Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. KONTEKS PENELITIAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai

dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) sehingga

matematika sangat perlu untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan matematika

merupakan dasar untuk mempelajari ilmu pengetahuan lainnya yang berperan

penting dalam perkembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perlunya mempelajari matematika ini sesuai dengan pendapat Cockroft

(Abdurrahman, 2003:253) yang menyatakan:

Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) Selalu digunakan dalam
kehidupan, (2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika
yang sesuai, (3) Merupakan saran komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas,
(4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5)
Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran
keruangan, dan (6) Memberikan kemampua terhadap usaha memecahkan
masalah yang menantang.

Dalam mempelajari matematika, masih banyak peserta didik yang

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul. Hal ini

sesuai dengan pendapat Alhaddad (2012:159) bahwa belajar matematika masih

merupakan hal yang sulit bagi siswa, karena disamping memiliki objek kajian

yang abstrak, juga berdasarkan pada pola pikir yang deduktif.

Kondisi yang terjadi saat peneliti menjalani kegiatan Magang 3, bahwa

banyak siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan. Saat


2

menyelesaikan permasalahan, peserta didik tidak menerapkan konsep-konsep

matematika dan keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang lainnya. Selain

itu pembelajaran matematika juga kurang melibatkan aktivitas peserta didik secara

optimal sehingga peserta didik kurang aktif dalam belajar.

Berdasarkan observasi awal, ditemukan bahwa: (1) pada saat proses

belajar mengajar guru matematika lebih banyak menggunakan metode ceramah,

proses pembelajaran hanya terpusat pada guru, sehingga siswa cenderung pasif

dan sulit untuk mengembangkan potensi dirinya, (2) peserta didik kurang

termotivasi untuk mengikuti pelajaran matematika karena masih banyak peserta

didik yang tidak memperhatikan pada saat pelajaran matematika berlangsung dan

suasana di dalam kelas cenderung menjadi gaduh, (3) tidak ada peserta didik yang

berani mengerjakan soal di depan kelas pada saat guru menunjuk salah satu

peserta didik, (4) peserta didik kurang dilibatkan secara aktif dalam kegiatan

pembelajaran. Peserta didik lebih berperan sebagai penerima informasi pasif,

terbukti pada saat kegiatan pembelajaran peserta didik tidak mau bertanya dan

cenderung malas jika disuruh mengerjakan tugas ataupun latihan soal, (5) peserta

didik kurang dilibatkan secara aktif dalam kegiatan. Peserta didik lebih berperan

sebagai penerima informasi pasif, terbukti pada saat kegiatan pembelajaran

peserta didik tidak mau bertanya dan cenderung malas jika disuruh mengerjakan

tugas ataupun latihan soal, (6) Peserta didik kurang berminat terhadap pelajaran

matematika terbukti dengan hasil belajar peserta didik yang kurang, (7) Media

yang digunakan dalam proses belajar mengajar kurang variatif. Hal itu

menunjukkan bahwa situasi pembelajaran matematika berlangsung cenderung

membosankan.
3

Melihat kenyataan bahwa peserta didik masih kesulitan dalam proses

pembelajaran maka sangat diperlukan upaya dalam peningkatan proses

pembelajaran matematika. Untuk mengatasi permasalahan dalam proses

pembelajaran matematika tersebut ada beberapa faktor yang harus diperhatikan,

salah satunya adalah pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model

pembelajaran akan menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang

selanjutnya menentukan hasil belajar. Agar pembelajaran matematika menjadi

pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, salah satunya dapat dilaksanakan

dengan penerapan model Discovery Learning.

Model Discovery Learning adalah model pembelajaran dimana peserta

didik didorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dan

guru mendorong peserta didik untuk memiliki pengalaman dan melakukan

percobaan yag memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri

mereka sendiri dengan bimbingan guru (Suprihatiningrum, 2014). Dalam

Discovery Learning peserta didik dibiasakan untuk membuktikan sesuatu

mengenai materi pelajaran yang sudah dipelajari, membuktikan dengan

melakukan penyelidikan sendiri oleh peserta didik yang dibimbing oleh guru

(Sagala, 2010).

Model Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang

merujuk pada paham kontruktivisme sehingga membuat peserta didik aktif dalam

pembelajaran. Hal ini karena pembelajaran akhir tidak disajikan oleh guru, akan

tetapi peserta didik akan mencari sendiri hasil akhir pembelajaran. Sesuai dengan

pendapat Trianti (2007:13) yang menyatakan bahwa dengan teori belajar


4

kontruktivisme yang menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri

dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

aturan-aturan lama dan menrevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.

Model Discovery Learning mengajarkan peserta didik untuk menemukan

konsep matematika yang dapat membuat daya ingat peserta didik menjadi lebih

bertahan lama. Menurut Bruner (dalam Andriana, 2014:3) belajar bermakna hanya

dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang didiapat dari proses

pembelajaran dengan penemuan akan membuat ingatan peserta didik bertahan

lama.

Dalam memperhatikan proses kegiatan belajar mengajar dan hasil

belajar, menurut Moedjiono (1992:87) model pembelajaran penemuan (discovery

learning) memberikan peluang diperhatikannya proses dan hasil kegiatan belajar

peserta didik sehingga pada penelitian ini peneliti akan melihat perkembangan

belajar peserta didik dan ketuntasan belajar peserta didik. Sejalan dengan

pendapat tersebut Suriadi (2006:5) mengungkapkan bahwa penemuan ialah proses

mental di mana peserta didik mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.

Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti,

menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat

kesimpulan dan sebagainya. Diharapkan, jika peserta didik secar aktif terlibat di

dalam menemukan suatu prinsip dasar sendiri, ia akan memahami konsep lebih

baik, ingat lama dan akan mampu menggunakannya ke dalam konteks yang lain.

Salah satu materi yang dipelajari di SMP adalah materi Persamaan Garis

Lurus. Alasan peneliti mengambil materi Persamaan Garis Lurus dalam penelitian

ini karena materi Persamaan Garis Lurus merupakan salah satu materi yang
5

diikutsertakan di dalam ujian nasional, serta materi ini merupakan materi yang

yang dipelajari secara berkelanjutan, sehingga perlu bagi peserta didik untuk

memantapkan konsep dasar tentang materi Persamaan Garis Lurus.

Hasil penelitian terdahulu tentang penerapan model Discovery Learning,

diantaranya dilakukan oleh Rahayu (2015:53) yang menunjukkan bahwa hasil

belajar peserta didik dengan menggunakan model Discovery Learning lebik baik

daripada model pembelajaran konvensional pada materi peluang di kelas X

SMAN 7 Banda Aceh. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sulistyowati,

dkk (2012) menunjukkan bahwa penerapan model Discovery Learning dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik menerapkan model

discovery learning pada materi Persamaan Garis Lurus, di mana dalam model ini

peserta didik terlibat lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam menentukan konsep

Persamaan Garis Lurus. Peneliti akan melakukan penelitian dengan judul:

PENERAPAN METODE DISCOVERY LEARNING PADA MATERI KUBUS

DAN BALOK DI KELAS VIII SMP ISLAM ALMAARIF 01 SINGOSARI.

B. FOKUS PENELITIAN

Fokus penelitian ini adalah bagaimana penerapan model Discovery

Learning pada materi persamaan garis lurus untuk mengetahui ketuntasan belajar,

aktivitas, dan respon peserta didik kelas VIII-4 SMPN 27 Malang.


6

C. LANDASAN TEORI

1. Belajar dan Pembelajaran Matematika

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika

Kegiatan belajar adalah kegiatan yang paling penting dalam proses

pendidikan di sekolah, ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan

tergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami peserta didik sebagai

suatu proses psikologi yang terjadi di dalam diri seseorang. Slameto (2003:2)

menyatakan bahwa, Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

Perubahan tingkah laku yang dimaksudkan di sini bukanlah dari segi bersikap

saja, tapi dalam berpikir dan bertindak. Selain itu mneurut Subadji (2013:44),

Belajar merupakan suatu perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena

pengalaman. Selanjutnya Hakim (2001:1) menyatakan bahwa, Belajar adalah

suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, da perubahan tersebut

ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti

peningkatan kecakapan pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan,

daya pikir dan lain-lain kemampuan.

Dengan demikian, dapat diartikan, belajar adalah suatu proses yang

ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan tersebut adalah

perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku.

Dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan sehingga tingkah

lakunya berkembang. Perubahan tingkah laku ini bersifat relatif menetap dalam

diri seseorang.
7

Pembelajaran pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik.

Pembelajaran merupakan suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau

suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain,

pembelajaran merupakan suatu upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan

belajar. Dalam hal ini pembelajaran diartika juga sebagai usaha-usaha yang

terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar

dalam diri peserta didik.

Pembelajaran matematika merupakan suatu bentuk pembelajaran yang

menggunakan bahsa simbol dan membututhkan penalaran serta pemikiran yang

logis dalam pembuktiannya. Sesuai dengan Suherman (2003:16) menyatakan

Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan

dengan ide, proses, dan penalaran. Dalam belajar matematika pengalaman belajar

yang alu memegang peranan penting dalam memahami konsep-konsep yang baru.

Oleh karena itu dalam mempelajari haruslah bertahap dan berurutan serta sesuai

dengan pengalaman belajar yang lalu. Hal yang paling utama dalam pembelajaran

matematika adalah pemahaman pengetahuan tentang konsep, dilanjutkan dengan

pengetahuan tentang prosedur dan pengetahuan tentang bagaimana mengaitkan

konsep dan prosedur dalam menyelesaikan masalah matematika.

b. Ketuntasan Belajar

Menurut Sutaryo (2004:6). Ketuntasan belajar (daya serap) merupakan

pencapaian taraf penguasaan minimal yang telah ditetapkan guru dalam tujuan

pembelajaran setiap satuan pelajar. Pengaturan KKM dalam Peraturan

Pendididkan Menteri Pendidikan Republik Indonesia No, 20 tahun 2007


8

tertanggal 11 Juni 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan adalah singkatan

dari Kriteria Ketuntasan Minimal. KKM adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB)

yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir satuan pendidikan

merupakan ambang batas kompetensi SNP (2008:96). KKM menjadi standar

penentuan kualitas sekolah sekaligus peserta didik terhadap materi pelajaran yang

disampakian guru kepadanya. KKM yang tinggi akan menunjukkan kualitas di

sekolah, sedang KKM yang rendah akan menunjukkan rendahnya kualitas peserta

didik dan penddiknya.

Adapun kriteria ketuntasan ketuntasan belajar yang digunakan adalah

sesuai Tim Khusus yang dikeluarkan Tim Khusus (2004:4). Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik

mencapai ketuntasan. Ketuntasan belajar yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah ketercapaian hasil belajar peserta didik sesuai dengan KKM mata pelajaran

matematika kelas VIII SMP Negeri 27 Malang.

2. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

a. Pengertian Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Menurut Herdian (2010:1) model pembelajaran penemuan (discovery

learning) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa

sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu

tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam

pembelajaran penemuan (discovery learning), kegiatan atau pembelajaran yang

dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menemukan konsep-

konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.


9

Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) ini ditokohi oleh Jerome

Bruner. Teori ini menggunakan dasar pemikiran psikologi kognitif. Belajar

menemukan adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau

pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan sehari-hari

(Komalasari, 2010:21). Dalam proses pembelajaran peserta didik dituntut untuk

aktif di dalamnya sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih bermakna bagi

mereka.

b. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Adapun menurut Syah (2003:244) dalam mengaplikasikan model

Discovery Learning di kelas, tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan

dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:

1). Stimulasi/Pemberian Rangsangan (Stimulation)

Pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan

kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi,

agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat

memulai kegiatan belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan anjuran

membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan

pemecahan masalah.

2). Pernyataan/Identifikasi Masalah (Problem Statetment)

Setelah dilakukan stimulation, maka langkah selanjutnya adalah guru

memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak

mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,


10

kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesisi

(jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah, 2004:244).

Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas

pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi dan

menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang

berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk

menemukan suatu masalah.

3). Pengumpulan Data (Data Collection)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada

peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang

relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244).

Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan

benar tidaknya hipotesis.

Peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)

berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,

wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk

menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi.

Dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik emnghubungkan

masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.


11

4). Pengolahan Data (Data Processing)

Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagianya,

semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu

dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan

tertentu (Djamarah, 2002:22). Pengolahan data disebut juga

pengkodean/kategorisasiyang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan

generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan

pengeta6zhuan baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu

mendapat pembuktian secara logis.

5). Pembuktian (Verification)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaansecara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan

temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data (Syah,

2004:244). Pembuktian menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan

berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada

peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman

melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolajan dan tafsiran, atau informasi yang ada,

pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian

diperiksa, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6). Generalisasi/Menarik Kesimpulan (Generalitation)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi


12

(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka diorumuskan prinsip-

prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan peserta

didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya

penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas

yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan

dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Penemuan (Discovery

Learning)

Penggunaan model Discovery Learning ini guru berusaha meningkatkan

aktivitas peserta didik dalam proses belajar mengajar. Untuk itu, model ini

memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan dari

model Discovery Learning menurut Istarani (2012:51) adalah sebagai berikut:

Kelebihan model Discovery Learning, yaitu:

1. Model ini mampu membantu peserta didik untuk mengembangkan,

memperbanyak kesiapan, serta penguasaan dalam proses

kognitif/pengenalan peserta didik.

2. Peserta didik memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat

pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam

jiwa peserta didik tersebut.

3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar peserta didik.

4. Model ini mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-

masing.
13

5. Mampu mengarahkan cara belajar peserta didik, sehingga lebih

memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

6. Membantu peserta didik untuk memperkuat dan menambah

kepercayaan diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

7. Model ini berpusat pada peserta didik. Guru hanya sebagai teman

belajar, membantu bila diperlukan.

Kelemahan model Discovery Learning, yaitu:

1. Pada peserta didik harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk

cara belajar ini. Peserta didik harus berani dan berkeinginan untuk

mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.

2. Bila kelas terlalu besar penggunaan model ini akan kurang berhasil.

3. Bagi guru dan peserta didik yang sudah biasa dengan perencanaan

dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti

dengan model penemuan.

4. dengan model ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini

terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan

perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi peserta

didik.

5. Model ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir

secara kreatif.
14

3. Tinjauan Terhadap Materi Persamaan Garis Lurus

Persamaan garis lurus adalah materi kelas VIII SMP semester ganjil.

Pada materi persamaan garis lurus membahas tentang grafik persamaan,

kemiringan, dan persamaan garis. Permasalahan yang diteliti adalah kemampuan

peserta didik menggambar garis lurus pada bidang koordinat kartesius dan

menentukan kemiringan garis (gradien) dengan menggunakan rumus.

a. Persamaan Garis Lurus dan Grafiknya

Persamaan garis lurus adalah persamaan yang grafiknya berupa garis lurus.

Persamaan garis lurus dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk dan berbagai

variabel.

1). Bentuk Umum Persamaan Garis Lurus

Persamaan garis lurus dapat dinyatakan dalam bentuk-bentuk yang

berbeda. Namun, secara umum, persamaan garis lurus biasa dinyatakan

dalam bentuk eksplisit dan bentuk implisit.

a. Bentuk eksplisit dari persamaan garis lurus adalah y=mx +c

dengan m ,c konstanta, dan x, y variabel. Di mana, m

sering dinamakan koefisien arah atau kemiringan dari garis lurus.

b. Bentuk implisit dari persamaan garis lurus adalah ax +by +c=0

dengan a , b , dan c konstanta, x dan y variabel.


15

Persamaan bentuk eksplisit dapat diubah menjadi bentuk implisit.

Misalkan persamaan dalam bentuk eksplisit, y=2 x+ 1 dapat diubah

menjadi bentuk implisit, yaitu 2 x y+ 1=0 .

2). Grafik Umum Persamaan Garis Lurus

Untuk menggambar sebuah garis lurus, diperlukan paling sedikit dua

titik yang dilalui oleh garis lurus tersebut. Cara termudah untuk mencari

dua titik tersebut adalah dengan mencari titik potong antara persamaan

garis dan kedua sumbu koordinat Cartesius.

Langkah-langkah menggambar grafik dari persamaan garis lurus,

sebagai berikut:

a. Tentukan dua titik bantu, yaitu dua titik (x , y ) yang memenuhi

persamaan.

b. Letakkan dua titik bantu itu pada bidang Cartesius.

c. Tariklah garis lurus melalui dua titik bantu itu.

b. Kemiringan Grafik Persamaan Garis Lurus

1). Pengertian Kemiringan Garis Lurus dan Nilainya

Kemiringan (Gradien) adalah perbandingan antara jarak tegak

terhadap jarak mendatar. Kemiringan suatu garis menyatakan ukuran

kecondongan dari garis lurus tersebut. Secara matematis, kemiringan

suatu garis lurus dirumuskan sebagai berikut:


16

Perubahan sisi tegak atauvertikal


Kemiringan=
Perubahan sisi mendatar atauhorizontal

Kemiringan suatu garis biasanya dinotasikan dengan m .

Perhatikan gambar berikut.


B

A x
Perubahan sisi tegak atauvertikal
Kemiringan=
Perubahan sisi mendatar atauhorizontal

Atau

y
m=
x

Kemiringan suatu garis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Garis yang miring ke kanan atas, kemiringannya bernilai positif.

Dengan kalimat lain, kemiringan (m) bernilai positif jika suatu

garis condong ke kanan.

b. Garis miring ke kiri atas, kemiringannya bernilai negatif. Dengan

kalimat lain, kemiringan (m) bernilai negatif jika suatu garis

condong ke kiri.
17

c. Garis mendatar (tdak miring), kemiringannya nol atau tak

terdefinisikan.

1) Jika garis mendatar sejajar sumbu x , maka kemiringan

(m) bernilai 0 .

2) Jika garis mendatar sejajar sumbu y , maka kemiringan

(m) tidak terdefinisi.

2). Kemiringan garis yang melalui Pusat Koordinat atau (0,0) dan

(x 1 , y 1)
18

Kemiringan garis yang melalui (0,0) dan (x 1 , y 1) dapat

ditentukan dengan hanya melihat koordinat ( x 1 , y 1) . Perhatikan

gambar berikut.

Kemiringan dari garis g dapat dilihat pada gambar di atas, yaitu

y 1 0
x 10 . Secara umum dapat dikatakan bahwa kemiringan garis yang

y1
melalui (0,0) dan (x 1 , y 1) adalah m= x 1 .

3). Kemiringan Garis yang Melalui Dua Titik atau (x 1 , y 1) dan

(x 2 , y 2)
19

Menentukan kemiringan garis yang melalui dua titik, yaitu

(x 1 , y 1) dan ( x 2 , y 2) pada prinsipnya sama dengan menentukan

Panjang komponen y pada garis


kemiringan pada umumnya, yaitu: Panjang komponen x pada garis

Panjang komponen y pada garis AB


Kemiringan AB= sehingga
Panjang komponen x pada garis AB

y 2 y 1
m AB=
x 2x 1 . Jadi, jika suatu garis melalui dua titik, misalnya
20

A ( x 1 , y 1 ) dan B (x 2 , y 2) , maka kemiringannya adalah

y 2 y 1
m=
x 2x 1 .

4). Kemiringan dua garis yang sejajar

Jika dua garis saling sejajar, maka kemiringan dua garis itu sama

(m1=m2) .

5). Kemiringan Dua Garis yang Tegak Lurus

Jika dua garis saling tegak lurus, maka hasil kali kemiringan dari

m x m2) =1
kedua garis tersebut adalah 1 atau ( 1 .

D. IMPLEMENTASI MODEL DISCOVERY LEARNING PADA MATERI

PERSAMAAN GARIS LURUS

Adapun implementasi model discovery learning pada materi persamaan

garis lurus dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pemberian rangsangan (Simulation). Pada tahap ini guru menunjukkan

gambar/contoh yang berkaitan dengan persamaan garis lurus dan peserta

didik diminta mengajukan pertanyaan tentang materi persamaan garis

lurus.

2. Pernyataan identifikasi masalah (Problem Statement). Pada tahap ini guru

mengarahkan peserta didik untuk dapat mengidentifikasi masalah yang


21

diajukan dalam Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), melalui pengajuan

pertanyaan (langsung) untuk membimbing peserta didik.

3. Pengumpulan data (Data Collection). Pada tahap ini guru mengamati

aktivitas peserta didik dalam mengumpulkan data/informasi yang relevan

untuk menjawab masalah yang di ajukan dalam Lembar Kerja Peserta

Didik (LKPD), dan membimbing peserta didik yang mengalami kendala

saat melakukan proses pengumpulan data dan peserta didik

mengumpulkan data atau berbagai informasi yang relevan untuk dapat

menjawab masalah yang telah teridentifikasi dalam lembar kerja.

4. Pengolahan data (Processing Data). Pada tahap ini peserta didik

menyelesaikan masalah yang terdapat dalam Lembar Kerja Peserta Didik

(LKPD) berdasarkan data-data yang telah terkumpul.

5. Pembuktian (Verification). Pada tahap ini peserta didik membuktikan

jawaban hasil penyelesaian yang telah diperoleh dalam Lembar Kerja

Peserta Didik (LKPD).

6. Menarik kesimpulan (Generalization). Pada tahap terakhir ini peserta

didik membuat kesimpulan dari hasil diskusi kelompok berkaitan dengan

materi persamaan garis lurus.

E. KEGUNAAN PENELITIAN

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna:

a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk

menerapkan model-model belajar yang bervariasi sesuai dengan

Kurikulum 2013 di kelas.


22

b. Bagi peserta didik, sebagai informasi bahwa matematika dapat dipelajari

dengan bermacam variasi.

c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam

melakukan penelitian yang sejenis.

Anda mungkin juga menyukai