PENDAHULUAN
1
2
Penyakit ginjal kronik, pada umumnya dikenal sebagai penyakit seumur hidup,
dimana terjadi kerusakan fungsi ginjal yang ireversibel. Diperkirakan 20 juta
orang dewasa di Amerika Serikat mengalami penyakit ginjal kronik. Data tahun
1995-1999 menyatakan insiden penyakit ini mencapai 100 kasus per juta
penduduk pertahun, dan meningkat 8% tiap tahunnya. Prevalensi PGK atau yang
disebut juga Chronic Kidney Disease (CKD) meningkat setiap tahunnya. CDC
(Centers for Disease Control) melaporkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999
hingga 2004, terdapat 16.8% dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun
mengalami PGK. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data pada tahun
sebelumnya, yakni 14.5%. Di negara-negara berkembang, insiden ini diperkirakan
sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun. Di Indonesia, dari data di
beberapa bagian nefrologi, diperkirakan insidens PGK berkisar 100-150 per 1 juta
penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk.2
1.2; Tujuan
1.3; Manfaat
Penulisan laporan kasus ini bermanfaat sebagai:
1; Ringkasan dari kasus dan beberapa tinjauan pustaka tentang Chronic Kidney
Disease.
2; Mempermudah pemahaman penulis dan pembaca tentang Chronic Kidney
Disease dengan berorientasi kasus yang dijumpai di Laboratorium Ilmu
Penyakit Dalam, RSUD Mardi Waluyo, Blitar.
3; Mengetahui perkembangan pasien dengan Chronic Kidney Disease.
3
BAB II
STATUS PENDERITA
4
2.2 Anamnesa
5
6
- Asma (-)
- DM (-)
5; Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok (-),
- Jamu (-)
1; Keadaan Umum
Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
cukup.
2; Tanda Vital
Tensi : 160/70 mmHg
Nadi : 65 x / menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 20 x /menit
Suhu : 36,5 oC
3; Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider
nevi (-).
4; Kepala
7
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (+),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimik wajah / bells palsy (-), oedem (-).
5; Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
6; Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7; Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).
8; Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
9; Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10; Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11; Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),
spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra
(batas jantung kesan normal)
Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
8
Ureum 235 15 45
Kreatinin 13,8 L: 0,6-1,4; P: 0,5-1,2
2.5; Diagnosa
Chronic Kidney Disease
2.6 Penatalaksanaan
1; Non Medika mentosa
a; Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya
b; Tirah baring
c; Diet rendah protein, rendah garam.
2; Medikamentosa
- IVFD Line
- Ranitidine injeksi 2x1
- Metoklopramide injeksi 3x1
- Furosemid injeksi 20mg 1x1
- Ceftriaxone 1g injeksi 2x1
2.7; Follow Up
Nama : Tn. Mulyani
Diagnosis : GGK (CKD)
Tabel flowsheet penderita
No Tanggal S O A P
1 11/03/2011 Mual (+), kaki T:140/80mmHg CKD - Diet RG <(
terasa berat, N:80x/mnt 2g/kgBB/hr)
lemas S:36,6C - IVFD Line
RR : 19x/m - Ranitidine inj 2x1
- Metoklopramide inj
abd : supel, nyeri 3x1
tekan (-), - Sucralfate syr 3cth1
- Ceftriaxone 1g inj
2x1
- Furosemide 40mg inj
1x1
- Jadwalkan
11
Hemodialiasis
3.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea
dan sampah nitrogen lainnya dalam darah).3
3.2 Etiologi
Penyakit Ginjal Kronik memiliki etiologi yang bervariasi dan tiap negara
memiliki data etiologi PGK yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat, diabetes
melitus tipe 2 merupakan penyebab terbesar ESRD. Hipertensi menempati urutan
kedua. Di Indonesia, menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2000),
glomerulonefritis merupakan 46.39% penyebab gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis. Sedangkan diabetes melitus insidennya 18,65% disusul obstruksi
atau infeksi ginjal (12.85%) dan hipertensi (8.46%).2 Dari data yang sampai saat
ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-
2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).4
3.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk per tahun.1
12
13
3.5 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
14
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.
Penyebab utama perburukan fungsi ginjal adalah adanya hiperfiltrasi glomerulus.
Penurunan jumlah nefron (sebagai filter) dalam ginjal terjadi seiring perjalanan
penyakit ginjal kronik. Nefron yang tersisa akan mengalami adaptasi struktural
dan fungsional. Adaptasi ini menyebabkan perubahan hemodinamik dan non-
hemodinamik yang akan menyebabkan glomerulosklerosis. Kondisi akan merusak
nefron yang tersisa. Aktifitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor
(TGF- ). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas penyakit ginjal kronik (CKD) adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.1
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reverse), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
serum kreatinin. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan serum
kreatinin. Sampai pada LFG 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
15
3.6 Diagnosis
3.6.1 Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi: a). Sesuai dengan
penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),
dan lain sebagainya. b). Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload),
neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c). Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
3.6 Penatalaksanaan
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik (CKD) sesuai dengan derajatnya1
17
fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-
12 g/dl.
6; Pencegahan dan terapi terhadap Osteodistrofi Renal
Dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol
(1,25(OH)2D3). Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi pembatasan
asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat
absorbsi fosfat di saluran cerna. Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan
gagal ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia
; Mengatasi hiperfosfatemia:
a; Pembatasan asupan fosfat, sejalan dengan diet yaitu tinggi kalori,
rendah protein dan rendah garam. Karena fosfat sebagian besar
terkandung dalam daging dan produk hewan seperti susu an telur.
Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat
yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk menghindari terjadinya
malnutrisi.
b; Pemberian pengikat fosfat, pengikat fosfat yang banyak dipakai
adalah garam kalsium, aluminium hidroksida, garam magnesium.
Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat absorbsi
fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak
dipakai adalah kalsium karbonat dan calcium acetate.
c; Pemberian bahan kalsium memetik.
; Pemberian Kalsitriol (1.25(OH2D3)
Pemakaian kalsitriol tidak begitu luas, karena dapat meningkatkan
absorbsi fosfat dan kalsium di saluran cerna sehingga dikhawatirkan
mengakibatkan penumpukan garam kalsium karbonat di jaringan,
yang disebut kalsifikasi metastatik. Disamping itu juga dapat
mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar
paratiroid. Oleh karena itu, pemakaiannya dibatasi pada pasien dengan
kadar fosfat darah normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5
kai normal.
7; Pembatasan Cairan dan Elektrolit
22
b; Dialisis peritoneal
Adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu penganan pasien GGA
maupun GGK, menggunakan membran peritoneum yang bersifat
semipermeabel. Melalui membran tersebut darah dapat difiltrasi.
Keuntungan Dialisis Peritoneal bila di bandingkan dengan hemodialisa,
secara teknik lebih sederhana, cukup aman serta cukup efisien dan tidak
memerlukan fasilitas khusus, sehingga dapat dilakukan di setiap RS.
24
4.1 Anamnesis
Pasien datang ke IGD tanggal 1-11-2016 RS Aminah dengan keluhan
sesak sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku sesak sering terjadi tapi dengan
intensitas ringan. Hanya saja semenjak 3 hari ini dirasa semakin berat dan sulit
untuk aktivitas. Setelah dirawat, pasien direncanakan untuk melakukan cuci darah
di RS Budi Rahayu pada tanggal 1-11-2016, kemudian pada tanggal 5 November
pasien dirujuk ke RSUD Mardi Waluyo untuk mendapat jadwal cuci darah rutin.
Ketika masuk ke RSUD Mardi Waluyo pasien sudah tidak mengeluhkan sesak.
1; Keadaan Umum
Tampak lemah, status gizi kesan cukup.
2; Tanda Vital
Tensi : 160/70 mmHg
Nadi : 65 x / menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 20 x /menit
Suhu : 36,5 oC
3; Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra
28
(batas jantung kesan normal)
29
30
Adapun gambaran klinis dari pasien CKD adalah berdasarkan penyakit yang
mendasarinya, seperti DM, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius,
hipertensi, SLE. Selain itu adanya sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual, muntah, nokturia, cairan berlebih, neuropati perifer, pruritus,
uremic frost, perikarditis, kejang sampai koma. Kemudian adanya gejala
komplikasi misal hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis
metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).
33
DAFTAR PUSTAKA
34