Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai
dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) sehingga
matematika sangat perlu untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan matematika
merupakan dasar untuk mempelajari ilmu pengetahuan lainnya yang berperan
penting dalam perkembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perlunya mempelajari matematika ini sesuai dengan pendapat Cockroft
(Abdurrahman, 2003:253) yang menyatakan:
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) Selalu digunakan dalam
kehidupan, (2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika
yang sesuai, (3) Merupakan saran komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas,
(4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5)
Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran
keruangan, dan (6) Memberikan kemampua terhadap usaha memecahkan
masalah yang menantang.

Dalam mempelajari matematika, masih banyak peserta didik yang


mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul. Hal ini
sesuai dengan pendapat Alhaddad (2012:159) bahwa belajar matematika masih
merupakan hal yang sulit bagi siswa, karena disamping memiliki objek kajian
yang abstrak, juga berdasarkan pada pola pikir yang deduktif.
Kondisi yang terjadi saat peneliti menjalani kegiatan Magang 3, bahwa
banyak siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan. Saat

menyelesaikan permasalahan, peserta didik tidak menerapkan konsep-konsep


matematika dan keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang lainnya. Selain
itu pembelajaran matematika juga kurang melibatkan aktivitas peserta didik secara
optimal sehingga peserta didik kurang aktif dalam belajar.
Berdasarkan observasi awal, ditemukan bahwa: (1) pada saat proses
belajar mengajar guru matematika lebih banyak menggunakan metode ceramah,
proses pembelajaran hanya terpusat pada guru, sehingga siswa cenderung pasif
dan sulit untuk mengembangkan potensi dirinya, (2) peserta didik kurang
termotivasi untuk mengikuti pelajaran matematika karena masih banyak peserta
didik yang tidak memperhatikan pada saat pelajaran matematika berlangsung dan
suasana di dalam kelas cenderung menjadi gaduh, (3) tidak ada peserta didik yang
berani mengerjakan soal di depan kelas pada saat guru menunjuk salah satu
peserta didik, (4) peserta didik kurang dilibatkan secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Peserta didik lebih berperan sebagai penerima informasi pasif,
terbukti pada saat kegiatan pembelajaran peserta didik tidak mau bertanya dan
cenderung malas jika disuruh mengerjakan tugas ataupun latihan soal, (5) peserta
didik kurang dilibatkan secara aktif dalam kegiatan. Peserta didik lebih berperan
sebagai penerima informasi pasif, terbukti pada saat kegiatan pembelajaran
peserta didik tidak mau bertanya dan cenderung malas jika disuruh mengerjakan
tugas ataupun latihan soal, (6) Peserta didik kurang berminat terhadap pelajaran
matematika terbukti dengan hasil belajar peserta didik yang kurang, (7) Media
yang digunakan dalam proses belajar mengajar kurang variatif. Hal itu
menunjukkan bahwa situasi pembelajaran matematika berlangsung cenderung
membosankan.

Melihat kenyataan bahwa peserta didik masih kesulitan dalam proses


pembelajaran maka sangat diperlukan upaya dalam peningkatan proses
pembelajaran matematika. Untuk mengatasi permasalahan dalam proses
pembelajaran matematika tersebut ada beberapa faktor yang harus diperhatikan,
salah satunya adalah pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model
pembelajaran akan menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang
selanjutnya menentukan hasil belajar. Agar pembelajaran matematika menjadi
pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, salah satunya dapat dilaksanakan
dengan penerapan model Discovery Learning.
Model Discovery Learning adalah model pembelajaran dimana peserta
didik didorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dan
guru mendorong peserta didik untuk memiliki pengalaman dan melakukan
percobaan yag memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri
mereka sendiri dengan bimbingan guru (Suprihatiningrum, 2014). Dalam
Discovery Learning peserta didik dibiasakan untuk membuktikan sesuatu
mengenai materi pelajaran yang sudah dipelajari, membuktikan dengan
melakukan penyelidikan sendiri oleh peserta didik yang dibimbing oleh guru
(Sagala, 2010).
Model Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang
merujuk pada paham kontruktivisme sehingga membuat peserta didik aktif dalam
pembelajaran. Hal ini karena pembelajaran akhir tidak disajikan oleh guru, akan
tetapi peserta didik akan mencari sendiri hasil akhir pembelajaran. Sesuai dengan
pendapat Trianti (2007:13) yang menyatakan bahwa dengan teori belajar

kontruktivisme yang menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri


dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan menrevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Model Discovery Learning mengajarkan peserta didik untuk menemukan
konsep matematika yang dapat membuat daya ingat peserta didik menjadi lebih
bertahan lama. Menurut Bruner (dalam Andriana, 2014:3) belajar bermakna hanya
dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang didiapat dari proses
pembelajaran dengan penemuan akan membuat ingatan peserta didik bertahan
lama.
Dalam memperhatikan proses kegiatan belajar mengajar dan hasil
belajar, menurut Moedjiono (1992:87) model pembelajaran penemuan (discovery
learning) memberikan peluang diperhatikannya proses dan hasil kegiatan belajar
peserta didik sehingga pada penelitian ini peneliti akan melihat perkembangan
belajar peserta didik dan ketuntasan belajar peserta didik. Sejalan dengan
pendapat tersebut Suriadi (2006:5) mengungkapkan bahwa penemuan ialah proses
mental di mana peserta didik mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.
Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat
kesimpulan dan sebagainya. Diharapkan, jika peserta didik secar aktif terlibat di
dalam menemukan suatu prinsip dasar sendiri, ia akan memahami konsep lebih
baik, ingat lama dan akan mampu menggunakannya ke dalam konteks yang lain.
Salah satu materi yang dipelajari di SMP adalah materi Persamaan Garis
Lurus. Alasan peneliti mengambil materi Persamaan Garis Lurus dalam penelitian
ini karena materi Persamaan Garis Lurus merupakan salah satu materi yang

diikutsertakan di dalam ujian nasional, serta materi ini merupakan materi yang
yang dipelajari secara berkelanjutan, sehingga perlu bagi peserta didik untuk
memantapkan konsep dasar tentang materi Persamaan Garis Lurus.
Hasil penelitian terdahulu tentang penerapan model Discovery Learning,
diantaranya dilakukan oleh Rahayu (2015:53) yang menunjukkan bahwa hasil
belajar peserta didik dengan menggunakan model Discovery Learning lebik baik
daripada model pembelajaran konvensional pada materi peluang di kelas X
SMAN 7 Banda Aceh. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sulistyowati,
dkk (2012) menunjukkan bahwa penerapan model Discovery Learning dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik menerapkan model
discovery learning pada materi Persamaan Garis Lurus, di mana dalam model ini
peserta didik terlibat lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam menentukan konsep
Persamaan Garis Lurus. Peneliti akan melakukan penelitian dengan judul:
PENERAPAN

MODEL

DISCOVERY

LEARNING

PADA

MATERI

PERSAMAAN GARIS LURUS DI KELAS VIII-4 SMPN 27 MALANG.

I.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, adapun yang menjadi rumusan
masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Apakah melalui penerapan model discovery learning peserta didik dapat


mencapai ketuntasan belajar pada materi persamaan garis lurus di kelas VIII4 SMP Negeri 27 Malang?

2.

Bagaimanakah aktivitas peserta didik selama penerapan model discovery


learning pada materi persamaan garis lurus di kelas VIII-4 SMP Negeri 27
Malang?

3.

Bagaimana respon peserta didik terhadap penerapan model discovery


learning pada materi persamaan garis lurus di kelas VIII-4 SMP Negeri 27
Malang?

I.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1.

untuk mengetahui ketuntasan belajar peserta didik melalui penerapan model


discovery learning pada materi persamaan garis lurus di kelas VIII-4 SMP
Negeri 27 Malang.

2.

untuk mengetahui aktivitas peserta didik dalam pembelajaran melalui


penerapan model discovery learning pada materi persamaan garis lurus di
kelas VIII-4 SMP Negeri 27 Malang

3.

untuk mengetahui respon peserta didik dalam pembelajaran melalui


penerapan model discovery learning pada materi persamaan garis lurus di
kelas VIII-4 SMP Negeri 27 Malang?

I.4. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.

sebagai bahan masukan bagi guru untuk menerapkan model-model belajar


yang bervariasi sesuai dengan Kurikulum 2013 di kelas.

2.

sebagai informasi bagi peserta didik, bahwa matematika dapat dipengaruhi


dengan bermacam variasi.

3.

sebagai informasi bagi sekolah, dengan diterapkannya metode-metode belajar


yang bervariasi dapat meningkatkan mutu pendidikan.

4.

sebagai ilmu tambahan bagi peneliti dalam menerapkan pendekatan


pembelajaran.

I.5. Anggapan Dasar dan Hipotesis Penelitian


Sebelum

menyampaikan

hipotesis,

terlebih

dahulu

peneliti

menyampaikan anggapan dasar dari penelitian. Anggapan dasar adalah asumsiasumsi yang kuat dan sudah pasti kebenarannya. Menurut Winarno Surachman
(dalam Arikunto, 2006:65) Anggapan Dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran
yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Adapun yang menjadi anggapan
dasar dalam penelitian ini adalah:
1.

Model discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran yang


dapat diterapkan pada materi persamaan garis lurus.

2.

Materi persamaan garis lurus diajarkan di kelas VIII semester ganjil tahun
ajaran 2016/2016.
Berdasarkan anggapan dasar tersebut, yang menjadi hipotesis penelitian

adalah Melalui penerapan model discovery learning peserta didik dapat mencapai
ketuntasan belajar pada materi persamaan garis lurus di kelas VIII SMP Negeri 27
Malang.

I.6. Definisi Istilah


Untuk menghindari penafsiran berbeda terhadap istilah yang digunakan,
maka perlu diketahui istilah-istilah penting sebagai berikut:
1.

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menuntun guru


menetapkan prosedur dan langkah-langkah pembelajaran yang sistematis,
petunjuk

mengorganisir

kegiatan

pembelajaran,

meramu

komponen-

komponen pembelajaran yang dapat mengantarkan aktivitas peserta didik


terlihat secara optimal.
2.

Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) merupakan salah satu


cara untuk menyampaikan ide/gagasan dengan proses menemukan. Dalam
proses ini peserta didik berusaha sendiri menemukan konsep atau rumus dan
semacamnya dengan bimbingan guru. Oleh karena peserta didik sendiri yang
menemukan konsep, rumus, dan semacamnya tentu peserta didik akan lebih
memahami, ingat lebih lama sehingga tidak akan lupa dalam menetapkan
rumus yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal (Padiya, 2008).

3.

Ketuntasan belajar merupakan pencapaian taraf penguasaan minimal yang


telah ditetapkan guru dalam pembelajaran setiap satuan pembelajaran.

4.

Persamaan garis lurus adalah materi kelas VIII SMP semester ganjil.
Persamaan garis lurus adalah suatu persamaan yang jika digambarkan ke
dalam bidang koordinat Cartesius akan membentuk sebuah garis lurus. Pada
materi persamaan garis lurus membahas tentang grafik persamaan,
kemiringan, dan persamaan garis. Permasalahan yang diteliti adalah
kemampuan peserta didik menggambar garis pada bidang koordinat kartesius
dan menentukan kemiringan garis (gradien) dengan menggunakan rumus.

Anda mungkin juga menyukai