Anda di halaman 1dari 9

NAMA : INTAN SEPTIANA

NIM : F1D215032
MATKUL : TKG

DOME KULON PROGO


Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa Tengah bagian selatan,
yaitu zona plato. Bagian utara dan timur Kulon Progo ini dibatasi oleh dataran
pantai Samudera Indonesia dan bagian barat laut berhubungan dengan
Pegunungan Serayu Selatan. Kulon Progo berasal dari daerah up lift yang luas dan
kemudian membentuk dome yang luas. Dome tersebut berbentuk relief persegi
panjang dengan diameter berarah utara-selatan mencapai 30km, sedangkan pada
arah barat-timur diperkirakan mencapai 15-20km. Puncak dari dome tersebut
berupa dataran yang sangat luas, disebut plato. Secara struktur, Pegunungan
Kulon Progo merupakan dataran tinggi yang dicirikan oleh adanya kompleks
gunung api purba yang berada di atas batuan berumur Paleosen dan ditutup oleh
batuan karbonat yang berumur Neosen.
Secara garis besar struktur geologi daerah Kabupaten Kulon Progo dapat
dibagi menjadi dua yaitu Struktur Dome dan Struktur Unconfirmity.
1. Struktur Dome, Kabupaten Kulon Progo termasuk ke dalam daerah dome yang
puncaknya berupa daratan yang luas, biasa disebut Plato Jonggrangan. Proses
geologi yang banyak terjadi yakni orogenesis.
2. Struktur Unconfirmity, Pada perbatasan antara Eosen atas dari Formasi
Nanggulan dengan Formasi Andesit Tua yang berumur Oligosen terdapat
ketidakselarasan berupa disconfirmity, karena lapisan lebih muda dengan lapisan
lebih tua terpaut umur yang sangat jauh walaupun lapisannya sejajar.
Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa formasi andesit tua
yang diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan
diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi Sentolo
yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jonggrangan.
Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi
menjadi beberapa satuan morfologi, yaitu :
1. Satuan Pegunungan Kulon Progo, penyebarannya memanjang dari selatan ke
utara dan menempati bagian Daerah Istimewa Yogyakarta, yang meliputi
kecamatan Kokap, Girimulyo dan Samigaluh. Kelerengannya berkisar antara
15o-600 daerah yang ditempati pegunungan Kulon Progo ini sebagian besar
digunakan sebagai kebun, sawah dan pemukiman.
2. Satuan Perbukitan Sentolo, penyebaran yang sempit, karena terpotong oleh
Sungai Progo yang memisahkan wilayah kabupaten Bantul dan Kabupaten
Kulon Progo. Di wilayah Kabupaten Kulon Progo , satuan pegunungan Sentolo
ini meliputi daerah kecamatan Pengasih dan Sentolo. Ketinggiannya berkisar
antara 50-150 m di atas permukaan air laut, dengan kelerengan 150. Daereh
inilah yang menjadi daerah pemetaan kami.
3. Satuan teras Progo, terletak di sebelah utara satuan Perbukitan Sentolo dan di
sebelah timur pegunungan Kulon Progo yang meliputi kecamatan Nanggulan,
Kalibawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo.
4. Satuan Dataran Aluvial, Penyebaran satuan dataran aluvial ini memanjang
dari barat-timur yang meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Glur, dan
sebagian besar diperuntukan sebagai lahan persawahan dan pemukiman.
5. Satuan Dataran Pantai
 Sub satuan Gumuk Pasir, penyebaran di sepanjang pantai selatan
Yogyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara di
pantai selatan ini adalah kali Serang dan kali Progo yang membawa
material – material berukuran pasir dari hulu ke muara.
 Subsatuan Dataran Aluvial Pantai, terletak di sebelah utara subsatuan
Gumuk Pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir yang berasal
dari subsatuan Gumuk Pasir oleh kegiatan angin.
Stratigrafi Regional Kulon Progo
Menurut Van Bemellen Pegunungan Kulon Progo dikelompokkan menjadi
beberapa formasi berdasarkan batuan penyusunnya. Formasi tersebut dimulai dari
yang paling tua yaitu sebagai berikut :
1. Formasi Nanggulan, Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri
dari batu pasir, sisipan lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan
konkresi limonit, batu gamping dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan
moluska dengan ketebalan 300 m. berdasarkan penelitian tentang umur
batuannya didapat umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai
oligosen atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di
bagian timur Kali Progo. Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu
 Axinea Beds, Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40
m, terdiri dari abut pasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang
semuanya berfasies litoral, axiena bed ini memiliki banyak fosil
pelecypoda.
 Yogyakarta beds, Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan
secara selaras dengan ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung
ynag mengkonkresi nodule, napal, batu lempung, dan batu pasir.
Yogyakarta beds mengandung banyak fosil poraminifera besar dan
gastropoda.
 Discocyclina beds, Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras
diatas Yogyakarta beds denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu
napal yang terinteklasi dengan batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian
terinterklasi lagi dnegan batuan arkose. Fosil yang terdapat pada
discocyclina beds adalah discocyclina.
2. Formasi Andesit Tua, Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi
andesit, lapili tuff, tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu
pasir vulkanik yang tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini
diendapkan secara tidak selaras dengan formasi nanggulan dengan ketebalan
660 m. Diperkirakan formasi ini formasi ini berumur oligosen – miosen.
3. Formasi Jonggrangan, Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa
tufa, napal, breksi, batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan
pada bagian atasnya terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan
napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan formasi ini 2540 meter. Letak
formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua. Formasi jonggrangan ini
diperkirakan berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah
poraminifera, pelecypoda dan gastropoda.
4. Formasi Sentolo, Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa
batu pasir napalan dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari
napal tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi ini tak selaras
dengan formasi jonggrangan, Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen
bawah sampai pleistosen.
5. Formasi Alluvial dan gumuk pasir, Formasi ini iendapan secara tidak selaras
terhadap lapisan batuan yang umurnya lebih tua. Litologi formasi ini adalah
batu apsr vulkanik merapi yang juga disebut formasi Yogyakarta. Endapan
gumuk pasir terdiri dari pasir – pasir baik yang halus maupun yang kasar,
sedangkan endapan alluvialnya terdiri dari batuan sediment yang berukuran
pasir, kerikir, lanau dan lempung secara berselang – seling.

TEKTONIK REGIONAL PEGUNUNGAN SELATAN


Zona Pegunungan Selatan adalah daerah pegunungan yang berada pada
bagian selatan Jawa Tengah, daerahnya melampar dimulai dari bagian tenggara
provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, memanjang ke arah timur sepanjang pantai
selatan Jawa Timur. Jika dilihat dari reliefnya, daerah ini pegunungan selatan
tersiri dari dua relief secara umum, yakni relief yang kasar di sisi timur, dan yang
cenderung lebih halus di sisi barat, pada bagian utaranya terdapat gawir-gawir
yang memanjang relatif barat-timue, pembentukannya terjadi karena adanya
evolusi tektonik yang terjadi di Pulau Jawa pada zaman Kapur hingga sekarang.

Gambar. Fisiografi regional pegunungan selatan


Stratigrafi Regional
Pegunungan Selatan secara umum tersusun oleh batuan sedimen
volkaniklastik dan batuan karbonat.

Gambar. Kolom stratigrafi pegunuungan selatan


Urutan stratigrafi penyusun Pegunungan Selatan bagian barat dari tua ke
muda adalah sebagai berikut:
Formasi Wungkal-Gamping : Formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan
Gunung Gamping, di Perbukitan Jiwo. Satuan batuannya terdiri dari perselingan
antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan
batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di
Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat,
menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).
Formasi Kebo-Butak : Formasi ini disusun pada bagian bawah berupa batupasir
berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat, dengan
ketebalan lebih dari 650 meter.Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan
batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya
dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi
andesit.
Formasi Semilir : Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah selatan
Klaten. Dengan ketebalan lebih dari 460 meter.Litologi penyusunnya terdiri dari
tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan
batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan
batuan ini, yaitu di S. Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab.
Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono,
2001).
Formasi Nglanggran : Pada formasi ini batuan penyusunnya terdiri dari breksi
gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi
gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis.
Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian
tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu
yang membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi
oleh batupasir
Formasi Sambipitu : Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada
jalan raya Yogyakarta-Patuk-Wonosari dengan ketebalan mencapai 230 meter.
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,
kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan
serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak
mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir,
mengandung bahan karbonat.
Formasi Oyo : Lokasi tipe formasi ini berada di Sungai Oyo. Batuan
penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke
atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan
batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit,
namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit
membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini
lebih dari 140 meter.
Formasi Wonosari : Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan
sekitarnya, dengan ketebalan lebih dari 800 meter. Formasi ini didominasi oleh
batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu.
Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian
timur.
Formasi Kepek : Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, tersebar di
hulu. Rambatan sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan
penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih
kurang 200 meter.
Endapan Permukaan : Endapan permukaan pada daerah Sungai Opak
merupakan rombakan batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala Plistosen
hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai padu lemah, berbutir lempung
hingga kerakal.
Struktur Geologi Regional Pegunungan Selatan
Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Pegunungan Selatan telah
mengalami empat kali pengangkatan. Pola struktur geologi yang ada pada
Pegunungan Selatan yaitu :
 Arah NE-SW, umumnya merupakan sesar geser sinistral yang terjadi
akibat penunjaman lempeng Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen
Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh kelurusan sepanjang Sungai Opak dan
Sungai Bengawan Solo.
 Arah N-S, sebagian besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali
pada batas barat Pegunungan Selatan yang merupakan sesar turun.
 Arah NW-SE, umumnya merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan
ketiga arah ini tampak sebagai pasangan rekahan yang terbentuk akibat
gaya kompresi berarah NNW-SSE yang berkembang pada Pliosen Akhir.
 Arah E-W, sebagian besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya
regangan berarah N-S dan berkembang pada Pleistosen Awal.

OLD ANDESIT FORMATION (OAF)


OAF disebut juga formasi andesit tua. Batuan penyusun dari formasi ini
terdiri atas Breksi andesit, Tuf, Tuf Tapili, Aglomerat dan sisipan aliran lava
andesit. Lava, terutama terdiri dari Andesit hiperstein dan Andesit augit
hornblende (Wartono Raharjo dkk, 1977).
Formasi Andesit Tua ini dengan ketebalan mencapai 500 meter
mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi Nanggulan. Batuan
penyusun formasi ini berasal dari kegiatan vulaknisme di daerah tersebut, yaitu
dari beberapa gunung api tua di daerah Pegunungan Kulon Progo yang oleh Van
Bemmelen (1949) disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua. Gunung api yang
dimaksud adalah Gunung Gajah, di bagian tengah pegunungan, Gunung Ijo di
bagian selatan, serta Gunung Menoreh di bagian utara Pegunungan Kulon Progo.
Aktivitas dari Gunung Gajah di bagian tengah mengahsilkan aliran-aliran lava dan
breksi dari andesit piroksen basaltic. Aktivitas ini kemudian diikuti Gunung Ijo di
bagian selatan Pegunungan Kulon Progo, yang menghasilkan Andesit piroksen
basaltic, kemudian Andesit augit hornblende dan kegiatan paling akhir adalah
intrusi Dasit. Setelah denudasi yang kuat, sedikit anggota dari Gunung Gajah telah
tersingkap, di bagian utara, Gunung Menoreh ini menghasilkan batuan breksi
Andesit augithornblende, yang disusul oleh intrusi Dasit dan Trakhiandesit.
Kepingan Tuff napalan ini merupakan hasil dari rombakan lapisan yang
lebih tua, dijumpai di kaki gunun Mujil. Dari hasil penelitian, kepingan Tuff itu
merupakan fosil Foraminifera plantonik yang dikenal sebagai Globigerina
ciperoensis bolli, Globigerina geguaensis weinzrel; dan applin serta Globigerina
praebulloides blow. Fosil-fosil ini menunjukkan umur Oligosen atas. Formasi
Andesit Tua secara stratrigrafis berada di bawah Formasi Sentolo. Umur Formasi
Sentolo berdasarkan penelitian terhadap Foraminifera plantonik adalah berkisar
antara Awal Meiosen sampai Pliosen. Formasi Nanggulan, yang terletak di bawah
Formasi Andesit Tua mempunyai kisaran umur Eosen Tengah hingga Oligosen
Atas. Jika kisaran umur itu dipakai, maka Formasi Andesit Tua diperkirakan
berumur Oligosen Atas sampai Meiosen Bawah. Menurut Purbaningsih (1974,
vide wartono Rahardjo, dkk, 1977) umur Formasi Tua ini adalah Oligosen.
DAFTAR PUSTAKA

Van Bemmelen, R.W., 1970, The Geology of Indonesia, vol. 1A, General Geology
of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, 2nded., Martinus Nijhoff, The
Haque. AAPG UGM-SC., 2013, Guidebook Volcanic Petroleum Play
AAPG UGM-SC. Tidak dipublikasikan.

Trisnawati D. 2009. Analisis Indeks Geomorfik dalam Menentukan Pengaruh


Tektonik terhadap Sub-Daerah Aliran Sungai Oyo Kec. Playen, Gunung
Kidul dan Kec. Dlingo, Bantul DIY. Semarang, Indoesia. UNDIP Press,
e.print.undip.ac.id

Anda mungkin juga menyukai