Anda di halaman 1dari 11

DBD (Demam Berdarah Dengue) - Diagnosis Laboratorium

PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue, terutama menyerang anak-anak dengan
gejala demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan renjatan (shock) dan kematian.
Penyebab penyakit ini ialah virus dengue yang sampai sekarang telah
dikenal ada 4 tipe (tipe 1,2,3 dan 4), termasuk dalam group B
Arthropod BorneViruses (Arbovirosis).
Orang yang terinfeksi virus dengue, dalam tubuhnya akan terbentuk zat
anti (antibodi) yang spesifik sesuai dengan tipe virus dengue yang masuk. Gejala
atau tanda yang timbul ditentukan oleh reaksi antara antibodi yang ada dalam
tubuh dengan antigen yang ada dalam virus dengue yang baru masuk. Orang
yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit
demam dengue atau demam yang ringan dengan gejala dan tanda yang tidak
spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali
(asymtomatic). Penderita demam dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam
waktu 5 hari tanpa pengobatan. Akan tetapi apabila orang sebelumnya sudah
pernah terinfeksi virus dengue, kemudian terinfeksi lagi virus dengue dengan tipe
lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam berdarah dengue
(infeksi sekunder).
Patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit ialah ; Meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma darah,
terjadi hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik
Diagnosis penyakit DBD (Modifikasi# Kriteria WHO)
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
2. Tanda-tanda perdarahan
3. Pembesaran hati
4. Trombositopenia (150.000# atau kurang)
5. Hemokonsentrasi ; hematokrit meningkat sebanyak 20% atau lebih dibanding
nilai selama perawatan.
Penerapan kriteria ini 87% diagnosis tepat setelah dikonfirmasi dengan tes
imunologi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DBD
Pemeriksaan laboratorium DBD yang digunakan untuk menunjang
diagnosis sesuai kriteria adalah hitung trombosit dan nilai hematokrit dilanjutkan
dengan tes konfirmasi. Namun demikian dengan melihat gejala dan tanda serta
patofisiologi DBD pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah :
1. Yang non spesifik :
- Utama
* penetapan nilai hematokrit ; meningkat 20%
* hitung trombosit ; menurun 150.000 / l
- Lain-lain
* hitung lekosit ; biasanya lekositosis sedang atau lekopenia
dengan
limfositosis atau monositosis relatif
* albumin serum ; biasanya menurun
* natrium serum ; biasanya menurun
* transaminase (GOT, GPT) ; biasanya meningkat
* urea ; biasanya meningkat
2. Yang spesifik :
- Tes imunologi
- Isolasi virus,deteksi virus atau komponen virus
Tes Laboratorium DBD Non Spesifik
a. Penetapan Nilai Hematokrit
Merupakan salah satu pemeriksaan hematologi untuk mengetahui
volume eritrosit dalam 100 ml darah, yang dinyatakan dalam %. Nilai
ini biasanya dipakai untuk mengetahui ada tidaknya anemia dan digunakan
untuk menghitung nilai eritrosit rata-rata. Pada kasus DBD volume plasma
berkurang oleh karena terjadi eksudasi plasma akibat meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah sehingga volume eritrosit relatif
meningkat. Meningkatnya nilai hematokrit pada kasus DBD merupakan indikator
yang peka terhadap akan terjadinya renjatan. Oleh karena itu perlu dilakukan
berulang secara periodik terutama di antara hari ketiga dan hari ke tujuh sakit.
Penetapan nilai hematokrit dapat dilakukan dengan cara makro dan cara mikro.
Cara makro menggunakan tabung Wintrobe dan saat ini sudah jarang dipakai.
Cara mikro menggunakan pipet kapiler yang panjangnya 75 mm dan diameter
dalamnya 1 mm. Pipet ini ada 2 jenis yaitu yang dilapisi antikoagulan untuk
darah kapiler dan yang tidak dilapisi dengan antikoagulan digunakan untuk darah
vena. Untuk memanpatkan eritrosit dilakukan sentrifus selama 3-5 menit dengan
kecepatan 4000 rpm/menit.
Nilai normal atau nilai rujukan hematokrit :
- Anak-anak : 33-38 vol%
- Dewasa laki : 40-48 vol%
- Dewasa perempuan : 37-43 vol%
Kesalahan yang mungkin terjadi
1. Persiapan penderita misalnya puasa. Dua jam setelah makan volume plasma
meningkat dan setelah gerak badan volume plasma berkurang.
2. Posisi pasien saat pengambilan sampel ; berdiri volume plasma berkurang,
berbaring volume plasma bertambah 10-15 %.
3. Jarum yang dipakai terlalu kecil, eritrosit lisis
4. Pembendungan yang terlalu lama menjadi hemokonsentrasi
5. Tetesan pertama darah kapiler tidak dibuang ; mengandung cairan interstisiel
6. Pipet kapiler yang mengandung heparin cepat rusak bila tidak disimpan di lemari
es.
7. Terlalu banyak anti koagulan ; eritrosit mengkerut
8. Sebagian darah membeku ; eritrosit terjebak dalam bekuan darah
9. Bahan tidak dicampur homogen
10. Ujung pipet disumbat dengan cara dibakar ; eritrosit lisis
11. Alat sentrifus menjadi panas sehingga terjadi hemolisis
12. Terjadi penguapan plasma selama sentrifus
13. Pemeriksaan ditunda lebih dari 6 jam
14. Kecepatan dan lama sentrifus sudah tidak sesuai
15. Lapisan buffy coat tidak turut dibaca
16. Pembacaan yang salah
17. Kesalahan menulis hasil
Saat ini nilai hematokrit sudah dapat dihitung dengan alat penghitung
otomatis sehingga beberapa faktor kesalahan dapat dihindari.
b. Hitung Trombosit
Pada kasus DBD trombosit akan menurun jumlahnya di bawah 150.000 /
l. Penurunan ini biasanya ditemukan di antara hari ketiga dan hari
ketujuh. Hitung trombosit perlu diulang sampai kita yakin jumlahnya dalam batas
normal atau menunjang diagnosis DBD. Pemeriksaan dilakukan minimal dua
kali yaitu pada waktu pasien masuk dan apabila normal diulang pada hari kelima
sakit. Bila perlu diulang lagi pada hari keenam dan ketujuh sakit.
Pemeriksaan hitung sel darah termasuk trombosit saat ini sudah
menggunakan alat penghitung otomatis yang dikenal dengan Electronic Cell
Counter. Dengan alat ini penghitungan menjadi lebih mudah, cepat dan teliti
dibandingkan dengan cara manual. Walaupun demikian hitung sel darah cara
manual masih dipertahankan. Hal ini disebabkan karena dapat dilakukan di
laboratorium yang tidak mempunyai aliran listrik, alat hitung sel otomatis
harganya sangat mahal dan cara manual masih merupakan metode
rujukan untuk pemeriksaan hitung trombosit.
Kesalahan Yang mungkin terjadi
1. Obat yang dipakai pasien misalnya ; suntikan adrenalin meningkatkan
jumlah lekosit dan trombosit
2. Alat yang dipakai ; volume pipet tidak tepat, kamar hitung yang kotor atau
basah dan tidak menggunakan kaca penutup yang khusus.
3. Teknik ; volume sampel tidak tepat misalnya tidak menghapus darah di
luar pipet, tidak terjadi pencampuran yang homogen dan kamar hitung tidak diisi
dengan benar.
4. Jumlah sel yang dihitung terlalu sedikit.
5. Kesalahan menulis hasil.
Penghitungan jumlah trombosit dapat juga dilakukan secara tidak langsung
dengan melihat gambaran apusan darah tepi. Penilaian ini bersifat
semikuantitatif namun beberapa pusat perawatan melakukan evaluasi dengan
cara ini.
Penghitungan dengan cara manual faktor kesalahannya mencapai 15-30 %,
dengan menggunakan alat otomatis kesalahan dapat diperkecil.
Tes Laboratorium DBD Yang Spesifik
A. Tes Laboratorium Imunologi
1. Hemaglutination Inhibition Test (HI Test)
Diagnosa ditegakkan bila (WHO 1974) :
1. Titer HI Test pada fase akut akan meningkat 4 kali atau lebih pada fase
rekonvalesensi
2. Titer HI Test pada fase akut 1/1.280 atau lebih dan fase rekonvalesensi tidak naik
atau bila naik tidak perlu sampai 4 kali (presumtif diagnosa).
3. Reaksi HI Test positif primer bila titer fase akut < 1/20 dan akan meningkat
sampai 4 kali atau lebih pada fase rekonvalesensi, akan tetapi titer
rekonvalesensi < 1/2.560
4. Reaksi HI Test positif sekunder bila titer fase akut < 1/20 dan meningkat
dalam fase rekonvalesensi sampai 1/2.560 atau lebih atau dalam fase akut titer
HI Test 1/20 atau lebih dan meningkat 4 kali atau lebih pada fase rekonvalesensi.
HI Test sekarang ini makin jarang digunakan.
2. Dengue Blot test
Cara kerja
- Spesimen yang berupa filter paper dilarutkan dengan kaolin 12,5% untuk
memperoleh serum berupa sepernatan
- Spesimen yang berbentuk darah vena atau darah kapiler dapat langsung
diperiksa
- Antigen dengue yang berbentuk kertas (tersedia dalam kit diletakkan pada
sumur piring ELISA)
- Pada sumur piring ELISA tambahkan 50 ul supernatan atau serum sampau
kertas antigen terendam. Setelah 60 menit dilakukan pencucian dengan cara
membilas dengan akuades. Setelah itu ditambahkan buffer pencuci yang dibuat
dari bahan yang tersedia dalam kit, selanjutnya tambahkan larutan konjugate.
Setelah 60 menit sumur-sumur piring ELISA dibilas dengan akuades, dan
ditambahkan larutan substrate (tersedia dalam kit).
- Pembacaan hasil dilakukan 30 menit kemudian.
Interpretasi
- Positif : bila terbentuk cincin biru / ungu pada kertas antigen dengan intensitas
lebih jelas atau sama dengan kontrol.
- Negatif : bila tidak terbentuk cincin berwarna atau intensitas warna kurang jelas
dibandingkan dengan kontrol.
Dengue Blot Test juga sudah jarang dilakukuan di laboratorium klinik.
Konfirmasi selama ini dilakukan dengan HI Test. Sampel diambil dari darah
kapiler yang ditampung dengan filter paper sebanyak 2 kali. Pertama waktu
penderita masuk RS, kedua waktu penderita meninggalkan RS atau pulang.
Sampel dikirim dan diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan.
3. Tes Imunologi Antibodi Spesifik
Tes imunologi ini didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita yang
terjadi setelah infeksi.
Pada infeksi primer antibodi yang pertama kali muncul adalah IgM yaitu
sekitar hari ke-5 setelah infeksi, naik untuk 1-3 minggu dan bertahan sampai hari
ke 60-90. Antibodi IgG akan muncul sekitar hari ke-14 dan bertahan lama sekali
mungkin seumur hidup.
Pada infeksi sekunder justru antibodi IgG yang akan muncul atau naik
tinggi terlebih dahulu yaitu pada hari ke-2, baru diikuti dengan antibodi IgM pada
hari ke-5 (yang tidak begitu tinggi).
Dengan demikian untuk infeksi primer diagnosis dini dimungkinkan
setelah hari ke-5 infeksi menggunakan tes imunologi IgM anti Dengue. Pada
infeksi sekunder dagnosis dini dapat dilakukan setelah hari ke-2 infeksi
menggunakan tes imunologi IgG Anti Dengue. Dengan cara ini hanya dibutuhkan
satu sampel saja yaitu darah akut sehingga diagnosis akan ditegakkan lebih
cepat. Test IgM anti Dengue dan IgG anti Dengue sekarang ini makin banyak
dilakukan di laboratorium klinik oleh karena cepat, mudah dan praktis.
B. Isolasi Virus
Isolasi virus belum biasanya dilakukan di laboratorium klinik, hanya dilakukan di
laboratorium riset. Hal ini oleh karena kesulitan teknis dan biayanya masih terlalu
mahal.
Demam dengue (dengue fever/DF) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, lifadenopati, dan
trombositopenia. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok yang dapat menyebabkan kematian.
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm, bulat, terdiri dari RNA tunggal dengan berat molekul
4106 Da.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak dibandingkan
dengan yang lain. Namun, ada yang mengatakan serotipe DEN-2 lebih bersifat virulen.

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayahnya. Insiden
DBD di di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995); dan
pernah meningkat tajam hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Peningkatan kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan


tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi airjernih
(bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1) vektor: perkembangbiakan, kebiasaan menggigit, kepadatan di lingkungan, jenis
serotipe, transportasi dari satu tempat ke tempat lain. 2) pejamu: terdapat penderita di
lingkungan keluarga, paparan terhadap nyamuk, status gizi, usia (>12 tahun cenderung
untuk DBD) dan jenis kelamin (perempuan > laki-laki). 3) lingkungan : curah hujan,
suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

Penularan infeksi virus dengue terjadi mellaui vektor nyamuk genus Aedes (Ae.
aegypti dan Ae. albopictus). Dari kedua nyamuk ini yang paling dominan untuk menjadi
vektor adalah Ae. aegypti. Nyamuk betina paling sering mencari makanan pada siang
hari.
Manusia merupakan hospes primer. Ketika nyamuk ini membawa virus setelah
menghisap darah dari pasien. Virus dengue dengan mudah dapat ditularkan jika
nyamuk tersebut menghisap darah orang lain. Hal ini disebabkan karena virus berada
dalam kelenjar ludah nyamuk. Sebelumnya virus akan bereplikasi dalam kelenjar ludah
nyamuk selama 8-12 hari. selain itu, nyamuk Aedes memiliki waktu hidup yang cukup
panjang sekitar 15-65 hari sehingga penularan masih bisa terjadi.

Ketika virus telah masuk ke tubuh pejamu, virus akan memasuki periode inkubasi
selama 3-14 hari. Selama itu virus akan bereplikasi di target sel dendritik dan belum
menunjukkan onset. Infeksi pada sel target seperti, sel dendritik, hepatosit, dan sel
endotelial, mengakibatkan pembentukan respon imun seluler dan humoral terhadap
infeksi virus pertama dan berikutnya.

Patogenesis

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:

v Respon imun humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi oleh komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi oleh antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Ini yang disebut dengan antibody
dependent enhancement (ADE).

v Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL6 dan
IL-10

v Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag

v Selain itu terjadi juga aktivasi komplemen oleh kompleks imun.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infectionyang


menyatakan bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan
tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun meninggi.
Kurane dan Ennis (1994) merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan
bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di dalam makrofag.
Terjadinya infeksi makrofag menyebabkan aktivasi Th dan Ts sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF alfa, IL-1, PAF, IL-6 dan histamin yang
mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Ini juga
diperkuat oleh peningkatan C3a dan C5a.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:

v Supresi sumsum tulang

v Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan hematokrit, kadar hemoglobin,


jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi
virus dengue ataupun deteksi antigen RNA virus dengue dengan teknik RT-PCR.
Pemerkisaan antibodi spesifik dengue dapat berupa antibodi total, IgG maupun IgM.

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:

v Leukosit: dapat normal atau turun.

v Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8

v Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan


hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

v Protein/albumin: dap;at terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

v SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat

v Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

v Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

v Golongan darah dan uji cocok serasi

v Pemeriksaan IgG dan IgM dengue:

IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah
60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

Pemeriksaan radiologi

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Asites pada efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Diagnosis

Demam dengue biasanya menunjukkan gejala yang nonspesifik seperti nyeri kepala,
nyeri tulang belakang, dan persaan lelah. Tapi dapat berkembang menjadi demam
berdarah dengue jika terdapat manifestasi hemoragik atau syok yang fatal (sindrom
renjatan dengue). Infeksi asimptomatik terlihat pada 80% bayi dan anak-anak.
Penyakit menjadi lebih parah pada usia dewasa.

Demam dengue merupakan penyakit demam akut selam 2-7 hari, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia,
ruam kulit, petechiae (manifestasi hemoragik), dan leukopenia.
Diagnosis demam berdarah dengue (DBD) dapat ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi:

v Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari

v Terdapat minimal satu dari manifesatsi hemoragik seperti petekie, ekimosis, purpura,
epistaksis, perdarahan gusi, melena, hemetemesis, dll

v Trombositopenia (<100.000/ul)

v Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma):

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar umur dan jenis kelamin


Penurunan hematokrit >20% setelah terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya
Efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia

Perbedaan DBD dan DD adalah ada tidaknya kebocoran plasma.

Setelah fase demam, pasien akan mengalami fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu
fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi
renjatan/syok jika tidak ditangani dengan pengobatan yang adekuat.
Nyeri perut yang berkelanjutan disertai muntah, penurunan kesadaran, hipotensi
gelisah, nadi yang cepat dan lemah dan hipotermia merupakan gejala dan
tandasindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome).
Tatalaksana

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan. Pemeliharaan
volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan
kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan
cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa:

1. Protokol 1: penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok.


Dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan trombosit. Jika terjadi
peningkatan Hb, Ht dan terjadi penurunan trombosit, maka tersangka perlu
dirawat.
2. Protokol 2: pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
Cairan yang diberikan adalah cairan infus kristaloid
3. Protokol 3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%.
Tetap diberikan asupan cairan kristaloid dengan tetap dipantau nilai
Hematokritnya. Jika terjadi perburukan maka jumlah cairan infus ditambah.
4. Protokol 4: Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
Pemberian infus cairan tetap seperti keadaan tanpa syok. Pemeriksaan
tekanan darah, nadi, pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering
mungkin (tiap 4-6 jam). Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis
dan laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata.
Transfusi darah diberikan jika terjadi perdarahan masif.
5. Protokol 5: tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.

Pengobatan yang digunakan:

1. Asetaminofen

Menurunkan panas melalui pengaruhnya secara langsung pada pusat pengaturan suhu
tubuh di hipotalamus yang membuat vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat.

1. Cairan kristaloid isotonik

Digunakan untuk meningkatkan volume intravaskular.

1. Dextrose
Merupakan polimer glukosa. Digunakan untuk meningkatkan volume intravaskular,
tekanan darah, dan perfusi kapiler. Digunakan bila pemberian kristaloid isotonik gagal.

Referensi

McPhee P. Current Medical Diagnosis & Treatment 2008. New York: McGraw-Hill
Companies; 2007

Peters CJ. Infections caused by Arthropod- and Rodent-Borne Virus. In: Harrisons
Principle of Internal Medicine 16th ed, Editor: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser
SL, Longo DL, Jameson JL. New York: McGraw Hill; 2005. p. 1161-73.
Shepherd SM. Dengue Fever. Diunduh
dari:http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview pada 28 Maret 2010.

Anda mungkin juga menyukai