Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi adalah suatu ilmu yang mempelajari material bumi secara


menyeluruh, misalnya seperti : asal mula, struktur, penyusun kerak bumi,
berbagai macam proses yang sedang berlangsung setelah pembentukannya,
maupun yang sedang berlangsung, sampai dengan keadaan dari bumi saat ini.
Atau defenisi geologi adalah suatu ilmu pengetahuan kebumian yang
mempelajari semua tentang planet bumi beserta isinya. Yaitu kelompok ilmu
yang mengupas mengenai berbagai sifat dan bahan yang membentuk planet
bumi, strukturnya, maupun proses yang sedang berjalan di dalam dan di atas
permukaan planet bumi. Ilmu geologi mempelajari dari benda yang ukurannya
sangat kecil seperti atom, sampai benda yang ukurannya besar seperti
samudera, benua, pulau, pegunungan dan lain-lain.

Orang yang ahli di bidang geologi disebut geologist, geologist bertugas


untuk melakukan penelitian untuk mengungkap mister-misteri yang masih
belum terpecahkan yang menyelimuti proses-proses yang berkaitan dengan
material-material yang membentuk planet bumi ini, gerakan-gerakan maupun
perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, sebagai awal mula, medan pertama
yang di lalui adalah kawasan Geopark Merangin.

Geopark merupakan warisan geologi yang mempunyai nilai ilmiah


(pengetahuan), jarang memiliki nilai pembanding di tempat lain (langka), serta
mempunyai nilai estetika dalam berbagai skala. Nilai-nilai itu menyatu
membentuk kawasan yang unik. Selain menjadi tempat kunjungan dan objek
rekreasi alam-budaya, geopark juga berfungsi sebagai kawasan lindung dan
sebagai situs pengembangan ilmu pengetahuan kebumian. Salah satunya yaitu
Geopark Merangin. Kawasan ini menyimpan harta karun peninggalan
peradaban dunia yang menjadi sejarah pembentukan bumi yang diperkirakan
telah berumur 350 tahun, banyak terdapat peninggalan fosil kayu
Araucarixylon dan fosil Sterochia semireticalatus yang berupa jenis kerang-
kerangan (brachipoda), kerang mutiara purba (nautiloide) dan Bellerophon

1
yang tercetak membatu di batu endapan lava dan abu gunung vulkanik purba.
Selain itu Geopark merangin berada dalam kawasan taman nasional Kerinci
Seblat yang masih terjaga keasriannya.

Berdasarkan hal-hal diatas dirasa sangat perlu melakukan ekskursi ke


kawasan ini sebagai medan pembelajaran matakuliah petrologi, geomorfologi
dan paleontologi dimana kawasan ini memiliki nilai pengetahuan dari
ketigamatakuliah tersebut dan sangat mendukung keilmuan tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum lapangan ini adalah :


1. untuk menambah wawasan dan pengetahuan praktikan mengenai
bentang lahan yang diamati secara langsung.
2. untuk menambah kecakapan praktikan dalam mendeskripksikan batuan
secara langsung yang ditemui di lapangan.
3. untuk menambah pengetahuan dan pemahaman praktikan terhadap
berbagai jenis fosil terutama yang ditemukan dilapangan, dapat
menentukan proses pembentukan fosil dan jenis-jenis fosilnya.

1.3 Lokasi dan Kesampaian

Ekskursi ini dilakukan dengan 2 lokasi utama. Lokasi ekskursi pertama di


Desa Air Batu Kecamatan Renah Pembarab Kabupaten Merangin Provinsi
Jambi, dengan titik pemberhentian di 4 StopSite yaitu teluk gedang dengan
koordinat 02o 10 4,5 S dan 102o 8 30,6 E, jeram ladeh dengan koordinat
02o 9 41,7 S dan 102o 8 55,5 E, kali Tingi dengan koordinat 02o 9 36,4 S
dan 102o 8 54,1 E, sungai Muara karing dengan koordinat 02o 098,1 S dan
102o 914 E dengan waktu tempuh berkisar 3 jam 30 menit. Selanjutnya,
lokasi ekskursi kedua di Desa Bedeng Rejo Kecamatan Bangko Barat
Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, dengan titik pemberhentian (stopsite) di
sungai Mengkarang, koordinat 02o 10 47,06 S dan 102o 10 38,4 E dengan
waktu tempuh sekitar 1 jam 30 menit.

1.4 Manfaat

2
Adapun manfaat yang dapat diperoleh yaitu menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai bentang lahan geomorfologi dengan analisis langsung
di lapangan. Menambah kecakapan dalam mendeskripsikan langsung struktur
maupun tekstur dari batuan yang dijumpai langsung dilapangan.nMenambah
pengetahuan dan pemahaman mengenai fosil yang ditemukan dilapangan
sehingga mampu menganalisis umur batuan yang mengandung fosil tersebut
dan melatih kekuatan fisik praktikan untuk bertahan di lapangan

1.5 Metodelogi

1.5.1 Diagram Alir Kegiatan Ekskursi


Tabel 1.1 Skema Kerja
Tahap Persiapan

Pengumpulan data sekunder


Persiapan alat dan bahan Pemetaan
Persiapan pribadi(mental dan fisik)
Pemberian materi dari dosen
Tinjauan Awal :

Pengamatan daerah
Tahap Pelaksanaan
pemetaan secara topografi
Kegiatan Ekskursi Pencarian akses jalan
menuju daerah yang akan
Geomorfologi
diamati
Litologi
Penentuan metode geologi
Potensi Geologi
lapangan
Tata guna lahan
Menentukan bentang alam
Pengambilan sampel
yang ada
Dokumentasi lapangan
Menentukan proses dan
Tahap Pengolahan Data jenis
dan dari fosil
Analisis

Analisis kualitatif :

Peta topografi Geopark Merangin


Studi literatur terkait matakuliah
petrologi dan paleontologi

Tahap Penyelesaian :
Laporan Ekskursi Lapangan Geopark
Merangin
1.5.2 Tahap Pekerjaan

Kegiatan Ekskursi ini memiliki berbagai tahap pekerjaan, yaitu:

a. Tahap persiapan

3
Tahap ini meliputi perencanaan dan persiapan kegiatan ekskursi seperti
penyediaan peta topografi, peminjaman alat dan bahan keperluan ekskursi,
surat perizinan resmi, hingga persiapan mental dan fisik.

b. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dibagi menjadi empat bagian, yaitu: plotting, orientasi


lapangan, Deskripsi dan Sketsa. Plotting merupakan salah satu kegiatan dalam
membaca peta dan menentukaan posisi para praktikan di lapangan.
Pada tahap Orientasi Lapangan, praktikan melakukan pengumpulan data
geologi di lapangan meliputi lokasi pengamatan, pencatatan keadaan
geomorfologi, litologi, pengambilan sampel, serta dokumentasi (foto).
Tahap ketiga adalah pendeskripsian batuan, praktikan melakukan
pendeskripsian dengan melihat litologi yang tersingkap didaerah tersebut,
mengambil sampel dan memberikan pemerian pada batuan yang tesingkap.
Tahap terakhir dalam pelaksanaan kegiatan Ekskursi yaitu membuat
skesta, baik itu sketsa singkapan maupun sketsa bentang alam yang ada.

c. Tahapan Studi Puataka

Penelitian dan pengamatan yang dilakukan penulis juga didasari dengan


suatu kajian pustaka yang berisi literatur-literatur yang berhubungan dengan
hal-hal yang diamati dan diteliti. Teknik studi pustaka ini juag menjadi
referensi penulis dalam membuat laporan resmi Ekskursi ini agar bisa
menjelaskan lebih rinci.

d. Tahap pembuatan laporan

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam kegiatan Ekskursi yang meliputi
penulisan laporan dari hasil analisis data geologi yang dicatat ketika melakukan
kegiatan ekskursi di Geopark Merangin.

1.5.3 Alat dan Bahan

No Alat Spesifikasi Kegunaan

4
Mengetahui posisi
di lapangan

1 Kompas Brunton Mengukur slope

Mengukur strike dan


dip
Peta Pengeplotan posisi daerah
2 Skala 1 : 20.000
Topografi pada peta, Orientasi medan
Palu batuan beku& palu
3 Palu Geologi Pengambilan sampel
batuan sedimen
Buku Catatan
4 Buku standart geologi Mencatat data lapangan
Lapangan
Pengamatan megaskopis
5 Lup Perbesaran 40x
komposisi batuan
Mengetahui sifat
6 HCL 0,01 M
karbonatan pada batuan
Clipboard, buku lapangan,
7 Alat Tulis Menulis data
pensil warna dan busur
8 Kamera Digital Dokumentasi
Mengetahui letak titik
9 GPS Garmin
pengamatan singkapan

10 Komparator Beku dan Sedimen Menentukan teksur batuan


Tabel 1.1 Daftar Alat dan Bahan Penelitian

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional

5
Gambar 1. Peta Zonasi Geopark Merangin Jambi

Provinsi Jambi yang meliputi kawasan merangin secara geografis terletak


di tengah pulau sumatera. Provinsi ini di sebelah utara berbatasan dengan
provinsi Riau, sebelah timur dengan Selat Berhala, sebelah selatan berbatasan
dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah barat dengan Provinsi Sumatera
Barat dan Provinsi Bengkulu. Kondisi Geografis yang cukup strategis di antara
provinsi disekitarnya membuat peran Provinsi Jambi cukup penting terlebih
lagi dengan dukungan sumber daya alam yang sangat bernilai terdapat di
Kabupaten Merangin dengan ditemukannya beberapa potensi keragaman
geologi, di sepanjang aliran Sungai Merangin dan Sungai Mengkarang.
Potensi-potensi tersebut, mencakup fosil flora dan fauna Jambi berumur 250-
290 juta tahun (Zaman Perm Akhir). Fosil flora jambi tersebut terekam pada
batuan Gunung api bersisipan sedimen laut (batu gamping, serpih gampingan).

Kawasan Geopark Merangin Jambi beriklim tropis yang memiliki


kerentanan perubahan iklim yang cukup tinggi. Gejala perubahan iklim seperti
kenaikan temperatur, perubahan intensitas dan periode hujan, pergeseran
musim hujan/kemarau, dan kenaikan muka air laut, akan mengancam daya
dukung lingkungan dan kegiatan seluruh sektor pembangunan. Sepanjang
tahun 2011, kawasan ini memiliki karakteristik curah hujan sedang dan lembab

6
dengan rata-rata curah hujan mencapai 3.030 mm, sedangkan jumlah
penyinaran matahari 4,2 jam/hari dengan kelembaban udara rata-rata sebesar
97%. Suhu udara rata-rata mencapai 270C, sedangkan di dataran tinggi
mencapai 220C.

Batuan yang menyusun kawasan Geopark Merangin Jambi sangat


beranekaragam mulai dari jenis pembentukannya dan umur batuan mulai pada
Permo-Carbon hingga Kuarter. Keberadaan Jambi Flora sebagai inti dari
kawasan Geopark Merangin ini, bentang alam kars di Kabupaten Sarolangun
dan Merangin, Kompleks Gunung Api Kerinci, dan keterdapatan batuan
dropstone yang merupakan pecahan lempeng gondwana serta terdapatnya
amalgamasi di Kabupaten Sarolangun, Merangin, dan Tanjung Jabung Barat
merupakan jejak pembentukan bumi dengan segala proses geologi yang
menyertainya membuat Kawasan Geopark Merangin Jambi secara geologi
memiliki makna ilmu pengetahuan yang bernilai sangat tinggi.

Kawasan Geopark Merangin Jambi yang terbagi ke dalam 4 segmen, yaitu


segmen Highland Park Kerinci di Kabupaten Kerinci, segmen Paleobotani Park
Merangin di Kabupaten Merangin, segmen Geological and Cultural Park
Sarolangun di Kabupaten Sarolangun, dan segmen Gondwana Park
Pegunungan Tigapuluh di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Segmen-segmen
tersebut terhubung oleh jalan aspal dengan status jalan negara, provinsi, dan
kabupaten serta mempunyai akses secara langsung dengan jalan lintas tengah
Sumatera dan timur Sumatera sebagai fasilitas penunjang utama penggerak
ekonomi kawasan. Selain itu, jaringan penghubung pada kawasan Geopark
Merangin Jambi terdapat tiga bandara udara, yaitu: Bandara Sultan Thaha di
kota Jambi, Bandara Depati Parbo di Kerinci, dan Bandara Bungo di Muara
Bungo.

Kawasan Geopark Merangin Jambi memiliki jumlah penduduk 1.114.966


jiwa dengan kepadatan penduduk berkisar 52 jiwa/km2 dengan pola penyebaran
yang tidak merata dan terkonsentrasi di ibu kota kabupaten seperti Bangko,
Sarolangun, Sungai Penuh, dan Merlung. Hal tersebut dapat menunjukan
bahwa di sekitar kawasan Geopark Merangin Jambi masih berupa ruang

7
terbuka hijau dan hutan sehingga kegiatan konservasi sangat memungkinkan
untuk dikembangkan di kawasan tersebut.

Tabel Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kawasan Geopark Merangin Jambi

Luas
Jumlah Kepadatan
Kabupaten/Kota kabupaten
Penduduk penduduk
(km2)

Kerinci 235.251 3.355,27 70

Merangin 341.563 7.679,00 44

Sarolangun 252.421 6.184,00 41

Tanjab Barat 285.731 4.649,85 61

Jumlah 1.114.966 21.868,12 51

Sumber : Badan Statistik Propinsi Jambi, 2011

Wilayah kajian, secara fisiografi termasuk kedalam kawasan peralihan


antara mendala pegunungan barisan dan daerah rendah Sumatera bagian Timur.
Morfologi kawasan ini didominasi oleh dataran menggelombang, dengan
undulasi yang tidak begitu kasar. Rangkaian punggungan topografi yang
menempati wilayah ini umumnya searah dengan sumbu pulau Sumatera, yaitu
barat laut tenggara, namun sebagian ada juga yang memotong arah jurus
perlapisan batuan sedimen. Ketinggian wilayah yang dimulai dari Kawasan
Taman Nasional Kerinci-Seblat di wilayah Kerinci, batuan sedimen terlipat
Kuat, Kawasan Intrusi, dan Kawasan batuan sedimen terlipat lemah adalah dari
2800 m sampai 400 m dpl.

2.2 Stratigrafi Regional

8
Gambar 2. Peta Fisiografi Merangin

Gambar di atas memperlihatkan bahwa satuan batuan tertua di kawasan ini


adalah Formasi Mengkarang (Pm) yang menjemari dengan dan ditindih secara
selaras oleh Formasi Telukwang (Pt) yang berumur Perem Awal-Tengah. Ke
arah barat dari wilayah kajian, Formasi Mengkarang dan Telukwang ini
menjemari dengan Formasi Palepat. Formasi Mengkarang tersusun oleh batuan
sedimen klastika halus-kasar bersisipan batuan klastika gunungapi dan batuan
karbonat, sedangkan Formasi Telukwang berupa batuan sedimen klastika kasar
dengan anggota batugamping. Sementara itu, Formasi Palepat terdiri atas
batuan gunungapi dengan sisipan batuan sedimen klastika halus-kasar dan
batugamping.

Batuan berumur Perem tersebut yang diterobos oleh granit horenblenda


berumur Trias Akhir awal Jura, memperlihatan kontak tektonik dengan
Formasi Asai (Ja) berumur Jura Tengah yang berupa batuan sedimen-meta
dengan sisipan batugamping dan Formasi Peneta (KJp) berumur Jura Akhir -
Kapur Awal, yang tersusun oleh runtunan batuan sedimen klastika halus-kasar
dan sisipan batugamping, umumnya termalihkan derajat rendah.

Runtunan batuan sedimen Pratersier tersebut telah mengalami proses


ubahan dan pemalihan tingkat rendah. Meskipun demikian, struktur sedimen
masih terlihat jelas; dan juga kandungan fosil fauna dan flora yang dapat

9
dipakai sebagai penentu umur. Lingkungan pengendapannya berkisar dari
lingkungan darat sampai laut dangkal.

Selanjutnya batuan berumur Tersier yang tersingkap adalah Formasi


Muaraenim berumur Mio-Pliosen (Tmpm) hadir secara setempat, dan Formasi
Kasai QTk) berumur Plio-Plistosen yang penyebarannya cukup luas (Gambar
B.1).

2.3 Struktur Geologi Regional

Struktur yang hadir berupa sesar, perlipatan, kelurusan, perdaunan, dan


kekar, yang secara regional berarah barat laut tenggara dan barat barat laut
timur tenggara. Jenis sesar berupa sesar mendatar menganan dan sesar naik,
yang menempati batuan sedimen malihan Formasi Mengkarang dan Peneta,
serta terobosan berumur Pratersier. Perlipatan setempat terdeteksi di dalam
Formasi Telukwang dengan arah kemiringan yang rendah. Kelurusan hanya
terdeteksi pada batuan sedimen Formasi Kasai yang berumur Plio-Plistosen.
Sementara itu, perdaunan umumnya dijumpai pada batuan sedimen malih
Formasi Mengkarang dan Peneta, sedangkan kekar terdapat baik pada batuan
sedimen malih maupun terobosan yang semuanya berumur Pratersier.

Perem Awal ditandai oleh pengendapan sedimen klastika dan batugamping


terumbu Formasi Mengkarang dengan sisipan-sisipan batuan klastika
gunungapi, kemudian batuan sedimen klastika Formasi Telukwang dan
Anggota Batuimpi Formasi Telukwang. Lingkungan pengendapan satuan-
satuan batuan tersebut berada di tepi benua sampai laut dangkal, bersamaan
dengan kegiatan gunung api andesit basal Formasi Palepat, yang selain
menghasilkan lava juga batuan klastika gunung api. Kegiatan ini ditafsirkan
terjadi di busur kepulauan bergunungapi dengan rangkaian terumbu, yang erat
kaitannya dengan lajur penunjaman. Berdasarkan analisis kemagnetan purba,
Formasi Mengkarang terendapkan pada posisi 30o LU dan telah mengalami
rotasi searah jarum jam sejak Perem.

Pada akhir Trias - awal Jura, terjadi penerobosan Granit Tantan terhadap
batuan berumur Perem, yang disertai dengan pencenanggaan pemalihan
regional berderajat rendah. Kegiatan penurunan yang berlangsung dari Jura

10
Tengah sampai Kapur Awal, pada kala Jura Akhir-awal Kapur ditandai dengan
terendapkannya batuan sedimen klastika halus Formasi Peneta.

Penerobosan oleh Granit Arai, pada Kapur Tengah, terhadap Formasi


Peneta, diikuti oleh pencenanggaan, pengangkatan, dan pemalihan berderajat
rendah pada batuan formasi tersebut. Kegiatan tektonika ini, diikuti oleh
penggabungan (amalgamasi) antara Blok Mengkarang-Palepat dan Blok Peneta
dalam bentuk kontak tektonik/sesar naik, yang diduga berlangsung pada Kapur
Akhir.

Tektonika Miosen Tengah awal Pliosen ditandai oleh pengangkatan


Lajur Barisan. Di kawasan busur-belakang terendapkan batuan sedimen
klastika Formasi Muaraenim dalam kondisi susutlaut, lingkungan peralihan.
Pada kegiatan tektonika selanjutnya, yakni Plio-Plistosen, seluruh daerah
terangkat, diikuti oleh proses pengerosian, dan terbentuknya sesar mendatar
menganan berarah barat laut tenggara, dan pelipatan. Pada saat kegiatan
tektonika ini, pengendapan batuan sedimen klastika gunung api Formasi Kasai
berlangsung.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Lokasi Pengamatan 1, Jeram Ladeh (02o 10 4,5 S dan 102o 8 30,6 E)

3.1.1. Geomorfologi

11
Foto 1. Singkapan batuan granit dan granodiorit di tepi sungai Merangin ( photo by Farid S. )

Stopsite pertama berada pada daerah jeram ladeh yang tepatnya berada
pada cabang anak sungai merangin yang termasuk ke dalam sungai stadia muda
dengan bentuk V. Gaya yang bekerja adalah tektonik berupa pengangkatan
sehinga terdapat banyak singkapan batuan granit dan juga granodiorit. Stopsite
ini berada disungai diantara tebing-tebing yang curam dengan batuan dominan
adalah Granit dan Granodiorit yang merupakan batuan beku sehingga dapat
diindikasikan bahwa dahulu daerah ini terdapat gunung api purba disekitar
stopsite. Pembelokan yang terjadi pada sungai diperkirakan sebagai akibat
aktivitas tektonik karena air tidak mungkin menembus batuan beku yang sangat
keras sehingga aliran air menuju ke area batuan dengan resistensi yang rendah
dan didaerah ini batuan beku tersebut belum mengalami pelapukan secara
dominan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berbeloknya arah sungai ini
mengikuti arah patahan dan resistensi batuan. Sungai di daerah ini berada
dilembah disekitar lereng yang cukup curam, sehingga diketahui bahwa daerah
ini merupakan daerah sistem perbukitan.

3.1.2. Petrologi

12
Foto 2. Singkapan batu Granit (photo by Edo Kurniawan A.)

Sampel batuan yang ditemukan adalah batu granit pada koordinat 02o 10
17,8 S dan 102o 8 30,8 E dengan ciri litologi berupa warna abu-abu gelap,
derajat kristalisasi holokristalin karena batuan ini tersusun sepenuhnya oleh
mineral, granularitas fenerik, bentuk kristal anhedral dan relasi yang
inequigranular. Struktur yang dijumpai dari sampel ini adalah massif dengan
komposisi mineralnya terdiri dari kuarsa, piroksin, plagioklas, biotit dan juga
hornblende. Selain itu juga ditemukan sampel batuan granodorit pada koordinat
02o 10 17,5S dan 102o 8 30,9 E, dengan warna abu-abu gelap, derajat
kristalisasi holokristalin, granularitas fanerik, bentuk kristal anhedral dan relasi
inequigranular dengan struktur massif dan komposisi mineralnya yaitu kuarsa,
orthoklas, plagioklas.

Batuan granit dan granodiorit juga termasuk ke dalam batuan beku asam
yang terbentuk melalui pendinginan magma, kedua tipe batuan ini
mengindikasikan adanya gunung api purba di daerah ini, yang sampai sekarang
belum diketahui secara pasti koordinat geografis keberadaanya. Batuan ini juga
memperkuat bukti bentuk lahan yang terdiri dari lereng yang curam dan lembah
yang cukup dalam sehingga dapat dikatakan sebagai sistem perbukitan/
pegunungan karena adanya batuan granit dan granodiorit ini sebagai
pengindikasi adanya gunung purba.

3.1.3. Paleontologi

13
Pada stopsite ini tidak ditemukan adanya fosil, karena komposisi batuan
dominan adalah bataun beku berupa granit dan granodiorit yang tidak
memungkinkan adanya fosil.

3.2 Lokasi Pengamatan 2, Teluk Gedang (02o 9 41,7 S dan 102o 8 55,5 E)

3.2.1 Geomorfologi

Foto 3. Singkapan struktur (photo by Farid S.)

Stopsite ini juga berada ditepi sungai muda dengan bentuk V, dimana
dalam daerah ini banyak sekali ditemukan fosil kayu sungkai disepanjang aliran
anak sungai yang salah satunya ditemukan pada koordinat 02o 9 41,5 S dan
102o 8 53,9 E. Pada stopsite ini juga dijumpai air terjun yang merupakan hasil
aktivitas tektonik berupa pengangkatan. Di dinding anak sungai didominasi oleh
batu pasir yang sudah mengalami pelapukan, terlihat dari perubahan warna yang
sudah mulai coklat kemerahan dan mudah dihancurkan. Di daerah seberang
sungai tepat berada di dinding sungai terdapat singkapan struktur yang
berbentuk perbukitan monoklin yang berbentuk bukit dengan litologi perlipatan
yang searah yang merupakan perlapisan dari batuan sedimen berupa bartu pasir.
Di kawasan ini juga ditemukan pasir dan juga pasir besi di tepi sungai yang tidak
ditemukan di stopsite-stopsite lain.

Di stospite ini juga berada di kawasan sungai yang terbentuk di lembah,


dengan kondisi bentuk lahan sekitarnya berupa lereng-lereng yang cukup curam

14
dan dapat dikatakan stopsite ini berada di antara daerah perbukitan dengan
adanya asosiasi antara lembah, lereng dan juga sungai. Dengan kemiringan
lereng yang cukup curam ini seharusnya terjadi erosi yang kuat, akan tetapi hal
tersebut tidak terjadi karena banyaknya vegetasi yang ada, sehingga akar-akar
vegetasi tersebut berfungsi sebagai penahan terjadinya erosi yang kuat.

3.2.2 Petrologi

Ditemukan pada koordinat 02o 9 42,00 S dan 102o 8 54,5 E, dengan


warna abu-abu kehitaman, ukuran butir lanau (1/16 mm), porositas tertutup,
pemilahan baik, kemas tertutup, dan porositas buruk. Struktur massif dengan
komposisi fragmen litik, matriks lanau dan semen karbonatan. Batu lanau ini
termasuk kedalam batuan sedimen dimana batuan ini terbentuk dari batuan asal
yang terlapukkan, tererosi, tertransportasi lalu tersedimentasi dan terlitifikasi
kembali menjadi batuan.

3.2.3 Paleontologi

Foto 4. Fosil Kayu (photo by Edo Kurniawan A.)

Nama Ilmiah : Araucaryoxylon

Proses : Histometabasis

Fosil kayu ini memiliki nama ilmiah Araucaryoxylon yang terbentuk


melalui proses histometabasis yaitu penggantian total tiap-tiap molekul dari
jaringan tumbuhan oleh mineral-mineral asing ke dalam jasad tumbuh-tumbuhan.

15
Pada fosil kayu ini walaupun seluruh molekulnya telah terganti namun struktur
mikroskopisnya tetap terpelihara.

3.3 Lokasi Pengamatan 3, Kali Tinggi (02o 9 36,4 S dan 102o 8 54,1 E)

3.3.1 Geomorfologi

Lokasi ini berada di anak sungai dengan dinding sungai tingkat pelapukan
yang sangat kuat dan batuannya terlapuk oleh lumut (pelapukan Biologis).
Sungai yang terbentuk juga masih di akibatkan oleh gaya/tenaga tektonik berupa
pengangkatan dengan bentuk sungai zig-zag dan pola penhgaliran rectangular
berada di lembah atau diantara tebing yang curam . Walaupun banyak
pepohonan disekitarnya erosi tetap kuat karena derajat kemiringan lereng yang
tinggi. Stopsite ini juga merupakan berada di daerah sistem perbukitan dimana
kondisi di sekelilingnya merupakan daerah yang berbukit.

3.3.2 Petrologi

Pada stopsite ini batuan didominasi oleh batuan sedimen yang


mengandung fosil kerang dengan Phylum Brachipoda. Batuan sedimen
merupakan batuan yang paling memungkinkan adanya fosil, karena tingkat
kekerasan dari batuan sedimen ini tidak akan merusak fosil yang terkandung di
dalamnya. Secarta spesifik, batuan sedimen di lokasi pemberhentian ini terdiri
dari batu pasir halus dan batu lanau yang termasuk ke dalam jenis batuan
sedimen klastik. Disebut batuan sedimen klastik karena batuan ini dapat terlihat
ukuran-ukuran butir yaang terdapat di dalamnya yang merupakan hasil dari
transportasi material-material dari batuan yang ada sbelumnya dan kemudian
tersedimentasi dan terlithifikasi. Batuan ini telah mengalami pelapukan secara
biologis seperti lumut dan tumbuhan disekitarnya. Filum brachipoda umumnya
hidup pada lingkungan perairan dangkal dengan kedalaman 20 m. Sehingga
dapat diketahui bahwa dahulu daerah ini merupakan lingkungan laut yang
kemudian mengalami pengangkatan.

3.3.3 paleontologi

16
Foto 5. Fosil Kerang (photo by Farid S.)

Nama Ilmiah : Phylum Brachiopoda

Proses : Cast

Dikali tinggi terdapat fosil kerang Brachiopoda yang hidup di zaman


tertentu sehingga dengan adanya fosil ini dapat ditentukan umur batuannya.
Filum brachiopoda merupakan hewan dengan jenis kerang-kerangan yang
memiliki cangkang simetri bilateral. Filum ini dijumpai pada batuan dengan
umur lebih dari 500 juta tahun. Sehingga dapat dikatakan bahwa batuannya juga
berumur sama yakni 500 juta tahun. Karena penentuan umur batuan dapat di
dasarkan pada umur fosil yang terkandung di dalamnya.

Proses pemfosilannya adalah cast dimana fosil ini merupakan hasil cetakan
dari jejak oleh material asing yang terjadi apabila rongga terisi zat lain dari luar,
sedang fosilnya sendiri sudah lenyap. Fosil ini merupakan fosil kerang air tawar
dan dapat dikatakan sebagai hal yang unik, karena umumnya lingkungan
perairan di daerah daratan sulit untuk terfosilkan.

3.4 Lokasi Pengamatan 4, Muara karing (02o 09 8,1 S dan 102o 9 14,3 E)
3.4.1 Geomorfologi

17
Foto 6. Air Terjun Muara Karing

Stopsite keempat berada pada air terjun Muara Karing dengan proses
pembentukan berupa pengangkatan dengan sungai stadia muda bentuk V dan
aliran yang deras. Pada daerah ini juga dilakukan pengukuran strike dip N 33o
E/ 82o pada koordinat 02o 9 7,8 S dan 102o 9 13,9 E. Bentang lahan di
kawasan ini juga dapat dikatakan sebagai sistem perbukitan, dimana sungai yang
ada juga berasosiasi dengan lereng-lereng yang curam dan aliran sungai yang
deras menandakan sungai ini berada pada dataran tinggi, karena sungai dengan
arus yang tenang biasanya hanya berada pada dataran yang landai seperti daerah
alluvial yang umumnya datar.

3.4.2 Petrologi
Daerah ini didominasi oleh batuan sedimen berupa pasir, lanau dan
lempung yang telah termetakan dengan intrusi batuan yang cukup besar. Maksud
dari termetakan adalah batuan sedimen yang mengalami tekanan dari gaya
tektonik namun belum menjadi batuan metamorf. Karena didominasi oleh
batuan sedimen yang sangat memungkinkan ditemukannya fosil karena
materialnya yang bersifat protektif dengan kekerasan batuan yang mampu
mempertahankan fosil di dalamnya.

3.4.3 Paleontologi

Didaerah ini ditemukan fosil pandan pada koordinat 02 o 9 8,4 S dan 102o
9 14,0 E dan juga pada koordinat 02o 9 8,0 S dan 102o 9 14,2 E, fosil

18
tunggul pada kordinat 02o 9 7,8 E dan 102o 9 14,5 E dan juga fosil tunggul
yang merupakan fosil insitu (fosil yang terbentuk dilingkungan organisme
tersebut tumbuh/ tidak mengalami perpindahan) pada koordinat 02 o 9 8,0 S dan
102o 9 14,2 E.

Foto 8. Fosil Pakis

Nama Ilmiah : Calamites Macralethopoteris

Proses : Impression

Fosil ini ditemukan di Stopsite Muara Karing dengan koordinat 02 o 9


07,8 S dan 102o 9 14,5 E merupakan fosil Calamites Macralethopoteris yang
termasuk dalam tumbuhan paku-pakuan (Pteridophyta) dengan proses
pembentukan impression yang merupakan jejak organisme yang berelief rendah
seperti daun. Organisme ini diperkirakan hidup kurang lebih pada 300 juta tahun
lalu. Sehingga dapat diketahui umur batuan yang mengandung fosil organisme
ini di dalamnya juga berumur sama. Organisme tumbuhan ini sebenarnya tidak
resisten, akan tetapi karena langsung terendapkan di dalam material yang
protektif sehingga tidak mengalami pembusukan dan akhirnya terfosilkan. Fosil
ini ditemukan dalam singkapan batuan sedimen berupa batu pasir yang memang
batu pasir merupakan jenis batuan yang paling memungkinkan terdapatnya fosil,
karena kekerasan batuan ini tidak membuat fosil yang terkandung di dalamnya
menjadi hancur.

19
Foto 9. Fosil Pandan

Nama Ilmiah : Pandanus Sp.

Proses : Impression

Foto 10. Fosil Pandan

Nama Ilmiah : Pandanus Sp.

Proses : Impression

Selain itu, ditemukan pula fosil daun pandan di dua tempat yaitu pada
koordinat 02o 9 08,4 S dan 102o 9 14,0 E dan 02o 9 08,0 S dan 102o 9 14,2

20
E dengan nama Ilmiah Pandanus Sp. Yang terbentuk melalui proses impression,
yaitu jejak-jejak organisme berelief rendah.

Foto 11. Fosil Tunggul

Nama Ilmiah : -

Proses : Histometabasis

Di stopsite ini ditemukan pula fosil tunggul, yakni kayu yang terfosilkan di
tempatnya tumbuh. Fosil ini merupakan fosil insitu yang keberadaanya sangat
jarang di dunia. Fosil ini terbentuk melalui proses histometabasis yaitu
penggantian total tiap-tiap molekul dari jaringan tumbuhan oleh mineral-mineral
asing yang meresap ke dalam tumbuhan tersebut.

3.5 Lokasi Pengamatan 5, Mengkarang (02o 10 47,06 S dan 102o 10 38,4 E)


3.5.1 Geomorfologi

Stopsite didaerah ini berada disekitar aliran sungai Mengakarang yang


masih dalam bentuk V dan dapat dikatakan masih berstadia muda yang
didominasi oleh singkapan batuan sedimen pasir. Tenaga pembentuknya adalah
gaya tektonik berupa pengangkatan. Terdapat air terjun kecil yang tepat berada
ditengah sungai. Sama halnya dengan stpsite-stopsite yang lain sungai
mengkarang juga berada di kawan lembah diantara lereng-lereng yang curam.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kawasan ini termasuk kedalam sistem
perbukitan. Vegetasi disekitarnya masih cukup lebat menandakan bahwa erosi

21
yang terjadi tidak cukup kuat, dimana vegetasi juga berfungsi sebagai penahan
dari terjadinya erosi.

3.5.2 Petrologi
Batuan dominan pada stopsite ini adalah batuan sedimen dengan
kandungan fosil yang cukup melimpah di dalamnya. Batuan sedimen yang ada
umumnya adalah batu pasir dan lanau, dimana keduanya merupakan batuan jenis
sedimen kataklastik karena terbentuk dari hasil transportasi material-material
batuan yang telah ada sebelumnya sehingga memiliki kenampakan butir di
dalamnya. Batuan sedimen ini mendominasi singkapan-singkapan yang ada dan
sangat jarang ditemukan dalam bentuk bongkahan. Namun, selain itu juga
banyak ditemukan bongkahan-bongkahan batuan metamorf maupun beku
disekitar singkapan seperti kuarsit. Bongkahan batu ini berasal dari tempat lain
yang kemudian terbawa arus hingga ketempat ini. Jadi tidak semua batuan yang
ada di daerah ini yang merupakan batuan asli, tetapi sebagian ada batuan hasil
transportasi yang ditemukan.
Salah satu batuan sedimen yang ditemukan dalam bentuk bongkah adalah
batu bara. Batu ini ditemukan disekitar bongkahan batu lainnya, dengan ciri
litologi berwarna hitam, struktur amorf. Batu bara termasuk dalam batuan
sedimen nonklastik, yaitu terbentuk dari material yang tidak mengalami
transportasi dan biasanya terendapkan dilingkungan yang berbentuk cekungan,
material-materialnya berasal dari organisme yang tertimbun dan membatu di
cekungan tersebut dan terkena tekanan (pressure) dan suhu yang tinggi (heat)
sehingga membentuk batu bara.
Batu ini sebenarnya juga dapat dikatakan sebagai fosil dengan proses
pembentukannya yaitu destilasi/ karbonisasi. Proses pembentukannya dengan
menguapnya kandungan gas-gas atau zat lain yang mudah menguap dalam
tumbuhan atau hewan karena bagian tubuh/rangkanya mengalami tekanan, yang
kemudian tersedimentasi dan menginggalkan residu C (karbon) berupa lapisan-
lapisan tipis dan kumpulan unsur karbon (C) yang menyelubungi sisa-sisa
organisme yang tertekan tadi.
3.5.3 Paleontologi

22
Foto 13. Fosil pandan

Nama Ilmiah : Pandanus Sp.

Proses : Impression

Lokasi : 02o 1047,34Sdan102o1038,77 E

Di stopsite ini juga ditemukan fosil daun pandan dengan proses Impression
yang merupakan jejak-jejak organisme yang memiliki relief rendah. Fosil ini
juga ditemukan di Daerah Sungai Muara Karing yang telah dijelaskan
sebelumnya. Persamaan fosil yang ditemukan ini bukan hal yang aneh atau tidak
mungkin mengingat setiap stopsite masih berada pada satu kawasan Geopark
Merangin Jambi.

23
Foto 14. Fosil Kayu

Nama Ilmiah : Araucarioxylon

Proses : Histometabasis

Lokasi : 02o1047,52 Sdan 102o1039,5 E

Fosil Kayu dengan nama ilmiah Araucarioxylon ini pun juga ditemui di
stosite ini yang tersebar disekitar singkapan batuan sedimen dan bongkahan-
bongkahan batuan metamorf dengan melalui proses histometabasis yaitu
penggantian total tiap-tiap molekul dari jaringan tumbuhan oleh mineral-mineral
asing yang meresap ke dalam jasad tumbuhan. Mineral- mineral asing yang
masuk tidak mengubah struktur molekulnya, tetapi hanya menggantikan tiap
molekul saja. Fosil kayu yang ditemukan di daerah ini sebenarnya bukan hanya
satu, akan tetapi terdapat beberapa bagian yang ditemukan secara terpisah
namun tetap berimpitan/bersebelahan. Sehingga hanya di ambil satu buah
sampel saja yang mewakili secara keseluruhannya. Fosil kayu ini merupakan
fosil yang paling banyak dijumpai pada tiap stosite dan juga merupakan salah
satu aset penting dalam kawasan Geopark Merangin Jambi dimana fosil
termasuk dalam fosil insitu, yaitu fosil yang memfosil di lingkungannya tumbuh.
Fosil insitu ini termasuk dalam fosil yang sangat sulit ditemukan di seluruh
dunia sehingga menjadikan Geopark Merangin Jambi ini memiliki sesuatu yang
langka.

24
Foto 15.Fosil pakis

Nama Ilmiah : Phylum PteridoPhyta

Proses : Impression

Lokasi : 02o 1046,66Sdan102o1038,97 E

Foto 16. Fosil Pakis

Nama Ilmiah : Phylum PteridoPhyta

Proses : Impression

Lokasi : 02o 1047,20Sdan102o1039,44 E

Fosil pakis juga banyak dijumpai di daerah tepi-tepi sungai dan juga
banyak yang ditemukan di singkapan. Fosil ini termasuk kedalam filum

25
pteridophyta yang terbentuk sebagai jejak-jejak organisme yang berelief rendah
yaitu Impression.

Foto 17. Fosil kerang

Nama Ilmiah : Phylum Brachiopoda

Proses : Cast

Lokasi :02o1048,69Sdan102o1035,61 E

Fosil Kerang banyak dijumpai pada singkapan-singkapan yang terletak


ditengah sungai, sebgaian kecil ditemukan pada bongkahan-bongkahan batuan
sedimen yang berkumpul bersama batuan-batuan lainnya. Filum ini hidup
sebelum 500 juta tahun yang lalu sehingga dapat diprediksi batuan sedimen yang
mengandung fosil ini juga berumur lebih dari 500 juta tahun.

26
BAB IV KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari hasil laporan ekskursi ini adalah sebagai berikut.
4.1 Bentang lahan yang dominan adalah sistem perbukitan dengan stopsite-
stopsite yang umumnya berada pada kawasan sungai berasosiasi dengan
lereng yang curam dan vegetasi yang cukup rapat. Dibeberapa tempat
ditemukan erosi yang cukup kuat terjadi.
4.2 Batuan yang banyak dijumpai adalah batuan sedimen yang mengandung
fosil, batuan beku pada stosite jeram ladeh dengan formasi granit tantan,
sedikit batuan metamorf (Kuarsit) dan batu bara di sungai Mengkarang
4.3 Fosil-fosil yang dietemukan berupa fosil kayu dengan proses pemfosilan
histometabasis, fosil pandan dan pakis dengan proses impression dan fosil
kerang (Brachiopoda) dengan proses Cast. Ditemukan pula fosil tunggul
yang merupakan fosil insitu (memfosil ditempat organisme tersebut
tumbuh).

27

Anda mungkin juga menyukai