Anda di halaman 1dari 210

SEVEN JUMP

Mata kuliah

: Blok Sistem Reproduksi

Tingkat / semester

: 3 / VI

Hari / tanggal

: Sabtu, 07 Mei 2016

SKENARIO KASUS IV
Ny. Manis usia 39 tahun berada di ruang nifas sejak 5 menit yang lalu di
PONED X. Ny. Manis telah melahirkan secara spontan anak pertama dengan jenis
kelamin laki-laki pada 15 menit yang lalu. Usia gestasi saat melahirkan 40 minggu.
Pasien pernah hamil dan 4 kali melahirkan sebelumnya dengan persalinan spontan.
Pasien menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 5 tahun dari anak yang terakhir
dilahirkan sebelumnya. Pasien didampingi suaminya.
Ny. Manis berbaring di tempat tidur dengan mengeluh pusing dan merasakan
nyeri pada genitalianya dengan skala 3. Hasil pemeriksaan didapatkan saat ini :
tekanan darah 90/70 mmHg, denyut nadi 99 kali/menit, dengan denyut ireguler,
respirasi 24 kali/menit, suhu 360C, konjungtiva anemis, berkeringat seluruh tubuh,
akral dingin berwarna merah muda, CRT 2 detik, tercium bau mulut, membran
mukosa mulut kering, denyut jantung ireguler, bunyi jantung lub dup tanpa bunyi
tambahan, bunyi nafas vesikuler, areola kedua payudara berwarna coklat kehitaman
gelap dan datar, kedua payudara menegang namun tidak ada sekresi, abdomen lunak
dan datar, 4 jari pemeriksa masuk pada bagian diatasis rektus abdominis, terdapat
striae di bagian bawah abdomen yang berwarna abu-abu kehitaman, pembalut yang
berisi darah merah segar hingga keseluruh pakaian bawah dan perlak yang
dipakainya. Terdapat 4 jahitan pada perineum, perineum tampak edema, anus utuh.
Terpasang infus NaCl 0,9% sebanyak 20 tetes/menit dan RL sebanyak 16 tetes/menit

di tangan kanan, oksigen dengan nasal kanul 2 liter. Bayi berada diruang perinatologi
dengan terpasang O2 kanul binasal liter/menit.
Data persalinan dari buku kesehatan pasien didapatkan sebagai berikut :
dipimpin persalinan pada jam 12.25 WIB dan bayi keluar pada jam 12.35 menit,
jumlah darah 450cc, tekanan darah ibu 130/95 mmHg, nadi 89 kali/menit, suhu
36,30C, respirasi 24 kali/menit, his teratur, robekan perineum 3 cm x 1 cm x 1 cm tak
beraturan. Jumlah bayi yang dilahirkan 2 orang. Kondisi kedua bayi : posisi bayi :
presentasi ubun-ubun kecil, punggung kanan, tali pusat berjumlah 2 buah dengan
panjang 51 cm dan setiap tali pusat terdapat 2 arteri serta 1 vena, plasenta utuh
dengan berat 450 gram. Anak A memiliki BBL 1950 gr dan PB bayi 47 cm Anak B
memilik BBL 2070 gr, PB bayi 45 cm. Anak A memiliki APGAR menit ke 1 = 4 dan
menit ke 5 = 8. Dan Anak B memiliki APGAR menit ke 1 = 4 dan menit ke 5 = 6
Anak A langsung menangis dan Anak B menangis setelah dlakukan suctioning pada
jam 12.43 WIB, kedua anak berjenis kelamin laki-laki, meconium belum keluar, IMD
telah dilakukan namun tidak ada ASI. Ketuban pecah setelah amniotomi, air ketuban
berjumlah sekitar 200-300 ccdengan warna bening, telah diberikan injeksi vitamin K
dan Zalf mata pada kedua anaknya.

A. TUGAS MAHASISWA
1 Setelah membaca dengan teliti skenario di atas mahasiswa membahas
2

kasus tersebut dengan kelompok, dipimpin oleh ketua dan sekretaris.


Melakukan aktifitas pembelajaran individual di kelas dengan
menggunakan buku ajar, jurnal dan internet untuk mencari informasi

tambahan.
Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa dihadiri fasilitator) untuk
melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk

4
5

menganalisa informasi dalam menyelesaikan masalah.


Berkonsultasi pada narasumber yang telah ditetapkan oleh fasilitator.
Mengikuti kuliah khusus dalam kelas untuk masalah yang belum jelas
atau tidak ditemukan jawabannya untuk konsultasi masalah yang belum

jelas
Melakukan praktikum pemeriksaan fisik antenatal dan sadari.

B. PROSES PEMECAHAN MASALAH


Dalam diskusi kelompok mahasiswa diharapkan dapat memecahkan
problem yang terdapat dalam scenario dengan mengikuti 7 langkah
penyelesaian masalah di bawah ini:
1 Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, dan tentukan
2

kata / kalimat kunci skenario di atas.


Identifikasi problem dasar skenario, dengan membuat beberapa

pertanyaan penting.
Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-

4
5

pertanyaan di atas.
Klarifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh mahasiswa atas
kasus di atas. Lahkah 1 sampai 5 dilakukan dalam diskusi tutorial pertama

dengan fasilitator.
Cari informasi tambahan informasi tentang kasus di atas di luar kelompok

tatap muka; dilakukan dengan belajar mandiri.


Laporkan hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi yang baru
ditemukan; dilakukan dalam kelompok diskusi dengan fasilitator.

Seminar; untuk kegiatan diskusi panel dan semua pakar duduk bersama
untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.

Penjelasan:
Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi
yang diperlukan untuk sampai pada kesimpilan akhir, maka proses 6 bisa diulangi
dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7.
Kedua langkah di atas bisa diulang-ulang di luar tutorial dan setelah
informasi dirasa cukup dilakukan langkah nomor 8.

STEP 1
KATA KUNCI
1. His Teratur
Menurut Bobak (2004) dalam Wardhani (2013) His merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi proses persalinan. His adalah kontraksi otot-otot
rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir dari kehamilan sebelum persalinan
dimulai, sudah ada kontraksi rahim yang disebut his pendahuluan atau his
palsu, yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan dari pada kontraksi
Braxton Hiks. His pendahuluan ini tidak teratur dan menyebabkan nyeri di
perut bagian bawah dan lipat paha tidak menyebabkan nyeri yang memancar
dari pinggang ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi
pendek dan tidak bertambah kuat bila dibawa berjalan, malahan sering
berkurang. His pendahuluan tidak bertambah kuat dengan majunya waktu
bertentangan dengan his persalinan yang makin lama makin kuat. Yang paling
penting ialah bahwa his pendahuluan tidak mempunyai pengaruh pada cervik.
a. Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus diperhatikan ialah :
1) Lamanya kontraksi : kontraksi berlangsung 45 detik sampai 75
detik.
2) Kekuatan kontraksi : menimbulkan naiknya tekanan intrauterine
sampai 35 mmHg. Kekuatan kontraksi secara klinis ditentukan
dengan mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim ke
dalam.
3) Interval antara dua kontraksi : Pada permulaan persalinan his timbul
sekali dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
b.

Menurut faalnya his persalinan dapat dibagi dalam :

1) His pembukaan ialah his yang menimbulkan pembukaan dari


cervix.
2) His pengeluaran ialah his yang mendorong anak keluar. His
pengeluaran biasanya disertai dengan keinginan mengejan.
3) His pelepasan uri ialah his yang melepaskan uri.

2. Amniotomi
a. Pengertian
Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan
jalan membuat robekan kecil yang kemudian akan melebar secara spontan
akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan di dalam rongga amnion.
Tindakan ini umumnya dilakukan pada saat pembukaan lengkap atau
hampir lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung
sebagaimana mestinya. Pada kondisi selektif, amniotomi tidak dilakukan
pada fase aktif awal, sebagai upaya akselerasi persalinan. Pada kondisi
demikian, penilaian serviks, penurunan bagian terbawah dan luas
panggul, menjadi sangat menentukan keberhasilan proses akselerasi
persalinan. Penilaian yang salah, dapat menyebabkan cairan amnion
sangat berkurang sehingga menimbulkan distosia dan meningkatkan
morbiditas/mortalitas ibu dan bayi yang dikandungnya (Saifudin, 2009).
b. Indikasi amniotomi
Indikasi amniotomi menurut Manuaba (2007):
1) Pembukaan lengkap
2) Pada kasus solution placenta
3) Akselerasi persalinan

4) Persalinan pervaginam dengan menggunakan instrument


c. Keuntungan tindakan amniotomi
1) Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya mekonium
2) Menentukan punctum maksimum DJJ akan lebih jelas
3) Mempermudah perekaman pada saat pemantauan janin
4) Mempercepat proses persalinan karena mempercepat

proses

pembukaan serviks.

Gambar 1. Amniotomi
(www.akbidbinahusada.ac.id , 2012)
3. IMD
Inisiasi menyusu dini (IMD) dalam istilah asing sering di sebut early
inisiation adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusu
sendiri pada ibu dalam satu jam pertama kelahirannya (Roesli, 2008). Ketika
bayi sehat di letakkan di atas perut atau dada ibu segera setelah lahir dan terjadi
kontak kulit (skin to skin contact ) merupakan pertunjukan yang menakjubkan,
bayi akan bereaksi oleh karena rangsangan sentuhan ibu, dia akan bergerak di
atas perut ibu dan menjangkau payudara (Roesli, 2008).

Gambar 2. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


(www.library.upnvj.ac.id)
4. Nifas
Menurut Sulistyawati (2009), masa nifas adalah masa yang dimulai
setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
semula

(sebelum hamil) masa nifas berlangsung lebih kurang 6 minggu.

Sedangkan menurut Varney (2008), periode Postpartum adalah masa dari


kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intepartum)
hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil.
5. Persentasi ubun-ubun kecil
Kelainan posisi merupakan posisi abnormal ubun-ubun kecil sebagai
penanda terhadap panggul ibu. Kelainan presentasi adalah semua presentasi lain
dari janin selain presentasi belakang kepala (Kemenkes RI, 2013).
a. Faktor Predisposisi :
1) Wanita multipara
2) Kehamilan multipel (gemeli)
3) Polihidramnion/oligohidramnion
4) Plasenta previa
5) Kelainan bentuk uterus atau terdapat massa (misalnya mioma uteri)

6) Persalinan preterm
b. Macam-macam Kelainan Presentasi dan Posisi
1) Persentasi Puncak Kepala
Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin
dalam keadaan flexi dalam keadaan tertentu flexi tidak terjadi,
sehingga kepala deflexi. Presentasi puncak kepala disebut juga
preesentasi sinput terjadi bila derajat deflexinya ringan, sehingga
ubun-ubun besar merupakan bagian terendah. Pada presentasi
puncak kepala lingkar kepala yang melalui jalan lahir adalah
sikumfrensia fronto oxipito dengan titik perputaran yang berada di
bawah simfisis adalah glabella.
a) Diagnosis

Sumbu panjang janin sejajar dengan sumbu panjang ibu

Di atas panggul teraba kepala

Punggung terdapat pada satu sisi, bagian-bagian kecil


terdapat pada sisi yang berlawanan.

Di fundus uteri teraba bokong.

DJJ terdengar paling keras dikuadran bawah perut ibu,


pada sisi yang sama dengan punggung janin.

Sutura sagitalis umumnya teraba pada diameter


transversa panggul

Kedua ubun-ubun sama-sama dengan mudah dapat


diraba dan dikenal.keduannya sama tinggi didalam
panggul.

b) Etiologi
Kelainan panggul
Kepala berbentuk bulat
Anak kecil/mati
9

Kerusakan dasar panggul

c) Penanganan

Usahakan lahir pervaginam karena kira-kira 75 % bisa


lahir spontan.

Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/forsep


biasanya anak yang lahir di dapati caput daerah VVB

d) Komplikasi

Robekan jalan lahir yang lebih luasyang terjadi pada


ibu.

Komplikasi yang terjadi paad anak karena partus lama


dan molase hebat sehingga mortalitas anak agak tinggi.

Gambar 3. Jenis-jenis Malposisi


(Kemenkes RI, 2013)

10

2) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara flexi dan deflexi,
sehingga dahi merupakan bagian terendah. Posisi ini biasanya akan
berubah menjadi letak muka/letak belakang kepala. Kepala
memasuki panggul dengan dahi melintang/miring pada waktu putar
paksi dalam, dahi memutar kedepan depan dan berada di bawah
arkus pubis, kemudian terjadi flexi sehingga belakang kepala
terlahir melewati perinerum lalu terjadi deflexi sehingga lahirlah
dagu (Kemenkes RI, 2013).
a) Diagnosis

Pemeriksaan luar seperti pada presentasi muka , tapi


bagian belakang kepala tidak

seberapa menonjol.

DJJ terdengar dibagian dada, disebelah yang sama


dengan bagian-bagian kecil janin. Pada persalinan
kepala janin tidak turun ke dalam rongga panggul bila
pada persalinan sebelumnya normal.

Periksa dalam : meraba sutura frontalis, ujung satu


teraba UUB dan ujung lain teraba pangkal hidung dan
lingkaran orbita., mulut dan dagu tidak teraba.

b) Etiologi

Panggul sempit

Janin besar

Multiparitas

Kelainan janin (misalnya anansefalus)

11

c) Penanganan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang
normal, tidak dapat lahir spontan pervaginam, jadi lakukan
SC (janin hidup). Janin mati pembukaan SC, pembukaan
lengkap Kraniotomi jika belum lengkap.
d) Komplikasi

Partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang


hebat dan ruptur uteri pada ibu.

Pada anak mortalitas janin tinggi.

Gambar 4. Presentasi Dahi


(Kemenkes RI, 2013)
3) Presentasi Occipito Posterior
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun
melalui PAP dengan sutura sagitalis melintang/miring, sehingga
ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan melintang,
kiri depan, kanan depan, kiri belakang/kanan belakang. Dalam
keadaan flexi bagian kepala yang pertama mencapai dasar panggul
adalah Occiput. Occiput akan memutar kedepan karena dasar

12

panggul dan muculus levator aninya membentuk ruangan yang


lebih sesuai dengan occiput. Keadaan VVK dibelakang dianggap:

Diameter antero posterior panggul lebih panjang dari diameter

transversal. Contoh pada panggul antiopoid


Segmen depan Menyempit. Contoh pada panggul android
Otot-otot dasar panggul yang lembek pada multi para
Kepala janin yang kecil dan bulat

a) Diagnosis

Pemeriksaan abdomen : Bagian bawah perut mendatar,


ekstremitas janin teraba anterior.

Auskultasi : DJJ terdengar disamping.

Pemeriksaan vagina : Fontanella posterior dekat


sakrum, fontanella anterior dengan mudah teraba jika
kepala dalam keadaan defleksi.

b) Etiologi

Sering dijumpai pada panggul anthropoid, endroid dan


kesempitan midpelvis.

Letak punggung janin dorsoposterior

Putar paksi salah satu tidak berlangsung pada : Perut


gantung, Janin kecil atau janin mati, Arkus pubis sangat
luas, Dolichocephali, Panggul sempit.

c) Penanganan

Lakukan pengawasan dengan seksama dengan harapan


dapat lahir sontan pervaginam.

13

Tindakan baru dilakukan jika kalla II terlalu lama/ada


tanda-tanda bahaya terhadap janin.

Pada persalinan dapat terjadi robekan perenium yang


teratur atau extensi dari episiotomi.

Periksa ketuban. Bila intake, pecahkan ketuban.

Bila posisi kepala > 3/5 diatas PAP atau diatas 2 maka
SC.

Bila pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada


tanda obstruksi, beri oksitosin drip.

Bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada


fase pengeluaran, ulangi apakah ada obstruksi. Bila
tidak ada tanda obstruksi oksitosin drip.

Bila pembukaan lengkap dan kepala masuk sampai


tidak kurang 1/5 atau (0) maka E.V atau forseps.

Bila ada tanda obstruksi/gawat janin maka SC.

4) Persentasi Muka
Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala
janin. Yang teraba muka bayi (mulut, hidung, dan pipi).
a) Etiologi
Panggul sempit

Janin besar

Kematian intrauterine

Multiparitas
14

Perut gantung

Janin ansefalus dan tumor di leher bagian depan


Dagu merupakan titik acuan dari posisi kepala, sehingga
ada presentasi muka dagu anterior dan postorior.

Presentasi muka dagu anterior posisi muka fleksi.

Presentasi muka dagu posterior posisi muka defleksi


max.

b) Diagnosis

Tubuh janin dalam keadaan fleksi, sehingga pada


pemeriksaan luar dada akan teraba punggung.

Bagian kepala menonjol yaitu belakang kepala berada di


sebelah yang berlawanan dengan letak dada.

Didaerah itu juga dapat diraba bagian-bagian kecil janin


dan DJJ lebih jelas.

Periksa dalam meraba dagu, mulut, hidung, pinggir


orbita.

c) Penanganan
(a) Dagu Anterior

Bila pembukaan lengkap

Lahirkan
pervaginam

15

dengan

persalinan

spontan

Bila kemajuan persalinan lambat lakukan


disitoksin drip

Bila kurang lancar, lakukan forseps

Bila

pembukaan

belum

lengkap

Tidak didapatkan tanda obtuksi, lakukan oksitosin


drip. Lakukan evaluasi persalinan sama dengan
persalinan vertekx.
(b) Dagu Posterior

Bila pembukaan lengkap maka SC

Bila pembukaan
penilaian

belum lengkap,

penurunan

rotasi,

persalinan, jika macet maka SC

Jika janin mati maka Kraniotomi

Gambar 5. Presentasi Muka


(Kemenkes, RI. 2013)
c. Mekanisme Gerakan Kepala Janin

16

dan

lakukan
kemajuan

Menurut Sumarah (2008) Mekanisme gerakan kepala janin pada


persalinan normal mulai dari engagement hingga descent.
1) Penurunan kepala (engagement)
Penurunan kepala janin ke dalam pelvis biasanya dimulai
sebelum awitan persalinan. Janin ibu nulipara biasanya turun ke
dalam pelvis selama minggu terakhir kehamilan sedangkan pada
multigravida, tonus otot biasanya lebih lemah dandengan demikian,
engagement tidak terjadi hingga persalinan benar-benar dimulai.
Selamakala satupersalinan, kontraksi dan retraksi otot uterus
menyebabkan ruang dalam uterusmenjadi lebih sempit, memberikan
tekanan pada janin untuk menurun. Setelahruptur forewater dan
pengerahan upaya maternal, kemajuan persalinan dapat terjadi
dengan cepat.
2) Fleksi
Fleksi meningkat selama persalinan. Tulang belakang janin
bersentuhan lebih dekatdengan bagian posterior tengkorak; tekanan
ke bawah pada aksis janin akan lebih mendesak oksiput daripada
sinsiput. Efeknya adalah meningkatkan fleksi, menyebabkan
diameter presentasi yang lebih kecil yang akan melewati pelvis
dengan lebih mudah. Pada awitan persalinan, terjadi presentasi
suboksipital yang berdiameter rata-rata sekitar 10 cm dengan fleksi
yang lebih besar, terjadi presentasi suboksitobregmatik dengan
diameter rata-rata sekitar 9,5 cm. Oksiput menjadi bagian yang
terdepan.
3) Rotasi Interna Kepala
Rotasi internal kepala (putar paksi dalam) adalah pemutaran
bagian terendah janin dariposisi sebelumnya kearah depan sampai
dibawah simpisis. Bila presentasi belakang kepaladimana bagian
terendah janin adalah ubun-ubun kecil maka ubun-ubun kecil
17

memutarkedepan sampai berada dibawah simpisis. Gerakan ini


adalah upaya kepala janin untukmenyesuaikan dengan bentuk jalan
lahir yaitu bentuk bidang tengah dan pintu bawahpanggul. Rotasi
dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala. Rotasi ini terjadi
setelahkepala melewati Hodge III (setinggi spina) atau setelah
didasar panggul.

Pada

pemeriksaandalam

ubun-ubun

kecil

mengarah ke jam 12.

Sebab-sebab adanya putar paksi dalam yaitu :


a) Bagian terendah kepala adalah bagian belakang kepala pada
letak fleksi.
b) Bagian belakang kepala mencari tahanan yang paling sedikit
yang disebelah depan atasyaitu hiatus genitalis antara
muskulus levator ani kiri dan kanan.
4) Ekstensi Kepala
Gerakan ekstensi merupakan gerakan dimana oksiput
berhimpit langsung pada margoinferior simpisis pubis. Karena
sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah kedepan dan
atas, sehingga kepala menyesuaikan dengan cara ekstensi agar
dapatmelaluinya. Pada saat kepala janin mencapai dasar panggul
tidak langsung terekstensi,akan tetapi terus didorong kebawah
sehingga mendesak ke jaringan perineum. Pada saat itu ada dua
gaya yang mempengaruhi, yaitu :
a) Gaya dorong dari fundus uteri ke arah belakang
b) Tahanan dasar panggul dan simpisis kearah depan
Hasil kerja dari dua gaya tersebut mendorong ke vulva
dan terjadinya ekstensi. Gerakan ekstensi ini mengakibatkan

18

bertambahnya penegangan pada perineum dan intruitus


vagina.Ubun-ubun kecil semakin banyak terlihat dan sebagai
hypomochlion atau pusat pergerakan maka berangsur-angsur
lahirlah ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, mata,
hidung, mulut, dan dagu. Pada saat kepala sudah lahir
seluruhnya, dagu bayi berada di atas anus ibu.
5) Rotasi Luar
Gerakan rotasi luar merupakan gerakan memutar ubun-ubun
kecil kearah punggung janin, bagian belakang kepala berhadapan
dengan tuber iskhiadikum kanan atau kiri, sedangkan maka janin
menghadap salah satu paha ibu.

Bila ubun-ubun kecil pada

mulanya disebelah kiri maka ubun-ubun kecil akan berputar ke arah


kiri, bila pada mulanya ubun-ubun kecil disebelah kanan
maka ubun-ubun kecil berputar ke kanan. Gerakan rotasi luar atau
putar paksi luar ini menjadikan diameter biakromial janin searah
dengan diameter anteroposterior pintu bawah panggul, dimana
satu bahu di anteriordi belakang simpisis dan bahu yang satunya di
bagian posterior di belakang perineum, sutura sagitalis kembali
melintang.
6) Ekspulsi
Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai
hypomochlion untukkelahiran bahu belakang. Kemudian setelah
kedua bahu lahir disusui lahirlah trochanterdepan dan belakang
sampai lahir janin seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu depan,
bahubelakang, badan seluruhnya.

19

Gambar 6. Mekanisme Gerakan Kepala Janin


(Sumarah, 2008)
6. Meconium
Menurut istilah mekonium berasal dari bahasa Yunani kuno meconiumarion atau seperti opium. Aristoteles mempergunakan istilah tersebut karena
dipercaya mekoneum membuat janin tidur. Isi usus janin dan mekonium adalah
campuran berbagai bahan kimia yang steril, termasuk glikoprotein mukus,
verniks caseosa yang tertelan, sekresi saluran pencernaan, enzim hati, pankreas
dan empedu, protein plasma, mineral, dan lipid Mukopolisakarida menyusun
80% berat kering mekonium. Kadar enzim pankreas dan hati bervariasi sesuai
usia gestasi. Air Ketuban (AK) secara terus menerus ditelan, dihirup dan
diganti lewat proses ekskresi seperti juga dikeluarkan sebagai urin. Merupakan
hal yang penting bahwa AK dihirup ke dalam paru janin untuk membantu
fungsi paru. Komposisi mekonium tertera pada Tabel. pusat pun akan berwarna
oleh mekonium dalam waktu tiga jam dan makrofag dalam satu jam (Chalik
TMA, 2004 dalam Shaleh, 2010)

20

Gambar 7. Komposisi Mekonium Janin


7. Diastasis Rektus Abdominis
MENURUT Meredy (2009) diastasis rectus abdominis adalah pelebaran
berlebihan atau pemisahan antara dua perut dari otot rectus abdominis.
Pemisahan dapat terjadi di mana saja sepanjang linea alba dan kadang-kadang
telah ditemukan untuk rentang seluruh panjang dari sudut xiphosternal ke
tulang kemaluan. Linea alba adalah yang menghubungkan fasia otot rectus
abdominis. Linea alba adalah struktur yang penting karena merupakan titik
penyisipan sentral dari rektus abdominis serta 3 lainnya otot perut penting di
setiap sisi:
a. Internal Obliques
b. Obliques eksternal, dan
c. Transversus abdominis
Empat otot dari setiap sisi bergabung di linea alba secara tipis, disebut
aponeuroses. Koneksi ini menjadi rentan selama kehamilan karena rahim
berkembang dan selanjutnya peregangan otot perut, ditambah dengan
perubahan hormonal yang mencakup peningkatan progesteron, estrogen, dan
relaxin (Meredy, 2009 dalam Dewi Diah Erawati, 2013).
8. Robekan Perineum

21

Menurut para ahli anatomi, perineum adalah wilayah pelvic outlet diujung
diafragma pelvic (levator ani). Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan
ligament sacro tuberos di belakang. Pelvic outletnya dibagi oleh garis melintang
yang menghubungkan bagian depan ischial tuberosities ke dalam segitiga
urogenital dan sebuah segitiga belakang anal (Ernawati, 2013).
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat
dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak
janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena
diregangkan terlalu lama (Ernawati, 2013).
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa,
kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahiirkan dengan
pembedahan vaginal (Ernawati, 2013).
Klasifikasi robekan perineum menurut Santoso (2010) yaitu :
a. Laserasi epitel vagina atau laserasi pada kulit perineum saja
b. Melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum, tetapi tidak melibatkan
kerusakan sfingter ani.
c. Kerusakan pada otot sfingter ani:
1) Robekan < 50% sfingter ani eksterna
2) Robekan > 50% sfingter ani ekterna
3) Robekan juga meliputi sfingter ani interna
d. Robekan stadium tiga disertai robekan epitel anus
22

9. Striae atau Streck Mark


Stretchmark

adalah

peregangan

jaringan

kulit

melebihi

batas

elastisitasnya terutama bagian perut, paha, pantat, dan payudara seiring dengan
pertumbuhan janin, usia kehamilan, dan pertumbuhan berat badan. Stretchmark
akan menimbulkan gratan-guratan halus yang terkadang membekas bahkan
pasca persalinan. Panjang guratan-guratan tersebut bervariasi, ada yang hanya
dalam satuan milimeter dan bahkan ada yang belasan sentimeter. Munculnya
stretchmark biasanya diawali dengan munculnya garis kemerahan atau
keunguan pada permukaan kulit, dan lama kelamaan warna tersebut akan
berubah menjadi garisgaris putih (Fatmasari, 2014).
10. Zalf Mata
Menurut Ambarwati (2009) Obat mata biasanya berbentuk cairan (obat
tetes mata) dan oitmen/ obat salep yang dikemas dalam bentuk kecil. Karena
sifat selaput lendir dan jaringan mata yang lunak dan responsif terhadap obat,
maka obat mata biasanya diramu dengan kekuatan yang rendah. Sedangkan
salep mata atau dalam istilah farmasi disebut oculenta adalah salep yang
digunakan pada mata. Salep ini harus steril dan disimpan di dalam tube salep
mata yang steril. Pemberian obat ini bertujuan untuk mengobati gangguan pada
mata, untuk mendilatasi pupil pada pemeriksaan struktural internal mata, untuk
melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata, untuk mencegah
kekeringan pada mata. Dalam dunia kesehatan salep atau obat mata sering
digunakan untuk pengobatan pada mata. Obat mata tersebut digunakan dari
mulai orang dewasa hingga bayi baru lahir. Pada bayi baru lahir biasanya obat
mata digunakan untuk membersihkan mata bayi dari air ketuban yang
menempel pada bagian mata bayi tersebut. Bayi bisa saja terkena air ketuban
jika ia lahir dengan ketuban keruh, preeklamsi, vacum, jalan lahir macet atau ke
jadian lain serupa yang dapat mengganggu mata bayi untuk melihat secara
23

jernih. Maka obat mata biasa diberikan pada bayi baru lahir pada kejadiankejadin tersebut (Ambarwati, 2009).
Bayi Baru Lahir yang Mendapatkan Obat Mata Bayi baru lahir (neonatus)
adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir dengan umur kehamilan 38-40
minggu. Obat mata diberikan kepada bayi karena proses adaptasi cahaya dan
adanya kotoran pada bayi. Obat mata yang biasa digunakan untuk bayi baru
lahir biasanya gentamicyn 0,3 % (Ambarwati, 2009).
11. APGAR Scor
Menurut Yohana (2011), nama APGAR scor berasal dari seorang ahli
anastesi amerika yaitu dr. Virginia Apgar tahun 1952Nilai Apgar dokter apgar
mengininkan bayi dinilai dengan suatu cara yang bermakan oleh petugas
diruang persalinan, dengan penilaian.
Nilai adalah suatu cara praktis untuk menilai keadaan bayi baru lahir.
Nilai Apgar merupakan alat penyaring untuk menentukan pertolongan yang
perlu segera diberikan kepada bayi baru lahir. Nilai Apgar ditentukan dengan
menilai denyut jantung, pernafasan, ketegangan otot, warna kulit, dan respon
terhadap rangsangan (refleks) (Yohana, 2011).
Penilaian menurut Yohana (2011) :
1. Nilai Apgar 8-10 : Normal, menunjukan bayi dalam keadaan baik.
2. Nilai 10 : jarang ditemui, hamper semua bayi baru lahir kehilangan 1 nilai
karna kaki dan tangannya berwarna kebiruan
3. Nilai Apgar kurang dari 8 : menunjukan bahwa bayi memerlukan bantuan
untuk menstabilkan dirinya dilingkungan yang baru (Aspeksia Ringan)
4. Nilai Apgar 0-3 : menunjukan bahwa perlu segera dilakukan resusitasi
(Aspeksia Berat)
Menurut Yohana (2011) penilaian Apgar secara rutin dilakukan dalam
waktu 1 menit setelah bayi lahir, biasanya diulang 5 menit kemudian untuk
menunjukan :

Nilai apgar 1 menit : toleransi bayi terhadap proses kelahiranya


Nilai Apgar 5 menit : adaptasi bayi terhadap lingkungan barunya

24

Pada keadaan tertentu, penilaiian Apgar bias kembali dilakukan pada


menit ke 10, 15, dan 20. Jika pada menit ke 20 nilai apgar masih tetap

rendah hal ini merupakan resiko tinggi terjadinya kematian atau penyakit.
Masing-masing diberi nilai 0,1, atau 2 :
a. Denyut Jantung
Dinilai dengan menggunakan stetoskop dan merupakan penilaian
yang paling penting.
1) Jika tidak terdengar denyut jantung: 0
2) Jika jantung berdenyut kurang dari 100x/ menit : 1
3) Jika jantung berdenyut lebih dari 100 x / menit : 2
b. Usaha untuk bernafas
1) Jika tidak bernafas : 0
2) Jika pernafasan lambat atau tidak teratur : 1
3) Jika bayi menangis :2
c. Ketegangan otot
1) Jika otot lembek : 0
2) Jika lengan atau tungkainya terlipat : 1
3) Jika bayi bergerak aktif : 2
d. Refleks
Dinilai dengan cara mencubit secara lembut dan perlahan.
1) Jika tidak timbul refleks nilainya 0
2) Jika wajahnya menyeringai nilainya 1
3) Jika bayi menyeringai dan terbatuk, bersin atau menangis keras
nialinya 2
e. Warna kulit
1) Jika kulit bayi berwarna biru pucat nilainya 0
2) Jika kulit berwarna pink, lengan/tungkai berwarna biru nilainya 1
3) Jika seluruh kulit bayi berwana pink nilainya 2
12. Suctioning
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan
jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang
adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri (Timby, 2009).
Tindakan suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir, yang
dilakukan dengan memasukkan selang catheter suction melalui selang
endotracheal (Syafni, 2012).

25

13. Ketuban (Amnion)


Air ketuban (AK) adalah cairan jernih dengan warna agak kekuningan
yang menyelimuti janin di dalam rahim selama masa kehamilan, berada di
dalam kantong ketuban, dan mempunyai banyak fungsi (Sholeh Kasim, 2010).
14. Tali Pusat (Plasenta)
Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai
bentuk bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan
beratnya 500 gram. Plasenta merupakan organ yang sangat aktif dan memiliki
mekanisme khusus untuk menunjang pertumbuhan dan ketahanan hidup janin.
Hal ini termasuk pertukaran gas yang efisien, transport aktif zat-zat energi,
toleransi imunologis terhadap imunitas ibu pada alograft dan akuisisi janin.
Melihat pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada
plasenta akan menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses
persalinan. Salah satu kelainan pada plasenta adalah kelainan implantasi atau
disebut dengan plasenta previa (Manuaba, 2008).
15. Vitamin K
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu
naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein
yang berperan dalam pembekuan darah, seperti faktor II,VII,IX,X dan
antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan
M yang belum banyak diketahui peranannya dalam pembekuan darah
(Kemenkes RI, 2011).
Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
a. Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat pada sayuran hijau. Sediaan yang
ada saat ini adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).
b. Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti
Bacteriodes fragilis dan beberapa strain E. coli.
c. Vitamin K3 (menadione) yang sering dipakai sekarang merupakan
vitamin K sintetik tetapi jarang diberikan lagi pada neonatus karena
dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik (Kemenkes RI, 2011).
26

Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K dalam


tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah
dalam 48-72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah
secara perlahan selama beberapa minggu tetap berada dibawah kadar orang
dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari makanan.
Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan,
antara lain karena simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir,
sedikitnya transfer vitamin K melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada
ASI dan sterilitas saluran cerna (Kemenkes RI, 2011).
Sediaan vitamin K yang ada di Indonesia adalah vitamin K3 (menadione)
dan vitamin K1 (phytomenadione). Yang direkomendasikan oleh berbagai
negara di dunia adalah vitamin K1. Australia sudah menggunakan vitamin K1
sebagai regimen profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir (sejak tahun 1961).
Hasil kajian HTA tentang pemberian profilaksis dengan vitamin K adalah
vitamin K1 . Selain sediaan injeksi, terdapat pula sediaan tablet oral 2 mg,
tetapi absorpsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 intra muskular,
terutama pada bayi yang menderita diare. Disamping efikasi, keamanan,
bioavailabilitas dan dosis optimal, sediaan oral untuk mencegah PDVK masih
memerlukan penelitian. Pemberian vitamin K1 oral memerlukan dosis
pemberian selama beberapa minggu (3x dosis oral, masing-masing 2 mg yang
diberikan pada waktu lahir, umur 3-5 hari dan umur 4-6 minggu), sebagai
konsekuensinya maka tingkat kepatuhan orang tua pasien merupakan suatu
masalah tersendiri (Kemenkes RI, 2011).
16. PONED dan PONEK
Puskesmas PONED adalah puskesmas yang memiliki fasilitas dan
kemampuan

memberikan

pelayanan

untuk

menanggulangi

kasus

kegawatdaruratan obstetri dan neonatal selama 24 jam. Sebuah Puskesmas


PONED harus memenuhi standar yang meliputi standar administrasi dan

27

manajemen, fasilitas bangunan atau ruangan, peralatan dan obat-obatan, tenaga


kesehatan dan fasilitas penunjang lain. Puskesmas PONED juga harus mampu
memberikan pelayanan yang meliputi penanganan preeklampsi, eklampsi,
perdarahan, sepsis, sepsis neonatorum, asfiksia, kejang, ikterus, hipoglikemia,
hipotermi, tetanus neonatorum, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), sindroma gangguan pernapasan dan kelainan kongenital (Kemenkes
RI, 2013).
Hadirnya Puskesmas mampu PONED di Kabupaten Kupang karena
adanya komitmen dari Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dengan
perpanjangan tangan di Kabupaten melalui Dinas Kesehatan Kabupaten untuk
membantu percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi. Untuk
menjadikan sebuah Puskesmas mampu PONED maka berbagai persiapan
penting dilakukan antara lain persiapan gedung, peralatan, pelatihan petugas,
pendanaan dan persiapan administrasi lainnya. Semua persiapan ini telah
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang untuk menyediakan
pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang berkualitas (Kemenkes
RI, 2013).
Rumah Sakit MAMPU PONEK 24 jam adalah Rumah Sakit yang
MAMPU menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal
secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam
seminggu. Hal ini harus dapat terukur melalui Penilaian Kinerja Manajemen
(lihat lampiran 2 hal 79) dan Penilaian Kinerja Klinis (lihat buku Protokol
Asuhan Neonatal Essensial dan buku Paket pelatihan PONEK: Protokol Bagi
Tenaga Pelaksana) (Kemenkes RI, 2012).
17. BBL (Bayi Baru Lahir)
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram
(Kristiyanasari, 2009). Bayi baru lahir merupakan individu yang sedang
bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat

28

melakukan penyesuaian diri dari kehidupan kehidupan intrauterin ke kehidupan


ekstrauterin (Dewi, 2011).
18. Denyut Nadi Irreguler
Denyut nadi adalah denyutan arteri dari gelombang darah yang mengalir
melalui pembuluh darah sebagai akibat dari denyutan jantung (ventrikel kiri).
Irreguler adalah kondisi ketidakteraturan. Jadi denyut nadi irreguler adalah
denyutan arteri yang tidak teratur dari gelombangan darah yang mengalir
melalui pembuluh darah sebagai akibat dari denyutan jantung (ventrikel kiri)
(Aziz Alimul, 2008).
19. Perinatologi
Ruang perinatologi merupakan fasilitas rawat inap yang disediakan
khusus untuk pasien bayi baru lahir-12 bulan. Sedang untuk bayi baru lahir
yang sehat dirawat berasama ibunya (rawat gabung) (RS Aisyiyah Malang,
2008).
Fasilitas yang disediakan dalam ruang perinatologi disesuaikan dengan
kebutuhan perawatan bagi bayi, mulai dari bayi baru lahir dengan resiko tinggi,
bayi dengan kelainan bawaan dampai dengan bayi sakit. Layanan medis
diberikan oleh dokter-dokter spesialis anak dengan tenaga keperawatan yang
terlatih. Menurut RS Aisyiyah Malang (2008) fasilitas-fasilitas ruang
perinatologi antara lain sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Inkubator (infant incubator)


Penghangat (infant warmer)
Lampu biru (blue lamp)
Kotak oksigenasi bayi (head box)
Boks bayi (baby box)
Ruang tindakan dan perawatan bayi
Pengertian Ilmu perinatologi merupakan ilmu perpaduan antara
obstetri dan ilmu penyakit anak dengan memperlakukan janin dalam
rahim sebagai penderita, memerlukan perhatian khusus pada kehamilan
umur 20 minggu sampai 28 hari setelah persalinan (Manuaba, 2003).

29

Perinatologi bersumber dari angka mortalitas dan morbiditas


perinatal yang masih tinggi. Di negara maju disebabkan oleh adanya
kelainan kongenital sedangkan di negara berkembang disebabkan oleh
kelahiran bayi dengan berat rendah, asfiksia, dan infeksi (RS Aisyiyah
Malang, 2008).
20. CRT
a. Capillary Refill Time (CRT)
Capillary refill time adalah tes yang dilakukan cepat pada
daerah kuku untuk memonitordehidrasi dan jumlah aliran darah
ke jaringan (perfusi) (Miranti, 2012).
b. Cara Kerja Tes CRT
Jaringan membutuhkan oksigen untuk hidup, oksigen dibawa
kebagian tubuh oleh systemvaskuler darah. Tes CRT dilakukan dengan
memegang tangan pasien lebih tinggi dari jantung (mencegah refluks
vena), lalu tekan lembut kuku jari tangan atau jari kaki sampai
putih,kemudian dilepaskan. Catatlah waktu yang dibutuhkan untuk
warna kuku kembali normal (memerah) setelah tekanan dilepaskan. Pada
bayi yang baru lahir, pengisian kapiler dapat diukur dengan menekan
pada tulangdada selama lima detik dengan jari telunjuk atau ibu jari, dan
catat waktu yang dibutuhkanuntuk warna kulit kembali normal
setelah tekanan dilepaskan (Miranti, 2012).

c. Penilaian Tes CRT


Jika aliran darah baik ke daerah kuku, warna kuku kembali normal
kurang dari 2 detik. Pada bayibaru lahir batas normal pengisian kapiler
adalah 3 detik.CRT memanjang (> 2 detik) pada:
1) Dehidrasi (hipovolumia)
30

2) Syok
3) Peripheral vascular disease
4) Hipotermia
CRT memanjang utama ditemukan pada pasien yang mengalami keadaan
hipovolumia(dehidrasi,syok), dan bisa terjadi pada pasien yang hipervolumia
yang perjalanan selanjutnyamengalami ekstravasasi cairan dan penurunan
cardiac output dan jatuh pada keadaan syok (Miranti, 2012)
21. Areola Datar
a.
Inversi Puting
Pada kasus inversi puting secara kongenital, kelainan ini terjadi
pada tahap perkembangan embrionik dari payudara. Proses pembentukan
puting pada embriologi manusia dimulai dengan penebalan dan
penonjolan bagian ektoderm di regio dimana kelenjar akan berada
nantinya pada minggu keempat kehamilan. Penebalan ektoderm menjadi
terdepresi ke mesoderm di bawahnya, sehingga permukaan bagian
mammae kemudian menjadi datar dan akhirnya masuk lebih dalam dari
epidermis

di

sekitarnya.

Mesoderm

yang

berhubungan

dengan

pertumbuhan ke dalam dari ektoderm menjadi terkompresi, dan bagian


dari mesoderm ini menjadi tersusun menjadi lapisan konsentris dan
nantinya akan menjadi stroma dari kelenjar. Dengan pembelahan dan
percabangan, massa yang tumbuh ke dalam dari sel ektodermal akan
membentuk lobus dan lobulus dan nantinya juga membentuk alveoli. Saat
usia gestasi 16 minggu, tahap percabangan telah menghasilkan 15 hingga
25 garis epitelial pada fetus yang nantinya akan menjadi alveoli
sekretorik. Pada saat gestasi 28 minggu, hormon seksual plasental
memasuki sirkulasi fetal dan menyebabkan kanalisasi pada jaringan
mammae fetal. Duktus laktiferus dan cabangnya terbentuk dari
perkembangan di lumen. Duktus ini membuka ke arah depresi dangkal
dari epidermal yang dikenal sebagai mammary pit. Cekungan ini menjadi
31

terelevasi sebagai hasil dari proliferasi mesenkimal yang membentuk


puting dan areola. Inversi puting adalah kegagalan dari elevasi cekungan
ini. (Karacaoglu, 2012; Lawrence dan Lawrence, 2014; Newton, 2012).

Gambar 8. Teknik Hoffman


(Lawrence, 2014)
Penggunaan cup (shell) payudara, dengan ukuran yang sesuai
dengan ukuran bra, memberikan tekanan lembut ke payudara.
Penggunaan cup (shell) payudara ini awalnya digunakan selama satu
hingga dua jam per hari, perlahan penggunaannya semakin lama hingga
satu hari penuh. Cup (shell) payudara harus dilepas saat tidur untuk
mencegah terjadinya blokade saluran air susu. Dengan penekanan lembut
dari cup (shell) payudara, puting dan areola akan menonjol ke bagian
tengah dari shell. Pada cup (shell) payudara terdapat lubang udara yang
sebaiknya diposisikan di atas sehingga mencegah kebocoran air susu ke
baju (Lawrence dan Lawrence, 2014, Alexander et al, 1992).

32

Gambar 9. Breast Shell


(Lawrence, 2014)
Jika diperlukan lebih dari beberapa hari, bisa digunakan niplette
atau dapat alternatif yang relatif murah dapat dibuat dari spuit plastik 10
atau 20 ml, ukuran bergantung pada ukuran puting. Ujung dari spuit
dimana jarum terpasang dipotong dan pendorong dipasang terbalik.
Puting diletakkan pada ujung halus lubang pendorong dari spuit dan traksi
lembut diaplikasikan hingga puting tereversikan. Meski memompa dan
suction spuit merupakan solusi praktis, tidak ada percobaan terkontrol
yang mendukung kemanjurannya (Lawrence dan Lawrence, 2014;
Newton, 2011).

33

Gambar 10. Niplette


(Lawrence, 2014)

Gambar 11. Alat Sederhana Menggunakan Spuit


(Lawrence, 2014)
Terdapat pula berbagai macam prosedur yang telah dijelaskan untuk
koreksi

pembedahan,

akan
34

tetapi

terjadinya

hiposensitisasi

dan

kehilangan kemampuan untuk menyusui merupakan masalah utama dari


prosedur pembedahan ini. Kebanyakan prosedur melibatkan insisi kecil
areolar atau insisi pada dasar puting. Jaringan ikat yang menempel akan
terenggangkan namun seringkali diperlukan pembelahan dari duktus
(Karacaoglu, 2012; Kulkarni dan Dixon, 2011).
22. Nasal Kanul dan Kanul Binasal
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara kontinyu
dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%, dengan cara
memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan
mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke dalam
lubang dihidung hanya berkisar 0,6 1,3 cm. Pemasangan nasal kanula
merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif nyaman, mudah
digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk pemasangan jangka pendek
dan jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan oksigen. Pemakaian nasal
kanul juga tidak mengganggu klien untuk melakukan aktivitas, seperti
berbicara atau makan (Aryani, 2009).
a. Tujuan
Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat
kebutuhan oksigen minimal. Memberikan oksigen yang tidak terputus
saat klien makan atau minum (Aryani, 2009).
b. Indikasi
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula
untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak
sesak) (Suparmi, 2008).
c. Prinsip
Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau
rendah, biasanya hanya 2-3 L/menit. Membutuhkan pernapasan hidung.

35

Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40 %. (Suparmi,


2008).

Gambar 12. Nasal Kanul dan Kanul Binasal

36

STEP 2
PERTANYAAN KASUS
1. Kapan normalnya meconium keluar?
2. Mengapa An. B menangis pada saat setelah dilakukan tindakan suctioning?
3. Mengapa pada saat IMD ASI tidak keluar?
4. Apakah posisi pada saat ibu melahirkan berpengaruh pada robekan perineum?
5. Pada kasus, termasuk pada Kala berapa?
6. Berapa nilai GPA pada Ny. Manis?
7. Berapa Nilai Normal TTV pada ibu post partum?
8. Apa saja penanganan pada diastase rektus abdominis?
9. Berapa jumlah darah normal yang keluar pada saat persalinan?
10. Alat kontrasepsi apa yang cocok pada usia lebih dari 35 tahun?
11. Apakah proses persalinan 2 orang anak dapat berpengaruh pada kondisi ibu?
12. Apakah usia 39 tahun dapat mempengaruhi dalam proses persalinan?
13. Bagaimana cara merangsang ASI supaya keluar dengan keadaan areola ibu
yang datar (proses laktasi)?
14. Bagaimana karakteristik normal His pada ibu hamil?
15. Mengapa pada bayi Ny. Manis terpasang kanul binasal?
16. Mengapa anak Ny. Manis mengalami BBLR?
17. Berapa nilai normal cairan ketuban?
18. Mengapa bayi diberikan suntikan vitamin K dan zalef mata?
19. Apakah klien dan bayi perlu dirujuk, dan apabila iya makan akan dirujuk
kemana?
20. Apakah tindakan amniotomi termasuk pada tindakan normal pada saat proses
melahirkan?
21. Apakah nilai ubun-ubun kecil mempengaruhi nilai APGAR scor pada bayi?
22. Apakah nilai persentasi ubun-ubun kecil dapat mempengaruhi posisi pada bayi
saat lahir?
23. Apakah keadaan abdomen lunak dan datar pada ibu post partum?
24. Seperti apa perawatan tali pusat yang benar pada kedua bayi Ny. Manis?
25. Apa diagnosa keperawatan dan intervensi yang harus diberikan pada Ny.Manis,
bayi dan keluarganya?
26. Apa diagnosa medis pada kasus IV ini?

37

STEP 3
JAWABAN KASUS
1.

Kapan normalnya meconium keluar ?


Mekonium normalnya keluar pada 24 pertama. Pengeluaran mekonium
yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikans. Pada lebih dari 90% bayi normal, mekonium pertama keluar dalam
usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90% kasus penyakit Hirschsprung
mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal berwarna hitam kehijauan,
sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup (Kartono, 2004; Wyllie 2000;
Pieter 2005; Irwan, 2003 dalam KA Sari, 2011).

2.

Mengapa An. B menangis pada saat setelah dilakukan tindakan suctioning


?
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan
jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang
adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada an. B yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri (Timby, 2009).

3.

Mengapa pada saat IMD ASI tidak keluar ?


IMD adalah proses membiarkan bayi dengan nalurinya sendiri menyusu
dalam 1 jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak kulit (skin to skin
contact) antara kulit ibu dengan kulit bayinya (Nurtjahjo dan Paramitia, 2008
dalam Sunansari, 2008). Dikutip dari Roesli (2008), tahapan yang biasanya
dilakukan bayi pada saat IMD adalah :
a. Istirahat sebentar dalam keadaan siaga untuk menyesuaikan diri dengan
b.
c.
d.
e.

lingkungannya.
Memasukkan tangan ke mulut.
Menghisap tangan dan mengeluarkan suara.
Bergerak ke arah payudara dengan aerola sebagai sasaran.
Menyentuh puting susu dengan tangannya.
38

f. Menemukan puting susu. 7. Melekat pada puting susu.


g. Menyusu untuk pertama kalinya.
Berikut ini beberapa pendapat yang menghambat terjadinya kontak dini
kulit ibu dengan kulit bayi menurut Roesli (2008) yaitu :
a. Bayi kedinginan Berdasarkan Penelitian dr Niels Bergman (2005)
ditemukan bahwa suhu dada ibu yng melahirkan menjadi 1C lebih panas
daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan
di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1C. Jika bayi
kedinginan suhu dada ibu akan meningkat 2C untuk menghangatkan
bayi.
b. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya
Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setelah
lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi
menyusu dini membantu menenangkan ibu.
c. Tenaga Kesehatan kurang tersedia Saat usia bayi di dada ibu, penolong
persalinan dapat menjalankan tugas. Bayi dapat menemukan sendiri
payudara ibu. Lihat ayah atau keluarganya terdekat unuk menjaga bayi
sambil memberikan dukungan pada Ibu.
d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk Dengan bayi diatas ibu, ibu
dapat dipindahkan keruang pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan
pada bayi untuk meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu
dini.
e. Ibu harus dijahit Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi diarea
payudara.yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.
f. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore
(gonorhea) harus segera diberikan setelah lahir.
g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur
Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas
badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix (zat lemak putih yang melekat
pada bayi) meresap,melunakkan dan melindungi kulit bayi lebih besar.
Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan
pengukuran dapat ditunda sampai menyusu dini selesai.
39

h. Bayi kurang siaga Pada 1 -2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga
(alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi
mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting
lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding (ikatan kasih
sayang).
i. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga
diperlukan cairan lain (cairan prelaktal) Kolostrum cukup dijadikan
makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal
air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu.
j. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya bagi bayi Kolostrum sangat
diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain sebagai imunisasi
pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum
melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda.
4.

Apakah posisi pada saat ibu melahirkan berpengaruh pada robekan


perineum ?
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin
persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap (Prawirohardjo, 2008).
Dalam menolong persalinan ibu bersalin memilih posisi persalinan sesuai
dengan yang dikehendaki. Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling
nyaman. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala dua karena
hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang
paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik (Setyorini, 2013).
Posisi yang digunakan adalah semi-duduk (44%, n=146), Telentang (28%,
n=94), duduk (24%, n=80), dan sisanya menggunakan posisi tidur miring. Hasil
penelitiannya hampir 30% wanita melahirkan dengan perineum utuh, 44%
episiotomy. Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara posisi
melahirkan dengan kondisi perineum (Olson, 2013).

40

5.

Pada kasus, termasuk pada Kala berapa ?


Kala 1 yaitu dimulai dengan waktu serviks membuka karna his, kontraksi
uterus teratur, makin lama makin kuat, makin sering dan makin terasa nyeri
disertai pengeluaran lender, darah dan berakhir setelah pembukaan serviks
lengkap yaitu bibir portio tidak dapat diraba. Selapu ketuban biasanya pecah
spontan pada akhir kala 1 (Vina Eka, 2013). Terdapat fase laten berlangsung
selama 8 jam dan fase aktiv selama 6 jam. Peristiwa yang penting dalam kala
ini adalah keluar lender darah (bloody show) dengan lepasnya mucous plug,
terbukanya vascular pembuluh darah servik. Pergeseran antara selaput ketuban
dengan dinding dalam uterus (Vina Eka, 2013). Kala II berlangsung selama 2
jam dimulai dengan pembukaan serviks dengan lengkap dan berakhir saat bayi
telah lahir lengkap. Kala III dimuali pada saat bayi lahir dengan lengkap dan
berakhir dengan lahirnya plasenta. Ini ditandai dengan perdarahan baru atau
kadang kala tidak disertai perdarahan (Vina Eka, 2013). Pada keadaan normal
kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi pusat, plasenta lepas 5-15
menit setelah bayi lahir. Kala IV dimulai dengan observasi selama 2 jam post
partum persalinan abnormal (Vina Eka, 2013).
Sehingga pada kasus termasuk kedalam kala IV karna klien merupakan
post partum normal (Vina Eka, 2013).

6.

Berapa nilai GPA pada Ny. Manis ?


Menurut Sarwono Prawirohardjo (2008), G1P0A0 yaitu:
a. Gravida : wanita hamil untuk pertama kali.
b. Partus : wanita yang pernah melahirkan satu keturunan atau lebih yang
mampu hidup tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada saat
lahir.
c. Abortus : pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22 minggu
atau bayi dengan berat badan 500 gram.
Sehingga dapat diketahui GPA pada kasus adalah G5P6A0
1) G5 : pada kasus Ny.Manis sedang mengandung anak ke 5, diketahui usia
kehamilannya 40 minggu.

41

2) P6 : pada kasus Ny.Manis telah memiliki 4 orang anak dan persalinan saat
ini melahirkan 2 orang anak sehingga partusnya sama dengan 6.
3) A0 : Pada kasus Ny.Manis tidak pernah mengalami abortus.
7. Berapa nilai normal TTV pada ibu post partum ?
Perubahan Tanda-tanda vital selama 24 jam pertama, suhu mungkin
meningkat menjadi 38C, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan
perubahan hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38C yang menetap 2 hari
setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis
puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis
(peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain (Maryunani,
2009).
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan
adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan
dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang
sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah
dan proses persalinan yang lama (Maryunani, 2009).
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera
setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran
tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan
sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan
sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami
preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut (Maryunani, 2009).
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada
bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
8. Apa saja penanganan pada diastasis rektus abdominis ?
Cara melakukan pemeriksaan diastasis rektus abdominis menurut Mariah
dan Alfiyati, 2012 dalam Ernawati, Dewi D, 2013, cara mengukur diastasis
rectus abdominis adalah sebagai berikut:
a. Atur posisi wanita berbaring telentang datar tanpa bantal dibawah kepala.

42

b. Tempatkan ujung-ujung jari salah satu tangan Anda pada garis tengah
abdomen dengan ujung jari telunjuk tepat pada dibawah umbilikus dan
jari yang lain berbaris longutidunal ke bawah ke arah simpisis pubis.
c. Minta wanita menaikkan kepalanya berupaya meletakkan dagu di
dadanya diarea antara payudaranya. Pastikan tidak menekan tangannya ke
tempat tidur atau mencengkram matras untuk membantu dirinya, karena
hal ini mencegah penggunaan otot-otot abdomen.
d. Ketika wanita berupaya meletakkan dagunya di antara payudaranya, tekan
ujung-ujung jari anda perlahan dekat ke abdomennya. Anda akan
merasakan otot-otot abdomen layaknya dua bebat karet yang mendekati
garis tengah dari ke kedua sisi.
e. Ukur celah diantara tersebut dengan jangka sorong ketika otot-otot
tersebut dikontraksi. Catat jarak kedua celah.
f. Minta wanita untuk menurunkan kepalanya.
g. Ketika menurunkan kepala, otot-otot abdomen akan bergerak lebih jauh
memisah dan kurang dapat dibedakan ketika otot relaksasi. Ujung-ujung
jari anda akan mengikuti otot rectus memisah ke sisi lateral masingmasing abdomen.
h. Ukur jarak antara kedua otot rektus ketika dalam keadaan relaksasi.
i. Catat hasil pengukuran tersebut
Bennet, 2002 dalam Ernawati, Dewi D, 2013 menjelaskan bahwa setelah
melakukan pemeriksaan rectus ditemukan bahwa celah otot rectus ibu lebih
lebar dua jari dan setelah 48 jam otot rectus harus diperiksa untuk adanya
diastasis yang mungkin terjadi pada masa antenatal atau persalinan. Celah
selebar dua jari dianggap normal dan ibu dapat terus melatih otot oblik
abdomen tersebut. Namun demikian, jika celah tersebut lebih lebar dari dua jari
dan terdapat penonjolan abdomen ketika mengangkat kepala, hanya latihan
transversus dan latihan menengadahkan pelvis yang harus dilakukan dengan
sangat teratur hingga celah tersebut mengecil.
9. Berapa jumlah darah persalinan normal ?
43

Darah yang keluar harus ditakar sebaik-baiknya. Kehilangan darah pada


persalinan adalah biasa disebabkan oleh luka karena pelepasan uri dan
perobekan pada serviks dan perinium. Rata-rata dalam batas normal jumlah
pendarahan adalah 250cc. Biasanya 100-300cc. Bila pendarahan sudah lebih
dari 500cc, ini sudah dianggap abnormal. Harus dicari sebabnya (Cunningham
et al, 2006).
10. Penggunaan alat kontrasepsi apa yang cocok untuk usia >35 tahun ?
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan jarak
antara kelahiran anak. Untuk menghindari kehamilan yang bersifat sementara
digunakan kontrasepsi, sedangkan untuk menghindari kehamilan yang sifatnya
menetap bisa dilakukan sterilisasi. Setelah berusia 35 tahun dianjurkan untuk
tidak hamil lagi karena setelah 35 tahun, tubuh wanita sudah tidak mendukung
untuk hamil sehingga lebih beresiko terjadi komplikasi kehamilan. Di atas usia
35 tahun sebaiknya jangan hamil lagi dan kontrasepsi terbaik setelah ini adalah
steril, Tubektomi untuk wanita dan vasektomi untuk pria (BKKBN dan
Kemenkes R.I, 2012).
11. Apakah proses persalinan 2 orang anak dapat berpengaruh pada kondisi
ibu ?
Penelitian Almeida et al (2015) menyatakan bahwa ibu dengan usia yang
tua (lebih dari 41 tahun) mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap keluaran
perinatal. Namun pengaruh tersebut dapat dikurangi tergantung pada usia
kehamilan, paritas, dan terutama pada tingkat pendidikan wanita hamil. Untuk
wanita hamil 41, peningkatan risiko keluaran perinatal diidentifikasi untuk
kelahiran prematur, untuk posterm (kecuali untuk wanita primipara dengan
sekolah 12 tahun), dan untuk berat badan lahir rendah. Saat melakukan
perbandingan antara umur tua dengan muda, tingkat pendidikan yang lebih
tinggi memastikan risiko yang sama rendah pada Skor APGAR 1 menit pertama
(untuk ibu primipara dan kelahiran aterm), skor APGAR rendah pada 5 menit
44

(kelahiran aterm), makrosomia (untuk wanita non-primipara), dan asfiksia


(Almeida, 2015).
Lamanya kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280
hari (40 minggu), dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40
minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan). Kehamilan lebih dari 42
minggu disebut kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28 sampai dengan 36
minggu disebut kehamilan prematur. Kehamilan yang terakhir ini akan
mempengaruhi viabilitas (kelangsungan hidup) bayi yang dilahirkan, karena
bayi yang terlalu muda mempunyai prognosis buruk (Prawirohardjo, 2012).
Pada kehamilan kembar dengan distensi uterus yang berlebihan dapat
menyebabkan persalinan prematur dengan BBLR. Kebutuhan ibu untuk
pertumbuhan hamil kembar lebih besar sehingga terjadi defisiensi nutrisi seperti
anemia hamil yang dapat mengganggu pertumbuhan janin dalam rahim (Marmi,
2012).
12. Apakah usia 39 tahun dapat mempengaruhi dalam proses persalinan ?
Pada wanita hamil akan mengalami perubahan fisik selama
kehamilannya, dimana perubahan ini terjadi karena adanya adaptasi terhadap
pertumbuhan janin dalam rahim dan dapat juga dipengaruhi oleh hal-hal yang
berhubungan dengan fisik ibu sebelum dan selama hamil (Arsinah, 2010).
a. Faktor Usia
1) Segi negatif kehamilan di usia tua
a) Kondisi fisik ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun akan
sangat menentukan proses kelahirannya. Hal ini turut
memengaruhi kondisi janin.
b) Pada proses pembuahan, kualitas sel telur perempuan pada
usia ini telah menurun jika dibandingkan dengan sel telur
pada perempuan dengan usia reproduksi sehat (25-30 tahun).
Jika pada proses pembuahan, ibu mengalami gangguan
sehingga menyebabkan terjadinya gangguan perkemihan dan
perkembangan buah kehamilan, maka kemungkinan akan

45

menyebabkan terjadinya Inta Uterine Growth Retardation


(IUGR) yang berakibat bayi berat lahir rendah (BBLR).
c) Kontraksi uterus juga sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik
ibu. Jika ibu mengalami penurunan kondisi, terlebih pada
primitua (hamil pertama dengan usia lebih dari 40 tahun),
keadaan ini harus benar-benar diwaspadai.
2) Segi positif dari kehamilan tua
a) Kepuasan peras sebagai ibu
b) Merasa lebih siap
c) Pengetahuan mengenai perawatan kehamilan dan bayi lebih
baik
d) Rutin melakukan pemeriksaan
e) Mampu mengambil keputusan
f) Toleransi pada kelahiran lebih besar
13. Bagaimana cara merangsang ASI supaya keluar dengan keadaan areola
ibu yang datar (proses laktasi) ?
Produksi ASI dipengaruhi oleh faktor hormonal (prolaktin dan oksitosin),
asupan makanan, kondisi psikis ibu, perawatan payudara, frekuensi bayi
menyusui,

konsumsi

obat-obatan/kontrasepsi hormonal (Kompas, 2013).

Perawatan payudara akan merangsang payudara dan mempengaruhi hypopise


untuk mengeluarkan hormon progesteron, estrogen dan oksitosin lebih banyak.
Hormon oksitosin akan menimbulkan kontraksi pada sel-sel lain sekitar alveoli
sehingga air susu mengalir turun ke arah puting (Mahmudah et al, 2014).
Salah satu metode perawatan payudara adalah dengan melakukan pijat
payudara dengan metode Oketani. Pijat oketani dapat meningkatkan produksi
dan ekskresi ASI yang berhubungan erat dengan perkembangan dan
pertumbuhan bayi (Foda, et al, 2004 dalam Mahmudah et al, 2014).
Manajemen Laktasi Oketani atau Oketani Breast Massage adalah
manajemen payudara unik yang diciptakan oleh Sotomi Oketani dari Jepang.
Sotomi Okretani juga berteori bahwa menyusui dapat meningkatkan ikatan ibu
dan anak, selain itu juga dapat melindungi ibu, kondisi fisik dan mental secara
46

alami. Hal ini sudah dilakukan di Jepang dalam beberapa tahun. Oketani Breast
Massage ini dapat membantu ibu untuk mengatasi kesulitan-kesulitan saat
menyusui bayi mereka. Agar dalam proses pemberian ASI berhasil, maka yang
paling penting untuk dilakukan adalah untuk terus menjaga payudara dan
puting dalam kondisi baik. Bayi dapat menyusui dengan mudah akibat
peningkatan elastisitas puting dan areola payudara. Manajemen Laktasi Oketani
atau Oketani Breast Massage memungkinkan bayi untuk mencapai hal tersebut
dan menjaga payudara dalam kondisi baik (Kabir et al, 2009).
14. Bagaimana karakteristik normal His pada ibu hamil ?
Kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir kehamilan
sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat kontraksi rahim yang disebut his
pendahuluan atau his palsu. His ini sebenarnya, hanya merupakan peningkatan
kontraksi Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut
bagian bawah dan lipat paha, tetapi tidak menyebabkan nyeri yangmemancar
dari pinggang ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi
pendek, tidak bertambah kuat jika dibawa berjalan, bahkan sering berkurang.
Hispendahuluan tidak bertambah kuat seiringmajunya waktu, bertentangan
dengan his persalinan yang makin lama makin kuat. Hal yang paling penting
adalah bahwa his pendahuluan tidak mempunyai pengaruh pada serviks. His
persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan dengan
sifat kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin
disebabkan oleh anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh
serabut otot rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam serviks dan
segmen bawah rahim, regangan serviks, atau regangan dan tarikan pada
peritoneum sewaktu kontraksi. Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak
dipengaruhi oleh kemauan, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh rangsangan dari
luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan. Seperti kontraksi jantung, pada
his juga terdapat pacemaker yang memulai kontraksi dan mengontrol
47

frekuensinya (Manuaba, 2008). Pacemaker ini terletak pada kedua pangkal


tuba. Menurut Manuaba (2008) kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus
diperhatikan ialah sebagai berikut:
a. Lamanya kontraksi; berlangsung 47-75 detik.
b. Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan intrauterin sampai 35
mmHg.
c. Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali
dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
15. Mengapa pada bayi Ny. Manis terpasang kanul binasal ?
Bayi tersebut mengalami asfiksia. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang
sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah
persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau
masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009 dalam
Lintang Brillianningtyas, 2014).
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau

beberapa

saat

setelah

lahir

(Prambudi,

2013

dalam

Lintang

Brillianningtyas, 2014).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
a. Asidosis (pH<7,0) pada darah arteri umbilikalis
b. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
c. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
d. Gangguan multiorgan

sistem

(Prambudi,

2013

dalam

Lintang

Brillianningtyas, 2014)
Sehingga dengan kondisi tersebut, penatalaksanaan prioritasnya adalah
dengan pemberian oksigen melalui kanul binasal.
16. Mengapa anak Ny. Manis mengalami BBLR ?

48

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction) (Pudjiadi et al, 2010).
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan
Ismawati, 2010) :
a. Menurut harapan hidupnya
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 10001500 gram.
3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang
dari 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya
1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu
dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi
atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan (NKB-SMK).
2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilannya (KMK).
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit

49

a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan


antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun)
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya

17. Berapa nilai normal cairan ketuban ?


Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim.
Cairan ini ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban
atau kantung janin. Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu selsel trofoblas, kemudian akan bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu
seni janin. Sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan
mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni. Jadi ada pola berbentuk
lingkaran atau siklus yang berulang (Sholeh Kasim, 2010).
Sebagai cairan pelindung dalam pertumbuhan dan perkembangan janin,
air ketuban berfungsi sebagai bantalan/peredam atau pelindung yang menjaga
janin terhadap trauma/benturan dari luar. Cairan ketuban juga menjadi sarana
yang memungkinkan janin leluasa bergerak sekaligus tumbuh bebas ke segala
arah. Selain itu sebagai benteng terhadap kuman dari luar tubuh ibu, melindungi
janin dari infeksi, dan menstabilkan perubahan suhu tubuh janin. Cairan
50

ketuban juga merupakan alat bantu diagnostik dokter pada pemeriksaan


amniosentesis (Sholeh Kasim, 2010).
Seiring dengan pertambahan usia kehamilan, aktivitas organ tubuh janin
juga mempengaruhi komposisi cairan ketuban. Banyaknya air ketuban tidak
terus sama dari minggu ke minggu kehamilan. Saat usia kehamilan mulai
memasuki usia 25 minggu, rata-rata air ketuban di dalam rahim 239 ml, yang
kemudian meningkat menjadi 984 ml pada usia kehamilan 33 minggu (Sholeh
Kasim, 2010).
Anda perlu memperhatikan volume air ketuban karena terkait dengan
kecukupan nutrisi dan oksigen bagi janin. Bila air ketuban berkurang, warnanya
akan menjadi lebih keruh. Bila tidak keruh, berarti air ketuban Anda sudah
cukup berfungsi menjamin kecukupan nutrisi dan oksigen. Kelebihan atau
kekurangan cairan ketuban akan menimbulkan komplikasi pada ibu atau janin
(Sholeh Kasim, 2010).
Kelebihan cairan ketuban dapat berdampak pada kondisi janin. Untuk
menjaga kestabilan air ketuban, bayi meminum air ketuban di dalam tubuh
ibunya dan kemudian mengeluarkannya dalam bentuk kencing. Jadi jika
terdapat volume air ketuban yang berlebih, diprediksi terdapat gangguan
pencernaan atau gangguan pada saluran pembuangan sang bayi yang ditandai
dengan kencingnya yang tidak normal (Sholeh Kasim, 2010).
Volume paling besar terjadi saat mendekati umur kehamilan 34 minggu,
dengan rerata volume 800 mililiter. Kurang lebih 600 mililiter AK meliputi
janin saat neonatus cukup bulan (40 minggu kehamilan) dan saat dilahirkan
(Sholeh Kasim, 2010).
18. Mengapa bayi diberikan suntikan vitamin K dan zalf mata ?
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K dalam
tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah
dalam 48-72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah
secara perlahan selama beberapa minggu tetap berada dibawah kadar orang
dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari makanan.
51

Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan,
antara lain karena simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir,
sedikitnya transfer vitamin K melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada
ASI dan sterilitas saluran cerna (Kemenkes RI, 2011).
Sediaan vitamin K yang ada di Indonesia adalah vitamin K3 (menadione)
dan vitamin K1 (phytomenadione). Yang direkomendasikan oleh berbagai
negara di dunia adalah vitamin K1. Australia sudah menggunakan vitamin K1
sebagai regimen profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir (sejak tahun 1961).
Hasil kajian HTA tentang pemberian profilaksis dengan vitamin K adalah
vitamin K1 . Selain sediaan injeksi, terdapat pula sediaan tablet oral 2 mg,
tetapi absorpsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 intra muskular,
terutama pada bayi yang menderita diare. Disamping efikasi, keamanan,
bioavailabilitas dan dosis optimal, sediaan oral untuk mencegah PDVK masih
memerlukan penelitian. Pemberian vitamin K1 oral memerlukan dosis
pemberian selama beberapa minggu (3x dosis oral, masing-masing 2 mg yang
diberikan pada waktu lahir, umur 3-5 hari dan umur 4-6 minggu), sebagai
konsekuensinya maka tingkat kepatuhan orang tua pasien merupakan suatu
masalah tersendiri (Kemenkes RI, 2011).
19. Apakah klien dan bayi perlu dirujuk, dan apabila iya makan akan dirujuk
kemana ?
Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola
secara strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin
pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan
komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi
baru lahir, dimanapun mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi
manapun, agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi
melalui peningkatan mutu dan ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal
dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes, 2006). Sistem rujukan
pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal mengacu pada prinsip
52

utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan
kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas PONED
harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Setelah dilakukan
stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di
tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan ke RS pelayanan
obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya (Depkes
RI, 2007) dengan alur sebagai berikut:
a. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.
b.

Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap


ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang dtang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan
persalinan normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus
dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan
kemampuannya atau melakukan rujukan pada puskesmas, puskesmas
mampu PONED dan RS PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang
sesuai.

c. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan


stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang
datang sendiri maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa
sebelum melakukan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS
POINEK.
d. Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan
pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi
baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat,
53

bidan di desa dan puskesmas. Puskesmas mampu PONED dapat


melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan
tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada
RS PONEK.
e. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
PONEK langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi
baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat,
bidan di desa dan puskesmas, puskesmas mampu PONED. Pemerintah
provinsi/kabupaten

melalui

kebijakan

sesuai

dengan

tingkat

kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif


maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON (Pertolongan
Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus).
f. Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat
dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan
pada persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan
komplikasi kehamilan dan persalinan.
g. Pokja/ satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama liuntas sektoral
ditingkat propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan
kewaspadaan masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan
serta kegawatdaruratan yang mungkin timbul olkeh karenanya. Dengan
penyampaian pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral,
maka dapat diharapkan adanya dukungan nyata massyarakat terhadap
sistem rujukan PONEK 24 jam.
h. RS swasta, rumah bersalin, dan dokter/bidam praktek swasta dalam
sistem rujukan PONEK 24 jam, puskesmas mampu PONED dan bidan
dalam jajaran pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat

54

dikoordinasikan dalam kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 jam


sebagai kelengkapan pembinaan pra RS (W Novita, 2015).

20. Apakah tindakan amniotomi termasuk pada tindakan normal pada saat
proses melahirkan ?
Tindakan amniotomi umumnya dilakukan pada saat pembukaan lengkap
atau hampir lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung
sebagaimana mestinya. Pada kondisi selektif, amniotomi tidak dilakukan pada
fase aktif awal, sebagai upaya akselerasi persalinan. Pada kondisi demikian,
penilaian serviks, penurunan bagian terbawah dan luas panggul, menjadi sangat
menentukan keberhasilan proses akselerasi persalinan. Penilaian yang salah,
dapat menyebabkan cairan amnion sangat berkurang sehingga menimbulkan
distosia dan

meningkatkan morbiditas/mortalitas

ibu dan bayi

yang

dikandungnya (Saifudin, 2009).


21. Apakah nilai ubun-ubun kecil mempengaruhi nilai APGAR scor pada bayi
?
Berpengaruh karena kelainan posisi merupakan posisi abnormal ubunubun kecil sebagai penanda terhadap panggul ibu. Kelainan presentasi adalah
semua presentasi lain dari janin selain presentasi belakang kepala (Kemenkes,
2013).
Penilaian

Apgar

merupakan

alat

penyaring

untuk

menentukan

pertolongan yang perlu segera diberikan kepada bayi baru lahir. Nilai Apgar
ditentukan dengan menilai denyut jantung, pernafasan, ketegangan otot, warna
kulit, dan respon terhadap rangsangan (refleks) (Yohana, 2011).
22. Apakah nilai persentasi ubun-ubun kecil dapat mempengaruhi posisi pada
bayi saat lahir ?
Kepala Janin Pada usia kehamilan aterm, wajah hanya merupakan
sebagian kecil dari kepala, sisanya merupakan tengkorak padat yang terdiri dari
dua tulang frontalis, dua tulang parietalis, dan dua tulang temporalis, ditambah
55

bagian atas tulang oksipitalis dan sayap sfenoid (Cunningham et al, 2010:
Kilpatrick & Garrison, 2007).
Tulang-tulang tengkorak dipisahkan oleh ruangan membranosa yang
disebut sutura. Sutura yang paling penting adalah sutura frontalis, sutura
sagitalis, dua sutura koronaria, dan dua sutura lambdoidea. Pada tempat
pertemuan beberapa sutura terbentuk ruang ireguler, yang ditutupi oleh suatu
membran yang disebut sebagai ubun-ubun. Ubunubun besar atau anterior
berbentuk belah ketupat, terletak di pertemuan antara sutura sagitalis dan sutura
koronaria. Ubun-ubun kecil atau posterior berbentuk segitiga, terletak di
perpotongan antara sutura sagitalis dan sutura Universitas Sumatera Utara
lambdoidea (Cunningham et al, 2010: Kilpatrick & Garrison, 2007).
Lokalisasi ubun-ubun memberikan informasi penting mengenai presentasi
dan posisi janin (Cunningham et al, 2010: Kilpatrick & Garrison, 2007).

Gambar 13. Presentasi Ubun-ubun


Menurut Cunningham et al, 2010: Kilpatrick & Garrison (2007) biasanya
dilakukan pengukuran beberapa diameter dan lingkar tertentu pada kepala
neonatus. Diameter-diameter yang penting antara lain:
a. Diameter oksipitofrontalis (11,5 cm), mengikuti garis dari titik tepat di
atas pangkal hidung ke bagian yang paling menonjol dari tulang
oksipitalis.

56

b. Diameter biparietalis (9,5 cm), garis tengah transversal terpanjang pada


kepala, memanjang dari satu tulang parietalis ke tulang parietalis lainnya.
c. Diameter bitemporalis (8,0 cm), jarak terjauh antara dua sutura
temporalis.
d. Diameter oksipitomentalis (12,5 cm), dari dagu ke bagian yang paling
menonjol dari oksiput.
e. Diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm), mengikuti garis yang ditarik
dari bagian tengah ubun-ubun besar ke permukaan bawah tulang
oksipitalis tepat di pertemuan tulang ini dengan leher.

Gambar 14. Lingkar Kepala


Lingkar tebesar kepala, berdasarkan bidang diameter oksipitofrontalis
berukuran rata-rata 34,5 cm. Lingkar terkecil kepala, berdasarkan bidang
suboksipitobregmatikus, berukuran 32 cm. Tulangtulang kranium dalam
keadaan normal dihubungkan hanya oleh sebuah lapisan tipis jaringan fibrosa
yang memungkinkan masing-masing tulang bergeser untuk menyesuaikan
dengan ukuran dan bentuk panggul ibu. Proses ini disebut sebagai molding.
Pada persalinan lewat bulan, osifikasi tengkorak telah terjadi sehingga
kemampuan tulang-tulang tengkorak untuk bergerak menjadi berkuramg. Bayi
prematur memiliki tengkorak yang lebih lunak dan sutura yang lebih lebar
sehingga molding yang terjadi dapat berlebihan (Bennett & Brown, 2009).
Posisi kepala dan derajat osifikasi menghasilkan spektrum plastisitas kranium
yang bervariasi, dari minimal hingga maksimal. Pada beberapa kasus, hal ini

57

menimbulkan disproporsi fetopelvik yang menjadi indikasi utama seksio


sesarea (Bennett & Brown, 2009).
a. Kondisi Janin dalam Persalinan
Terdapat 6 variabel penting pada janin yang mempengaruhi proses
melahirkan:
1) Ukuran janin Ukuran janin dapat ditentukan secara klinis melalui
palpasi abdomen atau melalui pemeriksaan ultrasonografi, namun
kedua pemeriksaan memiliki derajat kesalahan yang tinggi.
Makrosomia fetus berkaitan dengan kegagalan trial of labor.
2) Letak janin Letak janin menyatakan aksis janin relatif terhadap
aksis longitudinal uterus. Letak janin dapat bervariasi yaitu:
longitudinal, transversal, atau oblik. Pada kehamilan tunggal, hanya
janin dengan letak longitudinal yang dapat selamat melalui
persalinan pervaginam.
3) Presentasi janin Presentasi merupakan bagian terbawah janin yang
paling dekat dengan jalan lahir. Janin dengan letak longitudinal
memiliki presentasi wajah atau bokong. Presentasi campuran
menyatakan bahwa terdapat lebih dari satu bagian tubuh janin pada
pintu atas panggul. Presentasi funik menyatakan presentasi tali
pusat,

jarang

terjadi.

Fetus

dengan

presentasi

kepala

diklasifikasikan berdasarkan bagian dari tulang tengkorak yang


tampak yaitu oksiput (veteks), sinsiput, wajah, atau dahi
(Cunningham, et al, 2010). Malpresentasi menunjuk pada presentasi
selain verteks, dan hal ini terjadi pada sekitar 5% persalinan.

58

Gambar 15. Letak Memanjang, Presentasi Kepala. Perbedaan Sikap Tubuh


Janin Pada Presentasi (A) Verteks, (B) Sinsiput, (C) Wajah, (D) Dahi
4) Sikap atau postur janin Sikap
Menyatakan posisi kepala dalam hubungan dengan tulang
belakang janin (derajat fleksi/ ekstensi kepala janin). Fleksi kepala
penting dalam engagement kepala fetus pada panggul ibu. Jika dagu
fetus mengalami fleksi optimal hingga mencapai dada, diameter
suboksipitobregmatikus tampil pada pintu atas panggul. Hal ini
merupakan diameter terkecil yang dapat muncul pada presentasi
kepala. Diameter yang muncul pada pintu atas panggul meningkat
sejalan dengan derajat ekstensi (defleksi) kepala. Hal ini dapat
menyebabkan kegagalan kemajuan persalinan. Arsitektur dinding
pelvis bersama dengan peningkatan aktivitas uterus dapat
memperbaiki derajat defleksi pada tahap awal persalinan.
5) Posisi janin Posisi janin menyatakan hubungan antara titik acuan
pada bagian terbawah janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir.
Hal ini dapat ditentukan melalui pemeriksaan vagina. Pada
presentasi kepala, oksiput menjadi acuan penilaian. Jika oksiput
mengarah secara langsung ke anterior, posisi menjadi oksiput
anterior (OA). Jika oksiput mengarah ke sisi kanan ibu, posisi

59

menjadi oksiput anterior kanan (ROA). Pada presentasi oksiput,


variasi posisi janin dapat disingkat dengan membentuk arah jarum
jam sebagai berikut (Cunningham, et al, 2010):

Gambar 16. Posisi Janin


Pada persalinan sungsang, sakrum menjadi acuan penilaian.
Pada presentasi verteks posisi dapat ditentukan dengan palpasi
sutura janin. Sutura sagitalis merupakan sutura yang paling mudah
dipalpasi. Biasanya kepala janin memasuki pintu atas panggul
dalam posisi, dan pada persalinan normal, kepala mengalami rotasi
menjadi posisi OA. Kebanyakan bayi dilahirkan dengan posisi OA,
ROA, ataupun LOA. Malposisi menunjukkan persalinan dengan
posisi selain OA, ROA, ataupun LOA.
6) Station Station
Merupakan pengukuran turunnya bagian janin melalui jalan
lahir. Standar klasifikasi dinyatakan dalam derajat -5 sampai dengan
+5. Penentuan ini didasarkan pada pengukuran kuantitatif dalam
sentimeter pada tepi awal tulang dari spina iskiadia. Titik tengah
(station 0) didefinisikan sebagai bidang spina iskiadika ibu. Spina
iskiadika ibu dapat dipalpasi pada pemeriksaan vagina, kira-kira
searah jam 8 ataupun jam 4. (Cunningham et al, 2010: Kilpatrick &
Garrison, 2007).
23. Apakah keadaan abdomen lunak dan datar pada ibu post partum ?
Selama kehamilan otot-otot abdomen secara bertahap akan melebar atau
melonggar seiring bertambahnya usia kehamilan hal ini menyebabkan
60

terjadinya pengurangan tonus otot dan akan terlihat jelas pada periode post
partum sehingga membuat dinding otot perut menjadi lemah dan terjadi
penurunan kekuatan otot perut (Maryunani dan Sukarti, 2011).
Setelah melahirkan dinding abdomen masih lunak dan kendor
diakibatkan karena putusnya serat-serat elastic kulit distensi yang berlangsung
lama akibat membesarnya uterus selama kehamilan. Proses persalinan dimulai
sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka
dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Verney,
2008).
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali pada keadaan normal sebelum hamil. Senam
nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh setelah
hamil dan melahirkan, memperbaiki tonus otot pelvis, dan otot vagina,
memperbaiki regangan otot tungkai bawah, dan memperkuat otot-otot dasar
perut dan dasar panggul (Suherni, 2009). Salah satu upaya untuk
mengembalikan keadaan normal dan meningkatkan kekuatan otot perut adalah
dengan

olahraga.

Olahraga

bermanfaat

untuk

meningkatkan

stamina,

meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki peredaran darah, menjaga kekuatan


otot serta memperbaiki kelenturan otot (Deka, 2008). Jenis olahraga yang sesuai
dengan kondisi ibu setelah melahirkan adalah senam nifas.
Senam nifas merupakan suatu latihan yang dapat dilakukan 24 jam
setelah melahirkan dengan gerakan yang telah disesuaikan dengan kondisi ibuibu

setelah

melahirkan

yang

bertujuan

untuk

mempertahankan

dan

meningkatkan sirkulasi ibu pada masa nifas, serta membantu meningkatkan


kekuatan otot perut setelah melahirkan (Brayshaw, 2008). Para ibu kerap
merasa takut melakukan gerakan demi gerakan setelah persalinan, dikarenakan
ibu merasa khawatir gerakan yang diakukan justru menimbulkan dampak
seperti nyeri dan pendarahan. Padahal 6 jam setelah persalinan normal ibu
sudah boleh melakukan mobilisasi dini termasuk senam nifas (Label, 2011),

61

dengan senam nifas kondisi umum ibu menjadi lebih baik dan pemulihan lebih
cepat.
24. Seperti apa perawatan tali pusat yang benar pada kedua bayi Ny. Manis ?
a. Tali pusat
Tali pusat dalam istilah medisnya disebut dengan umbilical cord.
Merupakan saluran kehidupan bagi janin selama ia di dalam kandungan,
sebab selama dalam rahim, tali pusat ini lah yang menyalurkan oksigen
dan makanan dari plasenta ke janin yang berada di dalam nya. Begitu
janin dilahirkan, ia tidak lagi membutuhkan oksigen.dari ibunya, karena
bayi mungil ini sudah dapat bernafas sendiri melalui hidungnya. Karena
sudah tak diperlukan lagi maka saluran ini harus dipotong dan dijepit,
atau diikat (Wibowo, 2008).
Diameter tali pusat antara 1cm - 2,5cm, dengan rentang panjang
antara 30cm- 100cm, rata-rata 55cm, terdiri atas alantoin yang
rudimenter, sisa-sisa omfalo mesenterikus, dilapisi membran mukus yang
tipis, selebihnya terisi oleh zat seperti agar-agar sebagai jaringan
penghubung mukoid yang disebut jeli whartor. Setelah tali pusat lahir
akan segera berhenti berdenyut, pembuluh darah tali pusat akan
menyempit tetapi belum obliterasi, karena itu tali pusat harus segera
dipotong dan diikat kuat-kuat supaya pembuluh darah tersebut oklusi
serta tidak perdarahan (Retniati, 2010).
Definisi perawatan tali pusat Perawatan tali pusat adalah perbuatan
merawat atau memelihara pada tali pusat bayi setelah tali pusat dipotong
atau sebelum puput (Paisal, 2008). Perawatan tali pusat adalah
pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik
terakhir antara ibu bayi, kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan steril,
bersih, kering, puput dan terhindar dari infeksi tali pusat (Hidayat, 2005).
b. Tujuan perawatan tali pusat

62

Tujuan perawatan tali pusat adalah mencegah terjadinya penyakit


tetanus pada bayi baru lahir, agar tali pusat tetap bersih, kuman-kuman
tidak masuk sehingga tidak terjadi infeksi pada tali pusat bayi. Penyakit
tetanus ini disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin (Racun), yang masuk melalui luka tali pusat, karena
perawatan atau tindakan yang kurang bersih (Saifuddin, 2001).
Menurut Paisal (2008), perawatan tali pusat bertujuan untuk
menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih, mencegah infeksi pada
bayi baru lahir, membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat kering dan
lepas. Menurut Panduan (2010) ada 4 penatalaksanaan perawatan tali
pusat yang benar :
1) Peralatan Yang Dibutuhkan:
a) 2 Air DTT, hangat : - 1 untuk membasahi dan menyabuni
- 1 untuk membilas
b) Washlap kering dan basah
c) Sabun bayi
d) Kassa steril
e) 1 set pakaian bayi.
2) Prosedur Perawatan Tali Pusat :
a) Cuci tangan.
b) Dekatkan alat.
c) Siapkan 1 set baju bayi yang tersusun rapi, yaitu: celana, baju,
bedong yang sudah digelar.
d) Buka bedong bayi.

63

e) Lepas bungkus tali pusat.


f) Bersihkan/ ceboki dengan washlap 2-3x dari bagian muka
sampai kaki/ atas ke bawah.
g) Pindahkan bayi ke baju dan bedong yang bersih.
h) Bersihkan tali pusat, dengan cara :

Pegang bagian ujung

Basahi dengan washlap dari ujung melingkar ke batang

Disabuni pada bagian batang dan pangkal

Bersihkan sampai sisa sabunnya hilang

Keringkan sisa air dengan kassa steril

Tali pusat tidak dibungkus

i) Pakaikan popok, ujung atas popok dibawah tali pusat, dan


talikan di pinggir. Keuntungan : Tali pusatnya tidak lembab,
jika pipis tidak langsung mengenai tali pusat, tetapi ke bagian
popok dulu.
j) Bereskan alat
k) Cuci tangan
Menurut rekomendasi WHO, cara perawatan tali pusat yaitu cukup
membersihkan bagian pangkal tali pusat, bukan ujungnya, dibersihkan
menggunakan air dan sabun, lalu kering anginkan hingga benar-benar
kering. Untuk membersihkan pangkal tali pusat, dengan sedikit diangkat
(bukan ditarik). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tali pusat
yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat puput
64

(lepas) dibanding tali pusat yang dibersihkan menggunakan alkohol.


Selama sebelum tali pusat puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan
dengan cara dicelupkan ke dalam air, cukup dilap saja dengan air hangat.
Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya 2x sehari selama balutan atau kain
yang bersentuhan dengan tali pusat tidak dalam keadaan kotor atau basah.
Tali pusat juga tidak boleh dibalut atau ditutup rapat dengan apapun,
karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat
puputnya tali pusat, juga dapat menimbulkan resiko infeksi. Intinya
adalah membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat mengering dan
terlepas (Saifudin, 2001 dalam Kemenkes 2010).
25. Apa diagnosa keperawatan dan intervensi yang harus diberikan pada Ny.
Manis, bayi dan keluarganya ?
a. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Ibu
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis: perdarahan.
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi postpartum:
atonia uteri.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
cardiac output menurun.
4. Ansietas berhubungan dengan perdarahan
No. Dx.
NIC
Kep.
1.
1. Monitor Vital Signs

Rasional

2. Kaji skala nyeri pada


klien

3. Pengelolaan lingkungan

4. Dengarkan secara aktif


tetang
keluhan
yang

65

1. Mengetahui
tanda-tanda yg
terjadi pada ibu sebelum dan
selama persalinan
2. tingkatan nyeri pada klien
mempengaruhi
terhadap
tindakan asuhan keperawatan
pada ibu
3. Dengan
pengelolaan
lingkungan yang baik dapat
membantu untuk mengalihkan
rasa sakit pada ibu
4. Dengan mendengar keluhan
yang dirasakan ibu, perawat

dirasakan oleh klien


5. Pantau peningkatan tidur
klien

6. Gunakan
terhadap
nyeri

terapi musik
manajemen

5.

6.

7.
7. Ajarkan teknik relaksasi
dan distraksi pada klien
8.
8. Ajarkan manajemen nyeri
pada klien

9.

2.

9. Kolaborasi
keluarga
kenyamanan
Bleeding

dengan
tentang
reduction

Postpartum Uterus

3.

dapat mengetahui keluhan nyeri


yang
dirasakan
sesudah
persalinan.
Mengetahui jumlah istirahat
tidur kien untuk mengurangi
rasa nyeri ygsedang dirasakan
klien
dapat mengalihkan perasaan
nyeri
dengan
musik
instrumental untuk mengurangii
rasa nyeri klien selain dengan
pola istirahat tidur
membantu klien lebih tenang
dengan teknik ditraksi dan
relaksasi
Dengan adanya keluarga dapat
membantu
perawat
dalam
melakukan asuhan keperawatan
pada klien untuk mengurangi
bahakan menghilangkan rasa
nyri pada klien
Membantu tingkat kenyamanan
klien

Bleeding

reduction

Postpartum

Uterus

1. Kaji riwayat obstetric 1. Mengetahui


adanya
(postpartum, preeklampsi,
kemungkinan terjadinya resiko
kehamilan gamely)
perdarahan
2. Monitor tanda-tanda vital 2. Mengetahui perkembangan ibu
tiap 15 menit
post partum
3. Beri perawatan perineum 3. Mencegah terjadinya risiko
perdarahan
4. Beri infuse via IV
4. U ntuk memenuhi keseimbangan
cairan elektrolit
1. Monitor vital signs
1. Mengetahui
tanda-tanda yg
terjadi pada ibu sebelum dan
selama persalinan
2. Tindakan
pencegahan 2. Untuk mengurangi perdarahan
perdarahan
yang berlebihan yang sudah

66

3. Observasi
infeksi

pengendalian

4. Tindakan
kejang

pencegahan

Intracranial

Pressure

terjadi pada ibu saat persalinan


3. Membantu mengurangi infeksi
yang dapat mempengaruhi
perfusi jaringan cerbral cardiac
output yg akan terjadi pada ibu
4. Mengantisipasi
terjadinya
komplikasi
pada
perfusi
jaringan yg lebih kompleks
pada ibu
Intracranial Pressure Monitoring:

Monitoring:
1. Identifikasi risiko

4.

1. Mengetahui risiko yang akan


terjadi
pada
ibu
dengan
membantu mengurangi risiko
yang lebih kompleks pada ibu
2. Beritahu tentang proses 2. Dapat membantu klien untuk
penyakit
mengetahui perjalanan penyakit
yg sedang dideritanya saat ini
3. Berikan perawatan embolus 3. Membantu mengurangi embolus
perifer pada klien
perifer yg ada pada ibu agar
tidak terjadi lebih komplek
tentang komplikasi yg terjadi
pada ibu
Anxiety Reduction:
Anxiety Reduction:
1. Kaji tingkat dan penyebab 1. Dapat mengetahui tingkat cemas
kecemasan
dan penyebab cemas sehingga
dapat mengatasi masalh tersebut
2. Orientasikan
pada 2. Lebih bisa beradaptas dengan
lingkungan
dengan
lingkungan yang baru sehingga
penjelasan sederhana
klien lebih rileks
3. Libatkan
klien/orang 3. Keterlibatan akan memfokuskan
terdekat dalam rencana
perhatian klien dan arti positif
perawatan dan dorong
dan memberikan rasa terkontrol
partisipasi maksimum pada
rencana
4. Anjurkan klien untuk 4. Memberikan arti menghilang
melakukan
tekhnik
respon ansietas, menurunkan
relaksasi misalnya nafas
perhatian,
meningkatakan
dalam
relaksasi dan meningkatkan

67

koping
5. Berikan dorongan pada 5. Langkah awal dalam mengatasi
klien
untuk
perasaan
adalah
terhadap
mengekspresikan perasaan
identitifikasi
dan
ekspresi.
Mendorong
situasi
dan
kemampuan
diri
untuk
mengatasi.
Kolaborasi :
Kolaborasi:
1. Berikan sedatif sesuai 1. Untuk menangani ansietas dan
meningkatkan aktifitas
indikasi dan awasi efek
merugikan
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Janin/Bayi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispnea.
2. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan usia ibu
> 35 tahun.
No. Dx.
NIC
Kep.
1.
Airway Mangement :

2.

Rasional
Airway Mangement :

1. Penyedotan jalan nafas

1. Membantu mengurangi lendir


yang ada pada bayi saat proses
persalinan selesai

Astma Management :

Astma Management:

1. Berikan terapi oksigen


binasal
2. Observasi pemberian obat
nasal

1. Membantu bayi dalam awal


pernafasan pada bayi
2. Membantu
pemenuhan
kebutuhan pola nafas pada bayi

1. Ajarkan
tentang
bimbingan
antisipatif
pada kelurga
2. Ajarkan
pemberian
makan makan pada bayi
usia0-3 bulan

1. Membantu mengurangi resiko


yang lebih kompleks pada bayi
2. Membantu
memenuhi
kebutuhawal nutrisi pada bayi

Development Enhancement:
68

Development Enhancement: Infant :

Infant :
1. Identifikasi
resiko kelurga

terhadap 1. Dapat dijadikan faktor penyebab


dari kegagalan tumbuh kembang
pada bayi
2. Beritahu keluarga tentang 2. Membantu kelurga dalam merawat
cara membesarkan anak
bayi dengan BBL
dengan baik
3. Observasi
pemeriksaan 3. Mengetahui
pemeriksaan
kesehatana
yang
kesehatan yang dilakuan ibu saat
dilakukan oleh keluarga
mengandung Bayinya.
terhadap bayi klien
4. Obsevasi
perawatan 4. Mengetahui resiko kehamilan yg
mungkin terjadi pada saat klien
kehamilan berisiko tinggi
mengandung
26. Apa diagnosa medis pada kasus IV ini ?
Diagnosa Medis pada kasus 4 ini merupakan kasus tentang Perdarahan
Post Partum Primer (Atonia Uteri). Karena pada klien mengeluh pusing dan
merasakan nyeri pada genitalianya dengan skala 3 disertai perdarahan post
partum, dengan darah sekitar 450 cc berwarna merah segar yang terdapat pada
pembalut hingga keseluruh pakaian bawah dan perlak yang dipakainya. Jumlah
bayi yang dilahirkan 2 orang. Kondisi kedua bayi yaitu posisi bayi : presentasi
ubun-ubun kecil, punggung kanan, tali pusat berjumlah 2 buah dengan panjang
51 cm dan setiap tali pusat terdapat 2 arteri serta 1 vena, plasenta utuh dengan
berat 450 gram. Anak A memiliki BBL 1950 gr dan PB bayi 47 cm Anak B
memilik BBL 2070 gr, PB bayi 45 cm.
Perdarahan post partum (hemoragia postpartum) adalah hilangnya darah
lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi. Namun menurut
Doengoes, perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama
atau setelah melahirkan (Mitayani, 2009). Atonia uteri adalah suatu keadaan
dimana lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak
dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir (Maryunani A et al, 2013).
69

Menurut Ahonen et al (2010) faktor-faktor yang dapat menyebabkan


perdarahan postpartum yaitu atonia uteri, retensio plasenta dan laserasi jalan
lahir. Menurut Maryunani A (2013) faktor predisposisi atonia uteri meliputi
beberapa hal berikut: 1) Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan
kehamilan gemeli, polihidramnion, atau bayi terlalu besar, 2) Kehamilan grande
multipara (multiparitas > 5 anak), 3) Kelelahan persalinan lama, 4) Ibu dengan
keadaan yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun, 5) Infeksi intra
uterin (korioamnionitis), 6) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim, 7)
Ada riwayat atonia uteri, 8) Kelainan uterus (leiomioma, kelainan kongenital),
9) Persalinan yang terlalu cepat hingga rahim kelelahan dan tidak dapat
berkontraksi, 10) Plasenta previa dan solusio plasenta, dan 11) Preeklamsi dan
eklamsi.

70

STEP 4
MIND MAPPING

ASKEP:
PENGKAJIAN
DIAGNOSA
INTERVENSI

PENCEGAHAN:
PRIMER
SEKUNDER
TERSIER

PERDARAHAN
POST PARTUM
PRIMER
(ATONIA
UTERI)

JURNAL:
PENGARUH PIJAT
OKSITOSIN
TERHADAP
PRODUKSI ASI IBU
POSTPARTUM DI
BPM WILAYAH
KABUPATEN
KLATEN

MEKANISME
PERUBAHAN
PASIEN DENGAN
PERDARAHAN
POST PARTUM
PRIMER (ATONIA
UTERI)

LP:
DEFINISI
ANFIS
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI

71

STEP 5
LEARNING OBJEKTIF
1
2

Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi sistem reproduksi


Mahasiswa mampu memahami penyakit Perdarahan Post Partum Primer

(Atonia Uteri)
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Perdarahan Post Partum Primer

(Atonia Uteri)
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien Perdarahan Post
Partum Primer (Atonia Uteri)

72

STEP 6
INFORMASI TAMBAHAN
A Identitas Jurnal
Judul Jurnal : Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Ibu
Postpartum Di Bpm Wilayah Kabupaten Klaten.
Nama Jurnal : Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan
Penulis
: Emy Suryani dan Kh Endah Widhi Astuti.
Tahun Jurnal : 2013
B Latar Belakang
Secara Nasional, cakupan ASI eklusif di Indonesia masih rendah. Data
Susenas 2010 menunjukkan bahwa baru 33.6% bayi di Indonesia yang
mendapat ASI eklusif , artinya masih ada sekitar 2/3 bayi di Indonesia yang
kurang mendapatkan ASI. Namun hal itu tidak terjadi di kabupaten Klaten
karena kabupaten Klaten lewat penerapan Peraturan Daerah dan peningkatan
kapasitas petugas kesehatan, Kabupaten Klaten berhasil meraih angka
kecukupan ASI Ekslusif tertinggi se-Indonesia. Hal ini merupakan salah satu
bukti nyata komitmen pemerintah daerah yang kuat untuk mensukseskan
program ASI eklusif. Cakupan ASI di Kabupaten Klaten meningkat dari 24%
pada tahun 2007 menjadi 76 % pada tahun 2011 (Detik Health, 2012). Hal ini
juga merupakan salah satu pelaksanaan dari PP no 23 tahun 2012 tentang
pemberian Air Susu Ibu Eksklusif dimana disebutkan bahwa pemberian ASI
ekslusif bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan
ASI Ekslusif sejak lahir sampai batas berusia 6 (enam) bulan dengan
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya.
Sesuai dengan fenomena yang telah dijelaskan di atas dan berdasarkan
hasil pengamatan peneliti, masyarakat yang ada di Klaten, khususnya budaya
Jawa, masih banyak dijumpai para ibu melakukan perawatan nifas berdasarkan
budaya dan tradisinya, termasuk dalam hal menyususi, namun pada sebagian

73

ibu mungkin saja terjadi kesulitan pengeluaran ASI karena lebih banyak ibu
terpengaruh mitos sehingga ibu tidak yakin bisa memberikan ASI pada bayinya.
Perasaan ibu yang tidak yakin bisa memberikan ASI pada bayinya akan
menyebabkan penurunan hormone oksitosin sehingga ASI tidak dapat keluar
segera setelah melahirkan dan akhirnya ibu memutuskan untuk memberikan
susu formula. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk merangsang hormone
prolaktin dan oksitosin pada ibu setelah melahirkan adalah dengan melakukan
pijat oksitosin. Hal ini sesuai dengan anjuran dari pemerintah untuk
pemanfaatan alam sekitar atau Back to Nature, budaya pijat masa nifas sudah
kental bagi ibu-ibu masa nifas khususnya pada masyarakat Jawa.
C Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantu para ibu agar
memberikan asi kepada bayinya.
D Analisis Jurnal
Bila di lihat dari hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan
berat badan yang signifikan dengan p value 0.001 dimana hal ini menunjukan
adanya perbedaan berat badan pada dua kali pengukuran. Berat badan bayi
merupakan salah satu indikator dari kelancaran ASI yang menurut kriteria bila
ASI lancar maka berat badan bayi tidak akan turun 10 % pada minggu pertama
lahir bahkan bila bayi mendapatkan ASI ekslusif penurunan hanya terjadi 3-5%
pada hari ke 3 dan berat badan pada minggu kedua minimal sama atau bahkan
mengalami kenaikan (Bobak, Perry dan lawdermik, 2005). Bila dilihat dari
hasil bahwa semua bayi dari responden mengalami peningkatan berat badan
sehingga bisa di simpulkan bahwa bayi mendapatkan cukup ASI dan produksi
ASI ibu dikatakan lancar karena menurut Sweet, 2002 menyatakan bahwa
penurunan berat badan bayi yang cukup mendapatkan nutrisi hanya terjadi
sampai hari ke 3 setelah lahir dan akan terjadi peningkatan rata rata 200 gr per
minggu.

74

Hasil penelitian menunjukan frekuensi BAK bayi pada hari pertama


setelah lahir adalah 6 kali dalam 24 jam, pada minggu pertama adalah 9 kali
dan pada minggu kedua adalah 10 kali dalam 24 jam, menunjukan bahwa bayi
akan sering kencing ketika bayi mendapatkan cukup nutrisi. Hal ini merupakan
indikator kedua dimana bila bayi cukup mendapatkan ASI akan buang air besar
antara 6 sd 8 kali dalam 24 jam dengan warna jernih kekuningan (Soetjiningsih,
2005).
Bila bayi tidak mendapatkan cukup ASI maka bayi akan sering menangis,
menyusu lebih lama dari frekwensi biasanya dan ingin selalu minum ASI
dengan waktu yang cukup pendek. Hal ini berlawanan dengan hasil penelitian
ini karena pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa frekwensi bayi minum
ASI pada waktu lahir adalah 8 kali yang meningkat pada minggu pertama dan
kedua. Bila dilihat secara teori bila bayi cukup mendapatkan nutrisi maka rata
rata frekwensi menyusu bayi antara 8-12 kali dan bayi akan tidur tenang /
nyenyak 2-3 jam setelah menyusu. Hal ini menunjukkan bahwa bila bayi
menyusu semakin sering maka ASI yang di produksi semakin banyak karena
semakin tinggi kadar oksitosin pada peredaran darah yang akan merangsang
prolaktin untuk terus memproduksi ASI (Roesli, 2008).
Kecukupan pemberian ASI juga di tunjukan oleh perilaku bayi dimana
bayi biasanya akan tenang, tidak rewel dan tidur pulas. Namun perlu di
perhatikan juga bahwa kesuksesan pemberian ASI juga dipengaruhi oleh tingkat
kenyaman ibu dimana secara tidak langsung akan mempengaruhi produksi ASI
yang meliputi puting susu lecet, pembengkakan dan nyeri. Masalah ini dapat di
kurangi jika ibu dapat menyusui bayinya dengan benar dan sering, hal ini
didukung oleh penelitian dari Moberg, 1998 yang mengatakan bahwa oytosin
dikeluarkan ketika ibu merasa nyaman, mendapaatkan cukup sentuhan, cukup
temperatur dan tidak ada stress atau ibu dalam kondisi relax. Hal ini dibuktikan
bahwa semua ibu postpartum di wilayah kabupaten Klaten berada satu ruang
dengan bayinya (rooming in) sehingga bayi dapat di berikan ASI sewaktu

75

waktu jika bayi menginginkan dan semua petugas kesehatan di wilayah BPM
Kabupaten Klaten melakukan Inisasi Menyusui Dini.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 33 tahun 2012 yang
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir
kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam dan pasal 10 menyebutkan
Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib
menempatkan ibu dan bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali
atas indikasi medis yang di tetapkan oleh dokter. Dengan demikian maka pijat
oksitosin mempengaruhi produksi ASI.
E Metode
Penelitian quasi eksperimen dengan rancangan yang digunakan adalah pre
and post test design yaitu suatu pengukuran dilakukan pada saat sebelum dan
sesudah intervensi penelitian (Sugiyono, 2005). Dalam rancangan ini responden
diberikan intervensi dengan pijat oksitosin kemudian di ukur kelancaran ASI
dengan indicator berat badan bayi, frekwensi BAK perhari dan seringnya bayi
menyusu serta lama tidur bayi setelah menyusu (Suradi, 2008).
F Hasil
Untuk mengetahui dan menemukan perbedaan bermakna antara
pengukuran pertama, kedua dan ketiga pada semua variable maka di lakukan
analisis post-hoc dengan uji Wilcoxon dengan hasil bahwa p value : 0.001
dengan hasil : 1) Ada perbedaan rerata BBL pada hari pertama lahir dan
sesudah satu minggu pasca pijat oxitosin, 2) Ada perbedaan rerata BBL pada
hari pertama lahir dan sesudah dua minggu pasca pijat oxitosin dan 3) Ada
perbedaan rerata BBL sesudah satu minggu dan dua minggu pasca pijat
oxitosin. Sedangkan hasil untuk frekwensi BAK bayi dalam 24 jam didapatkan
hasil p value : 0,001 dapat di simpulkan bahwa : 1) Ada perbedaan frekuensi
BAK pada hari pertama dan sesudah satu minggu pasca pijat oxitosin, 2) Ada
76

perbedaan frekuensi BAK hari pertama lahir dan sesudah dua minggu pasca
pijat oxitosin dan 3) Ada perbedaan frekuensi BAK sesudah satu minggu dan
dua minggu pasca pijat osin. Hasil analisa untuk frekuensi menyusu didapatkan
p value : 0,001 menunjukkan hasil bahwa : 1) Ada perbedaan frekuensi
Menyusu pada bayi baru lahir dan sesudah satu minggu pasca pijat oxitosin, 2)
Ada perbedaan frekuensi Menyusu pada hari pertama bayi baru lahir dan
sesudah dua minggu pasca pijat oxitosin dan 3) Ada perbedaan frekuensi
Menyusu sesudah satu minggu dan dua minggu pasca pijat oxitosin. Indikator
terakhir adalah tentang lama tidur bayi setelah menyusu di dapatkan hasil p
value: 0,007 dimana dapat simpulkan ada perbedaan lama tidur pada hari
pertama lahir dan sesudah satu minggu pasca pijat oxitosin , p value : 0,001
dengan hasil ada perbedaan lama tidur hari pertama lahir dan sesudah dua
minggu pasca pijat oxitosin namun pada hari ke 7 dan hari ke 14 didapatkan
hasil p value : 0,963 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan lama tidur
sesudah satu minggu dan dua minggu pasca pijat oxitosin. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pijat oksitosin mempengaruhi peningkatan berat
badan, frekwensi BAK bayi, frekwensi menyusui bayi dan lama tidur bayi
setelah menyusui. Dimana hal ini menggambarkan bahwa pijat oksitosin
mempengaruhi kelancaran ASI bila dilihat dari indikator bayi.

STEP 7
LAPORAN PENDAHULUAN

77

(terlampir)

78

Lampiran 1 Teori dan Analisis Kasus


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan post partum (hemoragia postpartum) adalah hilangnya darah
lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi. Namun menurut
Doengoes, perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama
atau setelah melahirkan (Mitayani, 2009). Atonia uteri adalah suatu keadaan
dimana lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak
dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir (Maryunani A et al, 2013).
Angka kematian maternal di Indonesia jika dibandingkan dengan seluruh
dunia hampir sama, namun akan jauh berbeda dengan negara-negara maju
atau negara-negara
berkembang,

di

Asia

Tenggara.

Indonesia

sebagai

negara

masih memiliki angka kematian maternal cukup tinggi dan

perdarahan postpartum masih menjadi penyebab utama kematian maternal.


Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI,
2007 dalam Susanti Indah 2011), angka kematian ibu (AKI) di Indonesia
sebesar 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan target yang
ingin dicapai sesuai tujuan MDGS ke-5, pada tahun 2015 AKI turun
menjadi 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup, yaitu mengurangi
kematian maternal 75% dari tahun 1990 sampai dengan 2015 (BPS and
Macro International, 2007).
Salah satu penyebab utama kematian ibu baik di dunia maupun
Negara berkembang adalah perdarahan postpartum (Homer et al, 2009). Hal
ini dilihat dari kasus perdarahan yang paling banyak ditemukkan yaitu
perdarahan postpartum sebesar 18,4%. Risiko kematian ibu semakin besar
79

dengan

adanya anemia, kekurangan energi kronik (KEK), dan penyakit

menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, serta HIV/AIDS.


Disamping itu beberapa faktor yang berkontribusi secara tidak
langsung

adalah tingkat

sosial

ekonomi,

pendidikan,

budaya,

akses

terhadap sarana kesehatan, transportasi, dan tidak meratanya distribusi tenaga


terlatih (terutama bidan) (Tim Penyusunan Laporan Tujuan Pembangunan
Millennium (MDGs)

Indonesia, 2007). Lombaard and Pattinson

(2009),

menyatakan bahwa perdarahan postpartum merupakan faktor utama penyebab


kematian dan kesakitan ibu diseluruh dunia. Pada umumnya seorang ibu
melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml
tanpa menyebabkan gangguan homeostatis. WHO mendefinisikan perdarahan
postpartum sebagai perdarahan yang melebihi 500 ml dalam 24 jam setelah
bayi lahir. Namun secara praktis hal ini tidak dapat digunakan sebagai estndar
penilaian karena sering pasien datang dalam kondisi secara klinik presyok
atau syok. Perdarahan dapat terjadi segera setelah bayi lahir, selama pelepasan
dan setelah plasenta lahir. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan
postpartum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu perdarahan postpartum primer
(terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir) dan perdarahan postpartum
sekunder (terjadi setelah 24 jam setelah bayi lahir) (Saifudin et al, 2007).
Menurut Ahonen et al (2010) faktor-faktor yang dapat menyebabkan
perdarahan postpartum yaitu atonia uteri, retensio plasenta dan laserasi jalan
lahir. Atonia uteri dapat terjadi pada kasus overdistensi uterus seperti
hidramnion, gemelli, persalinan lama, induksi oksitosin, multiparitas, dan
retensio plasenta. Ahonen et al (2010) juga menyebutkan bahwa berdasarkan
pada studi dilakukan terhadap 154,311 kasus persalinan terjadi 666 kasus
perdarahan postpartum yang disebabkan oleh retensio placenta, persalinan kala
II lama, plasenta akreta, laserasi jalan lahir, ruptur uterus, tindakan vakum
ekstraksi, makrosomia, hipertensi dalam kehamilan, induksi dan augmentasi
persalinan denganoksitosin. Selain penyebab tersebut Ahonen et al (2010) juga
80

mengatakan bahwa faktor riwayat perdarahan postpartum, obesitas, paritas


tinggi, intrauterin fetal death (IUFD), ras Asia, persalinan presipitatus,
pembedahan

endometriosis

dan

riwayat

persalinan

sesar sebelumnya

menjadi penyebab terjadinya perdarahan postpartum.


Tujuan utama penanganan perdarahan postpartum yaitu pencegahan,
penghentian perdarahan dan mengatasi syok. Menurut Anderson and
Etches (2007) manajemen aktif kala III (PAKT) merupakan strategi
pencegahan pendarahan postpartum. Setiap ibu melahirkan harus mendapatkan
penanganan aktif kala III (active management of the third stage of labour).
Manajemen aktif kala III adalah sebuah tindakan yang bertujuan untuk
mempercepat
sehingga

lahirnya plasenta dengan

menurunkan

meningkatkan

kontraksi uterus

kejadian perdarahan postpartumkarena atonia uteri

(Anderson and Etches, 2007).


Kasus ini memang menarik untuk dipelajari terutama di Negara
Berkembang termasuk Indonesia karena yang paling banyak kasus ini terjadi di
Indonesia. Hal terpenting dalam penanganan perdarahan postpartum adalah
penggantian cairan. Keterlambatan atau ketidaksesuaian dalam memperbaiki
hipovolemia merupakan awal kegagalan mengatasi kematian akibat perdarahan
postpartum. Meskipun pada kasus perdarahan kedua komponen darah yaitu
plasma dan sel darah hilang, tetapi penanganan pertama untuk menjaga
homeostatis tubuh dan mempertahankan perfusi jaringan adalah pemberian
cairan (Anderson and Etches, 2007).

81

B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan dan uraian latar belakang masalah di atas, agar dalam
penyusunan laporan ini lebih terarah pembahasannya dan mendapatkan
gambaran secara komprehensif. Maka sangat penting untuk dirumuskan pokok
permasalahannya, yakni:
1. Kalimat atau kata kunci apa saja yang belum jelas dalam kasus ?
2. Pertanyaan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus ?
3. Informasi tambahan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus ?
4. Bagaimana hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi baru yang
ditemukan pada kasus ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penyusunan laporan ini adalah untuk
mengetahui hasil analisis kasus mahasiswa semester 6 terhadap konsep
asuhan keperawatan klien dengan Perdarahan Post Partum Primer (Atonia
Uteri) di Mata Kuliah Blok Sistem Reproduksi.
2. Tujuan Khusus
a. Menentukan kalimat atau kata kunci yang belum jelas.
b. Mengidentifikasi masalah dan membuat pertanyaan penting.
c. Menganalisa masalah dengan menjawab pertanyaan penting.
d. Mencari informasi tambahan guna menunjang analisa kasus.
e. Melaporkan hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi yang baru
ditemukan kepada fasilitator.

82

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penyusunan laporan ini adalah:
1. Bagi Masyarakat atau Klien
Diharapkan penulisan ini akan menjadi tambahan ilmu pengetahuan yang
berhubungan

dengan

konsep

asuhan

keperawatan

klien

dengan

Perdarahan Post Partum Primer (Atonia Uteri).


2. Bagi Penulis
Hasil analisis kasus ini diharapkan dapat memberi informasi tentang
konsep asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan sistem
reproduksi akibat Perdarahan Post Partum Primer (Atonia Uteri). Penulis
dapat menambah pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan
dan menjadi acuan untuk penulisan selanjutnya.
3. Bagi STIKes Mahardika
Keperawatan sebagai profesi yang didukung oleh pengetahuan yang
kokoh, perlu terus melakukan berbagai tulisan-tulisan terkait praktik
keperawatan yang akan memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan.
Penulisan ini diharapkan dapat memperkaya literatur dalam bidang
keperawatan.

83

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Pendarahan Postpartum
1. Definisi Pendarahan Postpartum
Perdarahan post partum (hemoragia postpartum) adalah hilangnya
darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi.
Namun menurut Doengoes, perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan (Mitayani, 2009).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi segera
setelah persalinan melebihi 500 cc yang dibagi menjadi bentuk
perdarahan primer dan sekunder (Manuaba, 2007).
Dengan pengurangan kuantitatif, ternyata batasan tersebut tidak
terlalu tepat, karena terbukti bahwa darah yang keluar pada persalinan
pervagina umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan salah satu
penyebab mortalitas pada ibu (Mitayani, 2009).
Jadi kesimpulannya pendarahan postpartum hilangnya darah lebih
dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah persalinan pervagina atau
setelah lahirnya bayi. Terdapat 2 macam pendarahan postpartum yaitu
pendarahan primer dan sekunder.
2. Etiologi
Menurut Mitayani (2009) berbagai penyebab penting, baik yang
berdiri sendiri maupun bersama-sama yang dapat menimbulkan
perdarahan post partum adalah sebagai berikut:
a. Trauma jalan lahir
1) Episiotomy yang lebar
2) Laserasi perineum, vagina, dan serviks

84

3) Rupture uterus
b. Kegiatan kompresi pembuluh darah tempat implantasi plasenta.
1) Miometrium
a) Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen dan
eter)
b) Perfusi miometrium yang kurang (hipotensi akibat
perdarahan atau anestesi konduksi)
c) Uterus yang terlalu menegang (janin yang besar,
kehamilan multiple, hidramion)
d) Setelah persalinan yang lama
e) Setelah persalinan yang terlalu cepat
f) Setelah persalinan yang dirangsang dengan oksitoksin
dalam jumlah yang besar
g) Paritas tinggi
h) Perdarahan

akibat

atonia

uteri

pada

persalinan

sebelumnya
i) Infeksi uterus
2) Retensi Sisa Plasenta
a) Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta)
b) Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta senturia)
3) Gangguan Koagulasi

85

Gangguan koagulasi yang di dapat maupun congenital akan


memperberat perdarahan akibat semua sebab di atas.
3. Faktor Predisposisi
Menurut Mitayani (2009) faktor-faktor prdisposisi perdarahan
postpartum adalah sebagi berikut
a. Kelahiran besar
b. Kelainan forsep tengah
c. Rotasi forsep
d. Kelahiran pervagina
e. Post sectio caesarea
f. Insisi uterus lain
Di samping hal diatas, kekeliruan pada pengolahan kala III adalah
dengan mempercepat kelahiran plasenta seperti pengeluaran plasenta
manual, dengan terus-menerus meremas uterus yang telah berkonstraksi
baik, sehingga dapat menghambat mekanisme fisiologis pelepasan
plasenta. Akibat pelepasan plasenta yang tidak lengkap akan terjadi
peningkatan jumlah perdarahan (Mitayani, 2009).
4. Klasifikasi
Menurut Mitayani (2009) klasifikasi dari perdarahan postpartum ada dua
bagian di antaranya:
a. Perdarahan Post Partum Primer
Perdarahan Post Partum Primer adalah perdarahan yang terjadi
dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan pertama dengan
jumlah perdarahan 500 cc atau lebih. Perdarahan postpartum primer
disebabkan oleh:

86

1) Atonia Uteri
2) Retensio plasenta
3) Robekan jumlah lahir
b. Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi
setelah 24 jam pertama setelah persalinan dengan jumlah
perdarahan 500 cc atau lebih. Perdarahan postpartum sekunder
disebabkan oleh:
1) Tertinggalnya sebagian plasenta atau membrannya
2) Perlukaan terluka kembali dan menimbulkan perdarahan
3) Infeksi pada tempat implantasi plasenta

B. Konsep Atonia Uteri


1. Definisi Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya tonus/kontraksi
rahim yang menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan
yang terjadi dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta
lahir (Maryunani A et al, 2013).
Atonia uterus adalah tidak berkontraksi uteri dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan Atonia
Uteri terjadi bila uterus atonik dan tidak mampu berkontraksi dengan baik
setelah kelahiran (Vicky, 2006).
Kesimpulannya Atonia Uteri adalah keadaan tidak berkontraksinya
uteri dalam 15 detik yang
87

2. Etiologi
Menurut Maryunani A (2013) faktor predisposisi atonia uteri
meliputi beberapa hal berikut:
a. Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau bayi terlalu besar.
b. Kehamilan grande multipara (multiparitas > 5 anak)
c. Kelelahan persalinan lama
d.

Ibu dengan keadaan yang jelek, anemis atau menderita penyakit


menahun

e. Infeksi intra uterin (korioamnionitis)


f.

Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim

g. Ada riwayat atonia uteri


h. Kelainan uterus (leiomioma, kelainan kongenital)
i. Persalinan yang terlalu cepat hingga rahim kelelahan dan tidak
dapat berkontraksi
j. Plasenta previa dan solusio plasenta
k. Preeklamsi dan eklamsi
C. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus
masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta
terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut
akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah
88

sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot
uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab
perdarahan pasca persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perineum (Muhaj, 2009). Diagnosis yang
dapat ditegakkan terhadap perdarahan pasca persalinan ditandai dengan: 1)
Perdarahan banyak yang terus-menerus setelah bayi lahir, 2) Pada perdarahan
melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi, dan
napas cepat, pucat, ekstremitas dingin sampai terjadi syok, 3) Perdarahan
sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan
lahir, 4) Perdarahan setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan sebabnya antara
atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir, 5) Riwayat partus lama,
partus presipitatus, perdarahan antepartum atau penyebab lain (Muhaj, 2009).
Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi
disamping dapat menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan tubuh penderita
berkurang. Perdarahan banyak, kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi
bagian tersebut. Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi, anemia, turunnya
berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan
atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan
metabolisme dengan hipotensi, amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi
(Muhaj, 2009).

89

Pathway

90

3.

91

Menurut Yeyeh Ai (2014) tanda dan gejala yang khas pada


atonia uteri jika kita menemukan:
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b. Perdarahan segar setelah anak lahir (Post Partum Primer)
4. Komplikasi
Komplikasi potensial, komplikasi kehilangan darah yang banyak
adalah syok hipovolemik di sertai dengan perfusi jaringan yang tidak
adekuat (Maryunani A, 2013).
5. Penatalaksanaan
a. Resusitasi
Apabila terjadi pendarahan postpartum, maka penangan
awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan
cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan
monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan tranfunsi darah
(Yeyeh Ai, 2014).
b. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi
oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi
uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya
umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis
rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan
frekuensi, tetapi pada dosis tinggi menyebbakan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan
aktif diberikan lewat infus dengan Ringer laktat 20 IU perliter,
jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU perliter
intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin
sangat sedikit ditemukan yaitu nause dan vomitus, efek samping
lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan (Yeyeh Ai, 2014).
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid
yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian
IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5
menit sampai dosis maksimum 1, 25 mg, dapat juga diberikan
langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus

92

0,125 mg. Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme


perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nause dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
hipertensi (Yeyeh Ai, 2014).
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15
matill prostaglandin. Dapat diberikan secara intramiometrikal,
intraservikal, transvainal, intravenous, intramuscular, dan rektal.
Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang
setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian
secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan
postpartum (5 tablet 200 g= 1 g). Prostaglandin ini merupakan
uterotonika yang efektif dapat menimbulkan efek samping
prostaglandin seperti; nause, vaomitus, diare, sakit kepala,
hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot
halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga
kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat,
dan gelisah yang disebakan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak
boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskuler,
pulmonal,

dan disfungsi

hepatik.

Efek

samping

serius

penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat


hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan
prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang
disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 48%-96%.
Perdarah postpartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia
uteri ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi (Yeyeh
Ai, 2014).
c. Histerektomi (dilakukan oleh dokter spesialis)
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering
dilakukan jika terjadi perdarahan postpartum masif yang
membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per
10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan
abdominal dibandingkan vaginal (Yeyeh Ai, 2014).
d. Operatif (dilakukan oleh dokter spesialis)
93

Beberapa

penelitian

tentang

ligasi

arteri

uterina

menghasilkan angka keberhasilan 80-90 %. Pada teknik ini


dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus
setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC,
ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar
dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina
diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina,
masuk ke miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3
miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas
tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah
rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua
dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm
dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai
sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim
dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan
masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral
ligasi vasa ovarian (Yeyeh Ai, 2014).
e. Ligasi arteri Iliaka Interna (dilakukan oleh dokter spesialis
kandungan)
Identifikasi

bifurkasiol

arteri

iliaka,

tempat

ureter

menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm


pad peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah
peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan
ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna.
Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan
benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2
cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut
arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan
sesudah ligasi (Yeyeh Ai, 2014).
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang
dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini
dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien

94

(Yeyeh Ai, 2014). Teknik B-Lynch dikenal juga dengan Brace


Suture, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai
tindakan

operatif

alternatif

untuk

mengatasi

perdarahan

postpartum akibat atonia uteri (Yeyeh Ai, 2014).


f. Lakukan massase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta
(maksimal 15 detik).
g. Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina,
pastikan tidak ada perlukaan jalan lahir yang berat.
h. Memastikan kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat
dipalpasi, lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptik.
Kandung kemih yang penuh dapat menghalangi uterus
berkontraksi dengan baik.
i. Lakukan kompresi bimanual interna selama 1-2 menit.
Kompresi ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
darah dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk
berkontraksi.
j. Jika KBI tidak berhasil anjurkan keluarga untuk mulai
membantu melakukan Kompresi Bimanual Eksternal (KBE).
k. Saat keluarga melakukan KBE, penolong segera memberikan
suntikan ergometrin 0,2 mg IM (pastikan pasien tidak memiliki
hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mcg per rectal.
l. Pasang infus RL+ 20 IU oksitosin, sesuaikan tetesan guyur.
m. Ulangi KBI, jika tidak berhasil. Segera rujuk ibu.
n. Selama dalam perujukan lanjutkan pemberian infus RL+20 IU
oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan.
o. Lakukan KBE selama dalam rujukan (Maryunani et al, 2013)
6. Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi resiko
perdarahan postpartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi
kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat
mengurangi jumlah pendarahan dalam persalinan, anemia, dan
kebutuhan transfusi darah (Yeyeh Ai, 2014).
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu
onsetnya yang cepat, dan dapat menyebabkan kanaikan tekanan darah
atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling
bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III

95

harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol


yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV lobus atau 10-20 unit per liter
IV drip 100-150 cc/ jam (Yeyeh Ai, 2014).
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang
diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan
postpartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset
kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan
oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara
pemberian karbetosin lobus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang
dilakukan

operasi

sesar.

Karbetosin

ternyata

lebih

efektif

dibandingkan oksitosin (Yeyeh Ai, 2014).


D. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Vagina
a. Organ Reproduksi Eksternal
Pudendum perempuan atau organ reproduksi eksternal,
yang disebut juga vulva, mencakup semua struktur yang tampak
dari luar, mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons pubis,
labium majus dan minus, klitoris, himen (selaput dara),
vestibulum, liang uretra, serta berbagai struktur kelenjar dan
vaskular (Norman, 2010).
1) Perineum
Sebagian besar struktur yang menunjang perineum
berasal

dari

panggul

dan

diafragma

urogenitalis.

Diafragma pelvis terdiri atas otot levator ani ditambah otot


koksigeus di sebelah posterior dan pembungkus fasia otototot ini. Otot levator ani membentuk suatu sling (lapisan
penahan) otot yang lebar berasal dari permukaan posterior
ramus superior pubis, dari permukaan dalam spina
iskiadika, dan di antara kedua tempat ini dari fasia otot
obturatorius. Rafe median levator ani terletak di antara
anus dan vagina, diperkuat oleh sentrum tendineum
perineum, yang merupakan tempat bersatunya otot
bulbokavernosus, otot perinei transversus superfisialis,
dan sfingter ani eksternus. Struktur ini, yang ikut

96

membentuk korpus perineale dan merupakan penunjang


utama perineum, sering mengalami laserasi selama
persalinan, kecuali jika dibuat episiotomi yang adekuat
pada saat yang tepat (Norman, 2010).
2) Mons Pubis
Mons pubis adalah bantalan berlemak yang terletak
di atas permukaan anterior simfisis pubis. Setelah
pubertas, kulit mons pubis ditutupi rambut keriting yang
membentuk escutcheon perempuan (Norman, 2010).
3) Labium Majus
Labium majus adalah dua lipatan jaringan lemak
berbentuk oval, ditutupi oleh kulit, serta meluas ke bawah
dan belakang dari mons pubis. Pada perempuan dewasa,
penampakan struktur ini bervariasi, bergantung terutama
pada banyaknya lemak yang ada. Secara embriologis,
labium majus homolog dengan skrotum pada laki-laki.
Ligamentum teres uteri berakhir di batas atas labium
majus. Setelah beberapa kali persalinan, labium majus
menjadi kurang menonjol, kemudian setelah menopause,
struktur ini mulai mengalami atrofi (Norman, 2010).
4) Labium Minus
Labium minus adalah dua lipatan jaringan yang rata,
kemerahan, dan tampak jika labium majus dipisahkan.
Kedua lipatan ini bersatu pada ujung atas vulva. Ukuran
dan bentuknya sangat bervariasi. Pada perempuan
nulipara, labium minus yang berada dibelakang labium
majus biasanya tidak tampak, sedangkan pada perempuan
multipara, labium minus sering menonjol melewati labium
majus. Tidak terdapat folikel rambut di labium minus,
tetapi banyak dijumpai folikel sebasea dan kadang-kadang
beberapa kelenjar keringat. Bagian dalam lipatan labium
terdiri atas jaringan ikat yang memiliki banyak pembuluh
dan beberapa serabut otot polos seperti yang biasa

97

dijumpai pada jaringan erektil. Struktur ini sangat sensitif


dan diinervasi oleh banyak ujung saraf (Norman, 2010).
5) Klitoris
Klitoris, homolog penis, adalah suatu badan yang
berbentuk silinder, kecil, erektil, dan terletak di dekat
ujung superior vulva. Struktur ini mengarah ke bawah di
antara

kedua

lipatan

labia

minor

yang

menyatu,

membentuk prepusium dan frenulum klitoridis. Klitoris


terdiri atas glans, korpus (badan), dan dua krus. Glans,
yang diameternya jarang melebihi 0,5 cm, ditutupi epitel
skuamosa berlapis yang banyak mengandung ujung saraf
sehingga sangat peka terhadap sentuhan. Pembuluhpembuluh klitoris erektil berhubungan dengan bulbus
vestibuli. Klitoris adalah organ erotik utama pada
perempuan (Norman, 2010).
6) Vestibulum Vagina
Vestibulum vagina adalah daerah berbentuk buah
badan (almond-shaped) yang ditutupi labium minus di
sebelah lateral dan meluas dari klitoris (atas) sampai
frenulum labiorum pudendi (bawah). Terdapat enam
saluran yang bermuara pada tempat ini, yaitu uretra,
vagina, sepasang duktus Bartholin, dan kadang-kadang,
sepasang duktus parauretra yang disebut juga duktus dan
kelenjar Skene. Pada vestibulum, ditemukan kelenjar
vestibularis major, yaitu kelenjar Bartholin, sepasang
kelenjar kecil berdiameter sekitar 0,5-1 cm yang masingmasing terletak di balik vestibulum pada kedua sisi
introitus vagina. Kelenjar Bartholin berada di bawah otot
konstriktor vagina dan kadang-kadang ditutupi sebagian
oleh bulbus vestibuli. Selama perangsangan seksual,
kelenjar ini mengeluarkan cairan mukoid (Norman, 2010).
7) Uretra
Dua pertiga bawah uretra terletak tepat di atas
dinding vagina anterior dan berakhir di sebelah luar pada

98

orifisium uretra. Orifisium uretra terletak digaris tengah


vestibulum, 1-1,5 cm dibawah arkus pubis dan dekat
dengan introitus vagina. Stuktur ini biasanya tampak
keriput (Norman, 2010).
8) Introitus Vagina
Introitus vagina terletak dibagian bawah vestibulum
dan memiliki ukuran serta bentuk yang sangat bervariasi.
Pada gadis, struktur ini sering tersembunyi seluruhnya
oleh labium minus yang tumpang-tindih dan jika labium
minus dibuka, struktur ini biasanya tampak hampir
tertutup total oleh himen (selaput dara) membranosa
(Norman, 2010).

Gambar 17. Alat Reproduksi Eksterna Wanita


(Pearson Education Inc, 2013)
b. Organ Reproduksi Internal
1) Vagina
Vagina adalah struktur muskulo membranosa tubular
yang menghubungkan vulva dengan uterus, vagina berada
di antara uretra dan kandung kemih disebelah anterior dan
rektum di posterior. Vagina adalah organ yang memiliki
banyak fungsi, yaitu sebagai organ eksresi uterus yang
merupakan tempat keluarnya sekresi uterus dan darah
haid, sebagai organ kopulasi perempuan, dan sebagai

99

bagian jalan lahir pada persalinan pervaginam. Bagian atas


vagina berasal dari duktus mulleri, bagian bawah
terbentuk dari sinus urogenitalis. Di sebelah anterior,
vagina berkontak dengan kandung kemih dan uretra,
dipisahkan oleh jaringan ikat yang sering disebut sebagai
septum vesikovaginale. Di sebelah posterior yaitu antara
bagian bawah vagina dan rektum terdapat jaringan serupa
yang membentuk septum rektovaginale. Seperempat
bagian atas vagina biasanya dipisahkan dari rektum oleh
ekskavasio rektouterina atau kadang-kadang disebut
kavum Douglasi (Norman, 2010).
Ujung atas vagina adalah tempat berakhirnya bagian
bawah serviks uterus yang menonjol. Bagian vagina ini
dibagi lagi menjadi forniks anterior, forniks posterior, dan
dua forniks lateral. Forniks lateralis memiliki kedalaman
sedang. Forniks berperan cukup penting dari segi klinis
karena organ-organ panggul internal yang biasanya dapat
diraba melalui dinding forniks yang tipis. Selain itu, foniks
posterior biasanya dapat dijadikan akses bedah untuk
mencapai rongga peritoneum (Norman, 2010).
Pada garis tengah dinding anterior dan posterior,
terdapat rigi-rigi longitudinal kasar yang menonjol ke
dalam lumen vagina. Pada perempuan nulipara, rigi-rigi
kasar tranversal, atau rugae, ini berjalan ke arah luar dari
dan hampir tegak lurus terhadap rigi longitudinal vagina.
Mukosa vagina terdiri atas epitel sekuamosa berlapis yang
tidak bertanduk. Di bawah epitel, terdapat lapisan
fibromuskular tipis dan biasanya terdapat selapis otot
polos sirkular di bagian dalam serta selapis otot polos
longitudinal di sebelah luar. Terdapat selapis jaringan ikat
tipis yang melapisi mukosa dan otot serta kaya akan
pembuluh darah dan mengandung beberapa kelenjar getah

100

bening kecil. Pada keadaan normal, tidak terdapat kelenjar


di vagina (Norman, 2010).
Vagina mendapat banyak pasokan darah sepertiga
atas diperdarahi oleh percabangan arteri uterina kearah
serviks dan vagina, sepertiga tengah oleh arteri servikalis
inferior, dan sepertiga bawah oleh arteri haemorrhoidalis
(rektalis) media dan arteri pudenda interna. Vagina
dikelilingi oleh pleksus vena yang luas, pembuluhpembuluh tersebut mengikuti perjalanan arteri. Akhirnya,
vena ini akan bermuara ke vena iliaka interna. Umumnya
limfe yang berasal dari vulva dan sepertiga bawah vagina
dialirkan ke kelenjar getah bening inguinalis, limfe dari
sepertiga tengah vagina ke kelenjar getah bening
hipogastrika, dan limfe dari sepertiga atas vagina ke
kelenjar getah bening iliaka (Norman, 2010).
2) Uterus
Uterus adalah organ muskular yang sebagian
ditutupi oleh peritoneum atau serosa. Permukaan rongga
uterus dilapisi endometrium. Selama kehamilan, uterus
berfungsi sebagai tempat untuk penerimaan, implantasi,
retensi, dan nutrisi konseptus, yang akan dikeluarkan saat
persalinan. Uterus perempuan yang tidak hamil terletak di
rongga panggul antara kandung kemih di sebelah anterior
dan rektum di sebelah posterior. Bagian inferior yaitu
serviks menonjol ke dalam vagina. Hampir seluruh
dinding posterior uterus dilapisi oleh serosa, atau
peritoneum. Bagian bawah dinding posterior uterus
membentuk batas anterior ekskavasio rectouterina atau
kavum Douglasi. Hanya bagian atas dinding anterior
uterus yang seluruhnya dilapisi peritoneum (Norman,
2010).
Bentuk uterus mirip dengan buah pir pipih dan
terdiri atas dua bagian utama yang bentuknya tidak sama,
yakni bagian segitiga di sebelah atas, yaitu korpus (atau
101

badan), dan bagian fusiform atau silindrik di sebelah


bawah, yaitu serviks (Norman, 2010).
Uterus terdiri dari tiga bagian besar, yaitu, fundus
uteri yang berada di bagian uterus proksimal, badan rahim
(korpus uteri) yang berbentuk segitiga, dan leher rahim
(serviks uteri) yang berbentuk silinder (Prawirohardjo,
2008). Korpus uteri adalah bagian terbesar uteri,
merupakan 2/3 bagian dari rahim. Pada kehamilan, bagian
ini berfungsi sebagai tempat utama bagi janin untuk
berkembang dan hidup. Serviks uteri terbagi kepada dua
bagian, yaitu pars supra vaginal dan pars vaginal. Saluran
yang menghubungkan orifisium uteri internal (oui) dan
orifisium uteri external (oue) disebut kanalis servikalis,
dilapisi kelenjar-kelenjar serviks. Bagian rahim antara
serviks dan korpus disebut isthmus atau segmen bawah
rahim. Bagian ini akan mengalami peregangan dalam
proses kehamilan dan persalinan (Prawirohardjo, 2008).
Dinding rahim secara secara histologiknya terdiri
dari 3 lapisan, yaitu lapisan mukosa (endometrium) di
dalam, lapisan otot-otot polos (lapisan miometrium) di
tengah, dan lapisan serosa (lapisan peritoneum) di luar.
Lapisan otot-otot polos di sebelah dalam berbentuk
sirkular dan di sebelah luar berbentuk longitudinal. Di
antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik yang
berbentuk anyaman. Lapisan ini paling penting dalam
persalinan karena sesudah plasenta lahir, otot lapisan ini
berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah
yang

terbuka

sehingga

(Prawirohardjo, 2008).

102

perdarahan

berhenti

Gambar 18. Alat Reproduksi Interna Wanita


(Pearson Education Inc, 2013)
2. Anatomi Uterus
Suplai darah rahim dialiri oleh arteri uterina kiri dan kanan yang
terdiri atas ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini
berasal dari arteria iliaka interna (arteria Hipogastrika) dan arteria
ovarika (Prawirohardjo, 2008). Bagian endometrium disuplai darah
oleh arteriol spiralis dan basalis. Arteriol spiralis yang memegang
peran dalam mensturasi dan member nutrisi kepada janin yang sedang
berkembang dalam uterus (Impey, 2008).

Gambar 19. Anatomi dan Vaskularisasi Uterus


(Impey, 2008)
a. Tuba uterina
Tuba uterina (oviduk suatu tuba fallopi) membentak dari
kornu uteri ke tempat dekat ovarium dan merupakan akses
perjalanan ovum menuju rongga uterus. Tuba uterina memiliki

103

panjang yang bervariasi, mulai dari 8 sampai 14 cm, dan


ditutupi oleh peritoneum, sedangkan lumennya dilapisi oleh
membrane mukosa. Masing-masing tuba uterina dibagi menjadi
bagian

interstitial,

isthmus,

ampula,

dan

infundibulum.

Ketebalan tuba uterine berbeda-beda; bagian tersempit (isthmus)


berdiameter 2-3 mm dan bagian terlebar (ampula) berdiameter
antara 5-8 mm. tuba uterine dikelilingi seluruhnya oleh
peritoneum, kecuali diperlekatkan mesosalping. Secara umum,
otot tuba uterine terdiri atas dua lapisan-lapisan dalam yang
sirkular dan lapisan luar yang longitudinal (Norman, 2010).
Tuba uterine dilapisi membrane mukosa yang epitelnya
terdiri atas selapis sel kolumner, sebagian bersilia dan yang
lainnya bersifat sekretorik. Arus yang ditimbulkan oleh sislia
tuba adalah sedemikian rupa sehingga arah alirannya menuju ke
rongga uterus, terbukti benda asing kecil dalam rongga abdomen
hewan dapat keluar melalui vagina setelah benda tersebut
disalurkan melalui tuba dan rongga uterus. Perisatalsis tuba
diperkirakan merupakan faktor penting dalam transportasi ovum
(Norman, 2010).
b. Ovarium
Ovarium adalah organ yang bentuknya hampir seperti
buah badam (almond-shaped) yang berfungsi sebagai tempat
perkembangan dan pengeluaran ovum serta sintesis dan sekresi
hormon steroid. Ukuran ovarium cukup bervariasi. Selama masa
subur, ovarium memiliki panjang 2,5-5cm, lebar 1,5-3 cm, dan
tebal 0,6-1,5 cm. Setelah menopause, ukuran ovarium jauh
berkurang (Norman, 2010).
Ovarium melekat ke

ligamentum

latum

melalui

mesovarium. Ligamentum utero ovarikum, yang juga disebut


ligamentum ovarii proprium, membentang dari bagian lateral
dan posterior uterus, tepat dibawah insersi tuba, ke ekstremitas
uterine (bawah) ovarium. Ligamentum suspensorium ovarii
membentang dari ekstremitas tubaria (atas) ovarium kedinding

104

panggul. Ligamentum ini dilalui pembuluh dan saraf ovarium


(Norman, 2010).
Struktur umum ovarium paling baik dipelajari melalui
potongan melintang, karena dapat dibedakan dua bagian, yaitu
korteks dan medulla. Korteks, atau lapisan luar, memiliki
ketebalan yang bervariasi sesuai usia dan menjadi semakin tipis
seiring dengan bertambahnya usia. Dilapisan inilah terletak
ovum dan folikel de Graaf. Medulla terdiri atas jaringan ikat
longgar yang bersambungan dengan mesovarium. Terdapat
banyak arteri dan vena serta sejumlah kecil serabut otot polos
yang

bersambungan

dengan

serabut

di

ligamentum

suspensorium ovarii, serabut otot berperan dalam pergerakan


ovarium (Norman, 2010).
3. Hormon Yang Mempengaruhi Reproduksi Wanita
Masa pubertas pada wanita merupakan masa produktif yaitu
masa untuk mendapatkan keturunan, yang berlangsung 40 tahun.
Setelah itu, wanita memasuki masa klimakterium yaitu masa peralihan
antara masa reproduksi dengan masa senium (kemunduran), di mana
haid berangsur-angsur berhenti selama 1 2 bulan dan kemudian
berhenti sama sekali, yang disebut menopoause. Selanjutnya terjadi
kemunduran alat-alat reproduksi, organ tubuh, dan kemampuan fisik
(Syaifuddin, 2013).
a. Hormon Estrogen
Disekresi oleh sel-sel Trache (serviks/leher) intrafolikel
ovarium, korpus luteum, dan plasenta., estrogen mempermudah
pertumbuhan folikel ovarium dan meningkatkan pertumbuhan
tuba uterus, jumlah otot uterus, serta kadar protein kontraktil
uterus.

Estrogen

memengaruhi

organ

endokrin

dengan

menurunkan sekresi FSH, di mana pada beberapa keadaan akan


menghambat sekresi LH dan pada keadaan lain meningkatkan
LH. Estrogen meningkatkan pertumbuhan duktus-duktus yang
terdapat pada kelenjar mamae, selain itu juga merupakan
hormon feminisme wanita terutama yang dipengaruhi oleh

105

hormon androgen. Kerja estrogen pada uterus, vagina, serta


beberapa jaringan lainnya menyangkut interaksi dan reseptor
protein dalam sitoplasma sel. Pengaruh terhadap organ seksual
antara lain pada pembesaran ukuran tuba falopii, uterus, vagina,
pengendapan lemak pada mons veneris, pubis, dan labia, serta
mengawali pertumbuhan mamae. Pengaruh lainnya adalah
kelenjar mamae berkembang dan menghasilkan susu, tubuh
berkembang dengan cepat, tumbuh rambut pada pubis dan
aksila, serta kulit menjadi lembut (Syaifuddin, 2013).
b. Hormon Progesteron
Dihasilkan oleh korpus luteum dan plasenta, bertanggung
jawab atas perubahan endometrium siklik dalam serviks serta
vagina. Progesteron juga berpengaruh anti estrogenik pada selsel

miometrium,

menurunkan

kepekaan

otot

tersebut,

sensitivitas miometrium terhadap oksitosin, dan aktivitas listrik


spontan.

Miometrium

sementara

meningkatkan

potensial

membran serta bertanggung jawab meningkatkan suhu basal


tubuh pada saat ovulasi. Efek progesteron terhadap tuba falopii
adalah meningkatkan sekresi dan mukosa. Pada kelenjar mamae
akan meningkatkan perkembangan lobulus dan alveolus kelenjar
mamae, keseimbangan elektrolit, serta peningkatkan sekresi air
dan natrium (Syaifuddin, 2013).
c. Folikel Stimulating Hormon (FSH)
Mulai ditemukan pada perempuan umur 11 tahun dan
jumlahnya terus-menerus bertambah sampai dewasa. FSH
dibentuk oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Pembentukan
FSH ini akan berkurang pada pembentukan atau pemberian
estrogen dalam jumlah yang cukup seperti pada kehamilan
(Syaifuddin, 2013).
d. Lutein Hormon (LH)
LH bekerja sama dengan FSH untuk menyebabkan
terjadinya sekresi estrogen dari folikel de Graaf. LH juga
menyebabkan penimbunan substansi dari progesteron dalam sel

106

granulosa. Bila estrogen dibentuk dalam jumlah yang cukup


besar

akan

menyebabkan

pengurangan

produksi

FSH,

sedangkan produksi LH bertambah hingga tercapai suatu rasio


produksi FSH dan LH sehingga dapat merangsang terjadinya
ovulasi (Syaifuddin, 2013).
e. Prolaktin atau Luteotropin Hormone (LTH)
Ditemukan pada wanita yang mengalami menstruasi.
Jumlah terbanyak terdapat pada urin wanita hamil, masa laktasi,
dan menopause. Prolaktin dibentuk oleh sel alpha (asidophil)
dari lobus anterior kelenjar hipofisis. Fungsi hormon ini adalah
untuk memulai mempertahankan produksi progesteron dari
korpus luteum. Kelenjar hipofisis dirangsang dan diatur oleh
pusat yang lebih tinggi yaitu hipotalamus untuk menghasilkan
gonadotrophin relasing factor.
4. Anatomi Mamae
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan yaitu
jaringan kelenjar dan jaringan stromal. Jaringan kelenjar meliputi
lobus dan duktus. Sedangkan jaringan stromal meliputi jaringan lemak
dan jaringan ikat. Payudara terdapat dalam fasia superfisialis dinding
torak ventral yang berkembang menonjol tegak dari subklavikula
sampai dengan costae atau intercostae kelima sampai keenam
(Haryono et al, 2011; Moore et al, 2009).

Gambar 20. Mamae Anterior


Perdarahan jaringan payudara berasal dari arteri perforantes
anterior yang merupakan cabang dari arteri mammaria interna, arteri

107

torakalis lateralis, dan arteri interkostalis posterior. Sedangkan, sistem


limfatik payudara terdiri dari pleksus subareola dan pleksus profunda.
Pleksus subareola mencakup bagian tengah payudara, kulit, areola dan
puting yang akan mengalir kearah kelenjar getah bening pektoralis
anterior dan sebagian besar ke kelenjar getah bening aksila. Pleksus
profunda mencakup daerah muskulus pektoralis menuju kelenjar
getah bening rotter, kemudian ke kelenjar getah bening subklavikula
atau route of Grouzsman, dan 25% sisanya menuju kelenjar getah
bening

mammaria

interna

(Soetrisno, 2010). Sistem limfatik

payudara tersaji pada gambar

Gambar 21. Sistem Limfatik Mammae


Persarafan sensorik payudara diurus oleh cabang pleksus
servikalis dan cabang saraf interkostalis kedua sampai keenam
sehingga dapat menyebabkan penyebaran rasa nyeri terutama pada
punggung, skapula, lengan bagian tengah, dan leher (Moore et al,
2009).
a. Histologi
Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus kelenjar
tubuloalveolar yang dipisahkan oleh jaringan ikat padat
interlobaris. Setiap lobus akan bermuara ke papila mammae
melalui duktus laktiferus. Dalam lobus payudara terdapat
lobuluslobulus yang terdiri dari duktus intralobularis yang
dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah dan pada
bagian dasar terdapat mioepitel kontraktil. Pada duktus
intralobularis mengandung banyak pembuluh darah, venula,

108

dan arteriol (Eroschenko, 2008). Adapun gambaran histologi


payudara dan predileksi lesi payudara tersaji pada gambar.

Gambar 22. Histologi Mammae

Gambar 23. Predileksi Lesi Payudara


b. Fisiologi
Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara
adalah asinus. Sel epitel asinus memproduksi air susu dengan
komposisi dari unsur protein yang disekresi apparatus golgi
bersama faktor imun IgA dan IgG, unsur lipid dalam bentuk
droplet yang diliputi sitoplasma sel. Dalam perkembangannya,
kelenjar payudara dipengaruhi oleh hormon dari berbagai
kelenjar endokrin seperti hipofisis anterior, adrenal, dan
ovarium.

Kelenjar

hipofisis anterior

memiliki pengaruh

terhadap hormonal siklik follicle stimulating hormone (FSH)


dan luteinizing hormone (LH).
Sedangkan ovarium menghasilkan

estrogen

dan

progesteron yang merupakan hormon siklus haid. Pengaruh


hormon siklus haid yang paling sering menimbulkan dampak
yang nyata adalah payudara terasa tegang, membesar atau
109

kadang disertai rasa nyeri. Sedangkan pada masa pramenopause


dan perimenopause sistem keseimbangan hormonal siklus haid
terganggu sehingga beresiko terhadap perkembangan dan
involusi siklik fisiologis, seperti jaringan parenkim atrofi diganti
jaringan stroma payudara, dapat timbul fenomena kista kecil
dalam susunan lobular atau cystic change yang merupakan
proses aging (Soetrisno, 2010; Sabiston, 2011).
c. Perkembangan Payudara
Perkembangan payudara mengikuti rangkaian dan stadium
pertumbuhan

dapat

diperkirakan.

Pada

masa

pubertas,

pembesaran payudara terutama karena bertambahnya jaringan


kelenjar dan deposit jaringan lemak. Pada setiap siklus
menstruasi,

terjadi

pembesaran

vaskular,

perubahan-perubahan
pembesaran

kelenjar

khusus

dari

pada

fase

pramenstruasi yang diikuti dengan regresi kelenjar pada fase


pascamenstruasi. Selama kehamilan tua dan setelah melahirkan,
payudara menyekresi kolostrum (cairan encer, kekuningan,
sampai kira-kira 3-4 hari pascapartum), ketika sekresi susu
dimulai sebagai respons terhadap rangsangan penyedotan dari
bayi. Dengan penyedotan, oksitosin dilepaskan dari kelenjar
hipofisis posterior, yang kemudian merangsang refleks letdown susu. Susu kemudian keluar dari puting selama proses
menyusui. Setelah menyapih, kelenjar lambat laun beregresi
dengan hilangnya jaringan kelenjar. Pada menapause, jaringan
lemak beregresi lebih lambat bila dibandingkan dengan jaringan
kelenjar, naum akhirnya juga akan menghilang meninggalkan
payudara yang kecil dan menggantung (Price, 2006).
d. Pembentukan dan Pengeluaran ASI
Sistem reproduksi wanita menunjang kehidupan bayi sejak
konsepsi, semasa getasi, hingga tahap awal kehidupan di luar
rahim. Susu (atau ekivalensinya) merupakan nutrien esensial
bagi kelangsungan hidup bayi. Karena itu, selama gestasi
kelenjar mamaria, atau payudara dipersiapkan untuk laktasi
(pembentukan susu) (Sherwood, 2012).
110

Payudara pada wanita yang tidak hamil terutama terdiri


dari jaringan lemak dan sistem duktus rudimenter. Ukuran
payudara ditentukan oleh jumlah jaringan lemak, yang tidak ada
kaitannya

dengan

kemampuan

menghasilkan

air

susu

(Sherwood, 2012).
1) Persiapan payudara untuk laktasi
Di bawah lingkungan hormonal yang terdapat
selama kehamilan, kelenjar mamaria mengembangkan
struktur dan fungsi kelenjar internal yang diperlukan untuk
menghasilkan susu. Payudara yang mampu menghasilkan
susu memiliki anyaman duktus yang semakin kecil yang
bercabang dari puting payudara dan berakhir di lobulus.
Setiap lobulus terdiri dari sekelompok kelenjar mirip
kantung yang dilapisi oleh epitel dan menghasilkan susu
serta dinamai alveolus. Susu dibentuk oleh sel epitel
kemudian disekresikan ke dalam lumen alveolus, lalu
dialirkan oleh duktus pengumpul susu yang membawa
susu ke permukaan puting payudara (Sherwood, 2012).
Selama kehamilan, estrogen kadar tinggi mendorong
perkembangan

ekstensif

duktus,

sementara

tinggi

merangsang pembentukan alveolus-lobulus. Peningkatan


konsentrasi prolaktin (suatu hormon hipofisis anterior
yang dirangsang oleh peningkatan kadar estrogen) dan
human chorionic somatomammotropin (suatu hormon
plasenta yang memiliki struktur serupa dengan hormon
pertumbuhan dan prolaktin) juga ikut berperan dalam
perkembangan kelenjar manaria menginduksi sintesis
enzim-enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi susu
(Sherwood, 2012).
2) Hambatan laktasi selama kehamilan
Sebagian besar perubahan di payudara terjadi selama
paruh pertama kehamilan sehingga pada pertengahan
kehamilan kelenjar mamaria telah mampu sepenuhnya
menghasilkan susu. Namun, sekresi susu tidak terjadi

111

sampai persalinan. Konsentrasi estrogen dan progesteron


yang tinggi selama paruh terakhir kehamilan mencegah
laktasi dengan menghambat efek stimulatorik prolaktin
pada sekresi susu. Prolaktin adalah perangsang utama
sekresi susu. Karena itu, meskipun steroid-steroid plasenta
berkadar tinggi tersebut merangsang perkembangan
perangkat penghasil susu di payudara namun hormonhormon ini juga mencegah kelenjar mamaria beroperasi
hingga bayi lahir dan susu dibutuhkan. Penurunan
mendadak estrogen dan progesteron yang terjadi dengan
keluarnya plasenta saat persalinan memicu laktasi
(Sherwood, 2012).
3) Stimulasi laktasi oleh penghisapan
Setelah produksi susu dimulai setelah persalinan,
dua hormon berperan penting untuk mempertahankan
laktasi : (1) prolaktin, yang meningkatkan sekresi susu,
dan

(2)

oksitosin,

yang

menyebabkan

ejeksi

(penyemprotan) susu. Penyemprotan susu atau milk


letdown, merujuk kepada ekspulsi paksa susu dari lumen
alveolus keluar melalui duktus. Pelepasan kedua hormon
ini dirangsang oleh refleks neuroendokrin yang dipicu
oleh penghisapan puting payudara oleh bayi (Sherwood,
2012).
Pelepasan oksitosin dan penyemprotan susu. Bayi
tidak secara langsung menghisap susu keluar dari lumen
alveolus. Susu harus secara aktif diperas keluar alveolus
dan masuk ke duktus dan menuju ke puting payudara, oleh
kontraksi sel-sel mioepitel khusus (sel epitel mirip otot)
yang mengelilingi setiap alveolus. Penghisapan payudara
oleh bayi merangsang ujung saraf sensorik di payudara
oleh bayi merangsang ujung saraf sensorik di puting,
menimbulkan potensial aksi yang merambat melalui
medula sinalis ke hipotalamus. Hipotalamus, setelah
112

diaktifkan, memicu pengeluaran oksitosin dari hipofisis


posterior. Oksitosin, selanjutnya, merangsang kontraksi sel
mioepitel di payudara untuk penyemprotan susu. Milk
letdown ini berlanjut selama bayi terus menyusui. Dengan
cara ini, refleks penyemprotan susu menjamin bahwa
payudara mengelurkan susu hanya ketikda dan dalam
jumlah yang dibutuhkan oleh bayi. Meskipun alveolus
mungkin penuh susu namun susu tersebut tidak dapat
terkondisi oleh rangsangan di luar hisapan. Sebagai
contoh, tangisan bayi dapat memicu milk letdown,
menyebabkan susu keluar dari puting. Sebaliknya, stres
psikologis, yang bekerja melalui hipotalamus, dapat
dengan mudah menghambat penyemprotan susu. Karena
itu, sikap positif terhadap menyusui dan lingkungan yang
santai adalah esensial bagi keberhasilan proses menyusui
(Sherwood, 2012).
Pelepasan prolaktin dan sekresi susu. Pengisapan
tidak saja memicu pelepasan oksitosin tetapi juga
merangsang produksi perolaktin. Pengeluaran prolaktin
oleh

hipofisis

anterior

dikontol

oleh

dua

sekresi

hipotalamus : prolactin-inhibiting hormone (PIH) dan


prolacting-releasing hormone (PRH). PIH sekarang
diketahui merupakan dopamin, yang juga berfungsi
sebagai neurotransmiter di otak. Sifat kimiawi PRH belum
diketahui dengan pasti para ilmuan menduga PRH sebagai
oksitosin yang dikeluarkan oleh hipotalamus ke dalam
sistem porta hipotalamus hipofisis untuk merangsang
sekresi prolaktin oleh hipofisis anterior. Peran oksitosin ini
berbeda dari peran oksitosin yang diproduksi oleh
hipotalamus

dan

disimpan

(Sherwood, 2012).
Sepanjang kehidupan
memiliki

pengaruh

113

di

hipofisis

seoarang

dominan,

posterior

wanita,

sehingga

PIH

konsentrasi

prolaktin normalnya tetap rendah. Selama laktasi, setiap


kali bayi menghisap terjadi letupan sekresi prolaktin.
Impuls-impuls aferen yang dipicu di puting payudara oleh
penghisapan di bawa oleh medula spinalis ke hipotalamus.
Refleks ini akhirnya menyebabkan pelepasan prolaktin
oleh hipofisis anterior, meskipun belum jelas apakah ini
disebabkan oleh inhibisi sekresi PIH atau stimulasi PRH
atau keduanya. Prolaktin kemudian berkerja pada epitel
alveolus

untuk

mendorong

sekresi

susu

untuk

menggantikan susu yang keluar (Sherwood, 2012).


Stimulasi secara bersamaan penyemprotan dan
produksi susu oleh hisapan memastikan bahwa kecepatan
produksi susu seimbang dengan kebutuhan bayi akan susu.
Semakin sering bayi menyusui, semakin banyak susu yang
diproduksi untuk pemberian berikutnya (Sherwood, 2012).
Selain prolaktin, yaitu faktor terpenting yang
mengontrol sintesis susu, paling tidak permisifnya dalam
produksi susu : kortisol, insulin, hormon paratiroid, dan
hormon pertumbuhan (Sherwood, 2012).
4) Keuntungan Menyusui
Dari segi gizi, susu terdiri dari air, lemak trigliserida,
karbohidrat laktosa (gula susu), sejumlah protein, vitamin
dan mineral kalsium dan fosfor (Sherwood, 2012).
a) Bagi Bayi
Selain nutrien, susu mengandung sejumlah sel
imun, antibodi, dan bahan senyawa lain yang
membantu melindungi bayi terhadap infeksi sampai
ia dapat membentuk sendiri respon imun yang
efektif beberapa bulan setelah lahir. Kolostrum, susu
yang diproduksi selama lima hari pertama setelah
persalinan, mengandung sedikit lemak dan laktosa
tetapi dengan komponen-komponen imunoprotektif
yang tinggi. Semua bayi manusia memerlukan
imunitas pasif selama gestasi oleh antibodi yang

114

menembus plasenta dari ibu janinnya. Namun,


antibodi-antibodi ini

berumur pendek dan tidak

dapat menetap hingga bayi dapat membentuk sendiri


pertahanan imunologis. Bayi yang mendapat air susu
ibu (ASI) memperoleh keuntungan selama periode
rentan ini melalui berbagai mekanisme (Sherwood,
2012).
ASI mengandung banyak sel imun, baik
limfosit T dan B, makrofag, maupun neurrofil
yang menghasilkan antibodi dan langsung
menghancurkan mikroorganisme patogenik.
Sel-sel ini sangat banyak terdapat dalam

kolostrum (Sherwood, 2012).


IgA sekretorik, suatu jenis khusus antibodi
terdapat dalam jumlah besar di ASI. IgA
sekretorik terdiri dari dua molekul antibodi
IgA yang disatukan oleh apa yang disebut
sebagai komonen sekretorik yang membantuk
melindungi antibodi dari destruksi oleh getah
lambung bayi yang asam dan enzim-enzim
pencernaan.

Koleksi

antibodi

IgA

yang

diterima oleh bayi yang mendapat ASI


ditujukan secara spesifik terhadap patogen
tertentu di lingkungan ibu dan karenanya,
dilingkungan bayi itu juga. Karena itu,
antibodi-antibodi ini melindungi bayi dari
mikroba infeksi yang kemungkinan besar

dijumpai oleh bayi tersebut (Sherwood, 2012).


Sebagian komponen dalam ASI, misalnya
mukus, melekat ke mikroorganisme yang
berpotensi menjadi patogen, mencegahnya
melekat ke dan menembus mukosa usus
(Sherwood, 2012).

115

Laktoferin

adalah

konstituen

ASI

yang

menghambat pertumbuhan bakteri berbahya


dengan mengurangi ketersediaan besi, suatu
mineral

yang

dibuthkan

perkembangbiakan

patogen-patogen

(Sherwood, 2012).
Faktor bifidus pada ASI,
laktoferin,

berbeda

mendorong

mikroorganisme

untuk
ini
dari

multiplikasi

nonpatogen

Lactobacillus

bifidus di saluran cerna bayi. Pertumbuhan


bakteri tak berbahaya ini membantu mendesak
pertumbuhan

bakteri

yang

merugikan (Sherwood, 2012).


Komponen-komponen lain

berpotensi
dalam

ASI

mendorong pematangan sistem pencrnaan bayi


sehingga bayi lebih tahan terhadap bakteri dan

virus penyebab diare (Sherwood, 2012).


Masih ada faktor-faktor lain dalam ASI yang
belum

diketahui

yang

mempercepat

perkembangan kemampuan sistem imun bayi.


Karena itu, ASI membantu melindungi bayi
dari

penyakit

melalui

beragam

cara

(Sherwood, 2012).
Sebagai studi mengisyaratkan bahwa selain
manfaat ASI selama masa bayi, menyusui juga
dapat mengurangi risiko timbulnya penyakit
tertentu

pada

kehidupan

selanjutnya.

Contohnya adalah alergi misalnya asma,


penyakit autoimun misalnya diabetes melitus
tipe

I,

dan

kanker

misalnya

limfoma

(Sherwood, 2012).
Bayi yang mendapat susu formula yang tebuat
dari susu sapi atau bahan lain tidak memiliki

116

keunggulan protektif yang diberikan oleh susu


ibu

dan

karenanya

memperlihatkan

peningkatan insidens infeksi saluran cerna,


saluran napas, dan telinga daripada bayi yang
mendapat ASI. Saluran cerna neonatus juga
lebih siap mengolah susu manusia dari pada
usus formula yang berasa dari susu manusia
dari pada susu formula yang berasal dari susu
sapi sehingga bayi yang mendapat susu botol
cenderung lebih sering mengalami gangguan
pencernaan (Sherwood, 2012).
b) Bagi Ibu
Menyusui juga menguntungkan bagi ibu.
Pelepasan oksitosin yang dipicu oleh menyusui
mempercepat

involusi

uterus.

Selain

itu,

penghisapan oleh bayi menekan siklus haid dengan


menghambat sekresi LH dan FSH, mungkin dengan
mnghambat GnRH. Karena itu, laktasi cenderung
mencegah

ovulasi,

kehamilan

berikutnya

kontrasepsi

yang

menurunkan
(meskipun

handal).

kemungkinan
bukan

cara

Mekanisme

ini

memungkinkan semua sumber daya ibu dicurahkan


kepada bayinya dan bukan dibagi dengan mudigah
baru (Sherwood, 2012).
5) Penghentian Produksi ASI Saat Penyapihan
Ketika bayi disapih, terjadi dua mekanisme yang
berperan menghentikan produksi susu. Pertama, tanpa
penghisapan, sekresi prolaktin tidak terangsang sehingga
stimulus utama untuk sintesis dan sekresi susu yang
berkelanjutan

lenyap.

Juga,

karena

tidak

terjadi

penghisapan dan tidak terjadi pelepasan oksitosin maka


milk letdown tidak terjadi. Karena produksi susu tidak

117

langsung berhenti maka terjadi akumulasi susu di alveolus


dan menyebabkan payudara membengkak. Tekanan yang
terbentuk kemudian bekerja langsung pada sel epitel
alveolus untuk menekan produksi susu lebih lanjut.
Karena itu, berhentinya laktasi saat penyapihan terjadi
karena tidak adanya rangsangan terhadap sekresi prolaktin
dan oksitosin oleh penghisapan bayi (Sherwood, 2012).
5. Kehamilan
a. Pengertian
Proses

kehamilan

adalah

mata

rantai

yang

berkesinambungan dan terdiri ovulasi, migrasi spermatozoa dan


ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi, (implantasi)
pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil
konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010).
Kehamilan adalah fertilisasi atau

penyatuan

dari

spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau


implantasi (Prawirohadjo, 2009).
b. Letak Janin dalam Rahim
Letak janin dalam rahim terutama di akhir sangat penting
berkaitan dengan prognosis persalinan. Letak janin saat hamil
tidak memerlukan perhatian, karena kedudukannya belum dapat
dipastikan (Manuaba, 2009).
Sebagian besar janin dalam rahim akan menuju pada letak
kepala karena:
1) Berat kepala lebih dari bokong
2) Kepala yang bulat lebih sesuai dengan pintu atas panggul
3) Kepala menyesuaikan diri, dengan ruangan yang lebih
kecil pada pintu atas panggul.
4) Bokong menyesuaikan diri dengan ruangan yang luas pada
fundus uteri.
c. Istilah yang berkaitan dengan letak janin
1) Situs (Letak Janin)
Hubungan sumbu panjang ibu dengan sumbu panjang
janin sehingga dijumpai kedudukan membujur atau lintang
(Manuaba, 2009).

118

Hubungan sumbu panjang janin dan sumbu panjang rahim


dikenal dua bentuk membujur (letak kepala, letak
sungsang dan letak lintang.
2) Habitus (Sikap)
Letak bagian janin satu terhadap lainnya. Hubungan
antara kepala, bokong, tangan, dan kaki satu dengan yang
lainnya. Letak janin fisiologi adalah :
a) Badan melengkung, menyesuaikan diri dengan
b)
c)
d)
e)

rahim.
Kepala fleksi, dimana dagu menempel pada dada.
Lengan bersilang didepan dada.
Kaki melipat pada paha, dan lutut rapat pada badan.
Kepala janin berada di atas panggul.
Kelainan dalam sikap dijumpai bentuk diantaranya

letak defleksi kepala (letak puncak kepala, letak dahi, letak


muka) dan kedudukan kombinasi (kepala tangan atau
lengan, kepala dan kaki, kepala dan tali pusat).
3) Posisi
Posisi merupakan indikator untuk menetapkan arah
bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan,
atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal pelvis).
Misalnya pada letak belakang kepala (LBK) ubun-ubun
kecil (uuk) kiri depan, uuk kanan belakang (Mochtar,
2012).
4) Presentasi
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian
janin yang ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada
palpasi atau pada pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi
kepala, presentasi bokong, presentasi bahu, dan lain-lain
(Mochtar, 2012).
Dalam keadaan normal, presentasi janin adalah
belakang kepala dengan penunjuk ubun-ubun kecil dalam
posisi transversal (saat masuk pintu atas panggul), dan
posisi anterior (setelah melewati pintu tengah panggul).
Dengan presentasi tersebut, maka kepala janin akan masuk
panggul dalam ukuran terkecilnya apabila sikap kepala

119

janin fleksi. Sikap yang tidak normal akan menimbulkan


malpresentasi pada janin, dan terjadi kesulitan persalinan
karena diameter kepala yang harus melalui panggul
menjadi lebih besar (Prawirohadjo, 2009)
5) Kedudukan bagian terbawah janin
Menurut Manuaba 2010, kedudukan terbawah janin
adalah :
Tabel 1. Kedudukan Terbawah Janin
Kedudukan
bagian
terendah janin
Kepala belakang kepala
Puncak
Muka
Sungsang
Lintang

Denominator
Ubun-ubun kecil
Ubun-ubun besar
Os mandibularis Os
Sacrum
Os scapula dan arah
penutup ketiak

6. Persalinan Normal
a. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin
dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar
kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan
bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir
dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan,
disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari
tubuh ibu (Yanti, 2010).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis
yang

normal.

Persalinan

merupakan

proses

pergerakan

keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim


melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembukaan dan
dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi,
durasi, dan kekuatan yang teratur. Mula-mula kekuatan yanng
muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada
puncaknya pembukaan serviks lengkap sehingga siap untuk
pengeluaran janin dari rahim ibu. Persalinan normal adalah

120

proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga


ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan
bayi, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan
normal dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai
adanya penyulit (Rohani, 2011)
b. Proses Berlangsungnya Persalinan
Menurut Yanti (2010) proses berlangsungnya persalinan
dibedakan menjadi :
1) Persalinan Spontan
Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri,
melalui jalan lahir ibu.
2) Persalinan Buatan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya
ekstraksi forceps, atau dilakukan operasi Sectio Caesaria.
3) Persalinan Anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi
baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian
pitocin atau prostaglandin.
Persalinan normal adalah : LOA (Left Occipito Anterior =
Ubun ubun kiri depan) adalah presentasi kepala yang
lazim.Sikapnya adalah flexi ,bagian terendah janin adalah
bagian posterior vertex dan ubun-ubun kecil,dan penunjuknya
adalah occciput (O) .

Gambar 24. Proses Persalinan Normal 1

121

Gambar 25. Proses Persalinan Normal 2

Gambar 26. Proses Persalinan Normal 3

Gambar 27. Proses Persalinan Normal 4


c. Sebab-sebab Mulainya Persalinan
122

Hal yang menjadi penyebab mulainya persalinan belum


diketahui benar, yang ada hanyalah teori teori yang kompleks.
Perlu diketahui bahwa ada dua hormone yang dominan saat
hamil yaitu :
1) Estrogen
a) Meningkatkan sensitivitas otot rahim.
b) Memudahkan penerimaan rangsangan dari luar
seperti

rangsangan

oksitosin,

rangsangan

prostaglandin, serta rangsangan mekanis.


2) Progesteron
a) Menurunkan sensitivitas otot rahim.
b) Menyulitkan penerimaan dari luar

seperti

rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin,


serta rangsangan mekanis.
c) Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
d. Teori Penyebab Persalinan
Menurut Rohani (2011) teori penyebab persalinan adalah :
1) Teori Keregangan
a) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang
dalam batas tertentu.
b) Setelah melewati batas tersebut, maka akan terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
2) Teori Penurunan Progesteron
a) Proses penuan plasenta terjadi mulai

umur

kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan


jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu.
b) Produksi progesterone

mengalami

penurunan

sehingga otot rahim lebih sensitif

terhadap

oksitosin.
c) Akibatnya, otot rahim berkontraksi setelah tercapai
tingkat penurunan progesterone tertentu.
3) Teori Oksitosin Internal
a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisi pars
posterior.
b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone
dapat mengubah sensitivitas otot rahim sehingga
sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.

123

c) Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya


usia

kehamilan

menyebabkan

oksitosin

meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dimulai.


4) Teori Prostaglandin
a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur
kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh
desidua.
b) Pemberian

prostaglandin

saat

hamil

dapat

menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil


konsepsi dapat dikeluarkan.
c) Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya
persalinan.
5) Teori Plasenta
Teori plasenta menjadi tua: dengan bertambahnya
usia kehamilan, plasenta menjadi tua dan menyebabkan
villi corialis mengalami perubahan

sehingga kadar

esterogen dan progesteron turun. Hal ini menimbulkan


kekejangan pembuluh darah dan menyebabkan kontraksi
rahim.
6) Teori distensi rahim: keadaan uterus yang terus membesar
dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot
uterus sehingga mengganggu sirkulasi uteroplasenter.
7) Teori berkurangnya nutrisi: bila nutrisi pada janin
berkurang, maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan
(Asrinah, 2010).
e. Lamanya Persalinan
Lamanya persalinan tentu berlainan bagi primigravida dan
multigravida, untuk primigravida kala I: 12,5 jam, Kala II: 80
menit, kala III: 10 menit, kala IV: 14 jam sedangkan
multigravida kala I: 7 jam 20 menit, kala II: 30 menit, kala III:
10 menit, kala IV: 8 jam. Pembukaan serviks terbagi 2 fase: fase
laten: pada fase ini pembukaan sangat lambat dari 0-3 cm, fase
aktif: pada fase aktif pembukaan lebih cepat, fase ini dapat
dibagi lagi dalam: fase akselerasi : dari pembukaan 3 cm 4 cm

124

yang dicapai dalam 2 jam, fase dilatasi maksimal : dari


pembukaan 4 9 cm yang dicapai dalam 2 jam, fase deselerasi :
dari pembukaan 9 10 cm selama 2 jam. (Rukiyah, 2009).
Perhitungan lamanya proses persalinan menurut bagi ibu
primipara dan multipara menurut Mochtar, 2003 adalah sebagai
berikut :
No.
1.

Kategori
Cepat

Primipara
<12 jam

Multipara
<8 jam

2.

Normal

12-14 jam

8-10 jam

3.
Lambat
>14 jam
>10 jam
f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
menurut Asrinah, 2010 diantaranya sebagai berikut:
1) Power (Tenaga atau Kekuatan), power adalah tenaga atau
kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan tersebut
meliputi his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma
dan aksi dari ligamen, dengan kerjasama yang baik dan
sempurna dan tenaga mengejan. His adalah gelombang
kontraksi ritmik otot polos dinding uterus yang dimulai
dari daerah fundus uteri pada daerah di mana tuba falopii
memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut
didapat dari pacemaker yang terdapat di dinding uterus
daerah tersebut. His (kontraksi ritmis otot polos uterus),
kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi
metabolik ibu. Resultante efek gaya kontraksi tersebut
dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris
yaitu daerah kanalis servikalis (jalan lahir) yang
membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
a) His dapat terjadi sebagai akibat dari :
Kerja hormon oksitosin
Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi
Rangsangan
terhadap
pleksus
saraf
Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
b) His dikatakan baik dan ideal apabila :
Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
125

Terdapat periode relaksasi di antara dua

periode kontraksi
Terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap
sesudah his

Serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan


kurang mengandung serabut otot,akan tertarik ke atas oleh
retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif
dan

mendatar

(cervical

effacement).

Ostium

uteri

eksternum dan internum pun akan terbuka.


a) Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya nyeri
saat his berlangsung adalah :
(1) Iskemia dinding korpus uteri yang menjadi
stimulasi serabut saraf di pleksus hipogastrikus
diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi
sensasi nyeri
(2) Peregangan vagina, jaringan lunak dalam
rongga

panggul dan peritoneum, menjadi

rangsang nyeri.
(3) Keadaan mental pasien (pasien bersalin sering
ketakutan, cemas atau anxietas, atau eksitasi).
(4) Prostaglandin meningkat sebagai respons
terhadap stress
b) Hal yang penting dinilai mengenai His adalah :
(a) Amplitudo : intensitas kontraksi otot polos,
bagian pertama peningkatan agak cepat,
bagian kedua penurunan agak lambat.
(b) Frekuensi : jumlah his dalam waktu tertentu
(biasanya per 10 menit).
(c) Satuan his : unit Montevide (intensitas tekanan
atau mmHg terhadap frekuensi).
2) Passanger (Janin)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan
adalah faktor janin, yang meliputi sikap janin, letak janin,
presentasi janin, bagian terbawah, dan posisi janin.
a) Sikap (Habitus)

126

Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan


sumbu

janin,

biasanya

terhadap

tulang

punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi


dimana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam
keadaan fleksi, lengan bersilang di dada.
b) Letak (Situs)
Adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap
sumbu ibu misalnya letak lintang dimana sumbu
janin tegak lurus pada sumbu ibu. Letak membujur
dimana sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu, ini
bisa letak kepala atau letak sungsang.
c) Presentasi
Dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada
dibagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi
atau pada pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi
kepala, presentasi bokong, presentasi bahu dan lainlain.
d) Bagian Terbawah Janin
Sama dengan presentasi hanya lebih diperjelas
istilahnya.
e) Posisi Janin
Posisi janin dalam keadaan normal, yaitu kepala
janin berada di bawah.
3) Passage (Jalan lahir), dibagi menjadi:
Faktor jalan lahir meliputi bentuk dan ukuran
jaringan tulang serta jaringan lunak pada panggul yang
meliputi uterus (pada kehamilan dapat dibagi menjadi
segmen atas rahim, segmen bawah rahim dan serviks
uterus), otot-otot dasar panggul dan perineum.
4) Faktor psikologi ibu, keadaan psikologi ibu memengaruhi
proses persalinan. Dukungan mental berdampak positif
bagi keadaan psikis ibu, yang berpengaruh pada
kelancaran proses persalinan. Efek fisik negatif dari
psikologis ibu (sindrom ketakutan, ketegangan, nyeri atau
Fear Tension Pain Syndrome) terhadap persalinan
dapat ditelusuri ke fungsi Susunan Saraf Otonom yang

127

fungsi utamanya adalah menerjemahkan pesan yang


diterima, menentukan tindakan apa yang harus diambil,
dari

pesan

tersebut

dan

kemudian

segera

mengkomunikasikan tindakan tersebut ke sistem tubuh


yang lain. Respon terhadap implus yang disalurkan
melalui SSO (Sistem Saraf Otonom) tidak dibawah
kendali kesadaran, sehingga bersifat tidak sadar.
5) Faktor penolong, dengan pengetahuan dan kompetensi
yang baik yang dimiliki penolong, diharapkan kesalahan
atau malpraktik dalam memberikan asuhan tidak terjadi
sehingga memperlancar proses persalinan (Asrinah, 2010).
g. Kala dan Fase dalam Persalinan
Persalinan dapat dibagi dalam 4 kala (stages), yaitu:
1) Kala I (Kala Pembukaan)
Telah
tercapainya
kontraksi
uterus
dengan
frekuensi,intensitas

dan

durasi

yang

cukup

untuk

menghasilkan dilatasi serviks yang progresif, proses ini


berlangsung antara18-24 jam. Kala satu persalinan selesai
ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm)
sehingga

memungkinkan

kepala

janin

lewat

(Prawirohardjo, 2008). Kala I dibagi menjadi dua fase :


a) Fase Laten: Fase yang diawali dengan mulai
timbulnya kontraksi uterus yang teratur yang
menghasilkan perubahan pada serviks dan meluas
sampai permulaan fase aktif persalinan (dilatasi
serviks 3-4 cm). Pada ibu yang belum pernah
melahirkan (nulipara) fase laten biasanya kurang
dari 20 jam dan pada ibu yang beberapa kali
melahirkan (multipara) fase laten kurang dari 14
jam.
b) Fase Aktif: Fase aktif ditandai dengan dilatasi
serviks yang terus menerus sampai serviks terdilatasi
penuh.Pada nulipara dilatasi serviks sampai 1,2 cm
setiap jam dan multipara 1,5 cm setiap jam.
Asuhan persalinan kala I

128

a) Sapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan


bertindak dengan tenang dan berikan dukungan
penuh selama persalinan dan kelahiran bayi.
b) Jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu atau
anggota keluarganya
c) Anjurkan suami dan anggota keluarga untuk hadir
dan memberikan dukungan atau tindakan, misalnya
saat ibu harus diberikan minuman, saat berjalan
dituntun, saat tubuh ibu terasa nyeri lakukan teknik
relaksasi dengan cara menarik nafas panjang dan
mengeluarkannya

secara

perlahan-lahan

atau

mengusap daerah punggung ibu dengan teknik


membelok dan melepaskan.
d) Melakukan observasi kemajuan persalinan dengan
menggunakan lembaran partograf (Depkes, 2004).
2) Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan
berakhir ketika janin sudah lahir. Proses ini biasanya
berlangsung 2 jam pada ibu yang pertama kali melahirkan
(primipara) dan 1 jam pada ibu yang beberapa kali
melahirkan (multipara). Pada proses ini his terkoordinir,
kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali.
Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga
terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul sehingga
terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Karena tekanan
pada rektum, ibu merasa seperti ingin buang air
besar,dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala
janin mulai kelihatan, vulva membuka, dan perineum
meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan
melahirkan kepala, diikuti oleh seluruh badan janin.
Setelah

istirahat

mengeluarkan

sebentar,

anggota

badan

(Wiknjosastro H et al, 2007).

129

his

mulai
bayi

lagi

secara

untuk
lengkap

Penanganan kala II :
a) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu
dengan cara : mendampingi ibu agar merasa
nyaman, menawarkan minum, mengipasi, dan
memijat ibu.
b) Menjaga kebersihan diri meliputi : ibu tetap dijaga
kebersihan agar terhindar dari infeksi, jika ada darah
lendir atau cairan ketuban segera dibersihkan.
c) Mengipasi
dan
masase
untuk
menambah
kenyamanan bagi ibu.
d) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi
kecemasan atau ketakutan ibu dengan cara : menjaga
privasi ibu, penjelasan tentang prosedur dan
kemajuan persalinan, penjelasan tentang prosedur
yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu.
e) Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan
dapat dipilih posisi berikut : posisi jongkok.,
menungging, tidur miring, setengah duduk,
f) Menjaga kandung kemih tetap kosong,
g)

ibu

dianjurkan berkemih sesering mungkin.


Memberikan cukup minum : memberi tenaga dan

mencegah dehidrasi (Prawirohardjo, 2009).


Asuhan persalinan kala II meliputi :
a) Menemani ibu saat menghadapi proses persalinan.
b) Mengajari suami dan anggota-anggota keluarga agar
setiap keluhan ibu didengarkan dan dibantu ibu saat
ia

memerlukan

pertolongan,

misalnya

ibu

berkeringat dibantu mengusap dengan handuk, bila


ibu kesakitan tanyakan dimana yang dapat dibantu,
atau pijit di pinggang, jadi dimana ditunjukkan ibu,
lakukan secara lembut sampai ibu merasa nyaman.
c) Menghindari terjadinya infeksi misalnya melakukan
periksa dalam minimal setiap 4 jam sekali, bila tidak
ada indikasi.
d) Menjaga perasaan

ibu

agar

tetap

senang,

menganjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi

130

selama persalinan, mengajarkan ibu untuk banyak


minum manis.
e) Membantu persalinan dan kelahiran bayi dengan
baik.
3) Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Dimulai segera setelah janin lahir dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin
(Prawirohardjo, 2008). Waktu untuk pelepasan dan
pengeluaran uri dimulai segera setelah bayi lahir sampai
lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30
menit. Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat
sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi
pusat, dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali
sebelumnya. Dalam waktu 5-10 menit seluruh plasenta
terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan
atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus
uteri. Pada saat plasenta lahir pada umumnya otot-otot
uterus berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan
terjepit dan perdarahan akan segera berhenti. Seluruh
proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah
kira-kira 100-200 cc (Wiknjosastro H et al, 2007).
Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama :
a) Pemberian suntikan oksitosin.
b) Melakukan peregangan tali pusat terkendali.
c) Pemijatan fundus uteri (masase).
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk
menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga
memperpendek waktu kala III persalinan dan mengurangi
kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan
fisiologis.
Asuhan persalinan kala III:
a) Berdiri di samping ibu.
b) Pindahkan klem kedua yang telah dipijit sewaktu
kala dua persalinan pada tali pusat sekitar 5-10 cm
dari vulva.
131

c)

Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (alas


dengan kain) tepat di atas tulang pubis. Gunakan
tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan
menahan uterus pada saat melakukan peregangan
tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat,
tegangkan tali pusat, kemudian tangan pada dinding
abdomen menekan korpus uteri ke bawah dan ke
atas

korpus.

Lakukan

secara

hati-hati

untuk

menghindari terjadinya inversia uteri.


d) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga ada
kontraksi yang kuat (sekitar dua atau tiga menit).
e) Pada saat kontraksi mulai (uterus menjadi bulat atau
tali pusat memanjang) tegangkan kembali tali pusat
ke arah bawah (dengan hati-hati) bersama dengan
itu, lakukan penekanan korpus uteri ke arah bawah
dan cranial hingga plasenta terlepas dari tempat
f)

implantasinya.
Setelah plasenta terlepas, anjurkan ibu untuk
meneran sehingga plasenta akan terdorong ke
introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat ke arah

bawah mengikuti arah jalan lahir.


g) Pada saat plasenta lahir pada introitus vagina,
teruskan kelahiran plasenta dengan menggunakan
kedua tangan. Selaput ketuban mudah robek, pegang
plasenta dengan kedua tangan rata dan dengan
lembut putar plasenta hingga selaput terpilin.
h) Lakukan penarikan secara lembut dan perlahani)

lahan untuk melahirkan selaput ketuban.


Jika terjadi robekan pada selaput ketuban saat
melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina
dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari
tangan atau klem atau cunam DTT atau steril untuk
keluarkan selaput ketuban yang dapat dicapai oleh

jari-jari tangan tersebut (Depkes, 2004).


4) Kala IV (Kala Pengawasan)
132

Mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam dimana


dilakukan pengamatan keadaan ibu terutama terhadap
bahaya perdarahan post partum. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan pada kala IV ini adalah : kontraksi
uterus harus baik, tidak ada perdarahan dari vagina atau
alat genital lainnya, plasenta dan selaput ketuban harus
telah lahir lengkap, kandung kemih harus kosong, lukaluka pada perineum terawat dengan baik, bayi dalam
keadaan baik, dan ibu dalam keadaan baik (Wiknjosastro
H et al, 2007).
Asuhan persalinan kala IV adalah sebagai berikut :
a) Lakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi
b) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari
tangan secara melintang antara pusat atau fundus
uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau
lebih bawah. Misalnya jika dua jari bisa diletakkan
di bawah pusat dan di atas fundus uteri maka disebut
dua jari di bawah pusat.
c) Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
d) Periksa perineum dan perdarahan aktif, misalnya
apakah dari laserasi atau episiotomi.
e) Evaluasi keadaan ibu secara umum.
f) Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama
kala

empat

persalinan

di

halaman

belakang

partogram segera setelah asuhan diberikan atau


setelah penilaian dilakukan (Depkes, 2004).
h. Mekanisme Persalinan
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi
kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan 58% ubunubun kecil terletak d kiri depan, 23% di kanan depan, 11% di
kanan belakang, dan 8% di kiri belakang. Kedaan ini mungkin
disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon
sigmoid dan rektum. Seperti telah dijelaskan terdahulu 3 faktor

133

penting yang memegang peranan pada persalinan, ialah


kekuatan- kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan
kekuatan mengedan, keadaan jalan lahir dan janinnya sendiri
(Wiknjosastro H, 2005).
His adalah salah satu kuatan pada ibu, seperti telah
dijelaskan yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong
janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup
kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga
panggul. Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat
dalam keadaan sinklitimus, ialah bila arah sumbu janin tegak
lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala
masuk dalam keadaan asinklitimus, yaitu arah sumbu kepala
janin miring dengan pintu atas panggul (Wiknjosastro H, 2005).
Sampai di dasar atas panggul kepala janin berada dalam
keadaan fleksi maksimum. Kepala yang sedang turun menemui
diafragma pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan oleh his
yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi. Sesudah kepala
janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah
simfisis, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat
dilahirkan. Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin
makin tampak. Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus
membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan
kekuatan mengedan, berturut-turut tanpa bregma, dahi, muka
dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera
mengadakan

rotasi,

yang

disebut

putaran

paksi

luar

(Wiknjosastro H, 2005).
Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum
putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan gerakan kepala
dengan punggung anak. Bahu melintasi pintu atas panggul
dalam keadaan miring. Selanjutnya dilahirkan bahu depan
terlebih dahulu baru kemudain bahu belakang. Demikian pula
dilahirkan prokanter depan baru kemudian prokanter belakang.
Kemudian bayi lahir seluruhnya. Apabila bayi telah lahir, segera

134

jalan napas dibersihkan. Tali pusat dijepit di antara dua cunam


pada jarak 5 dan 10cm. Kemudian, digunting di antara kedua
cunam tersebut dan diikat. Tunggul tali pusat diberi antiseptika.
Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi segera akan menarik
napas dan menangis (Wiknjosastro H, 2005).
Mekanisme persalinan dibagi atas tujuh bagian yaitu
engagement merupakan apabila diameter biparietal kepala
melewati pintu atas panggul. Penurunan merupakan gerakan
bagian presentasi melewati panggul. Fleksi merupakan segera
setelah kepala yang turun tertahan oleh serviks, dinding
panggul. Putaran paksi dalam adalah pintu atas panggul ibu
memiliki bidang paling luas pada diameter transversanya.
Ekstensi merupakan saat kepala janin mencapai perinium,
kepala akan defleksi kearah anterior oleh perinium. Restitusi dan
putaran paksi luar merupakan setelah kepala lahir, bayi berputar
hingga mencapai posisi yang sama dengan saat ia memasuki
pintu atas panggul. Ekspulsi merupakan setelah bahu keluar,
kepala dan bahu diangkat ke atas tulang pubis ibu dan badan
bayi dikeluarkan dengan gerakan fleksi lateral ke arah simfisis
pubis (Bobak, 2005).
7. Plasenta
Plasenta (ari-ari) terbentuk ketika tropoblas, yang merupakan
bagian telur yang telah dibuahi menempel pada dinding uterus. Pada
kehamilan minggu ke-12, plasenta telah menjadi organ tersendiri.
Pada kelahiran bayi, plasenta yang berwarna merah gelap memiliki
berat sekitar 500 gr. Plasenta merupakan jaringan spons yang
berbentuk piringan dan memiliki dua lapis sel yang membatasi
sirkulasi darah janin dan ibu. Meskipun terdapat sirkulasi yang
terpisah, sejumlah substansi masih dapat melewati lapisan tersebut
dari ibu ke janin (Budisetyono, 2011).
Seluruh nutrisi makanan dan oksigen yang dibutuhkan janin
didapatkan dari ibu, dan seluruh produk sisa juga dikembalikan
kepada ibu. Peran pertukaran tersebt dilakukan oleh plasenta yang
terhubung

dengan

janin

oleh

135

umbilical

cord

(tali

rahim).

Karbondioksida, produk sisa dan hormon dialirkan dari janin ke ibu,


sedangkan oksigen, nutrisi makanan (dalam bentuk karbohidrat, lemak
dan asam amino sederhana) dan hormon dialirkan dari ibu ke janin
(Budisetyono, 2011).

Gambar 28. Plasenta


(Pearson Education Inc, 2013)
Plasenta juga berpera sebagai pertahanan untuk melindungi
janin dari substansi-substansi yang berpotensi merugikan. Namun
demikian, beberapa obat masih dapat melewati plasenta dan dapat
mengancam janin (Budisetyono, 2011).
Selain peran di atas, plasenta juga menghasilkan hormone untuk
mencegah pelepasan telur baru dan menghentikan siklus menstruasi.
Hormoon ini juga mrangsang pertumbuhan payudara sebagai
persiapan menyusui serta penumpukan lemak untuk cadangan energi
(Budisetyono, 2011).
8. Air Ketuban
a. Definisi Air Ketuban
Air ketuban (AK) adalah cairan jernih dengan warna agak
kekuningan yang menyelimuti janin di dalam rahim selama
masa kehamilan, berada di dalam kantong ketuban, dan
mempunyai banyak fungsi. Air ketuban yang berubah menjadi
berwarna kehijauan atau kecoklatan, menunjukkan bahwa
neonatus telah mengeluarkan mekonium, menjadi petanda
bahwa

neonatus

dalam

136

keadaan

stress

dan

hipoksia.

menyebabkan peristaltik usus dan otot sfinter ani relaksasi


sehingga mekonium dapat keluar melalui anus. Mekonium
merupakan feses pertama janin dan neonatus yang juga
mengandung enzim pankreas, asam lemak bebas, orfirin,
interleukin-8, fosfolipase A2, biliribun indirek, dan bilirubin
direk.
Air merupakan komponen terbesar (85%95%), sehingga
kekeruhan AK sebagian besar disebabkan oleh mekonium yang
mengandung feses dan asam empedu. Sehubungan keadaan
tersebut maka perlu dideteksi adanya feses di dalam AK.
Pemeriksaan

kekeruhan

dapat

dilakukan

secara

visual

(makroskopik) atau dengan mikrometer dan spektrofotometri.


Berbagai penelitian mencoba menjawab pertanyaan ini. Di
antaranya adalah pemeriksaan spektrofotometri, meconium
crit, dan mecometer Pemeriksaan feses dapat dilakukan
secara konvensional dengan menggunakan uristiks yang lebih
praktis untuk memeriksa komponen kimiawi, untuk berbagai
macam tujuan (Sari Pediatri, 2010).

Gambar 29. Janin dan Air Ketuban dalam Rahim


b. Nilai Normal Air Ketuban (AK)
Volume paling besar terjadi saat mendekati umur
kehamilan 34 minggu, dengan rerata volume 800 mililiter.
Kurang lebih 600 mililiter AK meliputi janin saat neonatus
cukup bulan (40 minggu kehamilan) dan saat dilahirkan. Cairan
AK bersirkulasi dengan cara janin menelan dan menghirup serta
pengeluaran melalui urin janin.1 Air ketuban yang normal jernih
137

berwarna agak kekuningan, menyelimuti janin di dalam rahim


selama masa kehamilan. Air ketuban berada di dalam kantong
ketuban, mempunyai berbagai fungsi antara lain:
1) Memungkinkan janin untuk bergerak

bebas

dan

perkembangan musculoskeletal.
2) Memelihara janin dalam lingkungan suhu yang relatif
stabil, yang meliputi janin sehingga melindungi janin dari
kehilangan panas.
3) Memungkinkan perkembangan paru janin.
4) Sebagai bantalan dan melindungi janin. Saat trimester
kedua, janin mampu menghirup cairan ke dalam paru dan
menelannya, sehingga mendorong perkembangan dan
pertumbuhan normal sistem paru dan pencernaan. Janin
bergerak

bebas

dalam

AK

sehingga

membantu

perkembangan otot dan tulang. Kantung ketuban terbentuk


saat duabelas hari setelah pembuahan, kemudian segera
terisi oleh AK. Saat minggu-minggu awal kehamilan, AK
terutama mengandung air yang berasal dari ibu, setelah
sekitar duapuluh minggu urin janin membentuk sebagian
besar AK.
5) Mengandung nutrien, hormon dan antibodi yang
6) melindungi dari penyakit. Air ketuban berkembang dan
mengisi kantong ketuban mulai dua minggu sesudah
pembuahan. Setelah sepuluh minggu kemudian AK
mengandung protein, karbohidrat, lemak, fosfolipid, urea,
dan elektrolit, untuk membantu pertumbuhan janin. Pada
saat akhir kehamilan sebagian besar AK terdiri dari urin
janin.
7) Air ketuban secara terus menerus ditelan, dihirup dan
diganti lewat proses ekskresi seperti juga dikeluarkan
sebagai urin. Merupakan hal yang penting bahwa AK
dihirup ke dalam paru janin untuk membantu paru
mengembang sempurna, AK yang tertelan membantu
pembentukan mekonium keluar saat ketuban pecah.
Apabila ketuban pecah terjadi selama proses persalinan
138

disebut ketuban pecah spontan, apabila terjadi sebelum


proses persalinan disebut sebagai ketuban pecah dini.
Sebagian besar AK tetap berada dalam rahim sampai
neonatus lahir (Sari Pediatri, 2010).
c. Air Ketuban Keruh
Mekonium adalah substansi mirip tar yang kental dan
berwarna kehijauan yang berada di usus janin selama kehamilan.
Secara normal AK tidak dikeluarkan dengan pergerakan usus
sampai neonatus dilahirkan, dalam keadaan tertentu dapat
ditemukan pergerakan usus tersebut sebelum lahir. Jika
didapatkan mekonium selama proses persalinan dan kelahiran,
harus diamati lebih cermat tanda gawat janin atau posisi janin
letak sungsang. Adanya pewarnaan mekonium dalam AK bukan
berarti neonatus mengalami gawat janin. Maka apabila
ditemukan mekonium berwarna, tim penolong persalinan dan
kelahiran sebaiknya mencari tanda-tanda yang lain. Mekonium
yang encer atau cair bukan merupakan risiko atau tanda gawat
janin, tapi merupakan tanda kematangan neonatus. Hal yang
lebih berbahaya bagi neonatus adalah jika ditemukan mekonium
saat proses persalinan sehingga harus dicari tanda-tanda gawat
janin.
Dijumpainya mekonium di dalam AK meninggalkan bekas
atau sejumlah bukti. Apabila mekonium berada selama empat
jam atau lebih di dalam AK, maka dasar kuku (nail bed) janin
akan berwarna dan kalau berada di dalam AK duapuluh empat
jam atau lebih verniks kaseosa akan ikut berwarna. Selaput
ketuban dan tali pusat pun akan berwarna oleh mekonium dalam
waktu tiga jam dan makrofag dalam satu jam (Sari Pediatri,
2010).
d. Cara Mendeteksi Kekeruhan Air Ketuban
Cara mengetahui atau mendiagnosis mekonium dalam AK
saat masa kehamilan dapat digunakan beberapa modalitas
seperti amnioskopi transervikal, amniosintesis dan terakhir
ultrasonografi serta magnetic resonance spectroscopy. Suatu

139

penelitian

guna

menurunkan

angka

kematian

perinatal

dihubungkan mekonium dalam AK dengan kelainan ritme


jantung. Hasil penelitian menunjukkan 56% janin dengan
mekonium dalam AK berat, 22% janin dengan mekonium dalam
AK ringan, atau AK jernih, mempunyai ritme jantung yang
abnormal. Ternyata pula total kematian perinatal pada semua
janin dengan mekonium dalam AK dan semua janin dengan
abnormalitas ritme jantung hanya 3%. Berhubung terdapat
kelemahan dalam tiap modalitas tersebut, maka deteksi
mekonium dalam AK dan makna mekonium dalam sebagai
faktor gawat janin tidak begitu kuat. Oleh karena itu upaya
mendiagnosis mekonium dalam AK saja dalam masa kehamilan
tidak banyak dikerjakan lagi karena kurang bermanfaat (Sari
Pediatri, 2010).
e. Penilaian Air Ketuban Keruh
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
mekonium di dalam air ketuban karena mortalitas dan
morbiditas sindrom aspirasi mekonium (SAM) yang tinggi.
Penilaian secara kualitatif yaitu dengan melihat kekeruhan air
ketuban secara visual, dapat dibedakan air ketuban antara thick,
medium dan thin, kelemahan penilaian secara visual bersifat
subjektif dari penilai (Sari Pediatri, 2010).
Air ketuban keruh bercampur mekonium (selanjutnya
disebut AKK) merupakan faktor risiko berbagai masalah
perinatal. Bayi dengan AKK kentallebih sering mempunyai
masalah yang lebih besar dibanding bayi dengan AKK yang
encer. Secara umum kandungan mekonium di dalam AK
dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu encer, sedang, dan
kental. Penilaian kandungan mekonium tergantung sepenuhnya
pada pengamatan subjektif para klinisi. Meskipun penilaian
subjektif tidak menimbulkan masalah serius, banyak penelitian
dilakukan untuk menilai mekonium secara objektif. Di
antaranya

pemeriksaan

140

spektrofotometri

dan

meconium

crit,pemeriksaan yang sederhana dan dapat dipercaya, namun


alat tidak mudah dibawa atau dipindahkan sehingga agak
menyulitkan para klinisi (Sari Pediatri, 2010).
Pada kenyataannya alat tersebut tidak digunakan secara
rutin dalam praktik sehari hari. Park dan Shin di Korea
melakukan penilitian dengan alat sederhanadan portabel untuk
menilai kandungan mekonium secara objektif dan telah
dilakukan verifikasi untuk objektivitas dan reliabilitasnya,
disebut mecometer (Sari Pediatri, 2010).
f. Deteksi Feses Dalam Air Ketuban Keruh
Mekonium merupakan feses pertama janin dan neonatus
yang juga mengandung enzim pankreas, asam lemak bebas,
orfirin, interleukin-8, dan fosfolipase A2, biliribun indirek,
bilirubin direk dan air merupakan komponen terbesar (85%
95%) dari mekonium. Sehubungan masalah yang telah
diterangkan, maka perlu kiranya mendeteksi adanya feses di
dalam AKK (Sari Pediatri, 2010).
E. Preeklamsi pada Kehamilan
1. Preeklampsia Pada Kehamilan
a. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah penyakit yang ditandai dengan
adanya hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul selama
kehamilan atau sampai 48jam postpartum. Umumnya terjadi
pada trimester III kehamilan. Preeklampsia dikenal juga dengan
sebutan Pregnancy Incduced Hipertension(PIH) gestosis atau
toksemia kehamilan (Maryunani et al, 2012).
Menurut Mansjoer et al (2007) preeklampsia adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Bisa berhubung atau berlanjut menjadi kejang
(eklampsia), sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi
pertumbuhan

dan

abrapsio

(Maryunani et al, 2012).

141

plasenta

solusio

plasenta

Preeklampsia didefenisikan sebagai gangguan yang terjadi


pada trimester kedua kehamilan dan mengalami regresi setelah
kelahiran, ditandai dengan kemunculan sedikitnya dua dari tiga
tanda utama, yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria (Mary dan
Mandy, 2010)
b. Etiologi Preeklampsia
Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum
diketahui secara pasti, tetapi pada umum nya disebabkan oleh
(vasospasme arteriola). Faktor-faktor lain yang diperkirakan
akan mempengaruhi timbulnya preeklampsia antara lain:
primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, molahidatidosa,
multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun
atau lebih dari 35 tahun serta anemia (Maryunani et al, 2012).
Dalam penelitian Rozikhan (2007), sebab preeklampsia
dan eklampsia sampai sekarang belumdiketahui.Telah banyak
teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit
tersebut, akan tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang
memuaskan. Teori yang diterima harus dapat menerangkan halhalberikut:
1) Primigraviditas,

kehamilan

ganda,

hidramnion

dan

molahidatidosa.
2) Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya
kehamilan.
3) Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan ibu dengan
kematian janin alam uterus.
4) Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilankehamilan berikutnya.
5) Sebab timbul hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan
koma.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab
preeklampsia ialah iskemia plasenta. Faktor risiko preeklampsia
antara lain sebagai berikut:
a) Primigravida, terutama primigravida tua dan primigravida
muda.
b) Kelompok sosial ekonomi rendah.
c) Hipertensi esensial.
d) Penyakit ginjal kronis.
142

e)
f)
g)
h)
i)

Diabetes mellitus.
Multipara
Polihidramnion.
Obesitas
Riwayat preeclampsia pada kehamilan yang lalu dalam

keluarga.
c. Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeclampsia yaitu
hipertensi dan proteinuria yang biasanya idak disadari oleh
wanita hamil. Penyebab dari kedua masalahdiatas adalah
sebagai berrikut:
1) Tekanan Darah
Peningkatan

tekanan

darah

merupakan

tanda

peningkatan awal yang penting pada preeklampsia.


Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih
andal dibandingkan dengan tekanan sistolik. Tekanan
diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih yang terjadi terusmenerus menunjukkan keadaan abnormal.
2) Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului
serangan preeclampsia dan bahkan kenaikan berat badan
ang berlebihan merupakan tanda pertama preeclampsia
pada sebagian wanita. Peningkatan berat badan normal
adalah 0,5 kg per-minggu. Bila 1 kg dalam seminggu,
maka

kemungkinan

terjadinya

preeclampsia

harus

dicurigai. Dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul


gejala edema yang terlihat jelas seperti kelopak mata yang
bengkak atau jaringan tangan yang membesar.
3) Proteinuria
Pada preeklampsia ringan, proteinuria

hanya

minimal positif satu, positif dua, atau tidak sama kali.


Pada kasus berat proteinuia dapat ditemukan dan dapat
mencapai 10 g/dl. Proteinuria hampir selalu timbul
kemudian dibandingkan hipertensi dan kenaikan BB yang
berlebihan.
Gejala-gejala subyektif yang dirasakan pada preeclampsia
adalah sebagai berikut:
143

1) Nyeri Kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan sering
terjadi pada kasus-kasus yang berat. Nyeri kepala sering
terjadi pada daerah frontal dan oksipital, serta tidak
sembuh dengan dengan pemberian analgetik biasa.
2) Nyeri Epigastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan

pada

preeklampsia berat. Keluhan ini disebabkan karena


tekanan pada kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.
3) Gangguan Penglihatan
Keluhan penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh
spasme arterial, iskemia dan edema retina dan pada kasuskasus yang langka disebabkan oleh ablasio retina. Pada
preeclampsia

ringan

tidak

ditemukan

tanda-tanda

subyektif.
d. Klasifikasi
Preeklampsia dibagi dalam dua golongan, yaitu ringan dan
berat. Preeclampsia dikatakan ringan apabila ditemukan tandatanda dibawah ini.
1) Tekanan darah140/90 mmHg atau lebih, atau kenaikan
diastolik 15 mmHg atau lebih, dan kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih.
2) Edema umum, kaki, jari, tangan dan wajah atau kenaikan
BB 1 kg atau lebih perminggu.
3) Proteinuria kuantitatif 0,3 gram atau lebih per-liter,
kualitatif 1 + atau 2 + pada urine keteter / mid stream.
Sedangkan preeclampsia dikatakan berat apabila
ditemukan satu atau lebih tanda-tanda dibawah ini.
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5 gram atau lebih per liter
3) Oliguria jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri
di epigastrium
5) Ada edema paru dan sianosis
e. Komplikasi
Bergantung pada derajat preeklampsia yang dialami.
Namun yang termasuk komplikasi antara lain sebagai berikut:
1) Pada Ibu
a) Eklampsia

144

b)
c)
d)
e)

Solusio Plasenta
Perdarahan subkapsula hepar
Kelainan pembekuan darah (DIC)
Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes

dan low platelet count)


f) Ablasio retina
g) Gagal jantung hingga syok dan kematian
2) Pada Janin
a) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
b) Premature
c) Asfiksia neonatorum
d) Kematian dalam uterus
e) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
F. Konsep Asuhan keperawatan
1. Anamnesa
a. Identitas
1) Identitas klien
Nama
: Untuk identifikasi (mengenal) penderita
(Yulaikah, 2009).
Umur
: Dicatat dalam tahun untuk mengetahui
adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun,
alat-alat reproduksi belum matang, mental
dan psikisnya belum siap. Umur lebih dari
35 tahun rentan sekali untuk terjadi
perdarahan dalam masa nifas (Ambarwati,
2009).
Agama
: Untuk mengetahui keyakinan klien tersebut
untuk membimbing atau mengarahkan
klien dalam berdoa (Ambarwati, 2009).
Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan keperawatan
untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya, sehingga dapat memberi
konseling sesuai dengan pendidikannya
(Ambarwati, 2009).
Pekerjaan
: Gunanya untuk mengetahui dan mengukur
tingkat sosial ekonominya, karena ini juga
mempengaruhi dalam gizi klien tersebut
(Ambarwati, 2009).
Suku/bangsa : Berpengaruh pada adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari (Ambarwati, 2009).
Alamat

: Untuk mendapatkan gambaran tentang


tempat dimana klien tinggal (Nursalam,
2007).

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama
:
145

Umur
:
Jenis Kelamin
:
Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Hubungan dengan klien
:
Alamat
:
b. Keluhan Utama
Untuk mengetahui penyebab klien tersebut dibawa ke tempat
pelayanan kesehatan. Alasan ibu dengan perdarahan karena
atonia uteri adalah rasa takut pengeluaran darah yang banyak
dari jalan lahirnya (Muslihatun et al, 2009).
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa
nifas dan bayinya (Ambarwati, 2009).
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Dapat terjadi pada wanita yang memiliki riwayat penyakit
PMS (Penyakit Menular Seksual) dan DM, TBC, jantung,
ginjal, hipertensi (Ambarwati, 2009).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui kemungkinan

adanya

pengaruh

penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan klien dan


bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang
menyertainya (Ambarwati, 2009).
4) Riwayat Keturunan Kembar
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga mempunyai
keturunan kembar atau tidak (Ambarwati, 2009).
5) Riwayat Operasi
Untuk mengetahui apakah ibu pernah melakukan operasi
atau tidak yang berhubugan dengan tindakan keperawatan
(Ambarwati, 2009).
6) Riwayat Menstruasi
Siklus Menstruasi : Siklus mentruasi dipengaruhi oleh
hormon estrogen dan progesteron yang berperan dalam
perubahan endometrium uterus. Sebelum terjadinya fase
menstruasi, endometrium mengalami fase proliferasi dan
fase sekrotori. Fase proriferasi terjadi 10 hari atau lebih

146

dimana endometrium akan tumbuh menjadi tebal, karena


jumlah sel stroma bertambah banyak dan pertumbuhan
kelenjar, pembuluh darah di endometrium juga bertambah.
Fasesekresi terjadi 12 sampai 14 hari setelah fase
proliferasi.

Setelah

ovulasi

terjadi

korpus

rubrum

menjadinkorpus luteum yang memproduksi progesterone


dan keadaan endometrium menghasilkan getah yang
mengandung

glikogen

dan

lemak

yang

berfungsi

menyediakan makanan bagi ovum diawal inplamasi.


Keadaan endometrium pada fase ini sangat optimal untuk
proses pertumbuhan dan perkembangan embrio. Setelah
fase sekresi, endometrium mengalami fase menstruasi
yaitu pelepasan lapisan endometrium. Pelepasan lapisan
endometrium disebabkan karena berkurangnya estrogen
dan progesterone secara drastis. Progesteron dan estrogen
yang menurun ini mengakibatkan dilatasi dan statis yang
diikuti

spasme

dan

iskemia

lapisan

endometrium.

Selanjutnya lapisan ini mengalami degenerasi dan


perdarahan serta pelpasan lapisan endometrium yang
nekrotik. Keluaran menstruasi terdiri dari sel-sel pecahan
endometrium dan stroma, sel-sel darah tia dan sekresi
kelenjar. Menstruasi terjadi rata-rata 4-6 hari dan darah
yang dikeluarkan selama menstruasi normal sekitar 50-100
ml. Menstruasi yang pertama kamu dialami oleh seorang
wanita disebut menarke, biasanya terjadi pada usia 13
tahun, dan berakhirnya pada usia rata-rata 51 tahun yang
disebabkan karena sudah usangnya folikel ovarium akibat
turunnya produksi estrogen (Tarwoto, 2009).
7) Riwayat Keluarga Berencana
Untuk mengetahui apakah klien pernah ikut KB dengan
kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama
menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa
nifas ini dan beralih kekontrasepsi apa (Ambarwati, 2009).

147

8) Riwayat Perkawinan
a) Status perkawinan

Kaji

status

perkawinan

klien, tanyakan pada klien perkawinan ke berapa


saat ini untuk mengetahui tingkah laku seksual pada
klien (Ambarwati, 2009).
b) Lama perkawinan : Bergonta-ganti
seksual

cenderung

pasangan

menjadi penyebab vaginitis

pada usia produksi (Ambarwati, 2009).


9) Riwayat Obstetri
Umumnya klien pada pruritus tinggi dapat menyebabkan
vagintis (Ambarwati, 2009).
10) Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi pil KB kombinasi dan estrogen
berbasis terapi pengganti hormon (Ambarwati, 2009).
11) Riwayat persalinan ini
Untuk
mengetahui
tanggal/jam

tempat

melahirkan,

persalinan,penolong,
jenis

persalinan,

komplikasi/kelainan pada persalinan, ukuran plasenta,


panjang

tali

pusat,

kelainan

plasenta,

perineum

ruptue/tidak, dijahit/ tidak, jumlah perdarahan, tindakan


lain, lama persalinan mulai dari kala I sampai kala III,
keadaan bayi meliputi BB/PB, apgar score, cacat bawaan
dan masa gestasi (Muslihatun et al, 2009).
d. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
Menggambarkan tentang pola makan dan minum,
frekuensi, banyaknya, jenis makanan dan makanan
pantangan

(Ambarwati,

2009).

Pada

ibu

nifas

mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan


dengan diit berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral dan vitamin yang cukup serta minum sedikitnya 3
liter air setiap harinya (Ambarwati, 2009).
2) Eliminasi
Menggambarkan polo fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan

148

bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi,


warna dan jumlah (Ambarwati, 2009). Dalam 8 jam ibu
sudah bisa BAK secara spontan. BAB biasanya tertunda
selama 2-3 hari karena diit cairan (Ambarwati, 2009).
3) Pola Istirahat
Menggambarkan pola istirahat dan tidur klien, berapa jam
klien tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca,
mendengarkan musik, kebiasaan mengkonsumsi obat
tidur, kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang.
Istirahat sangat penting bagi ibu nifas karena dengan
istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan
(Ambarwati, 2009).
4) Personal Hygiene
Untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan
tubuh terutama pada daerah genitalia, karena pada masa
nifas masih mengeluarkan lochea (Ambarwati, 2009).
5) Keadaan Psikologis
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
bayinya. Wanita mengalami banyak perubahan emosi atau
psikologis selama masa nifas sementara ia menyesuaikan
diri menjadi seorang ibu (Ambarwati, 2009).
6) Riwayat Sosial Budaya
Untuk mengetahui keluarga mempunyai adat istiadat yang
akan menguntungkan atau merugikan kilen khususnya
pada masa nifas misalnya pada kebiasaan pantang makan
(Ambarwati, 2009).
7) Penggunaan Obat-obatan atau Rokok
Untuk mengetahui obat-obatan apa yang dikonsumsi ibu
dan

apakah

ibu

mempunyai

kebiasaan

merokok

(Ambarwati, 2009).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum
Bagaimana keadaan umum penderita, keadaan gizi,
kelainan bentuk badan, kesadaran (Sulistyawati, 2014).
2) Tinggi Badan

149

Untuk mengetahui tinggi badan, normalnya adalah lebih


dari 145 cm (Depkes RI, 2008).
3) Berat Badan
Untuk mengetahui berat badan.
4) LLA
Untuk mengetahui status gizi pasien. Normalnya LLA
adalah lebih dari 23,5 cm.
5) Tanda-tanda Vital (Depkes RI, 2008)
a) Tekanan Darah
Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi atau
hipotensi. Batas normal 110/60 140/90 mmHg.
Pada kasus ibu nifas dengan atonia uteri tekanan
darah turun dengan distolik < 90mmHg.
b) Nadi
Untuk mengetahui denyut jantung

ibu.batas

normalnya adalah 80-90 x/menit.pada kasus ibu


nifas dengan atonia uteri biasanya nadi cepat >
110x/menit.
c) RR
Untuk mengetahui kelainan pada organ-organ
saluran nafas. Batas normalnya adalah 18-24x/menit.
Pada kasus ibu nifas dengan atonia uteri pernafasan
cepat > 30x/menit.
d) Suhu
Untuk mendeteksi

dini

adanya

gangguan

temoregulator di hipothalamus. Batas normalnya


adalah 36-37,50 C. pada kasus ibu nifas dengan
atonia uteri suhu tubuh turun < 360C.
b. Sistem Persepsi Sensori
1 Mata
Sklera, konjungtiva, kotoran secret, ukuran

pupil,

kesimetrisan, bentuk, warna, edema, lapang pandang,,


gerakan bola mata, perdarahan, edema, kacamata, lensa
kontak, ketajaman penglihatan, air mata, gatal, fotofobia,
diplopia, inflamasi, trauma, infeksi berulang, katarak,
glaucoma, kehilangan penglihatan akut (Sulistyawati,
2014).

150

Telinga
Kebersihan, Gangguan pendengaran, Terlihat massa,
Bentuk,

kesimetrisan,

tes

pendengaran,

kurang

pendengaran, kebersihan, gangguan pendengaran, terlihat


massa, tinnitus, vertigo, adanya secret, nyeri, terasa
3

penuh,infeksi berulang, mastoiditid (Sulistyawati, 2014).


Hidung
Kebersihan, kesimetrisan, nyeri, trauma, rhinitis, secret
hidung, epistaksis, obstruksi, bersin, gatal, kebersihan,
pernafasan

cuping

hidung,

polip

hidung

(hidung

tersumbat), alergi, gangguan penghidungan (Sulistyawati,


2014).
c. Sistem Kardiovaskuler
1 Bendungan Vena
Pemeriksaan sistem kadiovaskular adalah observasi
terhadap bendungan vena, yang bisa berkembang menjadi
virises. bendungan vena biasanya terjadi pada tungkai,
2

vulva, dan rektum (Sulistyawati, 2014).


Edema
Edema pada tungkai merupakan refleksi dari pengisian
darah

pada

intravaskular
penekanan

ekstermitas
keruang
dengan

jari

akibat

perpindahan

intrertisial.
atau

ketika

jempol

cairan

dilakukan

menyebabkan

terjadinya bekas tekanan, keadaan ini disebut pitting


edema. edema pada tangan dan wajah memerlukan
pemeriksaan lanjut karena merupakan tanda dari hipertensi
pada kehamilan (Sulistyawati, 2014).

d. Sistem Muskuloskeletal
1 Postur
Mekanik tubuh dan perubahan postur bisa terjadi selama
kehamilan. keadaan ini mengakibatkan regangan pada otot
2

punggung dan tungkai (Sulistyawati, 2014).


Tinggi dan Berat Badan
Berat badan awal kunjungan dibutuhkan sebagai data
dasar untuk dapat menentukan kenaikan berat badan
151

selama kehamilan. berat badan sebelum konsepsi kurang


dari 45 kg dan tinggi badan kurang dari 150 cm ibu
berisiko melahirkan bayi prematur dan berat badan lahir
rendah. berat badan sebelum konsepsi lebih dari 90 kg
dapat menyebabkan diabetes pada kehamilan, hipertensi
pada kehamilan, persalinan seksio caesarea dan infeksi
postpartum. Rekomendasi kenaikan berat badan selama
kehamilan berdasarkan indeks masa tubuh (Sulistyawati,
3

2014).
Pengukuran Pelvis
Tulang pelviks diperiksa pada awal kehamilan untuk
menentukan diameternya yang berguna untuk persalinan

pervagina (Sulistyawati, 2014).


Abdomen
Kontur, ukuran, dan tonus otot abdomen perlu dikaji.
tinggi fundus diukur jika fundus bisa dipalpasi diatas
simfisis pubis. kandung kemih harus dikosongkan sebelum
pemeriksaan dilakukan untuk menentukan keakuratannya.
pengukuran metode Mc. donald dengan posisi ibu

berbaring (Sulistyawati, 2014).


e. Sistem Neurologi
Pemeriksaan neurologi lengkap tidak begitu diperlukan bila ibu
tidak memiliki tanda dan gejala yang mengiindikasikan adanya
masalah. pemeriksaan refleks tendon sebaiknya dilakukuan
karena hiperefleksi menandakan adanya komplikasi kehamilan
(Sulistyawati, 2014).
f. Sistem Integumen
Warna kulit biasanya sama dengan rasnya. pucat menandakan
anemis, jaundice menandakan gangguan pada hepar, lesi,
hiperpigmentasi seperti cloasma gravidarum, serta linea negra
berkaitan dengan kehamilan dan stries perlu dicatat. penampang
kuku berwarna merah muda menadakan pengisisan kapiler baik.
Striae atau tanda guratan bisa terjadi didaerah abdomen dan
paha (Sulistyawati, 2014).
g. Sistem Endokrin

152

Pada trimester kelenjar tiroid membesar, pembesaran yang


berlebihan menandakan hipertiroid dan perlu pemerksaan lebih
lanjut (Sulistyawati, 2014).
h. Sistem Gastrointestinal
1 Mulut
Membrane mukosa berwarna merah muda dan lembut.
Bibir bebas dari ulserasi, gusi berwarna kemerahan, serta
edema

akibat

efek

peningkatan

estrogen

yang

menyebabkan hiperplasia. Gigi terawat dengan baik, ibu


dapat dianjurkan ke dokter gigi secara teratur karena
penyakit periodontal menyebabkan infrksi yang memicu
terjadinya persalinan prematur. Trimester kedua lebih
nyaman bagi ibu untuk melakukan perawatan gigi. Karies
gigi, Kebersihan mulut dan lidah, Kelembapan bibir,
Stomatitis, Perdarahan gusi, Bentuk, hygiene, mukosa,
kebersihan mulut dan lidah, stomatitis, perdarahan gusi,
keutuhan gigi, pemakaian gigi palsu, edema, eksudat,
2

palatum, tonsil, uvula, reflex gag (Sulistyawati, 2014).


Usus
Stetoskop yang hangat untuk memeriksa bising usus lebih
nyaman untuk ibu hamil. Bising usus bisa berkurang
karena efek progresteron pada otot polos, sehingga
menyebabkan konstipasi. Peningkatan bising usus terjadi

bila menderita diare (Sulistyawati, 2014).


i. Sistem Urinarius
Pengumpulan urine untuk pemeriksaan dilakukan dengan cara
urine tengah. Urine diperiksa untuk mendeteksi tanda infeksi
saluran kemih dan zat yang ada dalam urine yang menandakan
suatu masalah (Sulistyawati, 2014).
1 Protein
Protein seharusnya tidak ada dalam urine. Jika protein ada
dalam urine, hal ini menandakann adanya kontaminasi
sekret vagina, penyakit ginjal, serta hipertensi pada
2

kehamilan (Sulistyawati, 2014).


Glukosa

153

Glukosa dalam jumlah yang kecil dalam urine bisa


dikatakan normal pada ibu hamil. Glukosa dalam jumlah
yang besar membutuhkan pemeriksaan gula darah
3

(Sulistyawati, 2014).
Keton
Keton ditemukan dalam urine setelah melakukan aktivitas
yang berat atau pemasukan cairan dan makanan yang tidak

adekuat (Sulistyawati, 2014).


Bakteri
Peningkatkan bakteri dalam urine berkaitan dengan infeksi
saluran kemih yang biasa terjadi pada ibu hamil

(Sulistyawati, 2014).
j. Sistem Reproduksi
1 Ukuran payudara, kesimetrisan, kondisi puting dan
pengeluaran kolostrum perlu dicatat
Bentuk simetris/tidak, Hiperpigmentasi areola, Kondisi
puting susu: masuk ke dalam/tidak, kebersihan, Teraba
keras, lunak dan benjolan, Pengeluaran kolostrum, teraba
keras, lunak dan benjolan, perubahan warna, parut, massa,
nyeri,

cekungan,

sekresi

putting

susu,

perubahan

fibrokistik, implant, praktik pemeriksaan payudara sendiri


(Sulistyawati, 2014).
Cara pemeriksaan :
a) Dimulai dari payudara kanan. Baring menghadap ke
kiri dengan membengkokan kedua lutut anda.
Letakan bantal atau handuk mandi yang telah dilipat
di bawah bahu sebelah kanan untk menaikan bagian
yang akan diperiksa (Sulistyawati, 2014).
b) Buka selimut. Lakukan palpasi. Gunakan bantalan
jari dari ketiga jari-jari tengah dominan untuk
meraba benjolan atau penebala. Bantalan jari terletak
pada ruas ketiga paling atas dari setiap jari. Gerakan
bantalan jari secara melingkar untuk meraba
jaringan payudara (Sulistyawati, 2014).
c) Lakukan tekanan ringan, tekanan sedang dan kuat
untuk merasakan jaringan bawah kulit, jaringan

154

dekat dengan dada dan costa. Penonjolan yang


kenyal pada lingkar bawah payudara normal terjadi
(Sulistyawati, 2014).
d) Lakukan pergerakan mengelilingi payudara dengan
jalur tertentu atas kebawah atau garis vertical.
Gerakan keatas menuju klavikula dan bahu, gerakan
kebawah menuju costa, dari bawah lengan di
samping menuju ke tengah dada. Bergeraklah keatas
dan kebawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh
bagian yang di tunjuk. Pada gerakan sirkuler,
berawal dari bagian atas payudara, buat putaran
yang besar. Bergeraklah sekeliling payudara dengan
memperhatikan benjolan yang luar biasa. Buatlah
sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke
putting payudara. Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali
dengan tekanan ringan dan sekali dengan tekanan
kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola
mammae (Sulistyawati, 2014).
e) Menggunakan kedua tangan,
payudara
2

anda

untuk

melihat

kemudian

tekan

adanya

cairan

abnormal dari putting payudara (Sulistyawati, 2014).


Organ Reproduksi Eksternal
Kulit dan membran mukosa perineum, vulva dan anus
perlu diperiksa dari eksoriasi, ulserasi, lesi, varies, dan

jaringan parut pada perineum (Sulistyawati, 2014).


Organ reproduksi internal
Serviks berwarrna merah muda pada ibu yang tidak hamil
dan berwarna merah kebiruan pada ibu hamil yang di
sebut tanda chadwik (Sulistyawati, 2014).
a) Vagina
b) Tanda infeksi pada serviks
c) Teraba promontorium?
d) Uterus terasa lembut dengan palpasi yang lembut.
e) Kontraksi uterus: penggunaan monitor eksterna
dalam menentukan frekuensi dan lamanya kontraksi.
Tekanan intrauterus dapat mengidentifikasi kontraksi

155

hipertonik dan meningkatkan hubungan irama


istirahat dengan abrubsio plasenta. palpasi dapat
mengidentifkasi apakah uterus mengalami relaksasi
antara kontraksinya atau tidak (Sulistyawati, 2014).

156

G. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan Ibu
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis: perdarahan
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoksia
4. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemik
5. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebal berhubungan
cardiac output menurun
6. Ansietas berhubungan dengan perdarahan
7. Kekurangan voulume cairan berhubungan dengan kehilangan
vaskuler yang berlebih
8. Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma robekan perineum
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
10. Resiko Anemia berhubungan dengan perdarahan
11. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis: mual muntah
12. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi postpartum:
atonia uteri
13. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fatigue
14. Defisit perawatan diri behubungan dengan toileting
b. Diagnosa Janin/Bayi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispneu
2. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan usia
ibu >35 tahun
3. Resiko injury berhubungan dengan usia ibu >35 tahun
4. Hipotermi berhubungan dengan kehilangan panas melalui kulit
5. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan BBLR

157

H. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Rencana Asuhan Keperawatan Ibu
I.
N

J. Diagnosa
keperawatan

P. Q.
Nyeri
1 berhubungan
agen

cidera

perdarahan

K. Tujuan
L. (NOC)
R. Setelah

dilakukan

dengan

asuhan

keperawatan 1

biologis:

selama

3X24

jam,

diharapkan nyeri akut


berkurang.

Dengan

Kriteria Hasil:

1. Nyeri dapat terkontrol


2. Skala nyeri berkurang
3. Laporkan
perubahan
gejala
petugas

nyeri

kepada
kesehatan

profesional
S. Menggunakan

M. Intervensi
N. (NIC)

O. Rasional

T. Pain Management

X. Pain Management

Monitor tanda-tanda vital


1. Mengetahui kadar psikologis pada
U.
klien
Monitor nyeri, karakteristik,
2. Mengetahui keadaan dari klien dan
frekuensi,
kualitas
dan
untuk menetukan perencanaan
intensitas, serta kekuatan nyeri
selanjutnya
Ajarkan untuk menggunakan
3. Membantu klien dalam mengatasi
teknik nonfarmakologi (terapi
klien berada di rumah atau setelah
bermain, distraksi, dan terapi
dilakukan perawatan di RS
aktivitas) sebelum, sesudah
Y.
dan selama nyeri beraktivitas
Ajarkan keluarga klien untuk
memonitor nyeri yang dialami
V.

tindakan non analgesik

W.
5

Kolaborasi

pemberian

Z.
4. Memberikan

pada

keluarga tentang cara mengatasi


nyeri pada klien
AA.
5. Obat analgesik untuk mengurangi
nyeri

158

pengetahuan

AB.
AC.
Ketidakefektifan
2 pola nafas berhubungan
dengan nyeri
AD.

AE.

analgesik
AG.
Respiratory

Setelah

dilakukan
keperawatan

tindakan

Monitoring

AK.

Respiratory

Monitoring

selama 1. Monitor tingkat, kedalaman, 1. Mengetahui perubahan pola napas

3x24 jam.

dan upaya untuk bernapas

AL.

AF.Diharapkan pola nafas

Airway management :
AM.
AH. Airway management
efektif dengan kriteria
AN. Airway management
1. Monitor status pernapasan dan
1. Untuk
mengetahui
terjadinya
hasil :
oksigen klien
dispnea
1. Respirasi dalam batas 2. Auskultasi bunyi napas
2. Untuk mengetahui bunyi nafas
AI.
normal
(RR:
16-24
3. Posisikan klien semifowler
tambahan seperti wheezing
x/mnt)
4. Berikan
oksigen
sesuai 3. Mengurangi terjadinya dispnea
2. Dypsneu hilang
4. Pemberian
oksigen
dapat
kebutuhan klien
AJ.
membantu mengurangi terjadinya
5. Anjurkan klien melakukan
dispnea
pernafasan dalam.
5. Teknik
nafas
dalam
dapat

AQ.
AR.
Ketidakefektifan
3 pola nafas berhubungan
dengan trauma

AT.Setelah

dilakukan

AV.Respiratory Monitoring

tindakan keperawatan 1. Monitor tingkat, kedalaman,


selama 3x24 jam.

dan upaya untuk bernapas

159

mengurangi sesak
AO.
AP.
AX.
Respiratory
Monitoring
1. Mengetahui perubahan pola napas

AS.

AU.
pola

Diharapkan

Airway management :

AY.

nafas

AW.

AZ.

efektif

dengan kriteria hasil :


3.

Airway

Management

Respirasi dalam batas 1. Monitor status pernapasan dan


normal

(RR:

16-24

x/mnt)
4. Dypsneu hilang

BA. Airway Management


1. Untuk
mengetahui
terjadinya

dispnea
oksigen klien
2. Untuk mengetahui bunyi nafas
2. Auskultasi bunyi napas
3. Posisikan klien semifowler
tambahan seperti wheezing
4. Berikan
oksigen
sesuai 3. Posisi
semiflower
dapat
kebutuhan klien
5. Anjurkan klien

mengurangi terjadinya dispnea


melakukan 4. Pemberian
oksigen
dapat

pernafasan dalam.

membantu mengurangi terjadinya


dispnea
5. Teknik

BE.
BF.
Resiko
4 berhubungan
hipovolemik

syock
dengan
yang

BH.

Setelah

lakukan
asuhan

di

tindakan
keperawatan

ditandai dengan tekanan

3x24 jam tidak terjadi

darah rendah

syok hipovolemik

BK.

Shock

1. Monitor

syok

seperti : akral dingin, tekanan


darah menurun, kapilar refil <

160

dalam

dapat

mengurangi sesak
BB.
BC.
BD.
BM. Shock Management

Management

tanda-tanda

nafas

1.

Dengan memonitor tandatanda syok dapat diketahui secara


dini kemungkinan terjadinya syok
BN.

BG.

BI. Kriteria Hasil :


1. Tidak ada perdarahan lagi
2. Tanda tanda vital dalam
keadaan normal
BJ.

3 detik, sianosis, pucat, nadi


teraba cepat tetapi lemah
2. Monitor

tanda-tanda

BO.
2.

vital

Diharapkan
mengetahui

dapat
perdarahan-

seperti tekanan darah, nadi,

perdarahan yang terjadi pada klien

pernafasan, dan suhu setiap 15

hipotensi

menit sekali
3. Monitor

perdarahan

seperti

3.

pembalut

yang

dengan

indikasi

4.
yang

diberikan seperti NaCl


BL.
5. Berikan tranfusi darah sesuai
program dokter

kehilangan

memudahkan

diganti atau alat yang dipakai


4. Berikan cairan infus sesuai

akibat

perdarahan
Monitor perdarahan dapat
telah

telah

untuk perdarahan

syok

diketahui berapa banyak klien

melihat berapa banyak duk


atau

atau

darah

klien

dan
untuk

menentukan tindakan selanjutnya


Berikan cairan infuse
diharapkan dapat mengganti cairan
dan

zat

yang

hilang

akibat

perdarahan
BP.
5.
Pemberian tranfusi darah
diharapkan dapat mengganti darah
dengan

cepat

sehingga

kemungkinan syok dapat diatasi


BQ.
161

BR.
BS.
Ketidakefektifan
5 perfusi
jaringan
berhubungan

dengan

BT.

Setelah

dilakukan

asuhan

keperawatan

selama

cardiak output menurun

3X24

di

diharapkan

tandai

dengan

konjungtiva anemis

BV.Cilculatory Management

jam

,
klien

teratasi.
BU.

1. Monitor tanda vital: Tekanan


darah dan nadi.
BW.

Dengan

Kriteria Hasil:

dan

keadaan
untuk

fisiologis
menentukan

tindakan selanjutnya.
2. Anemia kan berpengaruh terhadap

BY.

pola aktifitas dan sirkulasi klien,

BZ.

sehingga

istirahat.
CA.
1. Pemberian

bertanya

1. Mengetahui

BX.

3. Anjurkan klien untuk banyak

1. Klien terlihat tenang


2. Klien bersifat kooperatif
3. Klien sudah tidak banyak

Cilculatory

Management
klien

2. Monitor tanda-tanda anemia.

kecemasan

CB.

perlu

diberikan

penatalaksanaan lanjutan.
3. Istirahat akan menambah rileks

Kolaborasi

tubuh klien.

terapi transfuse CC.

darah.

Kolaborasi

1. Terapi tersebut akan menambah


jumlah darah sehingga gangguan

CD. CE.
Ansietas
6
berhubungan
dengan
kesehatan

masalah

CF.Setelah

dilakukan

tindakan
CG.

3x24

diharapkan

CI. Anxiety Reduction


1. Kaji tingkat dan penyebab

jam
klien

perfusi jaringan akan tertangani.


CQ.Anxiety Reduction
1. Agar dapat mengetahui tingkat

kecemasan

cemas

CJ.

sehingga dapat mengatasi masalah

162

dan

penyebab

cemas

perdarahan

kecemasan
teratasi.
CH.

Dengan

Kriteria Hasil:

klien

CK.
2. Orientasikan pada lingkungan

tersebut
2. Agar lebih

beradaptasi

dengan lingkungan yang baru

dengan penjelasan sederhana

sehinggan klien lebih rileks


3. Keterlibatan akan memfokuskan

CL.

1. Klien terlihat tenang


3. Libatkan klien/orang terdekat
2. Klien
bersifat
dalam rencana perawatan dan
kooperatif
dorong partisipasi maksimum
3. Klien
sudah
tidak
padda rencana
cemas
4. Anjurkan klien melakukan
teknik

bisa

dan memberikan rasa terkontrol


CR.
4. Memberikan
arti
penghilang
respons

ansietas,

menurunkan

misalnya

perhatian, meningkatkan relaksasi,

nafas dalam
CM.
5. Berikan dorongan pada klien

meningkatkan koping
5. Langkah awal dalam mengatasi

untuk

relaksasi,

perhatian klien dalam arti positif

perasaan

mengekspresikan

1. Berikan sedatif sesuai indikasi


dan awasi efek merugikan

163

dan

ekspresi.

mendorong

CN.
CP.Kolaborasi

terhadap

identifikasi

perasaan
CO.

adalah
situasi

dan

kemampuan diri untuk mengatasi


CS.

Kolaborasi

1. Untuk menangani ansietas dan


meningkatkan istirahat
CT.

CU.
CV.
Kekurangan
7 voulume
cairan
berhubungan

dengan

CX.

Setelah

dilakukan

CY.Fluid Management

DC.

tindakan 1. Tidak mengalami dehidrasi

keperawatan 3x24 jam

kehilangan vaskuler yang

diharapkan

berlebih
CW.

keseimbangan cairan

CZ.

klien 1. TTV

klien

Fluid Monitoring
normal

(TD

120/90

mmHg, RR 16-20 x/menit, N

terpenuhi

60-100 x/menit, S 36-37Oc)


DA.
dengan criteria hasil :
2. Intake dan output terpenuhi
1. Tidak
mengalami
DB.
3. Pertahankan
keseimbangan
dehidrasi
2. TTV normal ( TD 120/90
intake dan output cairan
mmHg,

RR

16-20

x/menit,

60-100

Fluid Management

1. Mengetahui perkembagan klien


DD.

Fluid Monitoring

1. Mengetahui

adanya

dehidrasi

pada klien Intake output dapat


menentukan

pemenuhan

kebutuhan cairan klien


2. Menghindari kekurangan volume
cairan
3. Mencegah

terjadinya

kembali

kekurangan volume cairan

x/menit, S 36- 37oC ).


3. Intake
dan
output
DE.
DF.
Resiko
Infeksi
8 berhungan dengan trauma
Robekan perineum
DG.

terpenuhi
DH.
Setelah
dilakukan

DJ.Infection Protection

tindakan 1. Monitor tanda-tanda infeksi

keperawatan

selama

3x24 diharapkan klien


tidak

mengalami

(calor,dolor,

rubor,

tumor,

functio lasea)
2. Ajarkan pasien dan keluarga

DK.

Infection Protection

1. Mengetahui adanya infeksi pada


klien.
DL.
2. Mengetahui adanya tanda-tanda
infeksi bagi kelurga pasien

164

resiko infeksi dengan

mengenali tanda-tanda infeksi

DM.

kriteria hasil :

(calor,

DN.

1. Tidak timbul tanda dan


gejala infeksi (calor,dolor,

lingkungan yang bersih

berhubungan
kurangnya

dengan
informasi

cara untuk menghindari infeksi


(jauhkan dari hewan peiharaan

DP.

yang berbulu dan bunga yang

DQ.
4. Mengetahui adanya tanda-tanda

pemberian

obat

antibiotik

DX.

Setelah

3. Mengetahui adanya infeksi pada


klien
DO.

segar)
4. Kolaborasi

DI.
DU.
DV. Kurang
9 pengetahuan

rubor,tumor,

functio lasea)
3. Ajarkan pasien dan keluarga

rubor, tumor ).
2. Melakukan
kebersihan
dengan cuci tangan
3. Mempertahankan

dolor,

EA.

Teaching

dilakuakan

asuhan Process

keperawatan

selama 1

Disease

infeksi bagi kelurga pasien


DR.
DS.
DT.
EF. Teaching : Disease Process
1

Berikan

penilaian

tentang

Membantu

pasien

dalam

mengalami perasaan

3X24 jam, diharapkan

tingkat pengetahuan

tidak adanya pengeluaran

klien

Gambarkan tanda dan gejala

tentang tanda dan gejala dari

asi
DW.

pemahaman

yang

penyakit yang dialami

Menyatakan 2
tentang

proses penyakit dan


prognosisnya.
DY.

dengan kriteria

biasa

muncul

2
pada

penyakit
3

Dorong
rasa

165

3
pasien

takut

menyatakan

perasaan

dan

Pasien dan keluarga mengetahui

Memberi
dimana

dasar

pengetahuan

klien dapat membuat

pilihan terapi

hasil:
1

Pasien

perhatian
dan

keluarga 4

Kaji ulang proses penyakit,

menyatakan pemahaman

pengalaman klien.

tentang penyakit, kondisi, 5

Berikan

prognosis, dan program

penyakit yang diderita klien.

pengobatan

EB.

Asupan

nutrisi

ibu 6

Meningkatkan pengetahuan pasien

informasi

terhadap penyakit yang dideritanya


5

Meningkatkan pengetahuan pasien

tentang

terhadap

tindakan

menyembuhkan penyakitnya
Untuk mencegah komplikasi di

Diskusikan perubahan gaya

masa mendatang

terpenuhi

hidup

EG.

Pemompaan asi

diperlukan.

EH.

Dukungan

EC.

EI.

terpenuhi

ED.

EJ.Lactation Counseling

DZ.

EE.

keluarga

yang

mungkin

Lactation

Mengetahui

kegunaan ASI bagi bayi


Agar
termotivasi

memberikan ASI Exclusive


Melihat kemampuan bayi dalam

menghisap putting ibu


EK.
Memberikan solusi yang tepat

Counseling
1

Beri

informasi

tentang

manfaat pemberian ASI


Dorong
klien
untuk

memberikan ASI
Monitor kemampuan

bayi

dalam menghisap putting susu


ibu
166

untuk

bagi

ibu

manfaat

dengan

dan
untuk

sesuai

EL. EM.
Resiko
1
Anemia

EN.

keperawatan

dengan

jam

pendarahan

keluarga

Pasien

ASI

(pijatan

3X24 1. Monitor

kemampuan bayi

EV.Bleeding Reducation

tingkat

1
perdarahan

klien
ER.
mampu
2. Kaji tanda-tanda vital seperti
tekanan

dijelaskan
menunjukan
terhindar

darah,

dari

anemia.

tinggi protein
4. Monitor tanda-tanda anemia:
Tampak

lelah,

1. Konjungtiva merah muda


2. Hb dalam batas normal ET.

1. Bila anemia berat pemberian


<3

cairan dan transfusi darah.


167

pengobatan

membantu pemulihan anemis


Tanda-tanda yang diketahui sejak
dini

cukup

akan

pengobatan

dapat

mempermudah
dan

mempercepat

penyambuhan.
EX.

Kolaborasi

syok
Mengetahui keadaan umum dan

tidak

ES.

mengalami

selanjutnya
EW.
Nutrisi
yang

bersemangat, kulit pucat.

Kriteria Hasil:

ibu

menentukan

pernafasan, dan suhu setiap 15

Dengan

refill

nadi,

detik
klien 3. Berikan diewit tinggi kalori

Perdarahan yang banyak dapat


mengakibatkan

dan

prosedur yang telah

>11g/dL
EP.Kapilary

pengeluaran

Reducation

melaksanakan

EO.

dalam

tindakan

berhubungan

akan

cara

payudara, pemompaan
EQ.
Bleeding

Setelah

dilakukan

Diskusikan

Kolaborasi

1.

Pemberian

RL

dengan di drip akan merehidrasi


dan

mengembalikan

Hb

ke

detik
EY. EZ.
Ketidaksei FB. Setelah
dilakukan
1
mbangan nutrisi tindakan keperawatan selama
kurang

EU.
FC.

Monitoring :

dari 7x24 jam diharapkan nutrisi


1.

kebutuhan tubuh klien

terpenuhi.

Dengan
2.

berhubungan

kriteria hasil:
1.
Nutrisi adekuat
dengan gangguan
2.
Intake
makanan
psikologis
adekuat
3.
FA.
3.
Energi adekuat
4.
BB naik

normal.
FI. Nutrisi Monitoring :

Nutrisi
1.

Monitor BB klien
FD.
Monitor

turgor

2.
dan

elastisitas kulit
FE.

3.
Monitor mual & muntah

Mengetahui naik dan turunnya


BB pada klien
Memberikan nutrisi yang dapat
membantu klien dalam pemenuhan
nutrisinya
Mengetahui
muntah

pada

frekuensi

mual

klien

untuk

FF.

menhindari secara berlebihan

FG.

FJ.Nutrition Management :

FH.

Nutrition

1.

Management :
2.
Iden

1.

tifikasi alergi makanan pada


klien
2.
urkan

klien

Anj
3.
tentang

pemenuhan gizi (diskusikan


dengan klien tentang makanan
4.

168

Mengetahui

makanan

yang

dapat memicu alergi pada klien


Memberikan kemudahan pada
klien tentang makanan yang akan
di konsumsi
FK.
Mengetahui pola makan yang
akan diberikan pada klien sehingga
klien tahu jadwal pola makannya
Membantu
klien
dalam

yg disukai

mengurangi masalah terhadap mual

3.

Atur
pola makan yang diperlukan

muntah yang sedang dirasakan saat


ini

klien (seperti tinggi protein &


kalori)
4.

Beri
kan

FL.
FM. Resiko
1 perdarahan berhubungan
dengan

komplikasi

postpartum : atonia uteri


FN.

FO.

keperawatan
3x24

jam

kesehatan

tentang

konsumsi

ginseng

untuk

olahan

mengurangi

mual muntah
FP. Bleeding

Setelah

dilakukan

pendidikan

tindakan

Reduction

selama

FR.

Postpartum

Uterus

resiko
1.

Kaji

(postpartum,

menurun

preeklampsi,kehamilan

dengan

kriteria hasil :
1. Perdarahan

2.
vagina

berkurang
3.
2. TTV dalam batas normal

Mengetahui adanya kemungkinan

obstetric

terjadinya perdarahan

Reduction

Postpartum Uterus

1.
riwayat

Bleeding

terjadinya resiko perdarahan


FS.

2.

Mengetahui

perkembangan

gamely).
Monitor tanda-tanda vital
3.

post partum
FT.
Mencegah

terjadinya

tiap 15 menit
Beri perawatan perineum 4.

perdarahan
Untuk memenuhi keseimbangan

FQ.
169

cairan elektrolit

ibu

risiko

4.
FU. FV.Hambatan
1
mobilitas

FX.
fisik

Setelah

dilakukan

Beri infuse via IV


FY.Activity Therapy

tindakan
1.

Tentukan

FZ.

kemampuan
1.

Mengetahui

berhubungan

keperawatan

selama

klien untuk berpartisipasi di

tindakan

dengan

dalam aktivitas yang spesifik


Anjurkan
untuk

dilakukan

penurunan

3x24 jam diharapkan


2.
mobilitas
fisik

kekuatan otot

berkurang.

FW.

Dengan

meningkatkan aktivitas fisik

kiteria hasil:
1.

Mudah

dalam
3.
aktivitas

melakukan
2.

menggunakan metode dalam


2.
sehari-hari secara tepat
Kolaborasi dengan
terapi

dalam

ahli
3.
merencanakan

sehari-hari (ADL)
Tekanan darah sistolik

dan

dan

aktivitas dengan cepat


Instruksikan klien

diastolik

120/90
4.

mmHg

memonitoring

keluarga

program

mengenai

dan
4.
peran

dalam aktivitas fisik, spiritual


dan kognitiv yang menyangkut
GE. GF.
Defisit
1
Perawatan
Diri
berhubungan

GG.

Setelah

dilakukan
keoerawatan

fungsi dan kesehatan


GI.
Self Care Assistane :

tindakan ADLs
3x24 1. Monitor
170

Activity Therapy
apa

saja

oleh

klien

yang

klien

perencanaan
Metode

yang

bisa
sesuai
sesuai

akan mempercepat aktivitas klien


GA.
GB.
Mempercepat
peningkatan aktivitas klien secara
tepat
GC.
GD.
Memberikan

informasi

pada

keluarga mengenai peran dalam


aktivitas fisik
GJ.Self Care Assistance : ADLs

1.
kemampuan

tindakan-

Mengetahui
kemampuan klien

dengan toileting

jam diharapkan dapat

untuk perawatan diri yang

melakukan perawatan

mandiri
2.
2. Monitor kebutuhan klien untuk

diri (toileting) dengan

kebersihan diri: toileting


3.
3. Sediakan bantuan sampai klien

kriteria hasil
1.

TTV

dalam

2.

normal
Mampu

melakukan

aktifitas

perawatan

mandiri (Toileting)
GH.

batas

mampu secara utuh untuk


melakukan self-care
4.
4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas
normal

sehari-hari
sesuai

yang

kemampuan

yang dimiliki
5. Ajarkan klien atau keluarga
5.
untuk
mendorong
kemandirian,

untuk

memberikan bantuan hanya


jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya
GQ.
GR.

171

GK.
GL.
Mengetahui
terpenuhinya kebutuhan
Memberikan
bantuan sesuai kebutuhan
GM.
Memotivasi
klien dalam aktivitas
GN.
GO.
GP.
Membantu
memotivasi klien dan keluarga

2. Rencana Asuhan Keperawatan Janin/Bayi


GS.
GT.
Diagnosa
N
keperawatan
GZ.
HA. Ketidakefe
1 ktifan pola nafas

GU.
GV.

Tujuan
(NOC)

GW.
GX.

Intervensi
(NIC)

GY.

Rasional

HB.

Setelah

HD.

Respiratory

HH.

Respiratory

dilakukan

berhubungan

tindakan

Monitoring

Monitoring

keperawatan

dengan dispnea

1.

2.

HK.
HL. Resiko
2 keterlambatan

selama 1. Monitor tingkat, kedalaman, 1. Mengetahui perubahan pola napas


HI.
3x24 jam pola nafas
dan upaya untuk bernapas
HE. Airway management :
HJ.
Airway Managemet :
efektif. Dengan kiteria
1. Monitor status pernapasan dan
1.
Untuk mengetahui terjadinya
hasil:
oksigen klien
dispnea
Respira 2. Auskultasi bunyi napas
2. Untuk mengetahui bunyi nafas
3. Posisikan klien semifowler
si dalam batas normal
4. Berikan
oksigen
sesuai
tambahan seperti wheezing.
(RR: 16-24 x/mnt)
3. Mengurangi terjadinya dispnea
kebutuhan
Dypsne
4. Pemberian
oksigen
dapat
HF.
u hilang
membantu mengurangi terjadinya
HG.
HC.
dispnea
HM.
Setelah
3. Ajarkan tentang bimbingan 3. Membantu mengurangi resiko yang
dilakukan

tindakan

perkembangan

keperawatan

selama

berhubungan dengan usia

3x24 jam diharapkan

antisipatif pada kelurga


lebih kompleks pada bayi
4. Ajarkan pemberian makan 4. Membantu memenuhi kebutuhna
makan pada bayi usia0-3 bulan
HO. Development

172

nawal nutrisi pada bayi


HR. Development enhancement:

ibu >35 tahun

pengetahuan orang tua


HN.

Bertambah

Dengan kiteria hasil:


1. Mudah dalam melakukan
aktivitas

sehari-hari

(ADL).
2. Tekanan darah sistolik dan
diastolik 120/90 mmHg

enhancement: Infant
5. Identifikasi terhadap resiko
kelurga

dari kegagalan tumbuh kembang

HP.

6. Beritahu
cara

Infant
HS.
5. Dapat dijadikan faktor penyebab

keluarga

membesarkan

dengan baik
7. Observasi

tentang
anak

pemeriksaan

kesehatana yang dilakukan


oleh keluarga terhadap bayi

pada bayi
6. Membantu kelurga dalam merawat
bayi dengan BBL
HT.

7. Mengetahui pemeriksaan esehatan


yang

dilakuan

ibu

saat

mengandung bayinya.
HU.
perawatan
8. Mengetahui resiko kehamilan yg
kehamilan berisiko tinggi
mungkin terjadi pada saat klien
HQ.
mengandung
HZ.
Environtment
IA. Environment Management :

klien
8. Obsevasi

HV.
HW. Resiko
injury
3 berhubungan dengan usia
ibu >35 tahun
HX.

HY.

Setelah

dilakukan

asuhan

Management

keperawatan

selama

Community

3x24
injury

:
1.

diharapkan 1. Monitor status pengetahuan


terkontrol

dengan kriteria hasil :

tentang resiko kesehatan


2. Partisipasi dalam disiplin
2.

173

Community
Mengetahui
pengetahuan

tentang

kondisi

kesehatan
Mencegah

terjadinya

1. Klien terbebas dari cedera

untuk

mencegah

ancaman

mengganggu kesehatan
3.
Dorong
keluarga
dalam
2. Klien mampu menjelaskan
3.
cara atau metode untuk
berpartisipasi aktif
mencegah injury atau 4. Kolaborasi
dalam
cedera
mengembangkan
atau
4.
3. Klien mampu menjelaskan
mendukung
program
factor
resiko
dari
kesehatan
lingkungan atau perilaku
personal

injuri
IB.
IC.
Memandirikan keluarga
dalam

meningkatkan

status

Berpartisipasi

dalam

kesehatan
program kesehatan

4. Mampumemodifikasi gaya
hidup untuk mencegah
injury
5. Menggunakan
fasilitas
kesehatan yang ada

ID.IE.
Hipotermi
4 berhubungan
dengan
kehilangan panas melalui
kulit

6. Mampu
perubahan
kesehatan
IG.Setelah

mengenali
status
dilakukan

IH.Temperature Regulation

tindakan keperawatan1.
selama

Monitor

3x24

jam
2.
diharapkan mobilitas

174

II. Temperature Regulation

TTV1.

Mengetahui

setiap 2 jam
Monitor warna dan2.

perkembangan klien
Mengetahui

IF.

fisik

berkurang.
3.
Dengan kiteria hasil:
1. Mudah

suhu kulit
Instruksikan

keluarga untuk berpartisipasi


4.
dalam mencegah hipotermi
Anjurkan
untuk

dalam

melakukan

aktivitas
4.
sehari-hari (ADL)
2. Tekanan darah sistolik
dan
IJ.
5

IK.Ketidakseimbang
an

mmHg
IL.
Setelah

biologi: BBLR

terpenuhi.

mencegah hipotermi
Menaikan suhu
tubuh

120/90
dilakukan

IM.

Infant

Newborn

Care

Dengan

setelah lahir
2.
2. Monitor TTV bayi
kriteria hasil:
3. Monitor Berat badan bayi baru
1.
Pertumbuhan
dan
3.
lahir
perkembangan
bayi
4. Monitor makanan pertama
sesuai dengan usia bayi
4.
bayi baru lahir
5. Beri informasi yang akurat
5.
tentang
nutrisi
yang
dibutuhkan bayi

175

IN. Infant Care : Newborn

1.

3x24 jam diharapkan nutrisi 1. Evaluasi apgar 1 dan 5 menit

faktor klien

adanya tanda-tanda hipotermi


Mendukungdan

menggunakan selimut hangat

nutrisi tindakan keperawatan selama

berhubungan
dengan

diastolik

3.

Melihat
penilaian apgar
IO.
Mengetahui
perkembangan bayi
Mengetahui
berat badan bayi waktu lahir
Mengetahui
nutrisi yang pertama kali diberikan
Mendukung
pemberian nutrisi yang optimal

IP. BAB III


IQ.PEMBAHASAN KASUS
IR.
A. Pengkajian
2. Identitas
a. Identitas Klien
IS. Nama

: Ny. M

IT.Usia

: 39 Th

IU.

Jenis kelamin

: Perempuan

IV.Status perkawinan
IW.

: Kawin

Diagnosa

Perdarahan

Postpartum Primer
IX.
IY.Tgl masuk PONED

(Atonia Uteri)

: 02 Mei 2016

IZ.Tgl pengkajian

: 02 Mei 2016

3. Keluhan Utama
JA.

Klien mengatakan Nyeri Pada Genitalianya

4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang (OPQRST)
JB. Klien mengatakan sejak 5 menit yang lalu Ny. M berada
di ruang nifas, merasakan nyeri pada genitalianya dengan skala
3, berbaring ditempat tidur
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
JC. Klien mengatakan pada saat persalinan tekanan darah saya
130/95 mmHg..
c. Riwayat perkawinan
JD. Tidak terkaji
d. Riwayat kebidanan

176

1) Menstruasi
JE.

Tidak terkaji

2) Perimenopause/menopause
JF.

Tidak terkaji

JG.
3) Kontrasepsi
JH.

Menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 5

tahun dari anak yang terakhir dilahirkan sebelumnya.


4) Riwayat obstetri
Kehamilan dan persalinan
JI.

Pasien pernah hamil dan 4 kali melahirkan

sebelumnya dengan persalinan spontan. G0P6A0.


Pasien melahirkan anak ke 5-6 dengan jenis kelamin
laki-laki dan usia gestasi saat melahirkan 40 minggu,
dengan jumlah darah saat persalinan 450cc dan his
teratur.
5) Rwayat Kesehatan Keluarga
JJ.

Tidak Terkaji

6) Pemeriksaan terhadap terjadinya kekerasan


JK.

Tidak terkaji

7) Pola kebutuhan fungsional


JL. JM.
No
JP.
1.

Aktivitas Sehari- JN.

Hari
JQ.

Seh

at
Nutrisi

JO.

Saki

t
KE.

KV.

KF.

KW.

KG.

KX.

a. Makan (Pokok dan


Selingan)
JR.

Jenis Menu

JS.

Frekuensi

177

JT.

Jumlah

JU.

Porsi

KH.

KY.

JV.

Pantangan

Tidak

Tidak

JW.

Waktu

dika

dikaj

JX.

Keluhan

ji

b. Minum
JY.

KI.Tida
Jenis

minuman
JZ.
alkohol)
KA.
KB.
KC.
KD.

(cafein,
Frekuensi
Jumlah
Pantangan
Keluhan

KZ.
Tidak

dika

dikaj

ji

KJ.

LA.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

KK.

LB.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

KL.

LC.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

KM.

LD.

Tida

Tidak

k dikaji

dika

LE.

ji

Tidak

KN.

dikaj

Tidak

dika

LF.

ji

LG.

KO.

Tidak
dikaj

KP.

178

Tidak

LH.

dika
ji
KQ.

LI. Tida
k
dikaj

KR.

Tidak

LJ.Tida

dika

ji

dikaj

KS.
Tidak
dika
ji
KT.
Tidak
dika
ji
KU.

i
LK.
Tidak
dikaj
i
LL.
Tidak
dikaj
i

Tidak
dika
LM.
2.

LN.

Istirahat

ji
LX.

MJ.

LY.

MK.

dan tidur
1. Malam
LO.
LP.
s.d jam
LQ.
tidur
LR.
2. Siang
LS.
LT.
s.d jam
LU.

Jumlah jam
Dari
jam

LZ.
Tidak

Kebiasaan

dika
ji

Keluhan
Jumlah jam
Dari
jam
Kebiasaan

MA.
Tidak
dika
ji
MB.

179

ML.
Tidak
dikaj
i
MM.
Tidak
dikaj
i

tidur
LV.
LW.

Tidak
Keluhan

dika

MN.
Tidak

ji

dikaj

MC.
Tidak
dika

i
MO.
Tidak

ji

dikaj

MD.
ME.

Tida

k dikaji
MF.
Tidak

i
MP.
MQ.

k dikaji
MR.
Tidak
dikaj

dika

ji
MG.
Tidak

MS.
Tidak
dikaj

dika

ji
MH.
Tidak

MT.
Tidak
dikaj

dika

ji
MI.
MV.
3.

MW.
a. BAK
MX.
MY.
MZ.
NA.
NB.
NC.
b. BAB
ND.
NE.

Eliminasi
Frekuensi
Jumlah
Warna
Konsistensi
Bau
Keluhan
Frekuensi
Jumlah
180

Tida

MU.

NK.

OB.

NL.

OC.

NM.

OD.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

NF.
NG.
NH.
NI.

Warna
Bau
Konsistensi
Penggunaka

n pencahar
NJ.
Keluhan

NN.

OE.

Tidak

Tidak
dikaj

ji

NO.

OF.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

NP.Tida

OG.

Tidak

dika

dikaj

ji

NQ.

OH.

Tidak

Tidak

NR.

181

dika

dika

dikaj

ji

Tida

OI.

Tida

k dikaji

k dikaji

NS.

OJ.

NT.

OK.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

NU.

OL.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

NV.

OM.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

NW.

ON.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

NX.

OO.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

NY.

OP.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

NZ.
OA.

Tida

k dikaji
OT.
4.

OU.

Personal

PL.

OQ.
OR.

Tida

k dikaji
OS.
QH.

hygiene
1. Mandi
OV.
OW.
OX.

PM.
Frekuensi
Waktu
Menggunak

an sabun
OY.
Air

digunakan
OZ.
Keluhan
2. Gosok Gigi
PA.
Frekuensi
PB.
Waktu
PC.
Penggunaan
pasta gigi
PD.
Keluhan
c. Mencuci Rambut
PE.
Frekuensi
PF.
Waktu
PG.
Menggunak
an shampoo
182

QJ.
PN.
Tidak

yang

QI.

dika
ji
PO.
Tidak
dika
ji
PP.Tida

Tidak
dikaj
i
QK.
Tidak
dikaj
i
QL.
Tidak

dikaj

dika

ji

QM.

PH.

Air

yang

PQ.

digunakan
PI.
Keluhan
d. Berpakaian
PJ.
Frekuensi

Tidak

Tidak

dikaj

dika
ji

ganti baju
PK.
Waktu

PR.

i
QN.
Tidak

Tidak

dikaj

dika
ji
PS.
PT.

Tida

k dikaji
PU.
Tidak
dika

i
QO.
QP.

Tida

k dikaji
QQ.
Tidak
dikaj
i

ji

QR.

PV.Tida

Tidak

dikaj

dika

ji
PW.
Tidak
dika
ji

QS.
Tidak
dikaj
i
QT.

PX.
QU.
PY.Tida
k

dikaj

dika

ji
PZ.
Tidak
dika
ji
183

Tidak

QV.
Tidak
dikaj
i
QW.

QA.

Tidak

Tidak

dikaj

dika
ji

i
QX.

QB.
QY.
QC.

Tidak

Tidak

dikaj

dika
QD.

ji

QZ.

Tida

k dikaji

k dikaji

Tida

RA.

QE.
RB.
QF.
Tidak
dika
ji
QG.
Tidak
dika
RD.
5.

RE.

Mobilitas,

aktivitas
rekreasi :

Tidak
dikaj
i
RC.
Tidak
dikaj
i

ji
RN.

RX.

RO.

RY.

RP.Tida

RZ.

dan

RF.Jenis Aktifitas
RG.

Waktu

aktivitas
RH.

Jenis

olahraga

Tidak

dika

dikaj

ji

RI. Waktu olahraga

RQ.

SA.

RJ.Jenis rekreasi

Tidak

Tidak

RK.

Waktu
184

dika

dikaj

Rekreasi

ji

RL.

Kesulitan

RR.

SB.Tida

RM.

Penggunaan

Tidak

alat bantu

dika

dikaj

ji

RS.

SC.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

RT.

SD.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

RU.

SE.Tida

Tidak

RV.

dika

dikaj

ji

Tida

k dikaji

SF.

Tida

k dikaji

RW.

SG.

Tidak

Tidak

dika

dikaj

ji

SH.
8) Pola persepsi kesehatan

: Tidak Terkaji

9) Pola koping dan stress

: Tidak Terkaji

10) Pola nilai dan keyakinan yang dianut

: Tidak Terkaji

11) Pola konsep diri dan persepsi diri

: Tidak Terkaji

12) Pola komunikasi

: Tidak Terkaji

13) Lingkungan

: Tidak Terkaji

185

SI.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kondisi umum
1) Ibu
SJ.

Terpasang oksigen dengan nasal kanul 2 liter,

terpasang infus NaCL 0,9% sebanyak 20 tetes/menit dan


RL 16 tetes/menit di tangan kanan.
SK. Kesadaran
: compos mentis
SL. Tanda-tanda vital
a) Saat persalinan
SM.
SN.
SO.
SP.

Tekanan darah
: 130/95 mmHg
Nadi
: 89x/menit
Respirasi
: 24x/menit
Suhu
: 360C

b) Sesudah persalinan (persalinan pada jam 12.25


WIB)
SQ.
SR.
SS.
ST.

Tekanan darah
: 130/95 mmHg
Nadi
: 89x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu
: 36,30C

2) Bayi
SU.

Bayi A memiliki APGAR menit ke 1 = 4 dan menit

ke 5 = 8. Dan Bayi B memiliki APGAR menit ke 1 = 4


dan menit ke 5 = 6 Bayi A langsung menangis dan Bayi B
menangis setelah dlakukan suctioning pada jam 12.43
WIB, kedua anak berjenis kelamin laki-laki, meconium
belum keluar, IMD telah dilakukan namun tidak ada ASI.
Ketuban pecah setelah amniotomi, air ketuban berjumlah
sekitar 200-300cc dengan warna bening, telah diberikan
injeksi vitamin K dan Zalf mata pada kedua anaknya.
b. Kulit, kuku, rambut

186

SV. Berkeringat seluruh tubuh, akral dingin berwarna merah


muda, CRT 2 detik.
c. Nodus limfe

: (Tidak terkaji)

d. Kepala

: (Tidak terkaji)

e. Mata

: (Konjungtiva anemis)

f. Telinga

: (Tidak terkaji)

g. Hidung, dan sinus

: (Tidak terjaji)

h. Mulut dan tenggorokan

: Tercium bau mulut, mukosa kering.

i. Leher

: (Tidak terkaji)

j. Kelenjar limfe

: (Tidak terkaji)

k. Payudara
SW. Areola kedua payudara berwarna cokelat kehitaman gelap
dan datar, kedua payudara menegang namun tidak ada sekresi,
IMD telah dilakukan namun tidak ada ASI.
l. Paru-paru

: Bunyi nafas vesikuler.

m. Kardiovaskuler
SX. Denyut jantung ireguler, bunyi jantung lub dup tanpa bunyi
tambahan.
n. Abdomen
SY. Abdomen lunak dan datar, 4 jari pemeriksa masuk pada
diatasis rektus abdominis, terdapat striae di bagain bawah
abdomen yang berwarna abu-abu kehitaman.
o. Genitalia dan saluran kemih

187

SZ. Pembalut yang berisi darah merah segar hingga ke seluruh


pakaian bawah dan perlak yang dipakainya. Terdapat jahitan
pada perineum, perineum terdapat edema.
p. Rektum dan anus

: Anus utuh

q. Ekstremitas dan muskuloskeletal : Tidak terkaji


r. Neurologis

: Tidak terkaji

s. Genitalia
TA. Robekan perineum 3 cm x 1 cm x 1cm tak beraturan
t. Pemeriksaan pada bayi
TB. Kondisi bayi : Posisis bayi :
TC. Presentasi ubun-ubun kecil, punggung kanan, tali pusat
berjumlah 2 buah dengan panjang 51 cm dan setiap tali pusat
terdapat 2 arteri serta 1 vena, plasenta utuh dengan berat 450
gram.
TD.
B. Pemeriksaan Penunjang
TE.
Tidak terkaji
TF.
C. Informasi Tambahan
TG.
Tidak terkaji
TH.

188

D. Analisa Data
1. Analisa Data Ibu
E.
N

F. Data-data

I. J.
DS :
K.
Klien
1
merasankan

G. Etiologi

H. Masalah keperawatan

O. Usia < 20 & > 35 tahun, paritas tinggi multipara AL.


mengatakan
nyeri

dengan jarak kelahiran pendek, kontrasepsi, terlalu dengan agen injury biologis :

pada

genitalianya dengan skala 3.


L.
M.
DO :
N. Tanda tanda vital : TD

Nyeri Akut behubungan

lama, emboli air terjun, kehamilan ganda


P.
Q. Antonia uteri
R.

90/70 mmHg, Nadi 99

S. Kegagalan miometrium untuk berkontraksi

x/menit, RR 24 x/menit,

T.

suhu 360C, nyeri dengan

U. Uterus dalam keadaan relaksasi, melebur, lembek

skala 3, CRT 2 detik.

V.
W. Pembuluh darah tak mampu berkontraksi
X.
Y. pembuluh darah tetap terbuka

189

perdarahan

Z.
AA.

Ibu

AB.
AC.

Perdarahan post partum

AD.
AE.
AF.

Robekan perineum

AG.

Impuls ke otak

AH.
AI. Persepsi nyeri
AJ.
AM. AN.
2

AK. Nyeri akut


AS.
Usia < 20 & > 35 tahun, paritas tinggi BK.

DS :

multipara

AP.

kontrasepsi, terlalu lama, emboli air terjun, post partum : atonia uteri
BL.
kehamilan ganda

DO :

AR.

Jumlah darah 450

AT.

cc, terpasang infus NaCL

AU.

0,9% 20 tetes/menit RL 16

AV.

tetes/menit.

AW.

Tampak

jarak

kelahiran

perdarahan

AO.
AQ.

dengan

Resiko

pendek, berhubungan dengan komplikasi

Antonia uteri
Kegagalan miometrium untuk berkontraksi

190

pembalut

berisi

darah

AX.

berwarna

merah

segar

AY.Uterus dalam keadaan relaksasi, melebur, lembek

hingga ke seluruh pakaian

AZ.

bawah dan perlak yang

BA.

dipakainya.

BB.

BM.
BN. DS :
BO. Klien
megatakan
3
mengeluh pusing, denyut ireguler,
membran
konjungtiva

mukosa
anemis,

kering,
berkeringat

seluruh tubuh, akral dingn.


BP.
BQ. DO :
BR.

Tanda tanda vital :

Pembuluh darah tak mampu berkontraksi

BC.
BD.
BE.

Pembuluh darah tetap terbuka

BF.
BG.
BH.

Ibu

BI.
BJ. Perdarahan post partum
BS.Usia < 20 & > 35 tahun, paritas tinggi multipara CN.

Ketidakefektifan perfusi

dengan jarak kelahiran pendek, kontrasepsi, terlalu jaringan serebral berhubungan


lama, emboli air terjun, kehamilan ganda
BT.
BU.

Antonia uteri

BV.
BW.

Kegagalan miometrium untuk berkontraksi

BX.

191

dengan cardiac output menurun

TD 90/70 mmHg, Nadi

BY.

99x/menit, RR 24 x/menit,

Uterus dalam keadaan relaksasi, melebur,

lembek

suhu 360C, nyeri dengan

BZ.

skala 3, CRT 2 detik.

CA.

Pembuluh darah tak mampu berkontraksi,

pembuluh darah tetap terbuka


CB.
CC.

Ibu

CD.
CE.

Perdarahan post partum

CF.
CG.

Perdarahan terus-menerus

CH.
CI. Volume darah menurun
CJ.
CK.

Cardiac output menurun

CL.
CO.
CP. DS :
CQ. Klien
4
mengeluh pusing,

CM.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
CT.Usia < 20 & > 35 tahun, paritas tinggi multipara DO.
mengatakan
nyeri

Ansietas

dengan jarak kelahiran pendek, kontrasepsi, terlalu dengan perdarahan

pada
192

berhubungan

genetalianya

dengan

skala

3,

lama, emboli air terjun, kehamilan ganda

kongjungtiva anemis, akral dingin,

CU.

denyut jantung ireguler.


CR. DO :

CV.

CS.Tanda tanda vital : TD


90/70 mmHg, Nadi 99
x/menit, RR 24 x/menit,
suhu 360C, nyeri dengan
skala 3, CRT 2 detik,

CW.
CX.

3cmx1cmx1cm.

Kegagalan miometrium untuk berkontraksi

CY.
CZ.
Uterus dalam keadaan relaksasi, melebur,
lembek
DA.
DB.

jumlah darah 450cc,


robekan perineum

Antonia uteri

Pembuluh darah tak mampu berkontraksi,

pembuluh darah tetap terbuka


DC.
DD.

Ibu

DE.
DF.Perdarahan post partum
DG.
DH.

Psikologi

DI.
DJ. Trauma
DK.

193

DL.

Takut

DM.
DN.

Ansietas

DP.
DQ.

194

2. Analisa Data Janin/Bayi


DR.
DU.
N

DS.

Data-data

DT.

Masalah

Etiologi
keperawatan

DV. DW.
1

DS :

EA.

DX.

Usia < 20 & > 35 tahun, paritas tinggi


multipara dengan jarak kelahiran pendek,

DY.

DO :

DZ.

Terpasang O2 kanul

kontrasepsi, terlalu lama, emboli air terjun,


kehamilan ganda
EB.

binasal liter/menit
EC.

Antonia uteri
ED.

EE.Kegagalan miometrium untuk berkontraksi


EF.
EG.

Uterus dalam keadaan relaksasi, melebur,


lembek
EH.

EI. Pembuluh darah tak mampu berkontraksi


EJ.

195

FH.

Ketidakefektifan

pola nafas berhubungan


dengan dispnea

EK.

pembuluh darah tetap terbuka

EL.
EM.

Janin/ bayi
EN.

EO.

Fungsi plasenta menurun


EP.

EQ.

Suplai O2 dan nutrisi menurun


ER.
ES.BBLR
ET.
EU.

Usia ibu >35 tahun


EV.

EW.

Resiko keterlambatan perkembangan


EX.
EY.Insufisiensi pernafasan
EZ.
FA.Dyspneu
FB.
FC.Ketidakefektifan pola napas
196

FD.
FE.
FF.
FI.

FJ. DS :

FK.

FO.

FL.

Anak
1970gr
FM.

DO :
A

mememiliki

FG.
Usia < 20 & > 35 tahun, paritas tinggi

keterlambatan

kontrasepsi, terlalu lama, emboli air terjun,

perkembangan

kehamilan ganda
FP.

= 4 dan menit ke 5 = 8
Anak B memiliki BB 2070gr
FN.
APGAR : menit ke 1

FQ.

Antonia uteri
FR.

FS. Kegagalan miometrium untuk berkontraksi


FT.

= 4 dan meit ke 5 = 6
FU.

Uterus dalam keadaan relaksasi, melebur,


lembek
FV.

FW.

Resiko

multipara dengan jarak kelahiran pendek,


BB

APGAR : menit ke 1

GL.

Pembuluh darah tak mampu berkontraksi


FX.
FY.pembuluh darah tetap terbuka

197

berhubungan dengan usia


ibu > 35 tahun.

FZ.
GA.

Janin/ bayi
GB.

GC.

Fungsi plasenta menurun


GD.

GE.

Suplai O2dan nutrisi menurun


GF.
GG.

BBLR

GH.
GI. Usia ibu >35 tahun
GJ.
GK.

Resiko keterlambatan perkembangan

GM.
GN.

198

GO. Diagnosa Keperawatan


1. Diagnosa Keperawatan Pada Ibu
5. Nyeri akut berhubungan

dengan

agen

injury

biologis:

perdarahan.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi postpartum:
atonia uteri.
7. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
cardiac output menurun.
8. Ansietas berhubungan dengan perdarahan
GP.
2. Diagnosa Keperawatan Pada Janin/ Bayi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispnea
b. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan usia
ibu > 35 tahun
GQ.
GR.

199

GS. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Rencana Asuhan Keperawatan Ibu
GT.
GU.
Diagnosa
N
keperawatan
HA.
HB. Nyeri
1 berhubungan
agen

injury

perdarahan.

GV.
GW.

akut HC.

Tujuan
(NOC)

Setelah

GX.
GY.

dilakukan

dengan tindakan keperawatan selama


biologis: 3x24 jam, diharapakan nyeri
terkontrol

dengan

kriteria

hasil :
1. Klien mengatakan nyeri
hilang
2. Tingkat

nyeri

teratur
3. Mengurangi
kecemasan
4. Memberitahu

secara

Intervensi
(NIC)

GZ.

10. Monitor Vital Signs

10. Mengetahui

HE.
HF.
11. Kaji skala nyeri pada klien

12. Pengelolaan lingkungan

Nadi : 60-100 x/menit,

keluhan yang dirasakan oleh


klien
14. Pantau
klien

dirasakan

ibu,

perawat

dapat

mengetahui keluhan nyeri yang


dirasakan sesudah persalinan.
14. Mengetahui jumlah istirahat tidur

HK.

200

klien

mengalihkan rasa sakit pada ibu


13. Dengan mendengar keluhan yang

HJ.

RR 16-24 x/menit, Suhu

pada

yang baik dapat membantu untuk

13. Dengarkan secara aktif tetang

(TD : 120/80 mmHg,

selama persalinan
11. tingkatan nyeri

asuhan keperawatan pada ibu


12. Dengan pengelolaan lingkungan

HH.

nyeri
5. Tanda-tanda vital normal

yg

mempengaruhi terhadap tindakan

HG.

manjemen

tanda-tanda

terjadi pada ibu sebelum dan

HI.
tingkat

Rasional

peningkatan

tidur

kien untuk mengurangi rasa nyeri


ygsedang dirasakan klien
15. dapat mengalihkan perasaan nyeri

36,5.
HD.

HL.

dengan musik instrumental untuk

15. Gunakan

terapi

musik

terhadap manajemen nyeri


HM.
16. Ajarkan teknik relaksasi dan
distraksi pada klien
manajemen

nyeri

pada klien

HR.
HS.
18. Kolaborasi dengan keluarga
tentang kenyamanan
HZ. Bleeding

dengan komplikasi post

keperawatan

partum : atonia uteri

3x24

jam

tindakan

reduction

selama
resiko

perawat

dalam

pada klien untuk mengurangi

5. Kaji

riwayat

klien
HT.
HU.
HV.
IB. Bleeding

Postpartum

Uterus

201

relaksasi
17. Dengan adanya keluarga dapat

pada klien
18. Membantu tingkat kenyamanan

HQ.

dilakukan

dan

bahakan menghilangkan rasa nyri

HP.

Setelah

ditraksi

melakukan asuhan keperawatan

17. Ajarkan

HY.

teknik

membantu

HO.

klien

selain dengan pola istirahat tidur


16. membantu klien lebih tenang
dengan

HN.

HW.
HX. Resiko
2 perdarahan berhubungan

mengurangii rasa nyeri

reduction

Postpartum Uterus
1. Mengetahui adanya kemungkinan

obstetric

terjadinya resiko perdarahan

terjadinya perdarahan
menurun

dengan

kriteria hasil:
3. Perdarahan

vagina

berkurang
4. TTV dalam batas normal
(TD : 120/80 mmHg, Nadi

(postpartum,

preeklampsi,

kehamilan gamely)
6. Monitor tanda-tanda

vital

tiap 15 menit
7. Beri perawatan perineum
IA.

IC.
2. Mengetahui

perkembangan

post partum
3. Mencegah

terjadinya

ibu
risiko

perdarahan
4. U ntuk memenuhi keseimbangan
cairan elektrolit

8. Beri infuse via IV

: 60-100 x/menit, RR 1624 x/menit, Suhu 36,5


IF.
Setelah
dilakukan

ID.IE.
Ketidakefektifan
3 perfusi jaringan serebral tindakan keperawatan selama
berhubungan

dengan 3x24

jam,

diharapkan

cardiac output: ditandai masalah

perfusi

jaringan

dengan:
1. Denyut

teratasi

dengan

2.
3.
4.

ireguler
Membran

serebral
jantung

kriteria hasil :
1. Denyut jantung reguler
mukosa 2. Membran
mukosa

kering
Konjungtiva anemis
Berkeringat seluruh
tubuh

lembab
3. Berkeringat hilang
4. Akral teraba hangat
5. Tanda-tanda vital normal

5. Monitor vital signs

5. Mengetahui

tanda-tanda

yg

IG.

terjadi pada ibu sebelum dan

IH.

selama persalinan
6. Untuk mengurangi perdarahan

6. Tindakan

pencegahan

yang

perdarahan
pengendalian

infeksi
IJ.
IK.
8. Tindakan pencegahan kejang
202

yang

sudah

terjadi pada ibu saat persalinan


7. Membantu mengurangi infeksi

II.
7. Observasi

berlebihan

yang dapat mempengaruhi perfusi


jaringan cerbral cardiac output yg
akan terjadi pada ibu
8. Mengantisipasi

terjadinya

komplikasi pada perfusi jaringan

5.
6.

Akral dingin
Tekanan darah 90/70
mmHg,

nadi

99

kali/menit,

RR

24x/menit,

suhu

Tanda-tanda vital normal

IL.

(TD : 120/80 mmHg,

IM.

Nadi : 60-100 x/menit,

IN.

RR 16-24 x/menit, Suhu

IO.Intracranial

36,5.

360C

yg lebih kompleks pada ibu


IT.
IU. Intracranial
Monitoring:

Pressure
IV.

Monitoring:

4. Mengetahui

4. Identifikasi risiko

risiko

yang

akan

terjadi pada ibu dengan membantu

IP.

mengurangi

IQ.

risiko

kompleks pada ibu


5. Dapat membantu

IR.
5. Beritahu

Pressure

tentang

proses

penyakit
IS.
6. Berikan perawatan embolus
perifer pada klien

yang
klien

lebih
untuk

mengetahui perjalanan penyakit yg


sedang dideritanya saat ini
6. Membantu mengurangi embolus
perifer yg ada pada ibu agar tidak
terjadi

lebih

komplek

tentang

komplikasi yg terjadi pada ibu


JH.
Anxiety Reduction:

IW.IX.
Ansietas
IY.
Setelah
dilakukan
JA.Anxiety Reduction:
4 berhubungan
dengan tindakan keperawatan selama 6. Kaji tingkat dan penyebab 6. Dapat mengetahui tingkat cemas
perdarahan

3x24 jam, diharapkan tingkat

kecemasan

kecemasan menurun dengan

JB.

203

dan penyebab cemas sehingga


dapat mengatasi masalh tersebut
7. Lebih bisa beradaptas dengan

kriteria hasil :
7. Orientasikan pada lingkungan
lingkungan yang baru sehingga
1. Tanda-tanda vital normal
dengan penjelasan sederhana
klien lebih rileks
(TD : 120/80 mmHg,
JC.
8. Keterlibatan akan memfokuskan
8. Libatkan klien/orang terdekat
Nadi : 60-100 x/menit,
perhatian klien dan arti positif dan
dalam rencana perawatan dan
RR 16-24 x/menit, Suhu
memberikan rasa terkontrol
dorong partisipasi maksimum
JI.
36,5.
9. Memberikan arti menghilang
2. Tingkat
kecemasan
pada rencana
9. Anjurkan
klien
untuk
respon
ansietas,
menurunkan
terkontrol
melakukan tekhnik relaksasi
perhatian, meningkatakan relaksasi
IZ.
misalnya nafas dalam
dan meningkatkan koping
JD.
10. Langkah awal dalam mengatasi
10. Berikan dorongan pada klien
perasaan
adalah
terhadap
untuk
mengekspresikan
identitifikasi
dan
ekspresi.
perasaan
Mendorong
situasi
dan
JE.
kemampuan diri untuk mengatasi.
JF.
JJ. Kolaborasi :
JG.Kolaborasi:
2. Untuk menangani ansietas dan
2. Berikan sedatif sesuai indikasi
meningkatkan aktifitas
dan awasi efek merugikan
JK.
2. Janin/Bayi

204

JL.
N

JM.
Diagnosa
keperawatan

JN.Tujuan
JO.
(NOC)

JP. Intervensi
JQ.
(NIC)

205

JR.Rasional

JS.
1

JT. Ketidakefektifan
pola

nafas

JV. Setelah

dilakukan

JW.

tindakan keperawatan

Mangement :

Airway Mangement :

2. Membantu mengurangi lendir yang

selama

dengan dyspneu

diharapkan pola nafas

JX.

persalinan selesai

efektif dengan kriteria

JY.

KD.

hasil :

JZ.

KE.

1. Tanda-tanda

jam, 2. Penyedotan jalan nafas

vital

KA.

normal (Tekanan darah :

KG.

Resiko

3. Berikan

120-130 x/menit, RR :

binasal
4. Observasi

Astma
terapi

pada

bayi

proses

Astma Management:

3. Membantu
oksigen

saat

bayi

dalam

awal

pernafasan pada bayi


4. Membantu pemenuhan kebutuhan
pola nafas pada bayi

pemberian obat

nasal
KB.

36,60C.
2. Dyspneu hilang.
KH.
Setelah

tumbuh kembang

dilakukan

berhubungan

keperawatan

dengan usia ibu

3x24 jam, diharapkan

>35 tahun

pengetahuan orang tua


bertambah

ada

Management :

90/50 mmHg, Nadi :


30-40 x/menit, Suhu :

KF.
2

KC.

berhubungan
JU.

3x24

Airway

tindakan
selama

dengan

5. Ajarkan tentang bimbingan

5. Membantu

antisipatif pada kelurga


6. Ajarkan pemberian makan

yang lebih kompleks pada bayi


6. Membantu
memenuhi

makan pada bayi usia0-3


bulan
KI. Development
Enhancement: Infant :

kriteria hasil :
206

mengurangi

resiko

kebutuhawal nutrisi pada bayi


KK.
KL.

Development

Enhancement: Infant :

1. Sesuai

umur

9. Identifikasi terhadap resiko 9. Dapat dijadikan faktor penyebab

pertumbuhan
2. Dapat
mengendalikan

kelurga
10. Beritahu

kecemasan
3. Dapat
mengendalikan

cara

depresi
4. Adaptasi

dari kegagalan tumbuh kembang


keluarga

membesarkan

dengan baik
11. Observasi

terhadap

keterbatsan fisik.

tentang

pada bayi
anak 10. Membantu kelurga dalam merawat

bayi dengan BBL


pemeriksaan 11. Mengetahui pemeriksaan kesehatan

kesehatana yang dilakukan

yang

oleh keluarga terhadap bayi

mengandung Bayinya.

klien
12. Obsevasi

perawatan

saat

KN.

12. Mengetahui resiko kehamilan yg


mungkin terjadi pada saat klien
mengandung

207

ibu

KM.

kehamilan berisiko tinggi


KJ.

dilakuan

KO. Kesenjangan
KP.

Perdarahan post partum (hemoragia postpartum) adalah

hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya
bayi. Namun menurut Doengoes, perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan (Mitayani, 2009).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi segera setelah
persalinan melebihi 500 cc yang dibagi menjadi bentuk perdarahan primer
dan sekunder (Manuaba, 2007). Dengan pengurangan kuantitatif, ternyata
batasan tersebut tidak terlalu tepat, karena terbukti bahwa darah yang keluar
pada persalinan pervagina umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan
salah satu penyebab mortalitas pada ibu (Mitayani, 2009). Pada kasus, data
persalinan dari buku kesehatan pasien didapatkan jumlah darah 450 cc,
sedangkan menurut (Mitayani, 2009) perdarahan postpartum adalah
kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan bayi.
KQ.

Selain itu didalam kasus terdapat, anak A memiliki APGAR

menit ke 1= 4 dan menit ke 5= 8. dan anak B memiliki APGAR mnit ke 2=


4 dan menit ke 5=6 sedangkan nilai normal APGAR sebagai berikut :
1. Nilai Apgar 8-10 : normal, menunjukan bayi dalam keadaan baik.
2. Nilai 10 : jarang ditemui, hamper semua bayi baru lahir kehilangan 1
nilai karna kaki dan tangannya berwarna kebiruan
3. Nilai Apgar kurang dari 8 : menunjukan bahwa bayi memerlukan
bantuan untuk menstabilkan dirinya dilingkungan yang baru
(Aspeksia Ringan)
4. Nilai Apgar 0-3 : menunjukan bahwa perlu segera dilakukan resusitasi
(Aspeksia Berat).
KR.

208

KS.

BAB IV

KT.

PENUTUP
KU.

A. Kesimpulan
KV.

Perdarahan post partum (hemoragia postpartum) adalah

hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya
bayi. Namun menurut Doengoes, perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan (Mitayani, 2009). Atonia
uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya tonus atau kontraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang
terjadi dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir
(Maryunani A et al, 2013).
KW.

Menurut Ahonen et al (2010) faktor-faktor yang dapat

menyebabkan perdarahan postpartum yaitu atonia uteri, retensio plasenta


dan laserasi jalan lahir. Menurut Maryunani A (2013) faktor predisposisi
atonia uteri meliputi beberapa hal berikut: 1) Regangan rahim berlebihan
yang diakibatkan kehamilan gemeli, polihidramnion, atau bayi terlalu besar,
2) Kehamilan grande multipara (multiparitas > 5 anak), 3) Kelelahan
persalinan lama, 4) Ibu dengan keadaan yang jelek, anemis atau menderita
penyakit menahun, 5) Infeksi intra uterin (korioamnionitis), 6) Mioma uteri
yang mengganggu kontraksi rahim, 7) Ada riwayat atonia uteri, 8) Kelainan
uterus (leiomioma, kelainan kongenital), 9) Persalinan yang terlalu cepat
hingga rahim kelelahan dan tidak dapat berkontraksi, 10) Plasenta previa
dan solusio plasenta, dan 11) Preeklamsi dan eklamsi.
KX.

Kasus 4 pada sistem reproduksi ini merupakan kasus

tentang Perdarahan Post Partum Primer (Atonia Uteri). Klien mengeluh


pusing dan merasakan nyeri pada genitalianya dengan skala 3 disertai
perdarahan post partum, dengan darah sekitar 450 cc berwarna merah segar
yang terdapat pada pembalut hingga keseluruh pakaian bawah dan perlak
yang dipakainya. Jumlah bayi yang dilahirkan 2 orang. Kondisi kedua bayi
yaitu posisi bayi : presentasi ubun-ubun kecil, punggung kanan, tali pusat
berjumlah 2 buah dengan panjang 51 cm dan setiap tali pusat terdapat 2

209

arteri serta 1 vena, plasenta utuh dengan berat 450 gram. Anak A memiliki
BBL 1950 gr dan PB bayi 47 cm Anak B memilik BBL 2070 gr, PB bayi 45
cm.
KY.

Dignosa keperawatan untuk ibu diantaranya : 1) nyeri akut

berhubungan dengan agen injury biologis: perdarahan, 2) resiko perdarahan


berhubungan

dengan

komplikasi

postpartum:

atonia

uteri,

3)

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan cardiac


output menurun, dan 4) ansietas berhubungan dengan perdarahan.
KZ.

Diagnosa keperawatan untuk janin/bayi diantaranya : 1)

ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispne dan 2) resiko


keterlambatan perkembangan berhubungan dengan usia ibu > 35 tahun.
LA.
B. Saran
LB.

Laporan ini merupakan makalah Perdarahan Post Partum

Primer (Atonia Uteri) pada sistem reproduksi. Saran kami sebagai penulis,
kepada mahasiswa keperawatan dan pembaca agar terus memperluas
pengetahuan tentang Perdarahan Post Partum Primer (Atonia Uteri) dengan
mencari referensi lain baik dari jurnal penelitian maupun buku terbaru.
Diharapkan

dari

referensi-referensi

tersebut

dapat

menjadi

bahan

perbandingan kebenaran informasi oleh para pembaca, sehingga perlunya


suatu analisa data hingga pengujian ilmu, dan mengambil kesimpulan, yang
kemudian dapat diaplikasikan di ruang lingkup dunia kesehatan.
LC.
Kasus di atas merupakan salah satu cerminan kondisi ibu
dengan post partum yang sering terjadi di Indonesia. Sehingga dari hal
tersebut kita sebagai calon tenaga pelayanan kesehatan perlu mengantisipasi
terjadinya Perdarahan Post Partum Primer (Atonia Uteri) pada wanita yang
mengalami kondisi tersebut yaitu dengan mensosialisasikan kepada
masyarakat untuk terus menjaga kesehatan pada petugas pelayanan
kesehatan, dimulai dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

210

Anda mungkin juga menyukai