A. DEFINISI
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42
minggu lengkap. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu di dapatkan dari
perhitungan usia kehamilan, seperti rumus Naegele atau dengan tinggi fundus
uteri serial.
Kehamilan lewat waktu atau post date adalah kehamilan yang berlangsung
sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir
menurut Naegele dengan siklus rata rata 28 hari.
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi 42 minggu belum
terjadi persalinan.
B. ETIOLOGI
Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab
terjadinya kehamilan post term belum jelas. Beberpa teori yang diajukan pada
umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan post term sebagai akibat
gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain
sebagai berikut:
a. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipeercaya merupakan
kejadian perubahan endoktrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin. Sehingga menduga bahwa terjadinya kehamilan karena
berlangsungnya pengaruh progesteron.
b. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan post term
member kesan bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peran penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan dari neurohipofisis ibu
hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut.
c. Teori Kortisol/ ACTH janin
Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen selanjutnya berpengaruh
pada meningkatnya produksi prostaglandin. Kadar kortisol rendah
merupakan tidak timbulnya HIS.
d. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari fleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak terjadi
tekanan pada fleksus ini seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek, dan
bagian bawah maasih tinggi diduga sebagai penyebab kehamilan posterm.
e. Heriditer
Morgen (1999) seperti dikutip dalam Cuningham, menyatakan bahwa
bilamana seorang ibu mengalami kehamilan post term saat melahirkan
anak perempuan, maka besar kemungkinan anak permpuannya akan
mengalami kehamilan pos term, (Sarwono,2008)
f. Kurangnya air ketuban
g. Insufisiensi plasenta
C. PATOFISIOLOGI
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan
dengan penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta
berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan
nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga pemasakan
nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping adanya spasme arteri spiralis
menyebabkan janin resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin
menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur, sebagian
janin bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi
perubahan metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang dan makin kental
menyebabkan perubahan abnormal jantung janin.
D. PATHWAY
Rendahnya Hormon progesteron saraf uterus Heriditer Kurangnya air ketuban/ Usia ibu hamil Riwayat kehamilan
pelepasan oksitosin tidak cepat turun abnormal oligohidramnion 35 tahun post term
Kepekaan uterus Riwayat RAS Kelainan pada janin Sistem reproduksi Resiko berulang
terhadap oksitosin keluarga menurun
berkurang
Tak ada kelenjar
hipofisis
Stimulus kontraksi
uterus terganggu
Kortisol janin tidak
diproduksi dengan
baik
Kontraksi uterus
berlangsung lebih
lambat Tidak timbul his
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. USG untuk menilai usia kehamilan, oligihidraminon, derajat maturitas
plasenta.
b. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin
c. Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa
tekanantes tanpa tekanandinilai apakah reaktif atau tidak dengan tes
tekanan oksitosin
d. Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20 %
G. PENATALAKSANAAN
a. Setelah usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting adalah
monitoring janin sebaik-baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
c. Kehamilan lewat waktu memerlukan pertolongan, induksi persalinan atau
persalinan anjuran. Persalinan induksi tidak banyak menimbulkan penyulit
bayi, asalkan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang cukup.
Dalam pertolongan persalinan lewat waktu, pengawasan saat persalinan
induksi sangat penting karena setiap saat dapat terancam gawat janin, yang
memerlukan pertolongan segera.
Persalinan anjuran/induksi persalinan dapat dilakukan dengan metode :
1. Persalinan anjuran dengan infuse
pituitrin (sintosinon) 5 unit dalam 500 cc glukosa 5 %, banyak
dipergunakan
Teknik induksi dengan infuse glukosa
lebih sederhana, dan mulai dengan 8 tts/mnt, dengan
maksimal 40 tts/mnt. Kenaikan tetesan setiap 15 menit
sebanyak 4-8 tts sampai kontraksi optimal tercapai.
Bila dengan 30 tts kontraksi maksimal
telah tercapai, maka tetesan tersebut dipertahankan sampai
terjadi persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi
persalinan anjuran dengan selang waktu 24-48 jam.
2. Amniotomi
Memecah ketuban merupakan salah satu metode untuk
mempercepat persalinan. Setelah ketuban pecah, ditunggu
sekitar 4-6 jam dengan harapan kontraksi otot rahim akan
berlangsung.
Apabila belum berlangsung kontraksi otot rahim dapat
diikuti induksi persalinan dengan infuse glukosa yang
mengandung 5 IU oksitosin.
3. Persalinan anjuran dengan
menggunakan prostaglandin
Telah diketahui bahwa kontraksi otot rahim terutama
dirnagsang oleh prostaglandin sebagai induksi persalinan
dapat dalam bentuk infuse intravena (Nalator) dan
pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria)
Prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks
selama induksi persalinan.
Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan
periksa DJJ.
Kaji ulang indikasi
Prostaglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg/gel 2-3 mg
ditempatkan pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi
6 jam kemudian (jika his tidak timbul)
Hentikan pemberian prostaglandin dan mualilah infuse
oksitosin, jika :
Ketuban pecah, pematangan serviks telah tercapai, proses
persalinan telah berlangsung, pemakaian prostaglandin telah
24 jam.
4. Pemberian misoprostol
Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks
hanya pad kasus-kasus tertentu misalnya,
- Pre-eklamsi berat/eklamsi dan serviks belum matang
sedangkan seksio sesarea belum dapat segera dilakukan
atau bayi terlalu premature untuk bisa hidup.
- Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum
inpartu dan terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan
darah.
Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks
posterior vagina dan jika his tidak timbul dapat diulangi
setelah 6 jam.
Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberiaan 25
mcg, naikkan dosis sampai 50 mcg tiap 6 jam
Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai dan
jangan lebih dari 4 dosis/200 mcg.
Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan
kejadian rupture uteri. Oleh karena itu, hanya dikerjakan di
pelayanan kesehatan yang lengkap (ada fasilitas operasi)
Jangan berikan oksitosin dalam 8 jam sesudah
pemberian misoprostol.
5. Kateter Foley
Kateter foley merupakan alternative lain disamping
pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks dan
induksi persalinan
Jangan lakukan kateter foley jika ada riwayat
perdarhan, ketuban pecah, pertumbuhan janin terlambat, atau
infeksi vaginal.
Kaji ulang indikasi
Pasang speculum DTT di vagina
Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui serviks
dengan menggunakan forseps DTT. Pastikan ujung kateter
telah melewati ostium uteri internum
Gembungkan balon kateter dan letakkan di vagina
Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul
kontraksi uterus atau sampai 12 jam.
Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan
kateter, kemudian lanjutkan dengan infuse oksitosin.
d. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memeriksa kematangan
servik, kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan
atau tanpa amniotomi
e. Bila riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam
rahim, terjadi hipertensi, preeklamsi, kehamilan ini adalah anak pertama
karena infertilitas atau pada kehamilan lebih dari 40-42 minggu, maka ibu
dirawat di rumah sakit.
f. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan
pada insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang,
pembukaan belum lengkap, persalinan lama dan terjadi tanda gawat janin,
atau pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pereklamsi,
hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas dan kesalahan letak janin.
g. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa
partus lama akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang
besar, dan kemungkinan disproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedative
dan narkosa, jadi pakailah anestesi konduksi. Jangan lupa, perawatan
neonatus postmaturitas perlu dibawah pengawasan dokter anak.
H. KOMPLIKASI
a. Terhadap ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak
terkoordinir, janin besar dan moulding (moulage) kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri,
distosia bahu, dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikkan angka
morbiditas dan mortalitas.
b. Terhadap janin
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar
dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya
pada janin. Pengaruh post maturitas pad janin bervariasi: berat badan janin
dapat bertambah besar, tetap, dan yang berkurang, sesudah kehamilan 42
minggu . ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d. Agen cedera fisik (trauma jalan lahir, episiotomi).
2. Risiko infeksi dengan faktor risiko pertahanan tubuh primer tidak
adekuat (integritas kulit di perinium tidak utuh)
3. Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan
4. Kurang pengetahuan: Perawatan post partum b.d. kurang terpapar
informasi