Anda di halaman 1dari 15

DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)

1. LATAR BELAKANG
Penyakit DHF hampir ditemukan diseluruh lapisan dunia, baik di
negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun
epidemik. Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa DHF menyerang
kelompok balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun serta tidak ditemukan
perbedaan signifikan dalam hal kerentanan terhadap serangan dengue antar
gender. Penularan penyakit DHF antar manusia terutama berlangsung melalui
vektor nyamuk Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan
mortalitasnya, DHF di sebut sebagai the mosquito transmitted disease.
Demam berdarah dengue yang disebabkan oleh virus dengue yang
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Demam
berdarah dengue merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus
yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan aedes albopictus betina yang
umumnya menyerang pada musim hujan dan musim panas. Virus itu
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem
pembekuan

darah

sehingga

mengakibatkan

perdarahan-perdarahan.

Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan
DBD dengue. Infeksi virus dengue terus mengalami peningkatan prevalensi
(Oktri, 2008).
Setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 50 juta-10 juta demam
dengue di dunia. Penyakit infeksi virus dengue banyak menyerang kelompok
umur 5-9 tahun, 10-15 tahun dan 15-44 tahun. Hasil-hasil penelitian para
peneliti menunjukkan adanya hubungan perubahan iklim, kelembapan,
kepadatan larva aedes aegypti, perilaku bersih dan sehat belum terwujud dan
lingkungan hidup yang belum memadai dengan kejadia luar biasa penyakit
DBD.
2. PENGERTIAN
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer,


Triyanti, Savitri, Wardhani & Setiowulan, 2004).
3. ETIOLOGI
a. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe
yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4, keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara
serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nanometer, dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan, baik yang berasal dari sel sel mamalia
misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus.
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu

nyamuk

aedes

aegypti,

nyamuk

aedes

albopictus,

aedes

polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang


berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya. Nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari

c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya
atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya. Jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta (Oktri, 2008).
4. PATOFISIOLOGI
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatnya

permeabilitas

dinding

kapiler

yang

mengakibatkan

terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal pertama yang


terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit
(petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali)
dan pembesaran limpa (splenomegali).
Peningkatan

permeabilitas

dinding

kapiler

mengakibatkan

berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan


hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan
adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi
penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Adanya kebocoran
plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan
pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit

menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan


intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan
cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila
tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF
menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan
gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda
perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran
pencernaan dan jaringan adrenal.

5. TANDA GEJALA
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF
dengan masa inkubasi antara 13 15 hari, tetapi rata-rata 5 8 hari. Gejala
klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan
tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan.
Ruam berikutnya mulai antara hari ke 3 hari ke 6, mula mula
berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta
kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat
pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat suhu
turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekasbekasnya kadang terasa gatal.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia,
purpura, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi, epistaksis,
hematuri dan perdarahan konjungtiva. Selain itu, dapat terjadi syok yang
dikenal dengan DSS, disebabkan oleh karena: perdarahan dan kebocoran
plasma di daerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak, biasanya
dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan
tanda: menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan

lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan
tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
Hepatomegali : biasanya dijumpai pada awal penyakit, pembesaran
hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, nyeri tekan pada daerah ulu
hati tanpa diikuti dengan icterus dan pembesaran ini diduga berkaitan
dengan strain serotipe virus dengue
Trombositopeni: jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang
biasanya terjadi pada hari ke 3 sampai ke 7.
Hemokonsentrasi : meningkatnya nilai hematokrit merupakan
indikator kemungkinan terjadinya syok.
Gejala-gejala lain :

Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi


serta kejang.

Penurunan kesadaran (Prasetyono, 2012).

Derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut:


a. Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai
dengan gejala klinis lain dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji
turniket positif.
b. Derajat II (sedang), ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi
perdarahan lain.
c. Derajat III, ditemukan tanda-tanda dini renjatan.
d. Derajat IV, terdapat DSS dengan nadi dan tekanan darah yang tak terukur
(Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani & Setiowulan, 2004).
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau simptomatik
berbentuk undiffereintiated fever, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindroma renjatan dengue. Gambaran klasik demam berdarah dengue
ditandai oleh 4 gejala utama yaitu: demam tinggi, manifestasi perdarahan,
hepatomegali tanpa atau disertai renjatan, dan dua kelainan laboratorium
utama yaitu trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF):
Kriteria klinis :

a. Panas dengan onset yang akut, tinggi dan menetap selama 2-7 hari
b. Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple
leed).
c. Pembesaran hepar.
d. Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah
menurun, akral dingin dan sianosis, dan gelisah.
Kriteria laboratorium:
a. Trombositopenia (kurang atau sama dengan 100.000/ mm3)
b. Hemokonsentrasi : terdapat kenaikan hematokrit lebih atau sama
dengan 20% pada masa akut dibandingkan dengan masa
penyembuhan.
Menurut pedoman tersebut diagnosis klinis demam berdarah
dengue sudah dapat ditegakkan bila ditemukan dua gejala klinis disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit. Bila
ditemukan anemia atau perdarahan hebat, efusi pleura dan atau adanya
hipoalbuminemi, menandakan adanya kebocoran plasma.
Syok dengan hematokrit yang tinggi (kecuali pada penderita
dengan perdarahan berat) dan trombositopenia yang nyata menunjang
diagnosis demam berdarah dengue/ sindrom renjatan dengue (Mansjoer,
Triyanti, Savitri, Wardhani & Setiowulan, 2004)..

7. PATHWAY

8. PENGKAJIAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian
yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode
atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian :
wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi,
konsultasi.
a. Data subyektif
adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau
keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan, yaitu
a) Lemah.
b) Panas atau demam.

c) Sakit kepala.
d) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
e) Nyeri ulu hati.
f) Nyeri pada otot dan sendi.
g) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
h) Konstipasi (sembelit).
b. Data obyektif :
adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas
kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF
antara lain :
a) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
b) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
c) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
d) Hiperemia pada tenggorokan.
e) Nyeri tekan pada epigastrik.
f) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
g) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai:
a) Ig G dengue positif.

b) Trombositopenia
c) Hemoglobin meningkat > 20 %.
d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia,
aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil.
a) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
b) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
c) Waktu perdarahan memanjang.
d) Asidosis metabolik.
e) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b.d agen injury biologi
b. Hipertermia b.d proses penyakit
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan
memasukkan makanan (nausea)
d. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pencegahan dan
pengobatan b.d kurangnya informasi (Herdman, 2015).
10. FOKUS INTERVENSI

N
o
1

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan dan Kriteria


Intervensi
Hasil
(i)NOC :
NIC :
Pain Level,
II. Pain Management
Lakukan pengkajian
Pain control,
nyeri
secara
Comfort level
komprehensif
Kriteria Hasil :
termasuk
lokasi,
Mampu
karakteristik, durasi,
mengontrol nyeri
frekuensi,
kualitas
(tahu penyebab
dan faktor presipitasi
nyeri,
mampu

Observasi
reaksi
menggunakan
nonverbal
dari
tehnik
ketidaknyamanan
nonfarmakologi
teknik
untuk mengurangi Gunakan
komunikasi
nyeri,
mencari
terapeutik
untuk
bantuan)
mengetahui
Melaporkan
pengalaman
nyeri
bahwa
nyeri
pasien
berkurang dengan
Kaji kultur yang
menggunakan
mempengaruhi
manajemen nyeri
respon nyeri
Mampu

Evaluasi pengalaman
mengenali nyeri
nyeri masa lampau
(skala, intensitas,
bersama
frekuensi
dan Evaluasi
tanda nyeri)
pasien
dan
tim
Menyatakan rasa
kesehatan
lain
tentang
nyaman setelah
ketidakefektifan
nyeri berkurang
kontrol nyeri masa
Tanda vital dalam
lampau
rentang normal
Bantu pasien dan
keluarga
untuk
mencari
dan
menemukan
dukungan
Kontrol lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan
nyeri

Hipertermia

NOC :
Thermoregulation
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh dalam
rentang normal
Nadi dan RR
dalam rentang
normal
Tidak ada
perubahan warna
kulit dan tidak
ada pusing

(farmakologi,
non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber
nyeri
untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi
Berikan
analgetik
untuk
mengurangi
nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan
pasien
tentang
manajemen nyeri

NIC :
Fever treatment
Monitor
suhu
sesering mungkin
Monitor IWL
Monitor warna dan
suhu kulit
Monitor
tekanan
darah, nadi dan RR
Monitor penurunan
tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb,
dan Hct
Monitor intake dan
output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan
untuk
mengatasi
penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan
tapid

sponge
Kolaborasipemberian
cairan intravena
Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi
udara
Berikan pengobatan
untuk
mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
Monitor
suhu
minimal tiap 2 jam
Rencanakan
monitoring
suhu
secara kontinyu
Monitor TD, nadi,
dan RR
Monitor warna dan
suhu kulit
Monitor tanda-tanda
hipertermi
dan
hipotermi
Tingkatkan
intake
cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien
cara
mencegah
keletihan
akibat
panas
Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan
efek
negatif
dari
kedinginan
Beritahukan tentang
indikasi
terjadinya
keletihan
dan
penanganan
emergency
yang
diperlukan
Ajarkan indikasi dari

hipotermi
dan
penanganan
yang
diperlukan
Berikan anti piretik
jika perlu
3

Ketidakseimbangan NOC :
nutrisi kurang dari
Nutritional
kebutuhan tubuh
Status : food and
Fluid Intake
Nutritional
Status : nutrient
Intake
Weight control
Kriteria Hasil :
Adanya
peningkatan berat
badan sesuai
dengan tujuan
Berat badan ideal
sesuai dengan
tinggi badan
Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda
tanda malnutrisi
Menunjukkan
peningkatan
fungsi
pengecapan dari
menelan
Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang
berarti

NIC :
Nutrition Management
Kaji adanya alergi
makanan
Kolaborasi dengan
ahli
gizi
untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang
dibutuhkan
pasien.
Anjurkan
pasien
untuk meningkatkan
intake Fe
Anjurkan
pasien
untuk meningkatkan
protein dan vitamin
C
Berikan
substansi
gula
Yakinkan diet yang
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan
makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
Ajarkan
pasien
bagaimana membuat
catatan
makanan
harian.
Monitor
jumlah
nutrisi
dan
kandungan kalori
Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
Kaji
kemampuan
pasien
untuk
mendapatkan nutrisi

yang dibutuhkan
4

(i) NOC:
NIC :
Fluid balance
(i)
Definisi :
Hydration
Timbang
Penurunan cairan
Nutritional Status :
popok/pembalut jika
intravaskuler,
Food and Fluid
diperlukan
interstisial,
Intake

Pertahankan catatan
dan/atau
Kriteria Hasil :
intake dan output
intrasellular. Ini
Mempertahankan
yang akurat
mengarah ke
urine output sesuai Monitor
status
dehidrasi,
dengan usia dan
hidrasi ( kelembaban
kehilangan cairan
BB,
BJ
urine
membran
mukosa,
dengan
normal, HT normal
nadi adekuat, tekanan
pengeluaran
Tekanan
darah,
darah ortostatik ),
sodium
nadi, suhu tubuh
jika diperlukan
dalam batas normal

Monitor hasil lAb


Batasan
Tidak ada tanda
yang sesuai dengan
Karakteristik :
tanda
dehidrasi,
retensi cairan (BUN ,
- Kelemahan
Elastisitas turgor
Hmt , osmolalitas
- Haus
kulit
baik,
urin )
- Penurunan
membran mukosa
turgor kulit/lidah
Monitor vital sign
lembab, tidak ada
- Membran
masukan
rasa haus yang Monitor
mukosa/kulit
makanan / cairan dan
berlebihan
kering
hitung intake kalori
- Peningkatan
harian
denyut nadi,
Kolaborasi
penurunan
pemberian cairan IV
tekanan darah,
Monitor status nutrisi
penurunan
Berikan cairan
volume/tekanan
Berikan
diuretik
nadi
sesuai interuksi
- Pengisian vena
Berikan cairan IV
menurun
pada suhu ruangan
- Perubahan status
Dorong masukan oral
mental
- Konsentrasi
Berikan penggantian
urine meningkat
nesogatrik
sesuai
- Temperatur
output
tubuh meningkat
Dorong
keluarga
- Hematokrit
untuk
membantu
meninggi
pasien makan
- Kehilangan
Tawarkan snack ( jus
berat badan
buah, buah segar )
seketika (kecuali
Kolaborasi
dokter
pada third
jika tanda cairan
spacing)

Faktor-faktor yang
berhubungan:
- Kehilangan
volume cairan
secara aktif
- Kegagalan
mekanisme
pengaturan

berlebih
muncul
meburuk
Atur kemungkinan
tranfusi
Persiapan
untuk
tranfusi

11. DAFTAR PUSTAKA


Heardman, T.H. (2015). Diagnosis keperawatan: definisi & klasifikasi 20152017 (Ed.10). Jakarta: EGC.
Mansjoer, A; Triyanti, K; Savitri, R; Wardhani, W.I & Setiowulan, W. (2004).
Kapita selekta kedokteran (ed.3). Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Oktri,

A.

(2008).

Demam

berdarah

dengue:

penyakit

dan

cara

pencegahannya. Yogyakarta: Kanisius.


Prasetyono, D.S. (2012). Daftar tanda dan gejala ragam penyakit. Jogjakarta:
Flashbooks.
Sudoyo, W.A. dkk. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam (jilid 3). Jakarta:
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai