Anda di halaman 1dari 7

BAB III

PEMBAHASAN
A. Resume Kasus
Tn. M usia 68 tahun masuk rumah sakit tanggal 25 Oktober 2016 dari Poliklinik
kemudian masuk ke ruang bedah yaitu Ruang Dahlia. Saat datang ke rumah sakit pasien
mengeluh mata sebelah kiri pandangannya kabur, susah untuk melihat terutama pada sore
hari. Keluhan sudah dirasakan sekitar satu bulan yang lalu namun tidak begitu dirasakan
pasien dan baru saat ini pasien memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Pasien didiagnosa
mengalami katarak dan harus dilakukan pembedahan. Pasien dahulu adalah seorang
perokok aktif namun saat ini sudah berhenti. Pada saat dilakukan pengkajian pre operasi
tanggal 25 Oktober 2016 pasien pukul 15.00 WIB pasien mengatakan cemas akan
dilakukan operasi dan juga tidak tahu manfaat serta bagaimana prosedur operasinya. Mata
sebelah kirinya terlihat keruh dan sedikit berair. Tanggal 26 Oktober 2016 pasien
dilakukan operasi mulai pukul 13.00 sampai 13.30 WIB dengan general anastesi. Pada saat
dilakukan pengkajian post operasi pasien mengatakan nyeri pada luka operasi sambil
menunjuk area yang nyeri, pasien mengatakan nyeri cenat-cenut dengan skala 3, pasien
juga mengatakan nyerinya tidak menyebar hanya pada daerah operasi, dan nyeri muncul
terus-menerus. Pasien terlihat menahan kesakitan, terlihat balutan luka post operasi bagian
mata kirinya dengan kondisi balutan bersih. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi
TD: 170/ 100 mmHg, N: 68 kali per menit, Suhu: 36,50C, RR: 20 kali per menit.
B. Pembahasan
1. Pengkajian dan diagnosa keperawatan
Pengkajian pada Tn.M diperoleh hasil bahwa pasien mengalami katarak.
Kemungkinan penyebab dari katarak yang dialami pasien adalah faktor usia. Menurut
Mansjoer (2010), penyebab terjadinya katarak bermacam-macam umumnya adalah usia
lanjut. Pasien Tn. M berusia 68 tahun sehingga kemungkinan besar mengalami katarak
karena faktor usia. Dari sekian banyak penyebab katarak, maka proses tua merupakan
salah satu penyebab katarak yang paling besar pada manusia. Katarak yang disebabkan
karena usia tua disebut katarak senilis. Pada keadaan ini umumnya katarak baru timbul
pada waktu pasien berusia 50 tahun keatas. Proses normal menua mengakibatkan lensa
menjadi keras dan keruh. Dengan meningkatnya umur, maka ukuran lensa akan bertambah
dengan timbulnya serat-serat lensa yang baru. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang
kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak.

Prevalensi katarak meningkat tiga sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun
(Pollreisz dan Schmidt, 2010). Pasien dahulunya juga merupakan seorang perokok aktif,
hal ini yang memungkinkan juga menyebabkan katarak yang dialami pasien. Merokok
menyebabkan akumulasi molekul pigmen 3 hydroxykynurinine dan kromofor, yang
menyebabkan warna kekuningan pada lensa. Selain itu zat cyanates pada rokok
menyebabkan denaturasi protein (Price, 2006).
Mata kiri pasien terlihat keruh dan sedikit berair. Pandangan mata kirinya juga kabur,
tidak jelas untuk melihat dan pada sore hari mata kiri pasien sama sekali tidak dapat
melihat sama sekali. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurarif (2015) yang menyatakan
bahwa beberapa manifestasi klinis dari katarak adalah penglihatan akan suatu benda atau
cahaya menjadi kabur dan buram. Bayangan benda akan terlihat seakan seperti bayangan
semu seperti asap. Pasien juga akan sensitif terhadap sinar matahari atau cahaya lainnya.
Pada malam hari pasien juga akan mengalami kesulitan untuk melihat. Biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak
transparan sehingga mengganggu fungsi penglihatan.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 25 Oktober 2016, didapatkan data bahwa
pasien merasa tidak nyaman dengan kondisi penglihatannya saat ini karena pandangan
matanya yang kabur. Pasien juga mengatakan cukup cemas untuk menghadapi operasi
besok karena merupakan operasi pertamanya. Dari data tersebut dapat diperoleh diagnosa
keperawatan pre operasi katarak yaitu gangguan sensori perseptual: penglihatan dan juga
ansietas. Sedangkan setelah operasi, pasien berisiko mengalami infeksi, risiko cedera, dan
juga pasien merasa nyeri dan juga kurangnya pengetahuan mengenai proses penyakit
katarak dan juga cara penyembuhannya. Sehingga dapat diambil diagnosa keperawatan
post operasi berupa risiko infeksi, nyeri akut, risiko cedera, dan defisiensi pengetahuan.
2. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan pada pasien Tn. M sebelum tindakan operasi adalah dengan
meningkatkan keyamanan pasien melalui intervensi manajemen lingkungan: kenyamanan.
Beberapa intervensi diantaranya yaitu tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu
atau kedua mata yang terlibat, orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf dan orang lain
di sekitarnya, dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, perhatikan tentang suram atau
penglihatan kabur dan iritasi mata, dan letakan barang yang dibutuhkan/posisi bel
pemanggil dalam jangkauan pasien. Sedangkan untuk masalah kecemasan pasien diatasi
dengan menggunakan intervensi pengurangan kecemasan. Intervensinya yaitu ciptakan
lingkungan untuk meningkatkan kepercayaan, dengarkan keluhan klien dan keluarga,

identifikasi perubahan level kecemasan, dorong klien dan keluarga untuk mengungkapkan
secara verbal tentang perasaan, persepsi dan ketakutan dan beri kesempatan klien untuk
bertanya, turunkan stimulus pembuat cemas, dan tunjukkan kesiapan jika keluarga dan
klien memerlukan bantuan.
Setelah tindakan operasi terdapat beberapa diagnosa yang muncul yaitu risiko infeksi,
nyeri akut, risiko cedera, dan defisiensi pengetahuan. Masalah risiko infeksi dapat diatasi
dengan menggunakan perawatan luka post operasi dengan baik dan sesuai dengan
prosedur. Perawatan luka post operasi katarak harus selalu memperhatikan prinsip steril
sehingga kejadian infeksi tidak akan terjadi. Masalah nyeri akut pada pasien dapat
menggunakan intervensi manajeman nyeri misalnya dengan mengajarkan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri. Risiko cedera dapat salah satunya dengan
menggunakan manajemen lingkungan: keselamatan yang berisi beberapa intervensi untuk
memodifikasi lingkungan agar meminimalkan atau meniadakan kejadian cedera pada
pasien. Sedangkan untuk diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan pada pasein dapat
diatasi dengan memberikan pengetahuan/informasi yang diperlukan oleh pasien, salah satu
diantaranya adalah manfaat perawatan post operasi katarak dan bagaimana perawatan post
operasi katarak.
3. Implementasi
Implementasi pre operasi pada tanggal 25 Oktober 2016 yaitu dengan mengatasi
masalah ansietas dan gangguan sensori persepsi. Pasien mengatakan cemas karena tidak
mengetahui bagaimana proses operasi yang akan dilaluinya. Maka dari itu perawat
memberitahukan manfaat dari prosedur pembedahan yang akan dilewati oleh pasien.
Pasien juga mengatakan terjadi perubahan pada indra penglihatannya sehingga jika sudah
sore hari mata kirinya tidak dapat melihat. Perubahan sensori dan persepsi ini akan
mengganggu tingkat kenyamanan pasien sehingga perawat melakukan beberapa intervensi
yang berguna memodifikasi lingkungan agar tidak terdapat gangguan sensori persepsi. Hal
ini bertujuan untuk meminimalkan risiko jatuh yang dapat memperburuk kondisi pasien.
Salah satu implementasi dalam mengatasi masalah ganguuan sensori persepsi tersebut
adalah dengan memodifikasi lingkungan agar barang-barang yang dibutuhkan pasien
berada pada posisi yang dijangkau pasien.
Implementasi hari kedua yaitu pada tanggal 26 Oktober 2016 berupa implementasi
post operasi pada pasien katarak. Pasien Tn. M mengatakan nyeri pada luka operasi dan
tidak tahu bagaimana bagaimana prosedur perawatan post operasi pada pasein katarak.
Pasien mengatakan nyeri dengan skala 3, nyeri terus menerus, nyeri pada daerah bekas
luka post operasi katarak. Perawat memberikan terapi distraksi untuk mengurangi rasa

nyeri yang dirasakan pasien. Terapi distraksi adalah metode untuk menghilangkan nyeri
dengan cara mengalihkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal
lain sehingga pasien akan lupa pada nyeri yang dialaminya (Potter & Perry, 2009).
Sedangkan untuk masalah perawatan pasien post operasi katarak, perawat menganjurkan
pasien untuk menggunakan obat-obatan yang sesuai denga resep dokter, menghindari
membaca, mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membungkuk, merokok, dan
mendorong aktivitas pengalih seperti mendengarkan radio, berbincang-bincang, dan
dorong pemasukan makanan yang tinggi serat untuk menghindari adanya konstipasi.
Menurut Doengoes (2000) mengejan pada pasien post operasi katarak harus dihindari
karena pada pasien mengejan dapat meningkatkan TIO sehingga mempengaruhi hasil
pembedahan.
Pasien Tn. M juga berisiko mengalami cedera karena pasien mengatakan takut
bergerak karena takut jatuh dan juga mengatakan saat bergerak merasa sedikit pusing serta
mata kiri pasien tertutup kasa steril sehingga pasien melihat dengan satu mata.
Implementasi pencegahan risiko cedera pada pasien post operasi katarak yaitu salah
satunya dengan memposisikan tempat tidur pasien rendah, membatasi aktivitas pasien
seperti seperti menggerakkan mata secara tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk dan
mempertahankan perlindungan mata sesuai indikasi. Prinsip pencegahan risiko cedera
pada pasien Tn. M adalah dengan mengoptimalisasi lingkungan untuk menurunkan risiko
cedera.
Pada tanggal 27 Oktober 2016, pasien dilakukan implementasi perawatan luka yang
bertujuan untuk mengatasi masalah risiko infeksi pada pasien. Perawatan luka dimulai dari
membuka balutan luka pada mata kiri pasien, membersihkan area mata dengan
menggunakan aquabides, memberikan obat tetes mata, dan menutup kembali luka di mata
pasien. Prinsip perawatan luka pada pasien ini adalah prinsip steril, hal ini bertujuan agar
daerah luka juga selalu steril sehingga meminimalkan terjadinya risiko infeksi. Sebelum
dilakukan pembersihan daerah luka, terlebih dahulu luka diamati apakah terdapat tandatanda infeksi ataupun tidak. Menurut Price (2006) tanda-tanda infeksi mencakup
kemerahan (rubor), panas (kalor), rasa sakit (dolor), pembengkakan (tumor), dan functio
laesa. Dari hasil pengamatan luka pasien, diketahui luka pasien masih bersih tidak ada
tanda-tanda adanya infeksi.
4. Evaluasi
Evaluasi diagnosa keperawatan pre operasi tanggal 25 Oktober 2016 pada pasien Tn.
M menunjukkan bahwa masalah ansietas pada pasien sudah teratasi. Pasien mengatakan

sudah tidak terlalu khawatir dengan tindakn operasi yang akan dilakukan dan psien terlihat
tenang. Rencana selanjutnya adalah mempertahankan sikap tenang dan memfasislitasi
pasien untuk bertanya mengenai masalah/keluhan yang dirasakannya. Sedangkan untuk
masalah sensori perseptual: penglihatan juga sudah teratsi dimana pasien mengatakan
sudah merasa nyaman dengan keadaanya dan pasien terlihat lebih nyaman dan masih
dapat berjalan-jalan meskipun malam hari. Rencana untuk selanjutnya adalah dengan
mempertahanka status kenyamanan pasien dengan mengontrol faktor lingkungan.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan post operasi pada tanggal 26 Oktober 2016
adalah meliputi evaluasi diagnosa nyeri akut, defisiensi pengetahuan, risiko infeksi, dan
risiko cedera. Pada nyeri akut diperoleh hasil masalah teratasi sebagian dimana pasien
mengatakan nyeri semakin terasa saat bergerak, senut-senut pada area yang dioperasi
dengan skala 2 dan nyerinya hilang timbul. Pasien juga terlihat lebih baik dan tidak terlihat
gelisah. Untuk intervensinya lanjutkan intervensi sebelumnya yaitu menhkaji nyeri secara
komprehensif, mengontrol lingkungan, melakukan teknik distraksi, dan memberikan obat
sesuai indikasi. Pada diagnosa defisiensi pengetahuan diperoleh hasil pasien mengatakan
sudah sedikit paham mengenai larangan dan anjuran setelah operasi sehingga masalah
pasien teratasi sebagian dan intervensi selanjutnya adalah mengkaji informasi tentang
kondisi individu, memberitahukan pentingnya perawatan rutin, menghindari segala
larangan post operasi katarak, dan melakukan aktivitas pengalih untuk mengatasi
kejenuhan. Pada diagnosa risiko infeksi juga teratasi sebagian dengan hasil mengobservasi
tanda terjadinya infeksi, melakukan perawatan luka post operasi, mengingatkan keluarga
pentingnya cuci tangan, dan memberikan obat sesuai terapi. Diagnosa risiko cedera juga
teratasi sebagian dengan hasil pasien mengatakan tidak terlalu pusing, namun penglihatan
masih terganggu, dan menjaga mata yang dioperasi tidak terkena cedera.
Evaluasi pada tanggal 27 Oktober 2016 menunjukkan masalah nyeri akut, defisiensi
pengetahuan, risiko infeksi, dan risiko cedera pada pasien sudah teratasi. Paien dinyatakan
boleh pulang. Sebelum pulang pasien diberitahu mengenai dicharge planning pasien post
operasi katarak yang diantaranya berisi pasien tidak boleh bekerja berat/mengangkat
sesuatu yang berat selama 4 minggu, pasien tidak boleh sujud/membungkuk setelah
operasi, pasien tidak boleh batuk atau mengedan dan lain-lain yang terdiri dari 15 point
pada peraturan pasien post operasi katarak.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengkajian maka dapat disimpulkan bahwa pasein Tn. M usia 68 tahun
mengalami katarak. Pasien mengeluh pandangan mata sebelah kirinya terlihat buram, dan

saat sore hari mata kirinya sama sekali tidak dapat melihat apapun. Hal ini sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien, maka dari itu pasien dilakukan tindakan
pembedahan untuk mnegatasi masalah katarak tersebut. Beberapa faktor yang paling utama
menyebabkan pasien mengalami katarak adalah faktor usia dan juga riwayat pasien merokok.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien sebelum tindakan operasi adalah ansietas
berhubungan dengan stresor (tindakan operasi) dan gangguan sensori perseptual: penglihatan
berhubungan dengan status organ indera. Sedangkan diagnosa keperawatan yang munsul
setelah pasien dilakukan tindakan operasi adalah nyeri akut berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan pasca operasi, defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kondisi,
progosis, dan pengobatan, risiko infeksi dan risiko cedera.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. (2001). Buku saku patofisiologi (hands book of pathophysiologi). Jakarta: EGC.
Doengoes, M. (2000). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Ilyas, S. (2009). Kedaruratan dalam ilmu penyakit mata. Jakarta: Widya Medika.
Mansjoer, A. (2010). Kapita selekta kedokteran edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Mansjoer. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & nanda noc nic. Jogjakarta: Mediaction.
Pollreisz, A., Ursula Schmidt Erfurt. 2010. Diabetic Cataract Pathogenesis, Epidemiology and
Treatment. Journal of Opthamology. doi: 10.1155/2010/608751
Potter & Perry. (2009). Buku ajar fundamental keperawatan buku 1 edisi 7. Jakarta: EGC
Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-. Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8. Jakarta: EGC.
Vaughan, D. G., & Asbury, T. (2007). Oftalmologi umum edisi 12. Jakarta: Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai