Mata kuliah
Tingkat / semester
: 3 / VI
Hari / tanggal
SKENARIO KASUS IV
Ny. Manis usia 39 tahun berada di ruang nifas sejak 5 menit yang lalu di
PONED X. Ny. Manis telah melahirkan secara spontan anak pertama dengan jenis
kelamin laki-laki pada 15 menit yang lalu. Usia gestasi saat melahirkan 40 minggu.
Pasien pernah hamil dan 4 kali melahirkan sebelumnya dengan persalinan spontan.
Pasien menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 5 tahun dari anak yang terakhir
dilahirkan sebelumnya. Pasien didampingi suaminya.
Ny. Manis berbaring di tempat tidur dengan mengeluh pusing dan merasakan
nyeri pada genitalianya dengan skala 3. Hasil pemeriksaan didapatkan saat ini :
tekanan darah 90/70 mmHg, denyut nadi 99 kali/menit, dengan denyut ireguler,
respirasi 24 kali/menit, suhu 360C, konjungtiva anemis, berkeringat seluruh tubuh,
akral dingin berwarna merah muda, CRT 2 detik, tercium bau mulut, membran
mukosa mulut kering, denyut jantung ireguler, bunyi jantung lub dup tanpa bunyi
tambahan, bunyi nafas vesikuler, areola kedua payudara berwarna coklat kehitaman
gelap dan datar, kedua payudara menegang namun tidak ada sekresi, abdomen lunak
dan datar, 4 jari pemeriksa masuk pada bagian diatasis rektus abdominis, terdapat
striae di bagian bawah abdomen yang berwarna abu-abu kehitaman, pembalut yang
berisi darah merah segar hingga keseluruh pakaian bawah dan perlak yang
dipakainya. Terdapat 4 jahitan pada perineum, perineum tampak edema, anus utuh.
Terpasang infus NaCl 0,9% sebanyak 20 tetes/menit dan RL sebanyak 16 tetes/menit
di tangan kanan, oksigen dengan nasal kanul 2 liter. Bayi berada diruang perinatologi
dengan terpasang O2 kanul binasal liter/menit.
Data persalinan dari buku kesehatan pasien didapatkan sebagai berikut :
dipimpin persalinan pada jam 12.25 WIB dan bayi keluar pada jam 12.35 menit,
jumlah darah 450cc, tekanan darah ibu 130/95 mmHg, nadi 89 kali/menit, suhu
36,30C, respirasi 24 kali/menit, his teratur, robekan perineum 3 cm x 1 cm x 1 cm tak
beraturan. Jumlah bayi yang dilahirkan 2 orang. Kondisi kedua bayi : posisi bayi :
presentasi ubun-ubun kecil, punggung kanan, tali pusat berjumlah 2 buah dengan
panjang 51 cm dan setiap tali pusat terdapat 2 arteri serta 1 vena, plasenta utuh
dengan berat 450 gram. Anak A memiliki BBL 1950 gr dan PB bayi 47 cm Anak B
memilik BBL 2070 gr, PB bayi 45 cm. Anak A memiliki APGAR menit ke 1 = 4 dan
menit ke 5 = 8. Dan Anak B memiliki APGAR menit ke 1 = 4 dan menit ke 5 = 6
Anak A langsung menangis dan Anak B menangis setelah dlakukan suctioning pada
jam 12.43 WIB, kedua anak berjenis kelamin laki-laki, meconium belum keluar, IMD
telah dilakukan namun tidak ada ASI. Ketuban pecah setelah amniotomi, air ketuban
berjumlah sekitar 200-300 ccdengan warna bening, telah diberikan injeksi vitamin K
dan Zalf mata pada kedua anaknya.
A. TUGAS MAHASISWA
1 Setelah membaca dengan teliti skenario di atas mahasiswa membahas
2
tambahan.
Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa dihadiri fasilitator) untuk
melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk
4
5
jelas
Melakukan praktikum pemeriksaan fisik antenatal dan sadari.
pertanyaan penting.
Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-
4
5
pertanyaan di atas.
Klarifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh mahasiswa atas
kasus di atas. Lahkah 1 sampai 5 dilakukan dalam diskusi tutorial pertama
dengan fasilitator.
Cari informasi tambahan informasi tentang kasus di atas di luar kelompok
Seminar; untuk kegiatan diskusi panel dan semua pakar duduk bersama
untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.
Penjelasan:
Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi
yang diperlukan untuk sampai pada kesimpilan akhir, maka proses 6 bisa diulangi
dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7.
Kedua langkah di atas bisa diulang-ulang di luar tutorial dan setelah
informasi dirasa cukup dilakukan langkah nomor 8.
STEP 1
KATA KUNCI
1. His Teratur
Menurut Bobak (2004) dalam Wardhani (2013) His merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi proses persalinan. His adalah kontraksi otot-otot
rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir dari kehamilan sebelum persalinan
dimulai, sudah ada kontraksi rahim yang disebut his pendahuluan atau his
palsu, yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan dari pada kontraksi
Braxton Hiks. His pendahuluan ini tidak teratur dan menyebabkan nyeri di
perut bagian bawah dan lipat paha tidak menyebabkan nyeri yang memancar
dari pinggang ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi
pendek dan tidak bertambah kuat bila dibawa berjalan, malahan sering
berkurang. His pendahuluan tidak bertambah kuat dengan majunya waktu
bertentangan dengan his persalinan yang makin lama makin kuat. Yang paling
penting ialah bahwa his pendahuluan tidak mempunyai pengaruh pada cervik.
a. Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus diperhatikan ialah :
1) Lamanya kontraksi : kontraksi berlangsung 45 detik sampai 75
detik.
2) Kekuatan kontraksi : menimbulkan naiknya tekanan intrauterine
sampai 35 mmHg. Kekuatan kontraksi secara klinis ditentukan
dengan mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim ke
dalam.
3) Interval antara dua kontraksi : Pada permulaan persalinan his timbul
sekali dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
b.
2. Amniotomi
a. Pengertian
Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan
jalan membuat robekan kecil yang kemudian akan melebar secara spontan
akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan di dalam rongga amnion.
Tindakan ini umumnya dilakukan pada saat pembukaan lengkap atau
hampir lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung
sebagaimana mestinya. Pada kondisi selektif, amniotomi tidak dilakukan
pada fase aktif awal, sebagai upaya akselerasi persalinan. Pada kondisi
demikian, penilaian serviks, penurunan bagian terbawah dan luas
panggul, menjadi sangat menentukan keberhasilan proses akselerasi
persalinan. Penilaian yang salah, dapat menyebabkan cairan amnion
sangat berkurang sehingga menimbulkan distosia dan meningkatkan
morbiditas/mortalitas ibu dan bayi yang dikandungnya (Saifudin, 2009).
b. Indikasi amniotomi
Indikasi amniotomi menurut Manuaba (2007):
1) Pembukaan lengkap
2) Pada kasus solution placenta
3) Akselerasi persalinan
proses
pembukaan serviks.
Gambar 1. Amniotomi
(www.akbidbinahusada.ac.id , 2012)
3. IMD
Inisiasi menyusu dini (IMD) dalam istilah asing sering di sebut early
inisiation adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusu
sendiri pada ibu dalam satu jam pertama kelahirannya (Roesli, 2008). Ketika
bayi sehat di letakkan di atas perut atau dada ibu segera setelah lahir dan terjadi
kontak kulit (skin to skin contact ) merupakan pertunjukan yang menakjubkan,
bayi akan bereaksi oleh karena rangsangan sentuhan ibu, dia akan bergerak di
atas perut ibu dan menjangkau payudara (Roesli, 2008).
6) Persalinan preterm
b. Macam-macam Kelainan Presentasi dan Posisi
1) Persentasi Puncak Kepala
Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin
dalam keadaan flexi dalam keadaan tertentu flexi tidak terjadi,
sehingga kepala deflexi. Presentasi puncak kepala disebut juga
preesentasi sinput terjadi bila derajat deflexinya ringan, sehingga
ubun-ubun besar merupakan bagian terendah. Pada presentasi
puncak kepala lingkar kepala yang melalui jalan lahir adalah
sikumfrensia fronto oxipito dengan titik perputaran yang berada di
bawah simfisis adalah glabella.
a) Diagnosis
b) Etiologi
Kelainan panggul
Kepala berbentuk bulat
Anak kecil/mati
9
c) Penanganan
d) Komplikasi
10
2) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara flexi dan deflexi,
sehingga dahi merupakan bagian terendah. Posisi ini biasanya akan
berubah menjadi letak muka/letak belakang kepala. Kepala
memasuki panggul dengan dahi melintang/miring pada waktu putar
paksi dalam, dahi memutar kedepan depan dan berada di bawah
arkus pubis, kemudian terjadi flexi sehingga belakang kepala
terlahir melewati perinerum lalu terjadi deflexi sehingga lahirlah
dagu (Kemenkes RI, 2013).
a) Diagnosis
seberapa menonjol.
b) Etiologi
Panggul sempit
Janin besar
Multiparitas
11
c) Penanganan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang
normal, tidak dapat lahir spontan pervaginam, jadi lakukan
SC (janin hidup). Janin mati pembukaan SC, pembukaan
lengkap Kraniotomi jika belum lengkap.
d) Komplikasi
12
a) Diagnosis
b) Etiologi
c) Penanganan
13
Bila posisi kepala > 3/5 diatas PAP atau diatas 2 maka
SC.
4) Persentasi Muka
Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala
janin. Yang teraba muka bayi (mulut, hidung, dan pipi).
a) Etiologi
Panggul sempit
Janin besar
Kematian intrauterine
Multiparitas
14
Perut gantung
b) Diagnosis
c) Penanganan
(a) Dagu Anterior
Lahirkan
pervaginam
15
dengan
persalinan
spontan
Bila
pembukaan
belum
lengkap
Bila pembukaan
penilaian
belum lengkap,
penurunan
rotasi,
16
dan
lakukan
kemajuan
Pada
pemeriksaandalam
ubun-ubun
kecil
18
19
20
21
Menurut para ahli anatomi, perineum adalah wilayah pelvic outlet diujung
diafragma pelvic (levator ani). Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan
ligament sacro tuberos di belakang. Pelvic outletnya dibagi oleh garis melintang
yang menghubungkan bagian depan ischial tuberosities ke dalam segitiga
urogenital dan sebuah segitiga belakang anal (Ernawati, 2013).
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat
dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak
janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena
diregangkan terlalu lama (Ernawati, 2013).
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa,
kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahiirkan dengan
pembedahan vaginal (Ernawati, 2013).
Klasifikasi robekan perineum menurut Santoso (2010) yaitu :
a. Laserasi epitel vagina atau laserasi pada kulit perineum saja
b. Melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum, tetapi tidak melibatkan
kerusakan sfingter ani.
c. Kerusakan pada otot sfingter ani:
1) Robekan < 50% sfingter ani eksterna
2) Robekan > 50% sfingter ani ekterna
3) Robekan juga meliputi sfingter ani interna
d. Robekan stadium tiga disertai robekan epitel anus
22
adalah
peregangan
jaringan
kulit
melebihi
batas
elastisitasnya terutama bagian perut, paha, pantat, dan payudara seiring dengan
pertumbuhan janin, usia kehamilan, dan pertumbuhan berat badan. Stretchmark
akan menimbulkan gratan-guratan halus yang terkadang membekas bahkan
pasca persalinan. Panjang guratan-guratan tersebut bervariasi, ada yang hanya
dalam satuan milimeter dan bahkan ada yang belasan sentimeter. Munculnya
stretchmark biasanya diawali dengan munculnya garis kemerahan atau
keunguan pada permukaan kulit, dan lama kelamaan warna tersebut akan
berubah menjadi garisgaris putih (Fatmasari, 2014).
10. Zalf Mata
Menurut Ambarwati (2009) Obat mata biasanya berbentuk cairan (obat
tetes mata) dan oitmen/ obat salep yang dikemas dalam bentuk kecil. Karena
sifat selaput lendir dan jaringan mata yang lunak dan responsif terhadap obat,
maka obat mata biasanya diramu dengan kekuatan yang rendah. Sedangkan
salep mata atau dalam istilah farmasi disebut oculenta adalah salep yang
digunakan pada mata. Salep ini harus steril dan disimpan di dalam tube salep
mata yang steril. Pemberian obat ini bertujuan untuk mengobati gangguan pada
mata, untuk mendilatasi pupil pada pemeriksaan struktural internal mata, untuk
melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata, untuk mencegah
kekeringan pada mata. Dalam dunia kesehatan salep atau obat mata sering
digunakan untuk pengobatan pada mata. Obat mata tersebut digunakan dari
mulai orang dewasa hingga bayi baru lahir. Pada bayi baru lahir biasanya obat
mata digunakan untuk membersihkan mata bayi dari air ketuban yang
menempel pada bagian mata bayi tersebut. Bayi bisa saja terkena air ketuban
jika ia lahir dengan ketuban keruh, preeklamsi, vacum, jalan lahir macet atau ke
jadian lain serupa yang dapat mengganggu mata bayi untuk melihat secara
23
jernih. Maka obat mata biasa diberikan pada bayi baru lahir pada kejadiankejadin tersebut (Ambarwati, 2009).
Bayi Baru Lahir yang Mendapatkan Obat Mata Bayi baru lahir (neonatus)
adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir dengan umur kehamilan 38-40
minggu. Obat mata diberikan kepada bayi karena proses adaptasi cahaya dan
adanya kotoran pada bayi. Obat mata yang biasa digunakan untuk bayi baru
lahir biasanya gentamicyn 0,3 % (Ambarwati, 2009).
11. APGAR Scor
Menurut Yohana (2011), nama APGAR scor berasal dari seorang ahli
anastesi amerika yaitu dr. Virginia Apgar tahun 1952Nilai Apgar dokter apgar
mengininkan bayi dinilai dengan suatu cara yang bermakan oleh petugas
diruang persalinan, dengan penilaian.
Nilai adalah suatu cara praktis untuk menilai keadaan bayi baru lahir.
Nilai Apgar merupakan alat penyaring untuk menentukan pertolongan yang
perlu segera diberikan kepada bayi baru lahir. Nilai Apgar ditentukan dengan
menilai denyut jantung, pernafasan, ketegangan otot, warna kulit, dan respon
terhadap rangsangan (refleks) (Yohana, 2011).
Penilaian menurut Yohana (2011) :
1. Nilai Apgar 8-10 : Normal, menunjukan bayi dalam keadaan baik.
2. Nilai 10 : jarang ditemui, hamper semua bayi baru lahir kehilangan 1 nilai
karna kaki dan tangannya berwarna kebiruan
3. Nilai Apgar kurang dari 8 : menunjukan bahwa bayi memerlukan bantuan
untuk menstabilkan dirinya dilingkungan yang baru (Aspeksia Ringan)
4. Nilai Apgar 0-3 : menunjukan bahwa perlu segera dilakukan resusitasi
(Aspeksia Berat)
Menurut Yohana (2011) penilaian Apgar secara rutin dilakukan dalam
waktu 1 menit setelah bayi lahir, biasanya diulang 5 menit kemudian untuk
menunjukan :
24
rendah hal ini merupakan resiko tinggi terjadinya kematian atau penyakit.
Masing-masing diberi nilai 0,1, atau 2 :
a. Denyut Jantung
Dinilai dengan menggunakan stetoskop dan merupakan penilaian
yang paling penting.
1) Jika tidak terdengar denyut jantung: 0
2) Jika jantung berdenyut kurang dari 100x/ menit : 1
3) Jika jantung berdenyut lebih dari 100 x / menit : 2
b. Usaha untuk bernafas
1) Jika tidak bernafas : 0
2) Jika pernafasan lambat atau tidak teratur : 1
3) Jika bayi menangis :2
c. Ketegangan otot
1) Jika otot lembek : 0
2) Jika lengan atau tungkainya terlipat : 1
3) Jika bayi bergerak aktif : 2
d. Refleks
Dinilai dengan cara mencubit secara lembut dan perlahan.
1) Jika tidak timbul refleks nilainya 0
2) Jika wajahnya menyeringai nilainya 1
3) Jika bayi menyeringai dan terbatuk, bersin atau menangis keras
nialinya 2
e. Warna kulit
1) Jika kulit bayi berwarna biru pucat nilainya 0
2) Jika kulit berwarna pink, lengan/tungkai berwarna biru nilainya 1
3) Jika seluruh kulit bayi berwana pink nilainya 2
12. Suctioning
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan
jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang
adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri (Timby, 2009).
Tindakan suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir, yang
dilakukan dengan memasukkan selang catheter suction melalui selang
endotracheal (Syafni, 2012).
25
memberikan
pelayanan
untuk
menanggulangi
kasus
27
28
29
2) Syok
3) Peripheral vascular disease
4) Hipotermia
CRT memanjang utama ditemukan pada pasien yang mengalami keadaan
hipovolumia(dehidrasi,syok), dan bisa terjadi pada pasien yang hipervolumia
yang perjalanan selanjutnyamengalami ekstravasasi cairan dan penurunan
cardiac output dan jatuh pada keadaan syok (Miranti, 2012)
21. Areola Datar
a.
Inversi Puting
Pada kasus inversi puting secara kongenital, kelainan ini terjadi
pada tahap perkembangan embrionik dari payudara. Proses pembentukan
puting pada embriologi manusia dimulai dengan penebalan dan
penonjolan bagian ektoderm di regio dimana kelenjar akan berada
nantinya pada minggu keempat kehamilan. Penebalan ektoderm menjadi
terdepresi ke mesoderm di bawahnya, sehingga permukaan bagian
mammae kemudian menjadi datar dan akhirnya masuk lebih dalam dari
epidermis
di
sekitarnya.
Mesoderm
yang
berhubungan
dengan
32
33
pembedahan,
akan
34
tetapi
terjadinya
hiposensitisasi
dan
35
36
STEP 2
PERTANYAAN KASUS
1. Kapan normalnya meconium keluar?
2. Mengapa An. B menangis pada saat setelah dilakukan tindakan suctioning?
3. Mengapa pada saat IMD ASI tidak keluar?
4. Apakah posisi pada saat ibu melahirkan berpengaruh pada robekan perineum?
5. Pada kasus, termasuk pada Kala berapa?
6. Berapa nilai GPA pada Ny. Manis?
7. Berapa Nilai Normal TTV pada ibu post partum?
8. Apa saja penanganan pada diastase rektus abdominis?
9. Berapa jumlah darah normal yang keluar pada saat persalinan?
10. Alat kontrasepsi apa yang cocok pada usia lebih dari 35 tahun?
11. Apakah proses persalinan 2 orang anak dapat berpengaruh pada kondisi ibu?
12. Apakah usia 39 tahun dapat mempengaruhi dalam proses persalinan?
13. Bagaimana cara merangsang ASI supaya keluar dengan keadaan areola ibu
yang datar (proses laktasi)?
14. Bagaimana karakteristik normal His pada ibu hamil?
15. Mengapa pada bayi Ny. Manis terpasang kanul binasal?
16. Mengapa anak Ny. Manis mengalami BBLR?
17. Berapa nilai normal cairan ketuban?
18. Mengapa bayi diberikan suntikan vitamin K dan zalef mata?
19. Apakah klien dan bayi perlu dirujuk, dan apabila iya makan akan dirujuk
kemana?
20. Apakah tindakan amniotomi termasuk pada tindakan normal pada saat proses
melahirkan?
21. Apakah nilai ubun-ubun kecil mempengaruhi nilai APGAR scor pada bayi?
22. Apakah nilai persentasi ubun-ubun kecil dapat mempengaruhi posisi pada bayi
saat lahir?
23. Apakah keadaan abdomen lunak dan datar pada ibu post partum?
24. Seperti apa perawatan tali pusat yang benar pada kedua bayi Ny. Manis?
25. Apa diagnosa keperawatan dan intervensi yang harus diberikan pada Ny.Manis,
bayi dan keluarganya?
26. Apa diagnosa medis pada kasus IV ini?
37
STEP 3
JAWABAN KASUS
1.
2.
3.
lingkungannya.
Memasukkan tangan ke mulut.
Menghisap tangan dan mengeluarkan suara.
Bergerak ke arah payudara dengan aerola sebagai sasaran.
Menyentuh puting susu dengan tangannya.
38
h. Bayi kurang siaga Pada 1 -2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga
(alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi
mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting
lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding (ikatan kasih
sayang).
i. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga
diperlukan cairan lain (cairan prelaktal) Kolostrum cukup dijadikan
makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal
air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu.
j. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya bagi bayi Kolostrum sangat
diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain sebagai imunisasi
pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum
melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda.
4.
40
5.
6.
41
2) P6 : pada kasus Ny.Manis telah memiliki 4 orang anak dan persalinan saat
ini melahirkan 2 orang anak sehingga partusnya sama dengan 6.
3) A0 : Pada kasus Ny.Manis tidak pernah mengalami abortus.
7. Berapa nilai normal TTV pada ibu post partum ?
Perubahan Tanda-tanda vital selama 24 jam pertama, suhu mungkin
meningkat menjadi 38C, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan
perubahan hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38C yang menetap 2 hari
setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis
puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis
(peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain (Maryunani,
2009).
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan
adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan
dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang
sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah
dan proses persalinan yang lama (Maryunani, 2009).
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera
setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran
tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan
sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan
sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami
preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut (Maryunani, 2009).
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada
bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
8. Apa saja penanganan pada diastasis rektus abdominis ?
Cara melakukan pemeriksaan diastasis rektus abdominis menurut Mariah
dan Alfiyati, 2012 dalam Ernawati, Dewi D, 2013, cara mengukur diastasis
rectus abdominis adalah sebagai berikut:
a. Atur posisi wanita berbaring telentang datar tanpa bantal dibawah kepala.
42
b. Tempatkan ujung-ujung jari salah satu tangan Anda pada garis tengah
abdomen dengan ujung jari telunjuk tepat pada dibawah umbilikus dan
jari yang lain berbaris longutidunal ke bawah ke arah simpisis pubis.
c. Minta wanita menaikkan kepalanya berupaya meletakkan dagu di
dadanya diarea antara payudaranya. Pastikan tidak menekan tangannya ke
tempat tidur atau mencengkram matras untuk membantu dirinya, karena
hal ini mencegah penggunaan otot-otot abdomen.
d. Ketika wanita berupaya meletakkan dagunya di antara payudaranya, tekan
ujung-ujung jari anda perlahan dekat ke abdomennya. Anda akan
merasakan otot-otot abdomen layaknya dua bebat karet yang mendekati
garis tengah dari ke kedua sisi.
e. Ukur celah diantara tersebut dengan jangka sorong ketika otot-otot
tersebut dikontraksi. Catat jarak kedua celah.
f. Minta wanita untuk menurunkan kepalanya.
g. Ketika menurunkan kepala, otot-otot abdomen akan bergerak lebih jauh
memisah dan kurang dapat dibedakan ketika otot relaksasi. Ujung-ujung
jari anda akan mengikuti otot rectus memisah ke sisi lateral masingmasing abdomen.
h. Ukur jarak antara kedua otot rektus ketika dalam keadaan relaksasi.
i. Catat hasil pengukuran tersebut
Bennet, 2002 dalam Ernawati, Dewi D, 2013 menjelaskan bahwa setelah
melakukan pemeriksaan rectus ditemukan bahwa celah otot rectus ibu lebih
lebar dua jari dan setelah 48 jam otot rectus harus diperiksa untuk adanya
diastasis yang mungkin terjadi pada masa antenatal atau persalinan. Celah
selebar dua jari dianggap normal dan ibu dapat terus melatih otot oblik
abdomen tersebut. Namun demikian, jika celah tersebut lebih lebar dari dua jari
dan terdapat penonjolan abdomen ketika mengangkat kepala, hanya latihan
transversus dan latihan menengadahkan pelvis yang harus dilakukan dengan
sangat teratur hingga celah tersebut mengecil.
9. Berapa jumlah darah persalinan normal ?
43
45
konsumsi
alami. Hal ini sudah dilakukan di Jepang dalam beberapa tahun. Oketani Breast
Massage ini dapat membantu ibu untuk mengatasi kesulitan-kesulitan saat
menyusui bayi mereka. Agar dalam proses pemberian ASI berhasil, maka yang
paling penting untuk dilakukan adalah untuk terus menjaga payudara dan
puting dalam kondisi baik. Bayi dapat menyusui dengan mudah akibat
peningkatan elastisitas puting dan areola payudara. Manajemen Laktasi Oketani
atau Oketani Breast Massage memungkinkan bayi untuk mencapai hal tersebut
dan menjaga payudara dalam kondisi baik (Kabir et al, 2009).
14. Bagaimana karakteristik normal His pada ibu hamil ?
Kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir kehamilan
sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat kontraksi rahim yang disebut his
pendahuluan atau his palsu. His ini sebenarnya, hanya merupakan peningkatan
kontraksi Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut
bagian bawah dan lipat paha, tetapi tidak menyebabkan nyeri yangmemancar
dari pinggang ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi
pendek, tidak bertambah kuat jika dibawa berjalan, bahkan sering berkurang.
Hispendahuluan tidak bertambah kuat seiringmajunya waktu, bertentangan
dengan his persalinan yang makin lama makin kuat. Hal yang paling penting
adalah bahwa his pendahuluan tidak mempunyai pengaruh pada serviks. His
persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan dengan
sifat kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin
disebabkan oleh anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh
serabut otot rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam serviks dan
segmen bawah rahim, regangan serviks, atau regangan dan tarikan pada
peritoneum sewaktu kontraksi. Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak
dipengaruhi oleh kemauan, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh rangsangan dari
luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan. Seperti kontraksi jantung, pada
his juga terdapat pacemaker yang memulai kontraksi dan mengontrol
47
beberapa
saat
setelah
lahir
(Prambudi,
2013
dalam
Lintang
Brillianningtyas, 2014).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
a. Asidosis (pH<7,0) pada darah arteri umbilikalis
b. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
c. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
d. Gangguan multiorgan
sistem
(Prambudi,
2013
dalam
Lintang
Brillianningtyas, 2014)
Sehingga dengan kondisi tersebut, penatalaksanaan prioritasnya adalah
dengan pemberian oksigen melalui kanul binasal.
16. Mengapa anak Ny. Manis mengalami BBLR ?
48
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction) (Pudjiadi et al, 2010).
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan
Ismawati, 2010) :
a. Menurut harapan hidupnya
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 10001500 gram.
3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang
dari 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya
1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu
dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi
atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan (NKB-SMK).
2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilannya (KMK).
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
49
Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan,
antara lain karena simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir,
sedikitnya transfer vitamin K melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada
ASI dan sterilitas saluran cerna (Kemenkes RI, 2011).
Sediaan vitamin K yang ada di Indonesia adalah vitamin K3 (menadione)
dan vitamin K1 (phytomenadione). Yang direkomendasikan oleh berbagai
negara di dunia adalah vitamin K1. Australia sudah menggunakan vitamin K1
sebagai regimen profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir (sejak tahun 1961).
Hasil kajian HTA tentang pemberian profilaksis dengan vitamin K adalah
vitamin K1 . Selain sediaan injeksi, terdapat pula sediaan tablet oral 2 mg,
tetapi absorpsi vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 intra muskular,
terutama pada bayi yang menderita diare. Disamping efikasi, keamanan,
bioavailabilitas dan dosis optimal, sediaan oral untuk mencegah PDVK masih
memerlukan penelitian. Pemberian vitamin K1 oral memerlukan dosis
pemberian selama beberapa minggu (3x dosis oral, masing-masing 2 mg yang
diberikan pada waktu lahir, umur 3-5 hari dan umur 4-6 minggu), sebagai
konsekuensinya maka tingkat kepatuhan orang tua pasien merupakan suatu
masalah tersendiri (Kemenkes RI, 2011).
19. Apakah klien dan bayi perlu dirujuk, dan apabila iya makan akan dirujuk
kemana ?
Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola
secara strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin
pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan
komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi
baru lahir, dimanapun mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi
manapun, agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi
melalui peningkatan mutu dan ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal
dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes, 2006). Sistem rujukan
pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal mengacu pada prinsip
52
utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan
kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas PONED
harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Setelah dilakukan
stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di
tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan ke RS pelayanan
obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya (Depkes
RI, 2007) dengan alur sebagai berikut:
a. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.
b.
melalui
kebijakan
sesuai
dengan
tingkat
54
20. Apakah tindakan amniotomi termasuk pada tindakan normal pada saat
proses melahirkan ?
Tindakan amniotomi umumnya dilakukan pada saat pembukaan lengkap
atau hampir lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung
sebagaimana mestinya. Pada kondisi selektif, amniotomi tidak dilakukan pada
fase aktif awal, sebagai upaya akselerasi persalinan. Pada kondisi demikian,
penilaian serviks, penurunan bagian terbawah dan luas panggul, menjadi sangat
menentukan keberhasilan proses akselerasi persalinan. Penilaian yang salah,
dapat menyebabkan cairan amnion sangat berkurang sehingga menimbulkan
distosia dan
meningkatkan morbiditas/mortalitas
yang
Apgar
merupakan
alat
penyaring
untuk
menentukan
pertolongan yang perlu segera diberikan kepada bayi baru lahir. Nilai Apgar
ditentukan dengan menilai denyut jantung, pernafasan, ketegangan otot, warna
kulit, dan respon terhadap rangsangan (refleks) (Yohana, 2011).
22. Apakah nilai persentasi ubun-ubun kecil dapat mempengaruhi posisi pada
bayi saat lahir ?
Kepala Janin Pada usia kehamilan aterm, wajah hanya merupakan
sebagian kecil dari kepala, sisanya merupakan tengkorak padat yang terdiri dari
dua tulang frontalis, dua tulang parietalis, dan dua tulang temporalis, ditambah
55
bagian atas tulang oksipitalis dan sayap sfenoid (Cunningham et al, 2010:
Kilpatrick & Garrison, 2007).
Tulang-tulang tengkorak dipisahkan oleh ruangan membranosa yang
disebut sutura. Sutura yang paling penting adalah sutura frontalis, sutura
sagitalis, dua sutura koronaria, dan dua sutura lambdoidea. Pada tempat
pertemuan beberapa sutura terbentuk ruang ireguler, yang ditutupi oleh suatu
membran yang disebut sebagai ubun-ubun. Ubunubun besar atau anterior
berbentuk belah ketupat, terletak di pertemuan antara sutura sagitalis dan sutura
koronaria. Ubun-ubun kecil atau posterior berbentuk segitiga, terletak di
perpotongan antara sutura sagitalis dan sutura Universitas Sumatera Utara
lambdoidea (Cunningham et al, 2010: Kilpatrick & Garrison, 2007).
Lokalisasi ubun-ubun memberikan informasi penting mengenai presentasi
dan posisi janin (Cunningham et al, 2010: Kilpatrick & Garrison, 2007).
56
57
jarang
terjadi.
Fetus
dengan
presentasi
kepala
58
59
terjadinya pengurangan tonus otot dan akan terlihat jelas pada periode post
partum sehingga membuat dinding otot perut menjadi lemah dan terjadi
penurunan kekuatan otot perut (Maryunani dan Sukarti, 2011).
Setelah melahirkan dinding abdomen masih lunak dan kendor
diakibatkan karena putusnya serat-serat elastic kulit distensi yang berlangsung
lama akibat membesarnya uterus selama kehamilan. Proses persalinan dimulai
sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka
dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Verney,
2008).
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali pada keadaan normal sebelum hamil. Senam
nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh setelah
hamil dan melahirkan, memperbaiki tonus otot pelvis, dan otot vagina,
memperbaiki regangan otot tungkai bawah, dan memperkuat otot-otot dasar
perut dan dasar panggul (Suherni, 2009). Salah satu upaya untuk
mengembalikan keadaan normal dan meningkatkan kekuatan otot perut adalah
dengan
olahraga.
Olahraga
bermanfaat
untuk
meningkatkan
stamina,
setelah
melahirkan
yang
bertujuan
untuk
mempertahankan
dan
61
dengan senam nifas kondisi umum ibu menjadi lebih baik dan pemulihan lebih
cepat.
24. Seperti apa perawatan tali pusat yang benar pada kedua bayi Ny. Manis ?
a. Tali pusat
Tali pusat dalam istilah medisnya disebut dengan umbilical cord.
Merupakan saluran kehidupan bagi janin selama ia di dalam kandungan,
sebab selama dalam rahim, tali pusat ini lah yang menyalurkan oksigen
dan makanan dari plasenta ke janin yang berada di dalam nya. Begitu
janin dilahirkan, ia tidak lagi membutuhkan oksigen.dari ibunya, karena
bayi mungil ini sudah dapat bernafas sendiri melalui hidungnya. Karena
sudah tak diperlukan lagi maka saluran ini harus dipotong dan dijepit,
atau diikat (Wibowo, 2008).
Diameter tali pusat antara 1cm - 2,5cm, dengan rentang panjang
antara 30cm- 100cm, rata-rata 55cm, terdiri atas alantoin yang
rudimenter, sisa-sisa omfalo mesenterikus, dilapisi membran mukus yang
tipis, selebihnya terisi oleh zat seperti agar-agar sebagai jaringan
penghubung mukoid yang disebut jeli whartor. Setelah tali pusat lahir
akan segera berhenti berdenyut, pembuluh darah tali pusat akan
menyempit tetapi belum obliterasi, karena itu tali pusat harus segera
dipotong dan diikat kuat-kuat supaya pembuluh darah tersebut oklusi
serta tidak perdarahan (Retniati, 2010).
Definisi perawatan tali pusat Perawatan tali pusat adalah perbuatan
merawat atau memelihara pada tali pusat bayi setelah tali pusat dipotong
atau sebelum puput (Paisal, 2008). Perawatan tali pusat adalah
pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik
terakhir antara ibu bayi, kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan steril,
bersih, kering, puput dan terhindar dari infeksi tali pusat (Hidayat, 2005).
b. Tujuan perawatan tali pusat
62
63
Rasional
3. Pengelolaan lingkungan
65
1. Mengetahui
tanda-tanda yg
terjadi pada ibu sebelum dan
selama persalinan
2. tingkatan nyeri pada klien
mempengaruhi
terhadap
tindakan asuhan keperawatan
pada ibu
3. Dengan
pengelolaan
lingkungan yang baik dapat
membantu untuk mengalihkan
rasa sakit pada ibu
4. Dengan mendengar keluhan
yang dirasakan ibu, perawat
6. Gunakan
terhadap
nyeri
terapi musik
manajemen
5.
6.
7.
7. Ajarkan teknik relaksasi
dan distraksi pada klien
8.
8. Ajarkan manajemen nyeri
pada klien
9.
2.
9. Kolaborasi
keluarga
kenyamanan
Bleeding
dengan
tentang
reduction
Postpartum Uterus
3.
Bleeding
reduction
Postpartum
Uterus
66
3. Observasi
infeksi
pengendalian
4. Tindakan
kejang
pencegahan
Intracranial
Pressure
Monitoring:
1. Identifikasi risiko
4.
67
koping
5. Berikan dorongan pada 5. Langkah awal dalam mengatasi
klien
untuk
perasaan
adalah
terhadap
mengekspresikan perasaan
identitifikasi
dan
ekspresi.
Mendorong
situasi
dan
kemampuan
diri
untuk
mengatasi.
Kolaborasi :
Kolaborasi:
1. Berikan sedatif sesuai 1. Untuk menangani ansietas dan
meningkatkan aktifitas
indikasi dan awasi efek
merugikan
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Janin/Bayi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispnea.
2. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan usia ibu
> 35 tahun.
No. Dx.
NIC
Kep.
1.
Airway Mangement :
2.
Rasional
Airway Mangement :
Astma Management :
Astma Management:
1. Ajarkan
tentang
bimbingan
antisipatif
pada kelurga
2. Ajarkan
pemberian
makan makan pada bayi
usia0-3 bulan
Development Enhancement:
68
Infant :
1. Identifikasi
resiko kelurga
70
STEP 4
MIND MAPPING
ASKEP:
PENGKAJIAN
DIAGNOSA
INTERVENSI
PENCEGAHAN:
PRIMER
SEKUNDER
TERSIER
PERDARAHAN
POST PARTUM
PRIMER
(ATONIA
UTERI)
JURNAL:
PENGARUH PIJAT
OKSITOSIN
TERHADAP
PRODUKSI ASI IBU
POSTPARTUM DI
BPM WILAYAH
KABUPATEN
KLATEN
MEKANISME
PERUBAHAN
PASIEN DENGAN
PERDARAHAN
POST PARTUM
PRIMER (ATONIA
UTERI)
LP:
DEFINISI
ANFIS
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
71
STEP 5
LEARNING OBJEKTIF
1
2
(Atonia Uteri)
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Perdarahan Post Partum Primer
(Atonia Uteri)
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien Perdarahan Post
Partum Primer (Atonia Uteri)
72
STEP 6
INFORMASI TAMBAHAN
A Identitas Jurnal
Judul Jurnal : Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Produksi Asi Ibu
Postpartum Di Bpm Wilayah Kabupaten Klaten.
Nama Jurnal : Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan
Penulis
: Emy Suryani dan Kh Endah Widhi Astuti.
Tahun Jurnal : 2013
B Latar Belakang
Secara Nasional, cakupan ASI eklusif di Indonesia masih rendah. Data
Susenas 2010 menunjukkan bahwa baru 33.6% bayi di Indonesia yang
mendapat ASI eklusif , artinya masih ada sekitar 2/3 bayi di Indonesia yang
kurang mendapatkan ASI. Namun hal itu tidak terjadi di kabupaten Klaten
karena kabupaten Klaten lewat penerapan Peraturan Daerah dan peningkatan
kapasitas petugas kesehatan, Kabupaten Klaten berhasil meraih angka
kecukupan ASI Ekslusif tertinggi se-Indonesia. Hal ini merupakan salah satu
bukti nyata komitmen pemerintah daerah yang kuat untuk mensukseskan
program ASI eklusif. Cakupan ASI di Kabupaten Klaten meningkat dari 24%
pada tahun 2007 menjadi 76 % pada tahun 2011 (Detik Health, 2012). Hal ini
juga merupakan salah satu pelaksanaan dari PP no 23 tahun 2012 tentang
pemberian Air Susu Ibu Eksklusif dimana disebutkan bahwa pemberian ASI
ekslusif bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan
ASI Ekslusif sejak lahir sampai batas berusia 6 (enam) bulan dengan
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya.
Sesuai dengan fenomena yang telah dijelaskan di atas dan berdasarkan
hasil pengamatan peneliti, masyarakat yang ada di Klaten, khususnya budaya
Jawa, masih banyak dijumpai para ibu melakukan perawatan nifas berdasarkan
budaya dan tradisinya, termasuk dalam hal menyususi, namun pada sebagian
73
ibu mungkin saja terjadi kesulitan pengeluaran ASI karena lebih banyak ibu
terpengaruh mitos sehingga ibu tidak yakin bisa memberikan ASI pada bayinya.
Perasaan ibu yang tidak yakin bisa memberikan ASI pada bayinya akan
menyebabkan penurunan hormone oksitosin sehingga ASI tidak dapat keluar
segera setelah melahirkan dan akhirnya ibu memutuskan untuk memberikan
susu formula. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk merangsang hormone
prolaktin dan oksitosin pada ibu setelah melahirkan adalah dengan melakukan
pijat oksitosin. Hal ini sesuai dengan anjuran dari pemerintah untuk
pemanfaatan alam sekitar atau Back to Nature, budaya pijat masa nifas sudah
kental bagi ibu-ibu masa nifas khususnya pada masyarakat Jawa.
C Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantu para ibu agar
memberikan asi kepada bayinya.
D Analisis Jurnal
Bila di lihat dari hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan
berat badan yang signifikan dengan p value 0.001 dimana hal ini menunjukan
adanya perbedaan berat badan pada dua kali pengukuran. Berat badan bayi
merupakan salah satu indikator dari kelancaran ASI yang menurut kriteria bila
ASI lancar maka berat badan bayi tidak akan turun 10 % pada minggu pertama
lahir bahkan bila bayi mendapatkan ASI ekslusif penurunan hanya terjadi 3-5%
pada hari ke 3 dan berat badan pada minggu kedua minimal sama atau bahkan
mengalami kenaikan (Bobak, Perry dan lawdermik, 2005). Bila dilihat dari
hasil bahwa semua bayi dari responden mengalami peningkatan berat badan
sehingga bisa di simpulkan bahwa bayi mendapatkan cukup ASI dan produksi
ASI ibu dikatakan lancar karena menurut Sweet, 2002 menyatakan bahwa
penurunan berat badan bayi yang cukup mendapatkan nutrisi hanya terjadi
sampai hari ke 3 setelah lahir dan akan terjadi peningkatan rata rata 200 gr per
minggu.
74
75
waktu jika bayi menginginkan dan semua petugas kesehatan di wilayah BPM
Kabupaten Klaten melakukan Inisasi Menyusui Dini.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 33 tahun 2012 yang
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir
kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam dan pasal 10 menyebutkan
Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib
menempatkan ibu dan bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali
atas indikasi medis yang di tetapkan oleh dokter. Dengan demikian maka pijat
oksitosin mempengaruhi produksi ASI.
E Metode
Penelitian quasi eksperimen dengan rancangan yang digunakan adalah pre
and post test design yaitu suatu pengukuran dilakukan pada saat sebelum dan
sesudah intervensi penelitian (Sugiyono, 2005). Dalam rancangan ini responden
diberikan intervensi dengan pijat oksitosin kemudian di ukur kelancaran ASI
dengan indicator berat badan bayi, frekwensi BAK perhari dan seringnya bayi
menyusu serta lama tidur bayi setelah menyusu (Suradi, 2008).
F Hasil
Untuk mengetahui dan menemukan perbedaan bermakna antara
pengukuran pertama, kedua dan ketiga pada semua variable maka di lakukan
analisis post-hoc dengan uji Wilcoxon dengan hasil bahwa p value : 0.001
dengan hasil : 1) Ada perbedaan rerata BBL pada hari pertama lahir dan
sesudah satu minggu pasca pijat oxitosin, 2) Ada perbedaan rerata BBL pada
hari pertama lahir dan sesudah dua minggu pasca pijat oxitosin dan 3) Ada
perbedaan rerata BBL sesudah satu minggu dan dua minggu pasca pijat
oxitosin. Sedangkan hasil untuk frekwensi BAK bayi dalam 24 jam didapatkan
hasil p value : 0,001 dapat di simpulkan bahwa : 1) Ada perbedaan frekuensi
BAK pada hari pertama dan sesudah satu minggu pasca pijat oxitosin, 2) Ada
76
perbedaan frekuensi BAK hari pertama lahir dan sesudah dua minggu pasca
pijat oxitosin dan 3) Ada perbedaan frekuensi BAK sesudah satu minggu dan
dua minggu pasca pijat osin. Hasil analisa untuk frekuensi menyusu didapatkan
p value : 0,001 menunjukkan hasil bahwa : 1) Ada perbedaan frekuensi
Menyusu pada bayi baru lahir dan sesudah satu minggu pasca pijat oxitosin, 2)
Ada perbedaan frekuensi Menyusu pada hari pertama bayi baru lahir dan
sesudah dua minggu pasca pijat oxitosin dan 3) Ada perbedaan frekuensi
Menyusu sesudah satu minggu dan dua minggu pasca pijat oxitosin. Indikator
terakhir adalah tentang lama tidur bayi setelah menyusu di dapatkan hasil p
value: 0,007 dimana dapat simpulkan ada perbedaan lama tidur pada hari
pertama lahir dan sesudah satu minggu pasca pijat oxitosin , p value : 0,001
dengan hasil ada perbedaan lama tidur hari pertama lahir dan sesudah dua
minggu pasca pijat oxitosin namun pada hari ke 7 dan hari ke 14 didapatkan
hasil p value : 0,963 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan lama tidur
sesudah satu minggu dan dua minggu pasca pijat oxitosin. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pijat oksitosin mempengaruhi peningkatan berat
badan, frekwensi BAK bayi, frekwensi menyusui bayi dan lama tidur bayi
setelah menyusui. Dimana hal ini menggambarkan bahwa pijat oksitosin
mempengaruhi kelancaran ASI bila dilihat dari indikator bayi.
STEP 7
LAPORAN PENDAHULUAN
77
(terlampir)
78
di
Asia
Tenggara.
Indonesia
sebagai
negara
dengan
adalah tingkat
sosial
ekonomi,
pendidikan,
budaya,
akses
(2009),
endometriosis
dan
riwayat
persalinan
sesar sebelumnya
menurunkan
meningkatkan
kontraksi uterus
81
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan dan uraian latar belakang masalah di atas, agar dalam
penyusunan laporan ini lebih terarah pembahasannya dan mendapatkan
gambaran secara komprehensif. Maka sangat penting untuk dirumuskan pokok
permasalahannya, yakni:
1. Kalimat atau kata kunci apa saja yang belum jelas dalam kasus ?
2. Pertanyaan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus ?
3. Informasi tambahan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus ?
4. Bagaimana hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi baru yang
ditemukan pada kasus ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penyusunan laporan ini adalah untuk
mengetahui hasil analisis kasus mahasiswa semester 6 terhadap konsep
asuhan keperawatan klien dengan Perdarahan Post Partum Primer (Atonia
Uteri) di Mata Kuliah Blok Sistem Reproduksi.
2. Tujuan Khusus
a. Menentukan kalimat atau kata kunci yang belum jelas.
b. Mengidentifikasi masalah dan membuat pertanyaan penting.
c. Menganalisa masalah dengan menjawab pertanyaan penting.
d. Mencari informasi tambahan guna menunjang analisa kasus.
e. Melaporkan hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi yang baru
ditemukan kepada fasilitator.
82
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penyusunan laporan ini adalah:
1. Bagi Masyarakat atau Klien
Diharapkan penulisan ini akan menjadi tambahan ilmu pengetahuan yang
berhubungan
dengan
konsep
asuhan
keperawatan
klien
dengan
83
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Pendarahan Postpartum
1. Definisi Pendarahan Postpartum
Perdarahan post partum (hemoragia postpartum) adalah hilangnya
darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi.
Namun menurut Doengoes, perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan (Mitayani, 2009).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi segera
setelah persalinan melebihi 500 cc yang dibagi menjadi bentuk
perdarahan primer dan sekunder (Manuaba, 2007).
Dengan pengurangan kuantitatif, ternyata batasan tersebut tidak
terlalu tepat, karena terbukti bahwa darah yang keluar pada persalinan
pervagina umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan salah satu
penyebab mortalitas pada ibu (Mitayani, 2009).
Jadi kesimpulannya pendarahan postpartum hilangnya darah lebih
dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah persalinan pervagina atau
setelah lahirnya bayi. Terdapat 2 macam pendarahan postpartum yaitu
pendarahan primer dan sekunder.
2. Etiologi
Menurut Mitayani (2009) berbagai penyebab penting, baik yang
berdiri sendiri maupun bersama-sama yang dapat menimbulkan
perdarahan post partum adalah sebagai berikut:
a. Trauma jalan lahir
1) Episiotomy yang lebar
2) Laserasi perineum, vagina, dan serviks
84
3) Rupture uterus
b. Kegiatan kompresi pembuluh darah tempat implantasi plasenta.
1) Miometrium
a) Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen dan
eter)
b) Perfusi miometrium yang kurang (hipotensi akibat
perdarahan atau anestesi konduksi)
c) Uterus yang terlalu menegang (janin yang besar,
kehamilan multiple, hidramion)
d) Setelah persalinan yang lama
e) Setelah persalinan yang terlalu cepat
f) Setelah persalinan yang dirangsang dengan oksitoksin
dalam jumlah yang besar
g) Paritas tinggi
h) Perdarahan
akibat
atonia
uteri
pada
persalinan
sebelumnya
i) Infeksi uterus
2) Retensi Sisa Plasenta
a) Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta)
b) Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta senturia)
3) Gangguan Koagulasi
85
86
1) Atonia Uteri
2) Retensio plasenta
3) Robekan jumlah lahir
b. Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi
setelah 24 jam pertama setelah persalinan dengan jumlah
perdarahan 500 cc atau lebih. Perdarahan postpartum sekunder
disebabkan oleh:
1) Tertinggalnya sebagian plasenta atau membrannya
2) Perlukaan terluka kembali dan menimbulkan perdarahan
3) Infeksi pada tempat implantasi plasenta
2. Etiologi
Menurut Maryunani A (2013) faktor predisposisi atonia uteri
meliputi beberapa hal berikut:
a. Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau bayi terlalu besar.
b. Kehamilan grande multipara (multiparitas > 5 anak)
c. Kelelahan persalinan lama
d.
sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot
uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab
perdarahan pasca persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perineum (Muhaj, 2009). Diagnosis yang
dapat ditegakkan terhadap perdarahan pasca persalinan ditandai dengan: 1)
Perdarahan banyak yang terus-menerus setelah bayi lahir, 2) Pada perdarahan
melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi, dan
napas cepat, pucat, ekstremitas dingin sampai terjadi syok, 3) Perdarahan
sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan
lahir, 4) Perdarahan setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan sebabnya antara
atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir, 5) Riwayat partus lama,
partus presipitatus, perdarahan antepartum atau penyebab lain (Muhaj, 2009).
Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi
disamping dapat menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan tubuh penderita
berkurang. Perdarahan banyak, kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi
bagian tersebut. Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi, anemia, turunnya
berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan
atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan
metabolisme dengan hipotensi, amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi
(Muhaj, 2009).
89
Pathway
90
3.
91
92
dan disfungsi
hepatik.
Efek
samping
serius
Beberapa
penelitian
tentang
ligasi
arteri
uterina
bifurkasiol
arteri
iliaka,
tempat
ureter
94
operatif
alternatif
untuk
mengatasi
perdarahan
95
operasi
sesar.
Karbetosin
ternyata
lebih
efektif
dari
panggul
dan
diafragma
urogenitalis.
96
97
kedua
lipatan
labia
minor
yang
menyatu,
98
99
100
terbuka
sehingga
(Prawirohardjo, 2008).
102
perdarahan
berhenti
103
interstitial,
isthmus,
ampula,
dan
infundibulum.
ligamentum
latum
melalui
104
bersambungan
dengan
serabut
di
ligamentum
Estrogen
memengaruhi
organ
endokrin
dengan
105
miometrium,
menurunkan
kepekaan
otot
tersebut,
Miometrium
sementara
meningkatkan
potensial
106
akan
menyebabkan
pengurangan
produksi
FSH,
107
mammaria
interna
108
Kelenjar
hipofisis anterior
memiliki pengaruh
estrogen
dan
dapat
diperkirakan.
Pada
masa
pubertas,
terjadi
pembesaran
vaskular,
perubahan-perubahan
pembesaran
kelenjar
khusus
dari
pada
fase
dengan
kemampuan
menghasilkan
air
susu
(Sherwood, 2012).
1) Persiapan payudara untuk laktasi
Di bawah lingkungan hormonal yang terdapat
selama kehamilan, kelenjar mamaria mengembangkan
struktur dan fungsi kelenjar internal yang diperlukan untuk
menghasilkan susu. Payudara yang mampu menghasilkan
susu memiliki anyaman duktus yang semakin kecil yang
bercabang dari puting payudara dan berakhir di lobulus.
Setiap lobulus terdiri dari sekelompok kelenjar mirip
kantung yang dilapisi oleh epitel dan menghasilkan susu
serta dinamai alveolus. Susu dibentuk oleh sel epitel
kemudian disekresikan ke dalam lumen alveolus, lalu
dialirkan oleh duktus pengumpul susu yang membawa
susu ke permukaan puting payudara (Sherwood, 2012).
Selama kehamilan, estrogen kadar tinggi mendorong
perkembangan
ekstensif
duktus,
sementara
tinggi
111
(2)
oksitosin,
yang
menyebabkan
ejeksi
hipofisis
anterior
dikontol
oleh
dua
sekresi
dan
disimpan
(Sherwood, 2012).
Sepanjang kehidupan
memiliki
pengaruh
113
di
hipofisis
seoarang
dominan,
posterior
wanita,
sehingga
PIH
konsentrasi
untuk
mendorong
sekresi
susu
untuk
114
Koleksi
antibodi
IgA
yang
115
Laktoferin
adalah
konstituen
ASI
yang
yang
dibuthkan
perkembangbiakan
patogen-patogen
(Sherwood, 2012).
Faktor bifidus pada ASI,
laktoferin,
berbeda
mendorong
mikroorganisme
untuk
ini
dari
multiplikasi
nonpatogen
Lactobacillus
bakteri
yang
berpotensi
dalam
ASI
diketahui
yang
mempercepat
penyakit
melalui
beragam
cara
(Sherwood, 2012).
Sebagai studi mengisyaratkan bahwa selain
manfaat ASI selama masa bayi, menyusui juga
dapat mengurangi risiko timbulnya penyakit
tertentu
pada
kehidupan
selanjutnya.
I,
dan
kanker
misalnya
limfoma
(Sherwood, 2012).
Bayi yang mendapat susu formula yang tebuat
dari susu sapi atau bahan lain tidak memiliki
116
dan
karenanya
memperlihatkan
involusi
uterus.
Selain
itu,
ovulasi,
kehamilan
berikutnya
kontrasepsi
yang
menurunkan
(meskipun
handal).
kemungkinan
bukan
cara
Mekanisme
ini
lenyap.
Juga,
karena
tidak
terjadi
117
kehamilan
adalah
mata
rantai
yang
penyatuan
dari
118
rahim.
Kepala fleksi, dimana dagu menempel pada dada.
Lengan bersilang didepan dada.
Kaki melipat pada paha, dan lutut rapat pada badan.
Kepala janin berada di atas panggul.
Kelainan dalam sikap dijumpai bentuk diantaranya
119
Denominator
Ubun-ubun kecil
Ubun-ubun besar
Os mandibularis Os
Sacrum
Os scapula dan arah
penutup ketiak
6. Persalinan Normal
a. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin
dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar
kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan
bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir
dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan,
disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari
tubuh ibu (Yanti, 2010).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis
yang
normal.
Persalinan
merupakan
proses
pergerakan
120
121
rangsangan
oksitosin,
rangsangan
seperti
umur
mengalami
penurunan
terhadap
oksitosin.
c) Akibatnya, otot rahim berkontraksi setelah tercapai
tingkat penurunan progesterone tertentu.
3) Teori Oksitosin Internal
a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisi pars
posterior.
b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone
dapat mengubah sensitivitas otot rahim sehingga
sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
123
kehamilan
menyebabkan
oksitosin
prostaglandin
saat
hamil
dapat
sehingga kadar
124
Kategori
Cepat
Primipara
<12 jam
Multipara
<8 jam
2.
Normal
12-14 jam
8-10 jam
3.
Lambat
>14 jam
>10 jam
f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan
menurut Asrinah, 2010 diantaranya sebagai berikut:
1) Power (Tenaga atau Kekuatan), power adalah tenaga atau
kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan tersebut
meliputi his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma
dan aksi dari ligamen, dengan kerjasama yang baik dan
sempurna dan tenaga mengejan. His adalah gelombang
kontraksi ritmik otot polos dinding uterus yang dimulai
dari daerah fundus uteri pada daerah di mana tuba falopii
memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut
didapat dari pacemaker yang terdapat di dinding uterus
daerah tersebut. His (kontraksi ritmis otot polos uterus),
kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi
metabolik ibu. Resultante efek gaya kontraksi tersebut
dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris
yaitu daerah kanalis servikalis (jalan lahir) yang
membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
a) His dapat terjadi sebagai akibat dari :
Kerja hormon oksitosin
Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi
Rangsangan
terhadap
pleksus
saraf
Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
b) His dikatakan baik dan ideal apabila :
Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
125
periode kontraksi
Terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap
sesudah his
mendatar
(cervical
effacement).
Ostium
uteri
rangsang nyeri.
(3) Keadaan mental pasien (pasien bersalin sering
ketakutan, cemas atau anxietas, atau eksitasi).
(4) Prostaglandin meningkat sebagai respons
terhadap stress
b) Hal yang penting dinilai mengenai His adalah :
(a) Amplitudo : intensitas kontraksi otot polos,
bagian pertama peningkatan agak cepat,
bagian kedua penurunan agak lambat.
(b) Frekuensi : jumlah his dalam waktu tertentu
(biasanya per 10 menit).
(c) Satuan his : unit Montevide (intensitas tekanan
atau mmHg terhadap frekuensi).
2) Passanger (Janin)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan
adalah faktor janin, yang meliputi sikap janin, letak janin,
presentasi janin, bagian terbawah, dan posisi janin.
a) Sikap (Habitus)
126
janin,
biasanya
terhadap
tulang
127
pesan
tersebut
dan
kemudian
segera
dan
durasi
yang
cukup
untuk
memungkinkan
kepala
janin
lewat
128
secara
perlahan-lahan
atau
istirahat
mengeluarkan
sebentar,
anggota
badan
129
his
mulai
bayi
lagi
secara
untuk
lengkap
Penanganan kala II :
a) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu
dengan cara : mendampingi ibu agar merasa
nyaman, menawarkan minum, mengipasi, dan
memijat ibu.
b) Menjaga kebersihan diri meliputi : ibu tetap dijaga
kebersihan agar terhindar dari infeksi, jika ada darah
lendir atau cairan ketuban segera dibersihkan.
c) Mengipasi
dan
masase
untuk
menambah
kenyamanan bagi ibu.
d) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi
kecemasan atau ketakutan ibu dengan cara : menjaga
privasi ibu, penjelasan tentang prosedur dan
kemajuan persalinan, penjelasan tentang prosedur
yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu.
e) Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan
dapat dipilih posisi berikut : posisi jongkok.,
menungging, tidur miring, setengah duduk,
f) Menjaga kandung kemih tetap kosong,
g)
ibu
memerlukan
pertolongan,
misalnya
ibu
ibu
agar
tetap
senang,
130
c)
korpus.
Lakukan
secara
hati-hati
untuk
implantasinya.
Setelah plasenta terlepas, anjurkan ibu untuk
meneran sehingga plasenta akan terdorong ke
introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat ke arah
empat
persalinan
di
halaman
belakang
133
rotasi,
yang
disebut
putaran
paksi
luar
(Wiknjosastro H, 2005).
Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum
putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan gerakan kepala
dengan punggung anak. Bahu melintasi pintu atas panggul
dalam keadaan miring. Selanjutnya dilahirkan bahu depan
terlebih dahulu baru kemudain bahu belakang. Demikian pula
dilahirkan prokanter depan baru kemudian prokanter belakang.
Kemudian bayi lahir seluruhnya. Apabila bayi telah lahir, segera
134
dengan
janin
oleh
135
umbilical
cord
(tali
rahim).
neonatus
dalam
136
keadaan
stress
dan
hipoksia.
kekeruhan
dapat
dilakukan
secara
visual
bebas
dan
perkembangan musculoskeletal.
2) Memelihara janin dalam lingkungan suhu yang relatif
stabil, yang meliputi janin sehingga melindungi janin dari
kehilangan panas.
3) Memungkinkan perkembangan paru janin.
4) Sebagai bantalan dan melindungi janin. Saat trimester
kedua, janin mampu menghirup cairan ke dalam paru dan
menelannya, sehingga mendorong perkembangan dan
pertumbuhan normal sistem paru dan pencernaan. Janin
bergerak
bebas
dalam
AK
sehingga
membantu
139
penelitian
guna
menurunkan
angka
kematian
perinatal
pemeriksaan
140
spektrofotometri
dan
meconium
dan
abrapsio
141
plasenta
solusio
plasenta
kehamilan
ganda,
hidramnion
dan
molahidatidosa.
2) Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya
kehamilan.
3) Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan ibu dengan
kematian janin alam uterus.
4) Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilankehamilan berikutnya.
5) Sebab timbul hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan
koma.
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab
preeklampsia ialah iskemia plasenta. Faktor risiko preeklampsia
antara lain sebagai berikut:
a) Primigravida, terutama primigravida tua dan primigravida
muda.
b) Kelompok sosial ekonomi rendah.
c) Hipertensi esensial.
d) Penyakit ginjal kronis.
142
e)
f)
g)
h)
i)
Diabetes mellitus.
Multipara
Polihidramnion.
Obesitas
Riwayat preeclampsia pada kehamilan yang lalu dalam
keluarga.
c. Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeclampsia yaitu
hipertensi dan proteinuria yang biasanya idak disadari oleh
wanita hamil. Penyebab dari kedua masalahdiatas adalah
sebagai berrikut:
1) Tekanan Darah
Peningkatan
tekanan
darah
merupakan
tanda
kemungkinan
terjadinya
preeclampsia
harus
hanya
1) Nyeri Kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan sering
terjadi pada kasus-kasus yang berat. Nyeri kepala sering
terjadi pada daerah frontal dan oksipital, serta tidak
sembuh dengan dengan pemberian analgetik biasa.
2) Nyeri Epigastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan
pada
ringan
tidak
ditemukan
tanda-tanda
subyektif.
d. Klasifikasi
Preeklampsia dibagi dalam dua golongan, yaitu ringan dan
berat. Preeclampsia dikatakan ringan apabila ditemukan tandatanda dibawah ini.
1) Tekanan darah140/90 mmHg atau lebih, atau kenaikan
diastolik 15 mmHg atau lebih, dan kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih.
2) Edema umum, kaki, jari, tangan dan wajah atau kenaikan
BB 1 kg atau lebih perminggu.
3) Proteinuria kuantitatif 0,3 gram atau lebih per-liter,
kualitatif 1 + atau 2 + pada urine keteter / mid stream.
Sedangkan preeclampsia dikatakan berat apabila
ditemukan satu atau lebih tanda-tanda dibawah ini.
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5 gram atau lebih per liter
3) Oliguria jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri
di epigastrium
5) Ada edema paru dan sianosis
e. Komplikasi
Bergantung pada derajat preeklampsia yang dialami.
Namun yang termasuk komplikasi antara lain sebagai berikut:
1) Pada Ibu
a) Eklampsia
144
b)
c)
d)
e)
Solusio Plasenta
Perdarahan subkapsula hepar
Kelainan pembekuan darah (DIC)
Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Agama
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Hubungan dengan klien
:
Alamat
:
b. Keluhan Utama
Untuk mengetahui penyebab klien tersebut dibawa ke tempat
pelayanan kesehatan. Alasan ibu dengan perdarahan karena
atonia uteri adalah rasa takut pengeluaran darah yang banyak
dari jalan lahirnya (Muslihatun et al, 2009).
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa
nifas dan bayinya (Ambarwati, 2009).
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Dapat terjadi pada wanita yang memiliki riwayat penyakit
PMS (Penyakit Menular Seksual) dan DM, TBC, jantung,
ginjal, hipertensi (Ambarwati, 2009).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui kemungkinan
adanya
pengaruh
146
Setelah
ovulasi
terjadi
korpus
rubrum
glikogen
dan
lemak
yang
berfungsi
spasme
dan
iskemia
lapisan
endometrium.
147
8) Riwayat Perkawinan
a) Status perkawinan
Kaji
status
perkawinan
cenderung
pasangan
tempat
melahirkan,
persalinan,penolong,
jenis
persalinan,
tali
pusat,
kelainan
plasenta,
perineum
(Ambarwati,
2009).
Pada
ibu
nifas
148
apakah
ibu
mempunyai
kebiasaan
merokok
(Ambarwati, 2009).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum
Bagaimana keadaan umum penderita, keadaan gizi,
kelainan bentuk badan, kesadaran (Sulistyawati, 2014).
2) Tinggi Badan
149
ibu.batas
dini
adanya
gangguan
pupil,
150
Telinga
Kebersihan, Gangguan pendengaran, Terlihat massa,
Bentuk,
kesimetrisan,
tes
pendengaran,
kurang
cuping
hidung,
polip
hidung
(hidung
pada
intravaskular
penekanan
ekstermitas
keruang
dengan
jari
akibat
perpindahan
intrertisial.
atau
ketika
jempol
cairan
dilakukan
menyebabkan
d. Sistem Muskuloskeletal
1 Postur
Mekanik tubuh dan perubahan postur bisa terjadi selama
kehamilan. keadaan ini mengakibatkan regangan pada otot
2
2014).
Pengukuran Pelvis
Tulang pelviks diperiksa pada awal kehamilan untuk
menentukan diameternya yang berguna untuk persalinan
152
akibat
efek
peningkatan
estrogen
yang
153
(Sulistyawati, 2014).
Keton
Keton ditemukan dalam urine setelah melakukan aktivitas
yang berat atau pemasukan cairan dan makanan yang tidak
(Sulistyawati, 2014).
j. Sistem Reproduksi
1 Ukuran payudara, kesimetrisan, kondisi puting dan
pengeluaran kolostrum perlu dicatat
Bentuk simetris/tidak, Hiperpigmentasi areola, Kondisi
puting susu: masuk ke dalam/tidak, kebersihan, Teraba
keras, lunak dan benjolan, Pengeluaran kolostrum, teraba
keras, lunak dan benjolan, perubahan warna, parut, massa,
nyeri,
cekungan,
sekresi
putting
susu,
perubahan
154
anda
untuk
melihat
kemudian
tekan
adanya
cairan
155
156
G. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan Ibu
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis: perdarahan
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoksia
4. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemik
5. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebal berhubungan
cardiac output menurun
6. Ansietas berhubungan dengan perdarahan
7. Kekurangan voulume cairan berhubungan dengan kehilangan
vaskuler yang berlebih
8. Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma robekan perineum
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
10. Resiko Anemia berhubungan dengan perdarahan
11. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis: mual muntah
12. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi postpartum:
atonia uteri
13. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fatigue
14. Defisit perawatan diri behubungan dengan toileting
b. Diagnosa Janin/Bayi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispneu
2. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan usia
ibu >35 tahun
3. Resiko injury berhubungan dengan usia ibu >35 tahun
4. Hipotermi berhubungan dengan kehilangan panas melalui kulit
5. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan BBLR
157
J. Diagnosa
keperawatan
P. Q.
Nyeri
1 berhubungan
agen
cidera
perdarahan
K. Tujuan
L. (NOC)
R. Setelah
dilakukan
dengan
asuhan
keperawatan 1
biologis:
selama
3X24
jam,
Dengan
Kriteria Hasil:
nyeri
kepada
kesehatan
profesional
S. Menggunakan
M. Intervensi
N. (NIC)
O. Rasional
T. Pain Management
X. Pain Management
W.
5
Kolaborasi
pemberian
Z.
4. Memberikan
pada
158
pengetahuan
AB.
AC.
Ketidakefektifan
2 pola nafas berhubungan
dengan nyeri
AD.
AE.
analgesik
AG.
Respiratory
Setelah
dilakukan
keperawatan
tindakan
Monitoring
AK.
Respiratory
Monitoring
3x24 jam.
AL.
Airway management :
AM.
AH. Airway management
efektif dengan kriteria
AN. Airway management
1. Monitor status pernapasan dan
1. Untuk
mengetahui
terjadinya
hasil :
oksigen klien
dispnea
1. Respirasi dalam batas 2. Auskultasi bunyi napas
2. Untuk mengetahui bunyi nafas
AI.
normal
(RR:
16-24
3. Posisikan klien semifowler
tambahan seperti wheezing
x/mnt)
4. Berikan
oksigen
sesuai 3. Mengurangi terjadinya dispnea
2. Dypsneu hilang
4. Pemberian
oksigen
dapat
kebutuhan klien
AJ.
membantu mengurangi terjadinya
5. Anjurkan klien melakukan
dispnea
pernafasan dalam.
5. Teknik
nafas
dalam
dapat
AQ.
AR.
Ketidakefektifan
3 pola nafas berhubungan
dengan trauma
AT.Setelah
dilakukan
AV.Respiratory Monitoring
159
mengurangi sesak
AO.
AP.
AX.
Respiratory
Monitoring
1. Mengetahui perubahan pola napas
AS.
AU.
pola
Diharapkan
Airway management :
AY.
nafas
AW.
AZ.
efektif
Airway
Management
(RR:
16-24
x/mnt)
4. Dypsneu hilang
dispnea
oksigen klien
2. Untuk mengetahui bunyi nafas
2. Auskultasi bunyi napas
3. Posisikan klien semifowler
tambahan seperti wheezing
4. Berikan
oksigen
sesuai 3. Posisi
semiflower
dapat
kebutuhan klien
5. Anjurkan klien
pernafasan dalam.
BE.
BF.
Resiko
4 berhubungan
hipovolemik
syock
dengan
yang
BH.
Setelah
lakukan
asuhan
di
tindakan
keperawatan
darah rendah
syok hipovolemik
BK.
Shock
1. Monitor
syok
160
dalam
dapat
mengurangi sesak
BB.
BC.
BD.
BM. Shock Management
Management
tanda-tanda
nafas
1.
BG.
tanda-tanda
BO.
2.
vital
Diharapkan
mengetahui
dapat
perdarahan-
hipotensi
menit sekali
3. Monitor
perdarahan
seperti
3.
pembalut
yang
dengan
indikasi
4.
yang
kehilangan
memudahkan
akibat
perdarahan
Monitor perdarahan dapat
telah
telah
untuk perdarahan
syok
atau
darah
klien
dan
untuk
zat
yang
hilang
akibat
perdarahan
BP.
5.
Pemberian tranfusi darah
diharapkan dapat mengganti darah
dengan
cepat
sehingga
BR.
BS.
Ketidakefektifan
5 perfusi
jaringan
berhubungan
dengan
BT.
Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan
selama
3X24
di
diharapkan
tandai
dengan
konjungtiva anemis
BV.Cilculatory Management
jam
,
klien
teratasi.
BU.
Dengan
Kriteria Hasil:
dan
keadaan
untuk
fisiologis
menentukan
tindakan selanjutnya.
2. Anemia kan berpengaruh terhadap
BY.
BZ.
sehingga
istirahat.
CA.
1. Pemberian
bertanya
1. Mengetahui
BX.
Cilculatory
Management
klien
kecemasan
CB.
perlu
diberikan
penatalaksanaan lanjutan.
3. Istirahat akan menambah rileks
Kolaborasi
tubuh klien.
darah.
Kolaborasi
CD. CE.
Ansietas
6
berhubungan
dengan
kesehatan
masalah
CF.Setelah
dilakukan
tindakan
CG.
3x24
diharapkan
jam
klien
kecemasan
cemas
CJ.
162
dan
penyebab
cemas
perdarahan
kecemasan
teratasi.
CH.
Dengan
Kriteria Hasil:
klien
CK.
2. Orientasikan pada lingkungan
tersebut
2. Agar lebih
beradaptasi
CL.
bisa
ansietas,
menurunkan
misalnya
nafas dalam
CM.
5. Berikan dorongan pada klien
meningkatkan koping
5. Langkah awal dalam mengatasi
untuk
relaksasi,
perasaan
mengekspresikan
163
dan
ekspresi.
mendorong
CN.
CP.Kolaborasi
terhadap
identifikasi
perasaan
CO.
adalah
situasi
dan
Kolaborasi
CU.
CV.
Kekurangan
7 voulume
cairan
berhubungan
dengan
CX.
Setelah
dilakukan
CY.Fluid Management
DC.
diharapkan
berlebih
CW.
keseimbangan cairan
CZ.
klien 1. TTV
klien
Fluid Monitoring
normal
(TD
120/90
terpenuhi
RR
16-20
x/menit,
60-100
Fluid Management
Fluid Monitoring
1. Mengetahui
adanya
dehidrasi
pemenuhan
terjadinya
kembali
terpenuhi
DH.
Setelah
dilakukan
DJ.Infection Protection
keperawatan
selama
mengalami
(calor,dolor,
rubor,
tumor,
functio lasea)
2. Ajarkan pasien dan keluarga
DK.
Infection Protection
164
DM.
kriteria hasil :
(calor,
DN.
berhubungan
kurangnya
dengan
informasi
DP.
DQ.
4. Mengetahui adanya tanda-tanda
pemberian
obat
antibiotik
DX.
Setelah
segar)
4. Kolaborasi
DI.
DU.
DV. Kurang
9 pengetahuan
rubor,tumor,
functio lasea)
3. Ajarkan pasien dan keluarga
rubor, tumor ).
2. Melakukan
kebersihan
dengan cuci tangan
3. Mempertahankan
dolor,
EA.
Teaching
dilakuakan
asuhan Process
keperawatan
selama 1
Disease
Berikan
penilaian
tentang
Membantu
pasien
dalam
mengalami perasaan
tingkat pengetahuan
klien
asi
DW.
pemahaman
yang
Menyatakan 2
tentang
dengan kriteria
biasa
muncul
2
pada
penyakit
3
Dorong
rasa
165
3
pasien
takut
menyatakan
perasaan
dan
Memberi
dimana
dasar
pengetahuan
pilihan terapi
hasil:
1
Pasien
perhatian
dan
keluarga 4
menyatakan pemahaman
pengalaman klien.
Berikan
pengobatan
EB.
Asupan
nutrisi
ibu 6
informasi
tentang
terhadap
tindakan
menyembuhkan penyakitnya
Untuk mencegah komplikasi di
masa mendatang
terpenuhi
hidup
EG.
Pemompaan asi
diperlukan.
EH.
Dukungan
EC.
EI.
terpenuhi
ED.
EJ.Lactation Counseling
DZ.
EE.
keluarga
yang
mungkin
Lactation
Mengetahui
Counseling
1
Beri
informasi
tentang
memberikan ASI
Monitor kemampuan
bayi
untuk
bagi
ibu
manfaat
dengan
dan
untuk
sesuai
EL. EM.
Resiko
1
Anemia
EN.
keperawatan
dengan
jam
pendarahan
keluarga
Pasien
ASI
(pijatan
3X24 1. Monitor
kemampuan bayi
EV.Bleeding Reducation
tingkat
1
perdarahan
klien
ER.
mampu
2. Kaji tanda-tanda vital seperti
tekanan
dijelaskan
menunjukan
terhindar
darah,
dari
anemia.
tinggi protein
4. Monitor tanda-tanda anemia:
Tampak
lelah,
pengobatan
cukup
akan
pengobatan
dapat
mempermudah
dan
mempercepat
penyambuhan.
EX.
Kolaborasi
syok
Mengetahui keadaan umum dan
tidak
ES.
mengalami
selanjutnya
EW.
Nutrisi
yang
Kriteria Hasil:
ibu
menentukan
Dengan
refill
nadi,
detik
klien 3. Berikan diewit tinggi kalori
dan
>11g/dL
EP.Kapilary
pengeluaran
Reducation
melaksanakan
EO.
dalam
tindakan
berhubungan
akan
cara
payudara, pemompaan
EQ.
Bleeding
Setelah
dilakukan
Diskusikan
Kolaborasi
1.
Pemberian
RL
mengembalikan
Hb
ke
detik
EY. EZ.
Ketidaksei FB. Setelah
dilakukan
1
mbangan nutrisi tindakan keperawatan selama
kurang
EU.
FC.
Monitoring :
terpenuhi.
Dengan
2.
berhubungan
kriteria hasil:
1.
Nutrisi adekuat
dengan gangguan
2.
Intake
makanan
psikologis
adekuat
3.
FA.
3.
Energi adekuat
4.
BB naik
normal.
FI. Nutrisi Monitoring :
Nutrisi
1.
Monitor BB klien
FD.
Monitor
turgor
2.
dan
elastisitas kulit
FE.
3.
Monitor mual & muntah
pada
frekuensi
mual
klien
untuk
FF.
FG.
FJ.Nutrition Management :
FH.
Nutrition
1.
Management :
2.
Iden
1.
klien
Anj
3.
tentang
168
Mengetahui
makanan
yang
yg disukai
3.
Atur
pola makan yang diperlukan
Beri
kan
FL.
FM. Resiko
1 perdarahan berhubungan
dengan
komplikasi
FO.
keperawatan
3x24
jam
kesehatan
tentang
konsumsi
ginseng
untuk
olahan
mengurangi
mual muntah
FP. Bleeding
Setelah
dilakukan
pendidikan
tindakan
Reduction
selama
FR.
Postpartum
Uterus
resiko
1.
Kaji
(postpartum,
menurun
preeklampsi,kehamilan
dengan
kriteria hasil :
1. Perdarahan
2.
vagina
berkurang
3.
2. TTV dalam batas normal
obstetric
terjadinya perdarahan
Reduction
Postpartum Uterus
1.
riwayat
Bleeding
2.
Mengetahui
perkembangan
gamely).
Monitor tanda-tanda vital
3.
post partum
FT.
Mencegah
terjadinya
tiap 15 menit
Beri perawatan perineum 4.
perdarahan
Untuk memenuhi keseimbangan
FQ.
169
cairan elektrolit
ibu
risiko
4.
FU. FV.Hambatan
1
mobilitas
FX.
fisik
Setelah
dilakukan
tindakan
1.
Tentukan
FZ.
kemampuan
1.
Mengetahui
berhubungan
keperawatan
selama
tindakan
dengan
dilakukan
penurunan
kekuatan otot
berkurang.
FW.
Dengan
kiteria hasil:
1.
Mudah
dalam
3.
aktivitas
melakukan
2.
dalam
ahli
3.
merencanakan
sehari-hari (ADL)
Tekanan darah sistolik
dan
dan
diastolik
120/90
4.
mmHg
memonitoring
keluarga
program
mengenai
dan
4.
peran
GG.
Setelah
dilakukan
keoerawatan
tindakan ADLs
3x24 1. Monitor
170
Activity Therapy
apa
saja
oleh
klien
yang
klien
perencanaan
Metode
yang
bisa
sesuai
sesuai
informasi
pada
1.
kemampuan
tindakan-
Mengetahui
kemampuan klien
dengan toileting
melakukan perawatan
mandiri
2.
2. Monitor kebutuhan klien untuk
kriteria hasil
1.
TTV
dalam
2.
normal
Mampu
melakukan
aktifitas
perawatan
mandiri (Toileting)
GH.
batas
sehari-hari
sesuai
yang
kemampuan
yang dimiliki
5. Ajarkan klien atau keluarga
5.
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
171
GK.
GL.
Mengetahui
terpenuhinya kebutuhan
Memberikan
bantuan sesuai kebutuhan
GM.
Memotivasi
klien dalam aktivitas
GN.
GO.
GP.
Membantu
memotivasi klien dan keluarga
GU.
GV.
Tujuan
(NOC)
GW.
GX.
Intervensi
(NIC)
GY.
Rasional
HB.
Setelah
HD.
Respiratory
HH.
Respiratory
dilakukan
berhubungan
tindakan
Monitoring
Monitoring
keperawatan
dengan dispnea
1.
2.
HK.
HL. Resiko
2 keterlambatan
tindakan
perkembangan
keperawatan
selama
172
Bertambah
sehari-hari
(ADL).
2. Tekanan darah sistolik dan
diastolik 120/90 mmHg
enhancement: Infant
5. Identifikasi terhadap resiko
kelurga
HP.
6. Beritahu
cara
Infant
HS.
5. Dapat dijadikan faktor penyebab
keluarga
membesarkan
dengan baik
7. Observasi
tentang
anak
pemeriksaan
pada bayi
6. Membantu kelurga dalam merawat
bayi dengan BBL
HT.
dilakuan
ibu
saat
mengandung bayinya.
HU.
perawatan
8. Mengetahui resiko kehamilan yg
kehamilan berisiko tinggi
mungkin terjadi pada saat klien
HQ.
mengandung
HZ.
Environtment
IA. Environment Management :
klien
8. Obsevasi
HV.
HW. Resiko
injury
3 berhubungan dengan usia
ibu >35 tahun
HX.
HY.
Setelah
dilakukan
asuhan
Management
keperawatan
selama
Community
3x24
injury
:
1.
173
Community
Mengetahui
pengetahuan
tentang
kondisi
kesehatan
Mencegah
terjadinya
untuk
mencegah
ancaman
mengganggu kesehatan
3.
Dorong
keluarga
dalam
2. Klien mampu menjelaskan
3.
cara atau metode untuk
berpartisipasi aktif
mencegah injury atau 4. Kolaborasi
dalam
cedera
mengembangkan
atau
4.
3. Klien mampu menjelaskan
mendukung
program
factor
resiko
dari
kesehatan
lingkungan atau perilaku
personal
injuri
IB.
IC.
Memandirikan keluarga
dalam
meningkatkan
status
Berpartisipasi
dalam
kesehatan
program kesehatan
4. Mampumemodifikasi gaya
hidup untuk mencegah
injury
5. Menggunakan
fasilitas
kesehatan yang ada
ID.IE.
Hipotermi
4 berhubungan
dengan
kehilangan panas melalui
kulit
6. Mampu
perubahan
kesehatan
IG.Setelah
mengenali
status
dilakukan
IH.Temperature Regulation
tindakan keperawatan1.
selama
Monitor
3x24
jam
2.
diharapkan mobilitas
174
TTV1.
Mengetahui
setiap 2 jam
Monitor warna dan2.
perkembangan klien
Mengetahui
IF.
fisik
berkurang.
3.
Dengan kiteria hasil:
1. Mudah
suhu kulit
Instruksikan
dalam
melakukan
aktivitas
4.
sehari-hari (ADL)
2. Tekanan darah sistolik
dan
IJ.
5
IK.Ketidakseimbang
an
mmHg
IL.
Setelah
biologi: BBLR
terpenuhi.
mencegah hipotermi
Menaikan suhu
tubuh
120/90
dilakukan
IM.
Infant
Newborn
Care
Dengan
setelah lahir
2.
2. Monitor TTV bayi
kriteria hasil:
3. Monitor Berat badan bayi baru
1.
Pertumbuhan
dan
3.
lahir
perkembangan
bayi
4. Monitor makanan pertama
sesuai dengan usia bayi
4.
bayi baru lahir
5. Beri informasi yang akurat
5.
tentang
nutrisi
yang
dibutuhkan bayi
175
1.
faktor klien
berhubungan
dengan
diastolik
3.
Melihat
penilaian apgar
IO.
Mengetahui
perkembangan bayi
Mengetahui
berat badan bayi waktu lahir
Mengetahui
nutrisi yang pertama kali diberikan
Mendukung
pemberian nutrisi yang optimal
: Ny. M
IT.Usia
: 39 Th
IU.
Jenis kelamin
: Perempuan
IV.Status perkawinan
IW.
: Kawin
Diagnosa
Perdarahan
Postpartum Primer
IX.
IY.Tgl masuk PONED
(Atonia Uteri)
: 02 Mei 2016
IZ.Tgl pengkajian
: 02 Mei 2016
3. Keluhan Utama
JA.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang (OPQRST)
JB. Klien mengatakan sejak 5 menit yang lalu Ny. M berada
di ruang nifas, merasakan nyeri pada genitalianya dengan skala
3, berbaring ditempat tidur
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
JC. Klien mengatakan pada saat persalinan tekanan darah saya
130/95 mmHg..
c. Riwayat perkawinan
JD. Tidak terkaji
d. Riwayat kebidanan
176
1) Menstruasi
JE.
Tidak terkaji
2) Perimenopause/menopause
JF.
Tidak terkaji
JG.
3) Kontrasepsi
JH.
Tidak Terkaji
Tidak terkaji
Hari
JQ.
Seh
at
Nutrisi
JO.
Saki
t
KE.
KV.
KF.
KW.
KG.
KX.
Jenis Menu
JS.
Frekuensi
177
JT.
Jumlah
JU.
Porsi
KH.
KY.
JV.
Pantangan
Tidak
Tidak
JW.
Waktu
dika
dikaj
JX.
Keluhan
ji
b. Minum
JY.
KI.Tida
Jenis
minuman
JZ.
alkohol)
KA.
KB.
KC.
KD.
(cafein,
Frekuensi
Jumlah
Pantangan
Keluhan
KZ.
Tidak
dika
dikaj
ji
KJ.
LA.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
KK.
LB.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
KL.
LC.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
KM.
LD.
Tida
Tidak
k dikaji
dika
LE.
ji
Tidak
KN.
dikaj
Tidak
dika
LF.
ji
LG.
KO.
Tidak
dikaj
KP.
178
Tidak
LH.
dika
ji
KQ.
LI. Tida
k
dikaj
KR.
Tidak
LJ.Tida
dika
ji
dikaj
KS.
Tidak
dika
ji
KT.
Tidak
dika
ji
KU.
i
LK.
Tidak
dikaj
i
LL.
Tidak
dikaj
i
Tidak
dika
LM.
2.
LN.
Istirahat
ji
LX.
MJ.
LY.
MK.
dan tidur
1. Malam
LO.
LP.
s.d jam
LQ.
tidur
LR.
2. Siang
LS.
LT.
s.d jam
LU.
Jumlah jam
Dari
jam
LZ.
Tidak
Kebiasaan
dika
ji
Keluhan
Jumlah jam
Dari
jam
Kebiasaan
MA.
Tidak
dika
ji
MB.
179
ML.
Tidak
dikaj
i
MM.
Tidak
dikaj
i
tidur
LV.
LW.
Tidak
Keluhan
dika
MN.
Tidak
ji
dikaj
MC.
Tidak
dika
i
MO.
Tidak
ji
dikaj
MD.
ME.
Tida
k dikaji
MF.
Tidak
i
MP.
MQ.
k dikaji
MR.
Tidak
dikaj
dika
ji
MG.
Tidak
MS.
Tidak
dikaj
dika
ji
MH.
Tidak
MT.
Tidak
dikaj
dika
ji
MI.
MV.
3.
MW.
a. BAK
MX.
MY.
MZ.
NA.
NB.
NC.
b. BAB
ND.
NE.
Eliminasi
Frekuensi
Jumlah
Warna
Konsistensi
Bau
Keluhan
Frekuensi
Jumlah
180
Tida
MU.
NK.
OB.
NL.
OC.
NM.
OD.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
NF.
NG.
NH.
NI.
Warna
Bau
Konsistensi
Penggunaka
n pencahar
NJ.
Keluhan
NN.
OE.
Tidak
Tidak
dikaj
ji
NO.
OF.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
NP.Tida
OG.
Tidak
dika
dikaj
ji
NQ.
OH.
Tidak
Tidak
NR.
181
dika
dika
dikaj
ji
Tida
OI.
Tida
k dikaji
k dikaji
NS.
OJ.
NT.
OK.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
NU.
OL.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
NV.
OM.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
NW.
ON.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
NX.
OO.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
NY.
OP.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
NZ.
OA.
Tida
k dikaji
OT.
4.
OU.
Personal
PL.
OQ.
OR.
Tida
k dikaji
OS.
QH.
hygiene
1. Mandi
OV.
OW.
OX.
PM.
Frekuensi
Waktu
Menggunak
an sabun
OY.
Air
digunakan
OZ.
Keluhan
2. Gosok Gigi
PA.
Frekuensi
PB.
Waktu
PC.
Penggunaan
pasta gigi
PD.
Keluhan
c. Mencuci Rambut
PE.
Frekuensi
PF.
Waktu
PG.
Menggunak
an shampoo
182
QJ.
PN.
Tidak
yang
QI.
dika
ji
PO.
Tidak
dika
ji
PP.Tida
Tidak
dikaj
i
QK.
Tidak
dikaj
i
QL.
Tidak
dikaj
dika
ji
QM.
PH.
Air
yang
PQ.
digunakan
PI.
Keluhan
d. Berpakaian
PJ.
Frekuensi
Tidak
Tidak
dikaj
dika
ji
ganti baju
PK.
Waktu
PR.
i
QN.
Tidak
Tidak
dikaj
dika
ji
PS.
PT.
Tida
k dikaji
PU.
Tidak
dika
i
QO.
QP.
Tida
k dikaji
QQ.
Tidak
dikaj
i
ji
QR.
PV.Tida
Tidak
dikaj
dika
ji
PW.
Tidak
dika
ji
QS.
Tidak
dikaj
i
QT.
PX.
QU.
PY.Tida
k
dikaj
dika
ji
PZ.
Tidak
dika
ji
183
Tidak
QV.
Tidak
dikaj
i
QW.
QA.
Tidak
Tidak
dikaj
dika
ji
i
QX.
QB.
QY.
QC.
Tidak
Tidak
dikaj
dika
QD.
ji
QZ.
Tida
k dikaji
k dikaji
Tida
RA.
QE.
RB.
QF.
Tidak
dika
ji
QG.
Tidak
dika
RD.
5.
RE.
Mobilitas,
aktivitas
rekreasi :
Tidak
dikaj
i
RC.
Tidak
dikaj
i
ji
RN.
RX.
RO.
RY.
RP.Tida
RZ.
dan
RF.Jenis Aktifitas
RG.
Waktu
aktivitas
RH.
Jenis
olahraga
Tidak
dika
dikaj
ji
RQ.
SA.
RJ.Jenis rekreasi
Tidak
Tidak
RK.
Waktu
184
dika
dikaj
Rekreasi
ji
RL.
Kesulitan
RR.
SB.Tida
RM.
Penggunaan
Tidak
alat bantu
dika
dikaj
ji
RS.
SC.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
RT.
SD.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
RU.
SE.Tida
Tidak
RV.
dika
dikaj
ji
Tida
k dikaji
SF.
Tida
k dikaji
RW.
SG.
Tidak
Tidak
dika
dikaj
ji
SH.
8) Pola persepsi kesehatan
: Tidak Terkaji
: Tidak Terkaji
: Tidak Terkaji
: Tidak Terkaji
: Tidak Terkaji
13) Lingkungan
: Tidak Terkaji
185
SI.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kondisi umum
1) Ibu
SJ.
Tekanan darah
: 130/95 mmHg
Nadi
: 89x/menit
Respirasi
: 24x/menit
Suhu
: 360C
Tekanan darah
: 130/95 mmHg
Nadi
: 89x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu
: 36,30C
2) Bayi
SU.
186
: (Tidak terkaji)
d. Kepala
: (Tidak terkaji)
e. Mata
: (Konjungtiva anemis)
f. Telinga
: (Tidak terkaji)
: (Tidak terjaji)
i. Leher
: (Tidak terkaji)
j. Kelenjar limfe
: (Tidak terkaji)
k. Payudara
SW. Areola kedua payudara berwarna cokelat kehitaman gelap
dan datar, kedua payudara menegang namun tidak ada sekresi,
IMD telah dilakukan namun tidak ada ASI.
l. Paru-paru
m. Kardiovaskuler
SX. Denyut jantung ireguler, bunyi jantung lub dup tanpa bunyi
tambahan.
n. Abdomen
SY. Abdomen lunak dan datar, 4 jari pemeriksa masuk pada
diatasis rektus abdominis, terdapat striae di bagain bawah
abdomen yang berwarna abu-abu kehitaman.
o. Genitalia dan saluran kemih
187
: Anus utuh
: Tidak terkaji
s. Genitalia
TA. Robekan perineum 3 cm x 1 cm x 1cm tak beraturan
t. Pemeriksaan pada bayi
TB. Kondisi bayi : Posisis bayi :
TC. Presentasi ubun-ubun kecil, punggung kanan, tali pusat
berjumlah 2 buah dengan panjang 51 cm dan setiap tali pusat
terdapat 2 arteri serta 1 vena, plasenta utuh dengan berat 450
gram.
TD.
B. Pemeriksaan Penunjang
TE.
Tidak terkaji
TF.
C. Informasi Tambahan
TG.
Tidak terkaji
TH.
188
D. Analisa Data
1. Analisa Data Ibu
E.
N
F. Data-data
I. J.
DS :
K.
Klien
1
merasankan
G. Etiologi
H. Masalah keperawatan
dengan jarak kelahiran pendek, kontrasepsi, terlalu dengan agen injury biologis :
pada
x/menit, RR 24 x/menit,
T.
V.
W. Pembuluh darah tak mampu berkontraksi
X.
Y. pembuluh darah tetap terbuka
189
perdarahan
Z.
AA.
Ibu
AB.
AC.
AD.
AE.
AF.
Robekan perineum
AG.
Impuls ke otak
AH.
AI. Persepsi nyeri
AJ.
AM. AN.
2
DS :
multipara
AP.
kontrasepsi, terlalu lama, emboli air terjun, post partum : atonia uteri
BL.
kehamilan ganda
DO :
AR.
AT.
AU.
0,9% 20 tetes/menit RL 16
AV.
tetes/menit.
AW.
Tampak
jarak
kelahiran
perdarahan
AO.
AQ.
dengan
Resiko
Antonia uteri
Kegagalan miometrium untuk berkontraksi
190
pembalut
berisi
darah
AX.
berwarna
merah
segar
AZ.
BA.
dipakainya.
BB.
BM.
BN. DS :
BO. Klien
megatakan
3
mengeluh pusing, denyut ireguler,
membran
konjungtiva
mukosa
anemis,
kering,
berkeringat
BC.
BD.
BE.
BF.
BG.
BH.
Ibu
BI.
BJ. Perdarahan post partum
BS.Usia < 20 & > 35 tahun, paritas tinggi multipara CN.
Ketidakefektifan perfusi
Antonia uteri
BV.
BW.
BX.
191
BY.
99x/menit, RR 24 x/menit,
lembek
BZ.
CA.
Ibu
CD.
CE.
CF.
CG.
Perdarahan terus-menerus
CH.
CI. Volume darah menurun
CJ.
CK.
CL.
CO.
CP. DS :
CQ. Klien
4
mengeluh pusing,
CM.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
CT.Usia < 20 & > 35 tahun, paritas tinggi multipara DO.
mengatakan
nyeri
Ansietas
pada
192
berhubungan
genetalianya
dengan
skala
3,
CU.
CV.
CW.
CX.
3cmx1cmx1cm.
CY.
CZ.
Uterus dalam keadaan relaksasi, melebur,
lembek
DA.
DB.
Antonia uteri
Ibu
DE.
DF.Perdarahan post partum
DG.
DH.
Psikologi
DI.
DJ. Trauma
DK.
193
DL.
Takut
DM.
DN.
Ansietas
DP.
DQ.
194
DS.
Data-data
DT.
Masalah
Etiologi
keperawatan
DV. DW.
1
DS :
EA.
DX.
DY.
DO :
DZ.
Terpasang O2 kanul
binasal liter/menit
EC.
Antonia uteri
ED.
195
FH.
Ketidakefektifan
EK.
EL.
EM.
Janin/ bayi
EN.
EO.
EQ.
EW.
FD.
FE.
FF.
FI.
FJ. DS :
FK.
FO.
FL.
Anak
1970gr
FM.
DO :
A
mememiliki
FG.
Usia < 20 & > 35 tahun, paritas tinggi
keterlambatan
perkembangan
kehamilan ganda
FP.
= 4 dan menit ke 5 = 8
Anak B memiliki BB 2070gr
FN.
APGAR : menit ke 1
FQ.
Antonia uteri
FR.
= 4 dan meit ke 5 = 6
FU.
FW.
Resiko
APGAR : menit ke 1
GL.
197
FZ.
GA.
Janin/ bayi
GB.
GC.
GE.
BBLR
GH.
GI. Usia ibu >35 tahun
GJ.
GK.
GM.
GN.
198
dengan
agen
injury
biologis:
perdarahan.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi postpartum:
atonia uteri.
7. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
cardiac output menurun.
8. Ansietas berhubungan dengan perdarahan
GP.
2. Diagnosa Keperawatan Pada Janin/ Bayi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispnea
b. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan usia
ibu > 35 tahun
GQ.
GR.
199
injury
perdarahan.
GV.
GW.
akut HC.
Tujuan
(NOC)
Setelah
GX.
GY.
dilakukan
dengan
kriteria
hasil :
1. Klien mengatakan nyeri
hilang
2. Tingkat
nyeri
teratur
3. Mengurangi
kecemasan
4. Memberitahu
secara
Intervensi
(NIC)
GZ.
10. Mengetahui
HE.
HF.
11. Kaji skala nyeri pada klien
dirasakan
ibu,
perawat
dapat
HK.
200
klien
HJ.
pada
selama persalinan
11. tingkatan nyeri
HH.
nyeri
5. Tanda-tanda vital normal
yg
HG.
manjemen
tanda-tanda
HI.
tingkat
Rasional
peningkatan
tidur
36,5.
HD.
HL.
15. Gunakan
terapi
musik
nyeri
pada klien
HR.
HS.
18. Kolaborasi dengan keluarga
tentang kenyamanan
HZ. Bleeding
keperawatan
3x24
jam
tindakan
reduction
selama
resiko
perawat
dalam
5. Kaji
riwayat
klien
HT.
HU.
HV.
IB. Bleeding
Postpartum
Uterus
201
relaksasi
17. Dengan adanya keluarga dapat
pada klien
18. Membantu tingkat kenyamanan
HQ.
dilakukan
dan
HP.
Setelah
ditraksi
17. Ajarkan
HY.
teknik
membantu
HO.
klien
HN.
HW.
HX. Resiko
2 perdarahan berhubungan
reduction
Postpartum Uterus
1. Mengetahui adanya kemungkinan
obstetric
terjadinya perdarahan
menurun
dengan
kriteria hasil:
3. Perdarahan
vagina
berkurang
4. TTV dalam batas normal
(TD : 120/80 mmHg, Nadi
(postpartum,
preeklampsi,
kehamilan gamely)
6. Monitor tanda-tanda
vital
tiap 15 menit
7. Beri perawatan perineum
IA.
IC.
2. Mengetahui
perkembangan
post partum
3. Mencegah
terjadinya
ibu
risiko
perdarahan
4. U ntuk memenuhi keseimbangan
cairan elektrolit
ID.IE.
Ketidakefektifan
3 perfusi jaringan serebral tindakan keperawatan selama
berhubungan
dengan 3x24
jam,
diharapkan
perfusi
jaringan
dengan:
1. Denyut
teratasi
dengan
2.
3.
4.
ireguler
Membran
serebral
jantung
kriteria hasil :
1. Denyut jantung reguler
mukosa 2. Membran
mukosa
kering
Konjungtiva anemis
Berkeringat seluruh
tubuh
lembab
3. Berkeringat hilang
4. Akral teraba hangat
5. Tanda-tanda vital normal
5. Mengetahui
tanda-tanda
yg
IG.
IH.
selama persalinan
6. Untuk mengurangi perdarahan
6. Tindakan
pencegahan
yang
perdarahan
pengendalian
infeksi
IJ.
IK.
8. Tindakan pencegahan kejang
202
yang
sudah
II.
7. Observasi
berlebihan
terjadinya
5.
6.
Akral dingin
Tekanan darah 90/70
mmHg,
nadi
99
kali/menit,
RR
24x/menit,
suhu
IL.
IM.
IN.
IO.Intracranial
36,5.
360C
Pressure
IV.
Monitoring:
4. Mengetahui
4. Identifikasi risiko
risiko
yang
akan
IP.
mengurangi
IQ.
risiko
IR.
5. Beritahu
Pressure
tentang
proses
penyakit
IS.
6. Berikan perawatan embolus
perifer pada klien
yang
klien
lebih
untuk
lebih
komplek
tentang
IW.IX.
Ansietas
IY.
Setelah
dilakukan
JA.Anxiety Reduction:
4 berhubungan
dengan tindakan keperawatan selama 6. Kaji tingkat dan penyebab 6. Dapat mengetahui tingkat cemas
perdarahan
kecemasan
JB.
203
kriteria hasil :
7. Orientasikan pada lingkungan
lingkungan yang baru sehingga
1. Tanda-tanda vital normal
dengan penjelasan sederhana
klien lebih rileks
(TD : 120/80 mmHg,
JC.
8. Keterlibatan akan memfokuskan
8. Libatkan klien/orang terdekat
Nadi : 60-100 x/menit,
perhatian klien dan arti positif dan
dalam rencana perawatan dan
RR 16-24 x/menit, Suhu
memberikan rasa terkontrol
dorong partisipasi maksimum
JI.
36,5.
9. Memberikan arti menghilang
2. Tingkat
kecemasan
pada rencana
9. Anjurkan
klien
untuk
respon
ansietas,
menurunkan
terkontrol
melakukan tekhnik relaksasi
perhatian, meningkatakan relaksasi
IZ.
misalnya nafas dalam
dan meningkatkan koping
JD.
10. Langkah awal dalam mengatasi
10. Berikan dorongan pada klien
perasaan
adalah
terhadap
untuk
mengekspresikan
identitifikasi
dan
ekspresi.
perasaan
Mendorong
situasi
dan
JE.
kemampuan diri untuk mengatasi.
JF.
JJ. Kolaborasi :
JG.Kolaborasi:
2. Untuk menangani ansietas dan
2. Berikan sedatif sesuai indikasi
meningkatkan aktifitas
dan awasi efek merugikan
JK.
2. Janin/Bayi
204
JL.
N
JM.
Diagnosa
keperawatan
JN.Tujuan
JO.
(NOC)
JP. Intervensi
JQ.
(NIC)
205
JR.Rasional
JS.
1
JT. Ketidakefektifan
pola
nafas
JV. Setelah
dilakukan
JW.
tindakan keperawatan
Mangement :
Airway Mangement :
selama
dengan dyspneu
JX.
persalinan selesai
JY.
KD.
hasil :
JZ.
KE.
1. Tanda-tanda
vital
KA.
KG.
Resiko
3. Berikan
120-130 x/menit, RR :
binasal
4. Observasi
Astma
terapi
pada
bayi
proses
Astma Management:
3. Membantu
oksigen
saat
bayi
dalam
awal
pemberian obat
nasal
KB.
36,60C.
2. Dyspneu hilang.
KH.
Setelah
tumbuh kembang
dilakukan
berhubungan
keperawatan
>35 tahun
ada
Management :
KF.
2
KC.
berhubungan
JU.
3x24
Airway
tindakan
selama
dengan
5. Membantu
kriteria hasil :
206
mengurangi
resiko
Development
Enhancement: Infant :
1. Sesuai
umur
pertumbuhan
2. Dapat
mengendalikan
kelurga
10. Beritahu
kecemasan
3. Dapat
mengendalikan
cara
depresi
4. Adaptasi
membesarkan
dengan baik
11. Observasi
terhadap
keterbatsan fisik.
tentang
pada bayi
anak 10. Membantu kelurga dalam merawat
yang
mengandung Bayinya.
klien
12. Obsevasi
perawatan
saat
KN.
207
ibu
KM.
dilakuan
KO. Kesenjangan
KP.
hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya
bayi. Namun menurut Doengoes, perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan (Mitayani, 2009).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi segera setelah
persalinan melebihi 500 cc yang dibagi menjadi bentuk perdarahan primer
dan sekunder (Manuaba, 2007). Dengan pengurangan kuantitatif, ternyata
batasan tersebut tidak terlalu tepat, karena terbukti bahwa darah yang keluar
pada persalinan pervagina umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan
salah satu penyebab mortalitas pada ibu (Mitayani, 2009). Pada kasus, data
persalinan dari buku kesehatan pasien didapatkan jumlah darah 450 cc,
sedangkan menurut (Mitayani, 2009) perdarahan postpartum adalah
kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan bayi.
KQ.
208
KS.
BAB IV
KT.
PENUTUP
KU.
A. Kesimpulan
KV.
hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya
bayi. Namun menurut Doengoes, perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan (Mitayani, 2009). Atonia
uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya tonus atau kontraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang
terjadi dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir
(Maryunani A et al, 2013).
KW.
209
arteri serta 1 vena, plasenta utuh dengan berat 450 gram. Anak A memiliki
BBL 1950 gr dan PB bayi 47 cm Anak B memilik BBL 2070 gr, PB bayi 45
cm.
KY.
dengan
komplikasi
postpartum:
atonia
uteri,
3)
Primer (Atonia Uteri) pada sistem reproduksi. Saran kami sebagai penulis,
kepada mahasiswa keperawatan dan pembaca agar terus memperluas
pengetahuan tentang Perdarahan Post Partum Primer (Atonia Uteri) dengan
mencari referensi lain baik dari jurnal penelitian maupun buku terbaru.
Diharapkan
dari
referensi-referensi
tersebut
dapat
menjadi
bahan
210