
Indonesia tidak akan mampu menyediakan
lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi

penduduknya. Padahal, hak mendapatkan


lingkungan hidup yang baik dan sehat
adalah hak setiap warga negara Indonesia
yang dilindungi oleh konstitusi.
Namun, seolah jauh panggang dari
api, pengelolaan air limbah domestik
di Indonesia masih jauh dari harapan.
Sistem pengelolaan air limbah (SPAL)
masih mengandalkan sistem pengelolaan
air limbah setempat (SPAL-S) atau sistem
onsite skala individual yang notabene
sebagian besarnya merupakan upaya
swadaya masyarakat. Sementara itu, sistem
pengelolaan air limbah terpusat (SPAL-T)
atau sistem offsite dengan perpipaan baru
melayani kurang dari 3% perkotaan saja per
tahun 2013.

*) Peneliti Muda Kebijakan Lingkungan pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: teddy@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.puslit.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

Pengelolaan air limbah domestik


merupakan
salah
satu
komponen
pengelolaan bidang sanitasi, selain subbidang
persampahan dan drainase lingkungan.
Tulisan ini memfokuskan pada pentingnya
pengaturan tentang pengelolaan air limbah
domestik
dengan
mengurai
kerugian
yang diderita akibat sanitasi buruk serta
perkembangan pembangunan subbidang air
limbah domestik di Indonesia.

global terkait kurangnya akses terhadap


fasilitas sanitasi diperkirakan mencapai 260
miliar dolar per tahun (World Bank, 2013).
Lebih spesifik lagi, kerugian ekonomi yang
dialami Indonesia akibat sanitasi buruk
berdasarkan estimasi pada tahun 2006
mencapai 6,3 miliar dolar per tahun atau
sama dengan 2,3% dari produk domestik
bruto Indonesia pada tahun tersebut
(WSP, 2008). Kerugian ekonomi yang
dimaksud ialah biaya yang dikeluarkan
untuk mengobati penyakit serta biaya yang
disebabkan oleh penurunan produktifitas
penderita penyakit akibat sanitasi buruk.

Kerugian Akibat Sanitasi Buruk


Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),
yang terakhir dilakukan pada tahun 2013,
menunjukkan bahwa 76,2% rumah tangga di
Indonesia telah memiliki fasilitas buang air
besar (BAB) pribadi. Namun, masih terdapat
12,9% rumah tangga yang mempraktikkan
aktivitas BAB sembarangan. Dari fasilitas BAB
tersebut, hanya 15,5% saja yang menyalurkan
air buangan menggunakan penampungan
tertutup di pekarangan yang dilengkapi
SPAL. Sebagian besar masih mengalirkannya
langsung ke lingkungan tanpa diproses
terlebih dahulu.
Pembinaan dan pemantauan terhadap
spesifikasi teknis penampungan tertutup
(tangki septik) praktis tidak dilakukan oleh
dinas terkait di daerah, sehingga tidak ada
pihak yang menjamin, termasuk pemerintah,
apakah tangki septik yang ada bersifat
kedap dan telah sesuai dengan spesifikasi
teknis. Tak heran jika World Bank dalam
publikasinya pada tahun 2013 menyatakan
bahwa 95% dari tangki septik bocor dan
mengakibatkan pencemaran air tanah
(WSP, 2013). Ketergantungan terhadap
SPAL-S yang sedemikian tinggi tersebut
menyebabkan potensi pencemaran air
dan tanah yang bersifat lokal dan tersebar
menjadi meningkat dibandingkan bila
mengaplikasikan SPAL-T.
Berdasarkan
pemantauan
yang
dilakukan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup terhadap kualitas air sungai di hampir
57 sungai di 33 provinsi selama kurun waktu
2008-2013, diketahui bahwa 70-75% sungai
yang dipantau telah tercemar, baik tercemar
ringan, sedang, maupun berat. Penyebab
utama pencemaran air sungai tersebut
adalah limbah domestik.
Fakta-fakta di atas menempatkan
Indonesia sebagai negara dengan sanitasi
terburuk kedua di dunia setelah India (UN,
2013). Tanpa disadari, kerugian ekonomi

Perkembangan Pembangunan
Subbidang Air Limbah Domestik
Menurut WHO dan Unicef pada
publikasinya di tahun 2010, Indonesia
adalah negara yang belum memperlihatkan
perbaikan signifikan dalam bidang sanitasi.
Meskipun demikian, upaya sinergitas
antara program pembangunan danTujuan
Pembangunan Milenium (TPM/MDG's)
telah berhasil meningkatkan akses terhadap
fasilitas air limbah yang layak dari 24,81%
pada tahun 1993 menjadi 62,14% pada tahun
2015. Walaupun capaian bidang air limbah
domestik tersebut sebenarnya masih berada
di bawah target MDGs yang telah berakhir
periode pelaksanaannya pada 2015 yang lalu.
Melalui program lanjutannya, yaitu
Sustainable Development Goals (SDGs/
TPB), para pemimpin dunia dalam Sidang
Umum PBB ke-70 kembali menargetkan
pencapaian
subbidang
air
limbah
domestik dalam tujuan ke-6 dari 17 tujuan
pembangunan berkelanjutan yang disepakati
dengan subtujuan, antara lain: mencapai
akses terhadap sanitasi yang layak dan
adil untuk semua serta mengakhiri buang
air di tempat terbuka pada tahun 2030
mendatang. Target SDGs ini, seperti halnya
program MDGs sebelumnya, tentunya
akan menjadi acuan bagi pemerintah untuk
mengembangkan sistem pengelolaan air
limbah domestik di Indonesia.
Namun lebih cepat dari itu, arah
kebijakan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
telah mengamanatkan bahwa pada tahun
2019 Indonesia bisa mencapai 100% akses
sanitasi layak melalui target akses universal
(universal access). Artinya, sampai akhir
tahun 2019 setiap masyarakat Indonesia
- 10 -

harus memiliki akses terhadap fasilitas


sanitasi yang layak, termasuk fasilitas
pengolahan air limbah domestik. Target
ini dinilai tidak realistis oleh beberapa
kalangan. Namun, Direktorat Jenderal
Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (PUPR), optimis
mencapai target tersebut dengan dukungan
pendanaan yang memadai.
Kementerian
PUPR
mengestimasi
kebutuhan investasi untuk mencapai target
akses universal adalah sebesar Rp273,7 triliun
dengan perincian sumber pendanaan: Rp106,5
triliun dari APBN; Rp24,3 triliun dari APBD; dan
Rp71,6 triliun dari masyarakat dan pihak lain.
Investasi ini diharapkan dapat mendongkrak
pelayanan hingga 6 - 7% per tahun dibandingkan
dengan rata-rata capaian 25 tahun terakhir yang
hanya mencapai 3% per tahun.
Pembangunan SPAL-T skala perkotaan
membutuhkan investasi yang besar dan
lahan yang luas, hal yang sulit disediakan
oleh kota-kota besar. Oleh karena itu,
pengembangan SPAL lebih diorientasikan
pada pembangunan SPAL-S sebanyak 85%,
berupa fasilitas tangki septik individual,
tangki septik komunal, dan instalasi
pengelolaan lumpur tinja (IPLT). Selebihnya
baru dialokasikan pada pembangunan
SPAL-T sebanyak 15%, berupa fasilitas
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) skala
permukiman, kawasan, dan perkotaan.
Perlu diperhatikan bahwa pengembangan
subbidang air limbah domestik tidak hanya
ditentukan oleh aspek pembiayaan dan
teknik operasional saja, tetapi juga aspekaspek lainnya, yaitu kelembagaan, peran
serta masyarakat, dan peraturan. Pembinaan
kelembagaan pengelola air limbah di daerah
perlu dilakukan, mengingat sedikit sekali
perangkat daerah yang khusus mengemban
tanggung jawab di bidang air limbah domestik.
Biasanya urusan air limbah domestik
dikelola oleh institusi setingkat subbidang
kedinasan atau bahkan di bawah itu dan tidak
memiliki unit pelaksana teknis (UPT). Perlu
dikembangkan institusi yang memisahkan
peran regulator dan operator agar fungsi check
and balance berjalan menuju pengelolaan yang
lebih profesional.
Peran masyarakat dalam pengelolaan
subbidang air limbah domestik sangatlah
vital karena pendekatan yang digunakan
adalah sanitasi berbasis masyarakat. Program
Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas),

yang mulai diinisiasi pertama kali pada tahun


2003, hingga 2014 telah berhasil direplikasi
di lebih dari 5000 titik berupa fasilitas
sanitasi komunal dengan rata-rata jumlah
pemanfaat 200 jiwa per fasilitas. Selain itu,
sebanyak lebih dari 134 titik pembangunan
SPAL-T skala permukiman dan kawasan yang
dilakukan pada periode 2009 - 2016 yang
tersebar di 25 provinsi seluruh Indonesia.

Minimnya Regulasi Bidang Sanitasi


Ada anggapan bahwa kebijakan di
bidang sanitasi, terutama pada tingkatan
lembaga legislatif, membutuhkan investasi
yang lebih besar dibandingkan dengan
manfaat yang diterima. Padahal banyak
pihak yang telah menggambarkan kerugian
ekonomi yang ditanggung pemerintah akibat
sanitasi buruk, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Payung hukum, baik tingkat
pusat maupun daerah, sangat dibutuhkan
guna memastikan pembangunan subbidang
air limbah domestik diselenggarakan secara
terarah, terukur, dan berkesinambungan.
Hingga saat ini, subbidang air limbah
domestik tidak diatur secara spesifik melalui
undang-undang lex specialis. Namun, amanat
pengelolaan air limbah domestik tersebar di
beberapa peraturan perundang-undangan
yang berkaitan secara langsung maupun
tidak langsung, utamanya UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Namun, pengaturannya
masih bersifat umum serta tidak menyentuh
sistem pengelolaan air limbah domestik
secara utuh dan menyeluruh.
Peraturan perundang-undangan yang
kerap dijadikan acuan pengembangan sistem
pengelolaan air limbah domestik selama
ini adalah Permen PU No. 16/Prt/M/2008
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah
Permukiman (KSNP-SPALP). Namun, perlu
dicermati bahwa pembatalan UU No. 7 Tahun
2004 oleh MK pada 2015 lalu berimplikasi
kepada keberlakuan seluruh peraturan
perundang-undangan yang menggunakan
undang-undang tersebut sebagai dasar hukum,
termasuk Permen PU tentang KSNP-SPALP.
Begitu pula dengan Peraturan Presiden No.185
Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Air
Minum dan Sanitasi yang merupakan upaya
ekstra dari pemerintah untuk meningkatkan
akselarasi pembangunan bidang sanitasi di
Indonesia.
- 11 -

Senada dengan apa yang terjadi di pusat,


pengaturan subbidang air limbah domestik
di tingkat daerah juga masih minim. Baru
beberapa daerah saja yang telah membentuk
peraturan daerah tentang pengelolaan air
limbah domestik, di antaranya: Kabupaten
Bangka, Bantul, Sleman, Sintang, dan
Kulonprogo; serta Kota Yogyakarta, Samarinda,
Surabaya, Malang, Bekasi, Bandung, Cimahi,
DKI Jakarta, dan Probolinggo. Minimnya
regulasi bidang sanitasi, seperti yang diuraikan
di atas, dipercaya sebagai salah satu penyebab
lambatnya pembangunan bidang sanitasi di
Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,
2013, Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.
Gangsar Prikesit, "Jakarta Darurat Limbah",
Koran Tempo, 6 Januari 2017.
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2015,
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015.
"KLH Melakukan Pemantauan Kwalitas Air
Sungai di 33 Provinsi", http://www.menlh.
go.id/klh-melakukan-pemantauan-kwalitasair-di-33-provinsi/, diakses 16 Januari 2017.
Laman resmi Portal Sanitasi Indonesia, http://
www.sanitasi.or.id/?tag=universal-akses,
diakses 16 Januari 2017.
Matthew S. Winters, Abdul Gaffar Karim, dan
Berly Martawardaya. (2014). "Public Service
Provision under Conditions of Insufficient
Citizen Demand: Insights from the Urban
Sanitation Sector in Indonesia". Jurnal
World Development, Vol. 60, pp. 3142.
"Sanitasi Buruk Menghambat Potensi
Pertumbuhan
Indonesia",
http://
www.worldbank.org/in/news/pressrelease/2013/10/28/Poor-SanitationImpedes-Indonesia-8217-s-GrowthPotential, diakses 16 Januari 2017.
S.M. Kerstens, I. Leusbrock, G. Zeeman.
(2015), "Feasibility Analysis of Wastewater
and Solid Waste Systems for Application
in Indonesia". Jurnal Science of the Total
Environment, 530531 (2015), pp. 53-65.
"WB Confronts US$260 Billion a Year in
Global Economic Losses from Lack of
Sanitation", http://www.worldbank.org/
en/news/press-release/2013/04/19/wbconfronts-us-260-billion-a-year-in-globaleconomic-losses-from-lack-of-sanitation,
diakses 16 Januari 2017.
WHO [World Health Organization]/UNICEF,
2010, Progress on sanitation and
drinking water: 2010 update. New York:
World Health Organization.
WSP [Water and Sanitation Program], 2008,
Economic impacts of sanitation in
Southeast Asia. Jakarta: The World Bank.
WSP [Water and Sanitation Program], 2013,
Assessment of Sludge Accumulation and
Pit Filling Rates in Indonesia. Jakarta:
The World Bank.

Penutup
Indonesia saat ini tengah giat
melakukan percepatan pembangunan bidang
sanitasi, termasuk subbidang air limbah
domestik, guna memperbaiki reputasi
Indonesia yang buruk di mata dunia dalam
bidang tersebut. Diperlukan payung hukum,
baik pada tingkat pusat maupun daerah,
yang khusus mengatur tentang pengelolaan
air limbah domestik. Pengaturan diperlukan
untuk
menjamin
upaya
percepatan
pembangunan subbidang air limbah domestik
yang meliputi aspek teknik operasional,
kelembagaan, pembiayaan, peraturan, dan
peran serta masyarakat.
DPR RI sebenarnya telah menaruh
perhatian pada bidang ini. Rancangan
Undang-Undang tentang Sanitasi, yang
diusulkan
Pemerintah,
sudah
masuk
dalam Daftar Perubahan Program Legislasi
Nasional 2015-2019. DPR RI perlu
mendorong agar RUU tentang Sanitasi
tersebut dapat dibahas dalam waktu dekat
karena memiliki tingkat kepentingan yang
mendesak.

Referensi
"10 Negara dengan Sanitasi Terburuk di
Dunia, Indonesia Peringkat 2", https://
health.detik.com/read/2013/03/25/
090253/2202429/763/10-negara-dengansanitasi-terburuk-di-dunia-indonesiaperingkat-2, diakses 16 Januari 2017.
"52 Persen Penduduk Tinggal di Kota,
Urbanisasi Mendesak Dikendalikan",
http://properti.kompas.com/
read/2016/11/07/190000621/52.persen.
penduduk.tinggal.di.kota.urbanisasi.
mendesak.dikendalikan,
diakses
22
Januari 2017.
- 12 -

Majalah

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. IX, No. 02/II/Puslit/Januari/2017

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

ANALISIS POTENSI DAMPAK KEBIJAKAN


RELAKSASI EKSPOR MINERAL MENTAH
Lisnawati*)

Abstrak

Pengelolaan tambang dan mineral hingga saat ini masih belum optimal. Beberapa komoditi
tambang diekspor tanpa pengolahan dan peningkatan nilai tambah maksimal. Pada tanggal
11 Januari 2017, Pemerintah kembali mengeluarkan aturan mengenai relaksasi ekspor
mineral mentah. Dalam jangka panjang, dikeluarkannya aturan ini berpotensi meningkatkan
penerimaan negara, kinerja ekspor dan menjamin perusahaan tambang dan mineral segera
membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Namun perlu diperhatikan
dalam jangka pendek, relaksasi ekspor ini menyebabkan harga mineral jatuh, selain itu
industri smelter yang telah dibangun dapat terancam ditutup. DPR RI harus mengawal
implementasi aturan ini agar ke depan smelter dapat terbangun dan DPR RI harus segera
merevisi UU Minerba agar terdapat kepastian dalam pengelolaan tambang di kemudian hari.

Pendahuluan
Industri
pertambangan
mineral
di Indonesia merupakan hal vital karena
menguasai hajat hidup banyak orang. Selama
ini pemerintah menghadapi tantangan yang
sangat besar untuk bisa membuat kebijakan
yang selaras dengan amanat UUD 1945 Pasal 33
ayat 3 tentang bumi, air, dan seluruh kekayaan
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pemerintah
seharusnya mengambil peran sentral dalam
pengelolaan usaha pertambangan mineral
dengan menghadirkan kebijakan-kebijakan
prorakyat yang sesuai dengan program
Nawacita dan Trisakti demi terwujudnya
kedaulatan dan kemandirian bangsa Indonesia.

Hanya
saja,
hambatan
dalam
implementasi hilirisasi mineral sering
muncul. Misalnya, belum adanya keinginan
para pelaku usaha pertambangan untuk
membangun fasilitas pemurnian (smelter).
Pemanfaatan teknologi dalam mengelola
bahan tambang dan mineral masih sangat
minim, beberapa produk tambang di ekspor
dalam bentuk bijih, seperti nikel, bauksit dan
dalam bentuk konsentrat untuk tembaga.
Pemerintah terus berupaya untuk mendorong
pelaku usaha agar melakukan terobosan
guna meningkatkan nilai tambah tambang
dan mineral sehingga dapat bersaing dalam
perdagangan tambang dan mineral dunia dan
lebih berkontribusi dalam mensejahterakan

*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: lisnawati.dpr@gmail.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.puslit.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

rakyat, sebagaimana tertuang dalam UU No.


4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Minerba) dan PP No. 23 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sampai tahun 2016, PP No. 23 Tahun
2010 telah mengalami 3 kali revisi dan
pada tanggal 11 Januari 2017 Presiden Joko
Widodo menandatangani PP No. 1 tahun
2017 tentang Perubahan Keempat atas PP
No. 23 Tahun 2010. Maksud diterbitkannya
PP ini adalah memaksa para pelaku usaha
untuk segera meningkatkan nilai tambah
mineral logam melalui kegiatan pengolahan
dan pemurnian mineral logam sebagaimana
dimaksud dalam UU Minerba.
Pada revisi kali ini perusahaan
tambang masih diberikan kesempatan untuk
mengekspor mineral mentah tanpa melakukan
pemurnian di dalam negeri (relaksasi ekspor
mineral mentah) namun terdapat syarat yang
harus dipenuhi.
Pertama, untuk pemegang kontrak
karya (KK) yang ingin mengekspor konsentrat
atau hasil tambangnya wajib mengubah status
kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan
(IUP) atau IUP Khusus (IUPK).
Kedua, perusahaan tambang wajib
membangun smelter. Namun kali ini,
pemerintah memberikan waktu bagi pemegang
IUP/IUPK untuk menyelesaikan pembangunan
smelter paling lama lima tahun sejak revisi
aturan ini diterbitkan. Dalam pembangunan
smelter, pemerintah akan mengawasi prosesnya
setiap enam bulan sekali. Pemerintah juga
meminta komitmen pembangunan smelter
berupa surat pernyataan resmi oleh pemegang
IUP/IUPK. Perkembangan pembangunan
smelter akan menjadi syarat untuk izin ekspor.
Ketiga, perusahaan tambang pemegang
IUPK harus melaksanakan komitmen divestasi
sahamnya sebanyak 51% kepada Indonesia
secara bertahap mulai tahun kelima hingga
tahun kesepuluh produksinya. Tujuannya agar
negara memiliki hak mayoritas lebih besar
dan menguasai wilayah kerja pertambangan.
Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut,
tulisan ini akan membahas bagaimana
potensi dampak kebijakan relaksasi ekspor
mineral dan batubara terhadap perekonomian
Indonesia.

produknya di dalam negeri paling lambat


tahun 2014, dengan demikian tidak ada lagi
ekspor dalam bentuk raw material. Namun
sejak ditetapkannya UU ini hingga 11 Januari
2014 ternyata perusahaan tambang belum
sepenuhnya siap, fasilitas pengolahan dan
pemurnian (smelter) belum juga terbangun.
Kondisi tersebut membuat pemerintah mau
tidak mau harus menyiasati dan mencari
jalan keluarnya. Salah satunya dengan
merevisi sejumlah regulasi turunan dari UU
Minerba.
Pada 11 Januari 2014, pemerintah
mengeluarkan dua beleid sekaligus, yaitu
PP No. 1 tahun 2014 tentang Perubahan
Kedua Atas PP No. 23 tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara dan Peraturan
Menteri ESDM No. 1 tahun 2014 tentang
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui
Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian
Mineral di Dalam Negeri. Regulasi tersebut
menegaskan bahwa pemegang lisensi KK
mineral logam dan IUP operasi produksi
mineral logam hanya memperoleh waktu
relaksasi ekspor dalam jangka waktu tiga
tahun sejak aturan diundangkan. Itu pun
dengan ketentuan hanya dapat mengekspor
hasil produksi yang telah dilakukan
pemurnian sesuai dengan batasan minimum
pemurnian. Artinya, berdasarkan regulasi
yang berlaku, maka ketentuan relaksasi
ekspor mulai 12 Januari 2017 tidak akan
berlaku lagi.
Sampai 12 Januari 2017, program
pembangunan smelter maupun program
divestasi pun masih jalan di tempat. Bahkan
perusahaan sekelas PT. Freeport sampai
saat ini belum juga membangun smelter.
Pemerintah belum berhasil menciptakan
iklim usaha yang membuat investor tertarik
membangun industri smelter di Indonesia.
Untuk menyiasati hal tersebut, Pemerintah
mengeluarkan PP No. 1 tahun 2017.
Berdasarkan data dari Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, jumlah
smelter yang dibangun di antara tahun 20122016 sebesar 32 pabrik. Namun jumlah
ini masih relatif kecil dengan kebutuhan
smelter di Indonesia. Implikasi dari
minimnya smelter adalah banyak bahan
mentah tambang yang tidak dapat dijual,
pada akhirnya membuat pelaku tambang
mengurangi kapasitas produksi atau bahkan
menutup usahanya.

Kondisi Pertambangan Terkini


UU Minerba telah mewajibkan bagi
semua perusahaan tambang untuk mengolah
- 14 -

Permasalahan
yang
dikeluhkan
perusahaan dalam pembangunan smelter
adalah birokrasi dan tata ruang selain dari
mahalnya investasi pembangunan smelter.
Pertama,
birokrasi
dan
regulasi
di Indonesia sering menghambat proses
penghiliran. Perizinan yang rumit, pembebasan
lahan, hingga tumpang tindih peraturan
menjadi penghalang utama.
Kedua, tata ruang. Investasi sering
terkendala ketidakjelasan tata ruang. Masih
ada tumpang tindih antara peta kehutanan,
peta pertambangan, dan rencana tata ruang
wilayah.
Ketiga,
ketersediaan
infrastruktur.
Smelter
membutuhkan
infrastruktur
penunjang seperti listrik untuk menjalankan
pabrik, jalan untuk mengangkut bahan
mentah dan hasil olahan, dan pelabuhan
untuk mendistribusikan hasil produksi
smelter. Kebutuhan infrastruktur tersebut
gagal disediakan pemerintah. Masih banyak
jalan rusak, pelabuhan yang tidak efisien, dan
sulitnya mendapatkan akses listrik.
Infrastruktur listrik di daerah yang
memiliki potensi tambang sering memiliki
rasio elektrifikasi rendah, seperti Sumatera
Selatan sebesar 72,71%, Kalimantan Tengah
67%, Kalimantan Selatan 75%, dan Papua
29,25%. Smelter biasanya akan dibangun
dekat dengan sumber tambang agar dapat
menekan biaya transportasi. Dengan tingkat
elektrifikasi rendah, investor akan berpikir dua
kali sebelum membangun industri smelter.
Permasalahan yang dialami oleh
para pelaku usaha harus segera diatasi oleh
Pemerintah. Birokrasi harus segera dipercepat,
tata ruang diperjelas serta infrastruktur harus
disediakan agar pembangunan smelter dapat
segera terealisasi dan dengan diterbitkannya
PP No. 1 Tahun 2017 maka diharapkan para
pemegang KK seperti PT Freeport Indonesia,
PT Amman Mineral Nusa Tenggara, dan
sebagainya dapat segera merubah status KK
menjadi IUPK sehingga kepastian fasilitas
pemurnian mineral dapat dibangun dalam
jangka waktu lima tahun ke depan.

pembangunan smelter di Indonesia. Kepala


Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian
Keuangan menyatakan bahwa penerimaan
Negara akan meningkat dari sisi pajak
penjualan yang berubah menjadi 5% di mana
sebelumnya hanya 2,5%, selain itu juga ada
faktor peningkatan pajak pertambahan nilai
dan pajak dividen. Dari sisi bea keluar juga
akan terjadi perubahan secara bertahap.
Selain dari sisi penerimaan, relaksasi
akan membawa pengaruh yang positif
dari sisi kinerja ekspor. Menurut Deputi
Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS
Sasmito Hadi Wibowo, aturan baru ini
akan meningkatkan nilai ekspor nonmigas.
Seperti diketahui pertumbuhan ekspor
pertambangan turun 6,75% sepanjang
tahun 2016. Relaksasi ekspor ini diharapkan
dapat meningkatkan nilai ekspor konsentrat
tembaga sehingga akan membantu neraca
perdagangan agar tidak defisit.
Relaksasi mineral dalam aturan ini
akan menjamin pembangunan smelter di
Indonesia ke depannya. Dalam PP No. 1
tahun 2017 para pemegang KK didorong
untuk mengubah status kontraknya menjadi
IUPK operasi produksi. Dengan mengubah
KK menjadi IUPK, para pemegang KK bisa
tetap mengekspor konsentrat (mineral olahan
yang belum sampai tahap pemurnian).
Izin ekspor konsentrat bisa diberikan ke
pemegang IUPK karena UU Minerba hanya
mengatur batas waktu pelaksanaan kewajiban
melakukan pemurnian kepada pemegang
KK. Sedangkan untuk pemegang IUPK
tidak diatur. Dalam IUPK nanti akan diatur
berbagai kewajiban seperti membangun
smelter, melakukan divestasi saham ke
pemerintah, dan sebagainya. Jika kewajibankewajiban itu tidak dijalankan, terutama
hilirisasi mineral di dalam negeri, pemerintah
akan menjatuhkan sanksi sesuai dengan
ketentuan IUPK sehingga mimpi Pemerintah
untuk mempunyai smelter di Indonesia dapat
terwujud dalam jangka waktu lima tahun ke
depan.
Kebijakan ini tentu tidak hanya
berpotensi memberikan dampak positif
namun dalam jangka pendek, aturan baru
ini berpotensi memiliki dampak yang
kurang baik pada industri smelter yang telah
dibangun di Indonesia. Sejak pemerintah
melarang ekspor biji nikel mulai tahun
2014, terdapat perusahaan yang telah
membangun smelter bahkan sudah ada

Potensi Dampak Kebijakan Relaksasi


Ekspor Minerba
Pemerintah meyakini bahwa aturan
baru ini akan memiliki potensi dampak
yang positif dalam jangka panjang yaitu
berupa kenaikan penerimaan Negara,
perbaikan kinerja ekspor dan kepastian
- 15 -

smelter yang beroperasi. Menurut data


Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan
dan Pemurnian Indonesia (AP3I), hingga
akhir tahun lalu sudah terdapat 32 smelter
yang dibangun di Indonesia dengan total
investasi US$20 miliar. Aturan ini akan
menyebabkan smelter yang ada di Indonesia
akan kalah bersaing dengan smelter yang
ada di China. Pelaku usaha akan lebih
memilih untuk menjual mineral mentah
untuk diolah di China dibandingkan di
Indonesia karena China telah memiliki
infrastruktur pengolahan yang lengkap. Hal
ini menyebabkan pembangunan smelter
baru ke depannya akan terhambat.
Selain pembangunan smelter terhambat,
regulasi tersebut menyebabkan pasokan
nikel di pasar dunia kembali berlimpah,
seiring dengan jumlah yang boleh diekspor
oleh produsen Indonesia. Hal ini akan
menyebabkan harga nikel global berpeluang
kembali melemah mengingat peningkatan
volume penambangan dan pengolahan nikel di
Indonesia.
Pemerintah perlu menyikapi berbagai
potensi dampak dari kebijakan tersebut.
Pemerintah perlu terus mengawal aturan
ini, pengawasan perlu diperketat dalam
pembangunan smelter. Evaluasi pembangunan
smelter harus dilakukan secara berkala dan
untuk pelaku usaha yang tidak menjalankan
komitmennya membangun smelter harus
dikenakan sanksi yang tegas berupa pencabutan
izin ekspor.

pembangunan
smelter
dan
tahapan
divestasi yang akan dilakukan sehingga ke
depan kedaulatan negara atas energi dapat
terlaksana.
Selain itu terkait dengan fungsi
pengawasan, Pemerintah bersama DPR
RI perlu segera merevisi UU Minerba.
Penghiliran sektor tambang dan mineral
merupakan proyek besar bangsa Indonesia
sehingga tata kelola dunia pertambangan dan
mineral di Indonesia dapat semakin efisien.

Referensi
A. Daud, Pemerintah Optimis Penerimaan
Naik Berkat Aturan Baru Minerba,
http://katadata.co.id/berita/2017/01/19/
pemerintah-optimis-penerimaan-negaranaik-dari-aturan-baru-minerba, diakses
19 Januari 2017.
F. Abdurachman, Maju Mundur Smelter
Freeport ..., http://bisniskeuangan.kompas.
com/read/2016/09/14/225326026/maju.
mundur.smelter.freeport.?page=all, diakses
19 Januari 2017.
Far, OJK Klaim Regulasi Minerba Dongkrak
Ekspor,
http://www.jpnn.com/news/
ojk-klaim-regulasi-minerba-dongkrakekspor, diakses 18 Januari 2017.
Lima Tahun Untuk Bangun Smelter dengan
Pengawasan per Enam Bulan, http://
esdm.go.id/index.php/post/view/LimaTahun-Untuk-Bangun-Smelter-denganPengawasan-per-Enam-Bulan/, diakses
19 Januari 2017.
M. Ardhian, BPS Prediksi Aturan Baru
Pertambangan Bisa Genjot Ekspor,
http://katadata.co.id/berita/2017/01/16/
bps-aturan-relaksasi-mineral-bisagenjot-kinerja-ekspor-indonesia, diakses
17 Januari 2017.
S.
Hidayatullah,
Bom
Waktu
UU
Minerba,
http://tekno.kompas.com/
read/2013/03/11/02234018/bom.waktu.
uu.minerba, diakses 18 Januari 2017.

Penutup
Kebijakan yang baru saja dikeluarkan
Pemerintah diibaratkan pedang bermata
dua. Dibukanya ekspor akan berpotensi
meningkatkan
penerimaan
negara,
meningkatkan
kinerja
ekspor
dan
pembangunan smelter, namun di sisi lain
akan mempengaruhi harga komoditas
karena pasokan melimpah dan mengancam
perusahaan yang telah membangun smelter.
Keputusan relaksasi yang dibuat
Pemerintah ini tentu dibuat dengan tujuan
menghadirkan negara dalam mengendalikan
sektor tambang dan mineral sehingga
dapat digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Fungsi pengawasan
DPR RI menjadi hal yang penting dilakukan
untuk mengawal implementasi PP minerba
ini. Konsistensi Pemerintah perlu dijaga
terutama dalam implementasi pengawasan
- 16 -

Majalah

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. IX, No. 02/II/Puslit/Januari/2017

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

DEBAT PUBLIK PILKADA DKI JAKARTA


DAN PENINGKATAN PARTISIPASI PEMILIH
Debora Sanur*)

Abstrak
Debat publik yang difasilitasi oleh KPUD DKI Jakarta merupakan salah satu bagian dari
kampanye pilkada. Debat publik bertujuan agar pasangan calon dapat menyampaikan
pesan kampanyenya secara efektif kepada masyarakat. Debat publik juga bertujuan untuk
menginspirasi pemilih, serta mampu meningkatkan partisipasi pemilih, terutama bagi
masyarakat yang belum mantap dengan pilihan pasangan calonnya (undecided voters/swing
voters). Pada masyarakat Jakarta, swing voters yang merupakan pemilih rasional cenderung
akan dipengaruhi oleh visi, misi, maupun program kerja yang ditawarkan calon. Mereka lebih
menyukai pemaparan program kerja yang memberi solusi, realistis dan aplikatif sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, debat publik menjadi salah satu instrumen penting
dalam peningkatan partisipasi pemilih pada pelaksanaan pilkada.

Pendahuluan
Komisi Pemilihan Umum Daerah
(KPUD) DKI Jakarta telah menyelenggarakan
debat publik pertama terhadap 3 pasangan
calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur
DKI Jakarta, Agus Harimurti YudhoyonoSylviana Murni (Agus-Sylvi), Basuki Tjahaja
PurnamaDjarot Saiful Hidayat (AhokDjarot), dan Anies BaswedanSandiaga
Uno (Anis-Sandi). Debat pertama tersebut
dilaksanakan pada tanggal 13 Januari
2017, dan selanjutnya akan diadakan pada
tanggal 27 Januari 2017 dan 10 Februari
2017. Debat publik ini merupakan salah satu
strategi kampanye yang diperintahkan oleh
UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang

Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014 Tentang


Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
Menjadi Undang-Undang, serta Peraturan
KPU No. 12 tahun 2016 Tentang Perubahan
atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum No.
7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan
Wakil Walikota. KPUD DKI Jakarta juga
telah menentukan beberapa tema dalam
pelaksanaan debat publik tersebut. Tema
yang diusung pada debat pertama ialah
masalah sosial ekonomi, lingkungan dan
transportasi, serta pendidikan. Selanjutnya,
tema pada debat kedua ialah masalah
reformasi birokrasi, pelayanan publik, serta

*) Peneliti Muda Politik dan Pemerintahan Indonesia pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian,
Badan Keahlian DPR RI. Email: debora.sanur@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.puslit.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

penataan kawasan perkotaan. Sedangkan


tema untuk debat ketiga belum diumumkan
secara resmi oleh KPUD DKI Jakarta.
Debat publik ini merupakan salah
satu bagian dari kampanye pilkada yang
difasilitasi oleh penyelenggara pemilu yaitu
KPUD DKI Jakarta. Tujuannya ialah agar
pasangan calon dapat menyampaikan pesanpesan kampanyenya secara efektif kepada
masyarakat. Selain itu, debat publik juga
bertujuan untuk menginspirasi pemilih,
menggiring pemilih menjadi lebih rasional
serta mampu meningkatkan partisipasi
pemilih, terutama bagi masyarakat yang
belum mantap dengan pilihan pasangan
calonnya (undecided voters atau swing
voters). Oleh sebab itu, dalam debat penting
bagi para paslon untuk menguasai setiap
pesan yang akan sampaikan, mampu
mengemukakan argumentasi secara logis,
dan mempunyai alasan berupa fakta dan
pendapat yang mendukung materi yang
disajikan (Cangara, 2011: 290). Dengan
demikian, debat publik yang efektif dapat
meningkatkan
partisipasi
masyarakat
pemilih dalam pilkada.

paslon tertentu. Hal ini menggambarkan


bahwa pemilih yang ragu dan dapat
berubah pilihannya cenderung hampir sama
banyaknya dengan yang pemilih yang loyal.
Secara teoritis, perilaku pemilih
dapat diuraikan dalam beberapa kelompok.
Menurut Eep Saifullah Fatah (Efriza, 2012:
487), secara umum pemilih dikategorikan
ke dalam 4 (empat) kelompok utama, yaitu:
pertama, Pemilih Rasional Kalkulatif, yang
memutuskan pilihan politiknya berdasarkan
perhitungan rasional dan logika. Kedua,
Pemilih Primordial, yang menjatuhkan
pilihannya berdasarkan alasan agama,
suku, ataupun keturunan. Ketiga, Pemilih
Pragmatis, yang lebih banyak dipengaruhi
oleh pertimbangan untung dan rugi secara
pribadi dari paslon kepada pemilih. Keempat,
Pemilih
Emosional,
yang
cenderung
memutuskan pilihan politiknya karena
alasan perasaan. Misalnya, perasaan iba atau
alasan romantisme, seperti kagum dengan
ketampanan atau kecantikan kandidat.
Bagi pemilih loyal yang sudah
menentukan pilihannya terhadap paslon
tertentu, mereka tidak dapat memberi
penilaian yang objektif terhadap debat
publik. Mereka hanya akan menyukai
argumen paslon yang dapat menguatkan
pendapatnya
terhadap
paslon
yang
ia dukung. Debat publik tidak akan
mempengaruhi pilihannya terhadap paslon
yang akan ia pilih. Hal ini berbeda dengan
swing voters yang rasional. Bagi mereka
debat publik dapat menjadi salah satu
instrumen penting dalam memilih paslon.
Oleh sebab itu, pelaksanaan debat
publik terutama adalah upaya dalam
memperebutkan suara swing voters. Swing
voters yang cenderung berasal dari kalangan
pemilih pemula, mungkin akan berubah
pilihan
karena
pengaruh
lingkungan,
teknologi digital, maupun pengaruh tokoh
masyarakat. Sementara itu, swing voters
yang merupakan pemilih rasional cenderung
akan dipengaruhi oleh visi, misi, maupun
program kerja yang ditawarkan calon. Para
swing voters ini akan terus menilai kapasitas
tiap kandidat calon hingga hari-H pemilihan.
Dari pengalaman Pilpres 2014 dan
Pilgub 2012, masyarakat pemilih di Jakarta
memiliki karakter rasional, terbuka, dan
memiliki kesadaran politik yang cukup
tinggi. Oleh karenanya, Jakarta memiliki
jumlah swing voters yang paling banyak

Pemilih Loyal dan Swing Voters

Dalam pemilihan umum, mendapatkan


dukungan dari pemilih adalah langkah
strategis untuk memperoleh suara. Namun
demikian, hanya pemilih loyal yang secara
signifikan dapat menggambarkan potensi
suara yang akan diraih pasangan calon.
Sayangnya, seringkali pemilih yang masih
ragu-ragu (swing voters) dalam memberi
dukungan jumlahnya dapat lebih banyak
dari pemilih yang loyal.
Terkait kecenderungan jumlah pemilih
loyal dan swing voters dalam pilkada
DKI Jakarta 2017, Litbang Kompas telah
melakukan survei yang mengkategorikan
pemilih berdasarkan tingkat loyalitas
pilihan. Survei tersebut menemukan bahwa
dari sisi karakter pemilih, walaupun seorang
pemilih sudah menentukan dukungannya
terhadap satu paslon namun dukungan
tersebut memiliki tingkat loyalitas yang
berbeda. Berdasarkan survei tersebut,
pemilih yang menyatakan masih mungkin
berubah pilihan, ragu-ragu dan tidak
menjawab bagi paslon Anies-Sandi sebesar
45,5%, Agus-Sylvi 44,1%, dan Ahok-Djarot
38,3% dari seluruh responden yang sudah
menyatakan dukungan terhadap satu
- 18 -

survei menemukan bahwa tidak adanya


paslon yang cenderung memiliki elektabilitas
dominan hingga memperoleh dukungan 50%.
Oleh sebab itu, pemilih yang masih ragu dan
belum memiliki pilihan dapat dipengaruhi
dari hasil debat publik.
Dalam
Pilkada,
petahana
bisa
diuntungkan dengan pengalaman yang
mereka miliki selama memimpin suatu
daerah. Demikian pula dengan paslon AhokDjarot sebagai petahana bisa diuntungkan
dengan pengalaman yang mereka miliki
selama memimpin Jakarta. Namun di sisi
lain, debat publik juga sekaligus membuka
kesempatan bagi paslon Agus-Sylvi dan
Anies-Sandi untuk menampilkan program
tandingan yang lebih baik. Walau demikian,
berdasarkan
beberapa
program
kerja
unggulan para paslon pada debat pertama,
belum muncul inovasi atau hal-hal baru
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
yang ada di Jakarta.
Pada debat pertama, terkait dengan
program lingkungan, paslon Ahok-Djarot
mengklaim bahwa dalam kepemimpinannya
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah
menata dan menormalisasi sungai serta
memindahkan warga di bantaran sungai ke
permukiman yang layak. Program tersebut
akan mereka lanjutkan bila mereka menjabat
kembali. Adapun paslon Agus-Sylvi dan
Anies-Sandi belum menyampaikan kebijakan
alternatif dari kebijakan yang telah dan sedang
dijalankan oleh petahana Ahok-Djarot.
Dalam pemaparannya, paslon AgusSylvi
menyatakan
akan
membangun
dan menata Jakarta sebagai kota yang
berwawasan lingkungan tanpa melakukan
penggusuran terhadap warga. Bahkan paslon
tersebut dengan tegas menyatakan bahwa
penggusuran hanya akan meningkatkan
kemiskinan. Tetapi dalam pernyataannya
belum dijelaskan secara detail bagaimana
membangun kota berwawasan lingkungan
tersebut. Sementara itu, Paslon Anis-Sandi
menyatakan akan melakukan penataan ulang
tanpa melakukan penggusuran serta akan
memperhatikan hak masyarakat dengan
mengajak
masyarakat
bermusyawarah.
Namun paslon tersebut juga belum
menjelaskan implemantasinya secara rinci
dalam melaksanakan program tersebut.
Debat publik pertama yang telah
diselenggarakan memang belum terlalu
memengaruhi pilihan para swing voters.

bila dibandingkan dengan wilayah lain di


Indonesia. Hal ini sejalan dengan hasil
survei yang dilakukan oleh Populi Center
pasca debat publik yaitu pada tanggal 1419 Januari 2017 yang menemukan bahwa
responden
yang
belum
menentukan
pilihannya (undecided voters) sebanyak
9,8%. Undecided voters ini meningkat
bila dibandingkan dengan hasil survei
sebelumnya pada Desember 2016. Saat itu
survei tersebut menemukan bahwa jumlah
undecided voters sebesar 8,5%. Peningkatan
undecided voters memberi sinyal bahwa
debat publik telah membuat pemilih menjadi
lebih rasional dan cenderung menantikan
debat kedua dan ketiga sebelum memilih
pada hari pemilihan.

Efektivitas Debat Publik dalam


Meningkatkan Partisipasi Pemilih
Debat
publik
merupakan
salah
satu bagian dari kampanye menjelang
pemilihan kepala daerah yang bertujuan
agar masyarakat pemilih dapat mengetahui
kapasitas, integritas serta kepemimpinan
setiap paslon. Dalam hal ini debat publik
merupakan kesempatan yang baik bagi
para paslon untuk berkomunikasi dengan
masyarakat pemilihnya mengenai segala
aspek terutama terkait kesiapan paslon
terhadap program kerjanya.
Secara umum, pilkada diharapkan
dapat berjalan dengan rasional sehingga
masyarakat akan memilih berdasarkan visi,
misi dan program kerja yang ditawarkan
oleh setiap paslon. Menurut Firmanzah,
ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi
pemilih
dalam
menentukan
pilihan
politiknya. Pertama, kondisi awal pemilih
yaitu karakteristik yang melekat dalam diri
pemilih di antaranya sistem nilai, keyakinan,
kepercayaan
serta
kemampuan
yang
berbeda-beda. Kedua, faktor media massa
yang dapat mempengaruhi opini publik
seperti berita dan iklan politik, pendapat
para ahli, maupun hasil survei. Ketiga,
faktor parpol atau kandidatnya, pemilih
akan menilai track record, citra, ideologi
dan kualitas kandidat dengan pandangan si
pemilih (Firmanzah, 2007: 89).
Pada masyarakat Jakarta, para swing
voters ini biasanya lebih diisi masyarakat
terdidik yang lebih bisa menerima pemaparan
program kerja yang memberi solusi, logis,
dan runut. Sehingga, sejumlah hasil lembaga
- 19 -

Referensi

Debat perdana belum bisa dijadikan


tolok-ukur dalam merubah arah pilihan
para swing voters. Namun, pada debat
berikutnya setiap paslon perlu untuk lebih
memaparkan program yang mudah diterima
serta mampu menyelesaikan permasalahan
dalam masyarakat Jakarta, sehingga mampu
menarik pilihan para swing voters.

Debat panas rebut kursi Jakarta: Agus, Ahok,


Anies Siapa Unggul?,http://www.bbc.
com/indonesia/live/indonesia-38610882,
diakses 23 Januari 2017.
Efriza. (2012). Political Explore: Sebuah
Kajian Ilmu Politik. Badung: Alfabeta.
Firmanzah. (2007). Marketing Politik.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hafied Cangara. (2011). Komunikasi Politik:
Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Pemilih Loyal Menjadi Kunci", Kompas, 21
Desember 2016.
Peraturan KPU Nomor 12 tahun 2016 Tentang
Perubahan atas Peraturan Komisi
Pemilihan Umum No. 7 Tahun 2015
tentang Kampanye Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil
Walikota.
Populi Center: Agus-Sylvi 25,0 Persen, AhokDjarot 36,7 Persen, Anies-Sandi 28,5
Persen,
http://megapolitan.kompas.
com/read/2017/01/22/16323891/populi.
center.agus-sylvi.25.0.persen.ahokdjarot.36.7.persen.anies-sandi.28.5.persen,
diakses 23 Januari 2017.
UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang
Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014
Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang.

Penutup
Debat
publik
terhadap
paslon
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta
yang diselenggarakan KPU merupakan
salah satu strategi kampanye yang penting.
Debat publik ini penting karena perannya
dalam memastikan pemilih yang telah
mendukung salah satu paslon tidak
berpindah mendukung dan memilih paslon
lainnya. Melalui debat, para paslon dapat
menjelaskan programnya secara detail
kepada masyarakat sehingga akan efektif
untuk meraih suara swing voters.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi
fokus para paslon dalam merebut suara
swing voters. Salah satunya adalah dengan
menampilkan gagasan dan program yang
aplikatif untuk menyelesaikan masalah
yang ada di Jakarta. Dalam hal ini, swing
voters perlu diyakinkan dengan cara paslon
memaparkan solusi secara teknis untuk
setiap permasalahan yang ada di Jakarta.
KPUD sebagai pihak penyelenggara debat
juga perlu meningkatkan kualitas debat,
agar debat semakin memancing minat
masyarakat.
Mengingat besarnya peran debat
publik sebagai bagian dari kampanye dalam
meningkatkan jumlah partisipasi pemilih,
Pemerintah dan DPR RI diharapkan dapat
memberikan perhatian khusus mengenai
kampanye di dalam pengaturan regulasi.
Dalam draft RUU Penyelenggaraan Pemilu,
sebagai revisi UU No. 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum, kampanye
dan debat publik perlu mendapat porsi yang
lebih besar dibandingkan dalam pengaturan
sebelumnya. Dukungan DPR RI terhadap
ketentuan ini sangat diharapkan.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai