Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2010
Pedoman Tatalaksana Klinis
Flu Burung (H5N1)
di Rumah Sakit
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya maka revisi Pedoman
Tatalaksana Flu Burung di Rumah Sakit telah tersusun.
Dengan tersusunnya Pedoman Tatalaksana Flu Burung di Rumah Sakit diharapkan dapat menjadi
acuan bagi petugas kesehatan dalam menangani penderita Flu Burung (H5N1) yang akhir-akhir ini
terdapat di beberapa daerah di Indonesia.
Evaluasi terhadap pedoman ini telah dilakukan secara berkala dan akan terus disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Pedoman ini tersusun atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik,
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan serta profesi-profesi terkait yaitu PDPI, PAPDI, IDAI, IDSAI, PDS
PATKLIN, PAMKI, PKGDI, PDSRI, PERDALIN dan PPNI, RSPI Sulianti Saroso, RSUP Persahabatan,
WHO serta dukungan dari berbagai pihak.
Jakarta, 2010
Tim Penyusun
Kata Pengantar............................................................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................................................. 1
B. Tujuan . ............................................................................................................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup................................................................................................................................................................. 3
D. Dasar Hukum..................................................................................................................................................................... 3
BAB IV TATALAKSANA KLINIS PASIEN FLU BURUNG (H5N1) PRA RUMAH SAKIT RUJUKAN ....... 29
A. Alur Pasien ......................................................................................................................................................................... 30
B. Rujukan Pasien ................................................................................................................................................................ 30
C. Pasien Datang Sendiri ................................................................................................................................................ 31
D. Tatalaksana Transportasi Rujukan ....................................................................................................................... 32
A. Latar Belakang
Flu Burung (Avian Influenza, AI) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe
H5N1 (H=hemaglutinin; N=neuraminidase) yang pada umumnya menyerang unggas (burung
dan ayam). Pada buku ini yang dibahas adalah Flu Burung (H5N1) yang disebabkan oleh virus
influenza A subtipe H5N1 pada manusia.
Menurut para ahli penularan H5N1 dapat berubah menjadi penularan antar manusia bila
virus mengalami perubahan genetik melalui mutasi atau percampuran materi genetik H5N1
dengan materi genetik influenza lainnya (re-assortment) membentuk subtipe baru yang dapat
menyebabkan terjadinya pandemi.
Pada abad 20 telah terjadi 3 kali pandemi influenza yaitu Spanish flu (1918) yang disebabkan
influenza A (H1N1) menelan korban 40-50 juta jiwa, 50% diantaranya usia muda dan kematian
terjadi beberapa hari setelah terinfeksi. Asian flu (1957) yang disebabkan oleh virus influenza A
(H2N2) menimbulkan kematian 1 juta jiwa. Hong Kong flu (1968) yang disebabkan oleh virus
influenza (H3N3), menelan korban 1 juta jiwa.
Pada tahun 1997 infeksi Flu Burung (H5N1) telah menular dari unggas ke manusia dan sejak saat
itu telah terjadi 3 kali KLB infeksi virus influenza A subtipe H5N1. Flu Burung (H5N1) pada manusia
pertama kali ditemukan di Hongkong pada tahun 1997 yang menginfeksi 18 orang diantaranya
6 orang pasien meninggal dunia. Awal tahun 2003 ditemukan 2 orang pasien dengan 1 orang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan tatalaksana Flu Burung (H5N1) di rumah sakit dalam rangka meminimalkan
kesakitan, kematian dan penyebarannya.
2. Tujuan Khusus
Memberi informasi tentang pengertian umum Flu Burung (H5N1) dan cara penularannya.
Memberi petunjuk penegakan diagnosis di rumah sakit.
Memberi petunjuk pengobatan dan perawatan pasien Flu Burung (H5N1) di rumah sakit.
Memberi petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi.
Memberi petunjuk pemulangan pasien Flu Burung (H5N1) yang dirawat dan tindak lanjut.
Memberi petunjuk tata cara pemulasaraan jenazah pasien Flu Burung (H5N1).
Memberi petunjuk tentang profilaksis bagi petugas kesehatan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan sebagai tersebut di pedoman ini adalah pelayanan di rumah sakit
rujukan dan non rujukan
D. Dasar Hukum
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273).
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063).
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447).
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah
beberapa kali dirubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560 Tahun 1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporan dan Tata Cara
Penanggulangannya.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1371/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penetapan
Flu Burung (H5N1) Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah serta Pedoman
Penanggulangannya.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1372/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penetapan
Kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung (H5N1)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Struktur Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1643/Menkes/SK/XII/2005 tentang Tim Nasional
Penanggulangan Penyakit Flu Burung (H5N1)
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 756/Menkes/SK/IX/2006 tentang Pembebasan
Biaya Pasien Penderita Flu Burung (H5N1).
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 414/Menkes/SK/IV/2007 tentang Penetapan
Rumah sakit Rujukan Penanggulangan Flu Burung (H5N1) (Avian Influenza)
A. Epidemiologi
WHO melaporkan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 kasus konfirm Flu Burung pada
manusia di Indonesia sebanyak 162 terkonfirmasi dengan jumlah kematian 134 orang. Berikut ini
adalah data sebaran kasus Flu Burung di Indonesia, sejak pertama kali ditemukan di Indonesia.
Tabel 1 : Data sebaran kasus Flu Burung (H5N1) pada manusia di Indonesia sampai dengan
Desember 2009
2005 2006 2007 2008 2009 Total
Propinsi
K M K M K M K M K M K M CFR%
Sumatra Utara 0 0 7 6 1 1 0 0 0 0 8 7 87.50
Sumatra Barat 0 0 2 0 1 1 1 0 0 0 4 1 25.00
Riau 0 0 0 0 6 5 1 0 1 1 8 6 71.42
Sumatra Selatan 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 100.0
Lampung 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0.0
Banten 5 4 4 4 11 9 9 9 1 1 30 27 89.65
DKI Jakarta 8 7 11 11 8 7 7 5 9 8 44 37 87.00
Jawa Barat 3 2 22 17 5 4 4 4 7 7 40 34 79.41
Jawa Tengah 1 0 3 3 5 5 2 2 1 1 12 11 90.90
D.I Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 100.0
Jawa Timur 0 0 5 3 2 2 0 0 1 0 8 6 71.43
Bali 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 2 2 100.0
Sulawesi Selatan 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 100.0
TOTAL 20 13 55 45 42 37 22 18 21 19 162 134 82.71
Sumber: Kementerian Kesehatan RI
Catatan:
P=Jumlah pasien, M=Jumlah kematian
CFR = Case Fatality Rate
P8 M6
P4 M1
P1M1
P44 M37
P1 M1
P3 M0
P1 M1
P2 M2
P30 M27 P40 M34 P12 M11 P8 M6
Gambar 1. Gambaran geografik Flu Burung (H5N1) di Indonesia, Juni 2005 Desember 2009
(P = Pasien, M = Meninggal)
Sumber : Kementerian Kesehatan RI
Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat kasus-kasus terkonfirmasi di 13 provinsi, akan tetapi
dari Januari 2009 sampai dengan Desember 2009 hanya terdapat di 7 provinsi yaitu Riau, Banten, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur.
B. Etiologi
Virus influenza merupakan anggota keluarga Orthomyxoviridae, terdiri dari 3 tipe A, B dan
C. Virus influenza tipe A dapat menyebabkan Flu Burung (H5N1), yang dapat menyerang
manusia dan hewan, gejala ringan sampai berat, mudah menular dan dapat menyebabkan
pandemi. Virus influenza tipe B dapat menyerang manusia tetapi gejala ringan sampai sedang.
Pada permukaan virus terdapat 2 glikoprotein, yaitu hemaglutinin (H) dan neuroaminidase
(N) yang menentukan subtipe virus influenza A. Hingga saat ini telah ditemukan H1 sampai
H16 dan N1 sampai N9. Virus influenza tipe C mempunyai gejala yang ringan dan jarang
ditemukan pada manusia.
Virus influenza A subtipe Flu Burung (H5N1) mempunyai sifat sebagai berikut :
Dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada
suhu 00 C
Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit, dapat hidup lama, tetapi mati pada
pemanasan 600 C selama 30 menit, 560 C selama 3 jam dan pemanasan 800 C selama 1
menit.
Mati dengan deterjen/sabun, desinfektan misalnya formalin, karbol, kaporit, klorin dan
cairan yang mengandung iodin atau alkohol 70%.
C. Transmisi
i. Sumber Penularan
Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui :
1. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau produk
unggas yang sakit.
2. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang berasal
dari tinja atau sekret unggas yang terserang Flu Burung (H5N1).
3. Manusia : Penularan antar manusia sangat terbatas dan tidak efisien.
4. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan
sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia
yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir.
High Frequency Oscillatory Ventilation (Ventilasi Osilasi
Trakheostomi
Frekuensi Tinggi)
Fisioterapi dada
Aspirasi nasofaring
Manuver resusitasi
Ventilasi tekanan positif lewat masker sungkup (contoh: BiPAP, CPAP)
Eksisi jaringan paru postmortem.
High Frequency Oscillatory Ventilation (Ventilasi Osilasi Frekuensi Tinggi)
Manuver resusitasi
Eksisi
Hasil jaringan paruepidemiologi
penyelidikan postmortem. terhadap 162 kasus terkonfirmasi
menunjukkan faktor yang berperan terjadinya penularan pada
Hasil penyelidikan epidemiologi terhadap 162 kasus terkonfirmasi menunjukkan faktor yang
manusia antara lain :
berperan terjadinya penularan pada manusia antara lain :
Kontak Unggas
13,6 %
Kontak
lingkungan
tercemar
Belum diketahui
40,1 % 46,3 %
wilayah yang terjangkit H5N1 dalam satu bulan terakhir. Unggas air (bebek, itik, entok,
angsa) merupakan carrier virus H5N1.
- Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di
wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi
H5N1 dalam satu bulan terakhir.
- Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar), misalnya kucing
atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1.
- Memegang / menangani sampel hewan atau manusia yang dicurigai mengandung virus
H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya.
E. Gejala Klinis
Pada umumnya gejala klinis Flu Burung (H5N1) mirip dengan flu biasa, yang sering ditemukan
adalah demam 380 C, batuk dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah
pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan saluran cerna. Gejala
sesak napas menandai kelainan saluran napas bawah yang dapat memburuk dengan cepat.
tempat dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1 yang
terkonfirmasi.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding tergantung
indikasi, antara lain:
- Dengue blot : IgM, IgG atau NS1 Dengue untuk menyingkirkan diagnosis demam dengue
- Biakan sputum dahak, darah dan urin.
- IgM Salmonella, biakan Salmonella, uji Widal untuk menyingkirkan diagnosis demam tifoid.
- Pemeriksaan anti HIV.
- Pemeriksaan dahak mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) dan biakan mikobakterium, untuk
menyingkirkan TB Paru.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk tujuan mengarahkan diagnostik ke arah kemungkinan
Flu Burung (H5N1) dan menentukan berat ringannya derajat penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan
adalah :
A. Pemeriksaan Laboratorium non Spesifik
a. Pemeriksaan Hematologi
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti diatas dianjurkan untuk sesegera
mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin yaitu
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya
ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni. Pada kasus Flu Burung (H5N1) di
Indonesia ditemukan leukopenia pada 115 kasus (82,1%) trombositopenia pada 91 kasus
(69,4%) dan limfositopenia pada 38 kasus ( 32,8%).
Pemeriksaaan laboratorium lainnya untuk tatalaksana pasien tergantung gejala klinis yang
timbul. Pada umumnya pemeriksaan hematologi dan kimia klinik adalah pemeriksaan yang
tersering yang dilakukan pemeriksaan hemostasis seperti Protrombin Time (PT), Activated Partial
Thromboplastin Time (APTT), D-dimer dilakukan pada tersangka Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC).
Penting untuk mengetahui kapan virus dapat terdeteksi, sehingga jenis pemeriksaan laboratorium
dapat disesuaikan dengan perjalanan penyakit sesuai dengan gambar terlampir. Pemeriksaan
RT-PCR dan deteksi antigen dapat dilakukan pada minggu pertama setelah inkubasi, dan titer
antibodi pada umumnya mulai meningkat setelah minggu pertama.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap pasien tersangka Flu Burung
(H5N1).
Pemeriksaan foto toraks, dilakukan :
Di ruang gawat darurat pada saat masuk
Di ruang isolasi setiap hari sebaiknya pada waktu yang sama, pasien probabel dan konfirm,
dilakukan 2 kali sehari, pagi dan sore secara berkala dengan kondisi foto yang sama agar
dapat dibandingkan sebagai serial foto
Pada kondisi tertentu seperti setelah pemasangan ETT, Central Venous Catheter (CVC), Water
Sealed Drainage (WSD)
Sebelum pasien dipulangkan
Pada saat kontrol , foto dilakukan hanya bila ada keluhan saluran pernapasan.
Semua foto sebaiknya dinilai oleh spesialis radiologi dengan melampirkan foto
lama untuk perbandingan.
Foto toraks tersebut berguna antara lain :
* Mendeteksi :
- Status kardiopulmoner
- Pneumonia
- Luas lesi minimal, sedang atau berat
- Edema paru
- Abnormalitas pleura
- Posisi ETT dan CVC
- Komplikasi penggunaan ETT dan CVC seperti pneumotoraks, pneumomediastinum
maupun atelektasis
GAMBARAN RADIOLOGI
- Pada fase awal foto toraks dapat normal.
- Pada fase lanjut ditemukan ground glass opacity, konsolidasi homogen atau heterogen pada
paru, dapat unilateral atau bilateral.
- Lokasi dapat mengenai semua lapangan, tetapi yang tersering di lapangan bawah.
- Serial foto harus dilakukan karena perjalanan penyakitnya progresif.
- Diagnosis banding :
Edema paru
TB
Pneumonia lainnya
Di Indonesia, gambaran pneumonia didapatkan pada 132 kasus (99.2%) dan efusi pleura pada
74 kasus (55%)
Contoh-contoh Kasus :
1. In/ 15th, demam, kontak (+) , Lab H5N1 (+) 1x, foto toraks normal (gambar 1a ). CT scan Toraks
normal (gambar 1b).
Gambar 1a Gambar 1b
Gambar 2a Gambar 2b
Gambar 2c Gambar 2d
Gambar 2e Gambar 2f
Gambar 2g Gambar 2h
Gambar 2i
Kasus 3 :
Wanita 38 tahun dengan klinis demam, serangan sesak nafas akut, anak perempuan dinyatakan
(+) H5N1, dari foto toraks didapat gambaran konsolidasi homogen bilateral sesuai dengan ARDS
(gambar 3a) , pada foto serial setelah Pemasangan ETT konsolidasi berkurang( 3b) .
Hari ke 12 setelah dinyatakan sembuh dan PCR (-), foto toraks konsolidasi kanan kiri heterogen
(gambar 3C), dari CT Scan toraks konsolidasi heterogen S6 kanan kiri, ground glass opacity paru
bawah bilateral (gambar 3d,e). hari ke 22 sebelum pulang foto toraks normal (gambar 3f ), CT scan
toraks menunjukkan retikular opacity paru bawah bilateral (gambar 3g.)
Gambar 3a Gambar 3b
Gambar 3e Gambar 3f
Gambar 3g
Pada dasarnya tatalaksana Flu Burung (H5N1) sama dengan influenza yang disebabkan oleh virus
yang patogen pada manusia.
b. TATALAKSANA DI IGD
Bila ada informasi rujukan pasien suspek Flu Burung (H5N1) dari rumah sakit atau fasilitas
kesehatan lainnya, maka langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Dokter yang merujuk berkonsultasi dengan dokter jaga IGD rumah sakit rujukan
2. Dokter jaga IGD rumah sakit rujukan berkonsultasi dengan tim Flu Burung (H5N1)
rumah sakit rujukan.
3. Dokter tim Flu Burung (H5N1) rumah sakit rujukan berkomunikasi dengan dokter yang
akan merujuk mengenai gejala Flu Burung (H5N1), nilai leukosit dan gambaran foto
toraks.
4. Pasien suspek Flu Burung (H5N1) segera dikirim ke rumah sakit rujukan terdekat bila
Apabila diduga terjadi Hospital Acquired Pneumonia (HAP), maka antibiotik harus
disesuaikan dengan pola kuman dan uji kepekaan rumah sakit setempat.
Pemberian antibiotika sebagai profilaksis tidak dianjurkan.
5.2 Steroid
Pemberian kortikosteroid secara rutin tidak dianjurkan karena belum ada uji klinis,
bahkan berpotensi merugikan yaitu dapat memperpanjang masa replikasi virus dan
meningkatkan risiko infeksi oportunistik.
Kortikosteroid diberikan pada syok yang tidak responsif dengan terapi cairan dan obat
golongan vasopressor .
Pada keadaan tersebut di atas, kortikosteroid dipertimbangkan untuk diberikan:
Catatan: Sebagai alternatif lain dapat diberikan dengan dosis awal 50 mg/kgBB/dosis,
dan apabila diperlukan diulang dalam infus drip selama 24 jam.
5.3 Immunomodulator
Hingga saat ini belum ada bukti klinis tentang manfaat imunomodulator pada pasien
Flu Burung (H5N1)
6. Kriteria Masuk ICU :
6.1 Untuk pasien dewasa
Semua pasien yang memenuhi kriteria sepsis berat dan syok septik : Acute Lung Injury
(ALI), Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
- Sepsis berat adalah sepsis disertai salah satu gangguan fungsi-fungsi organ, seperti
dibawah ini:
1. Hipotensi : Tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau penurunan > 40 mmHg
atau mean arterial pressure (MAP) < 65 mmHg
2. Hiperlaktatemia: laktat serum 2 mmol/L (18 mg/dL)
3. Renal: peningkatan akut kreatinin serum > 176,8 mmol/L (2,0 mg/dL) atau
pengeluaran urine < 0,5 mL/kg/jam selama > 2 jam
4. Paru: Acute Lung Injury (ALI) dengan PaO2/FIO2 300 mmHg (P/F rasio)
5. Liver: peningkatan akut bilirubin > 34,2 mol/L (2 mg/dL)
6. Trombositopenia: penurunan akut dari jumlah trombosit menjadi < 100 000
7. Koagulopati: International Normalized Ratio (INR) > 1,5 atau partial
thromboplastin time (aPTT) > 60 detik
- Syok septik adalah hipotensi yang di-induksi oleh sepsis (definisi diatas) yang tidak
bisa diatasi dengan resusitasi cairan yang adekuat.
Tindakan
Harga Normal Fisioterapi dada Intubasi
Terapi oksigen Napas Buatan
Observasi ketat (ALI)
Mekanik
Frekwensi Napas 12 - 25 25 - 35 > 35
Kapasitas Vital
(VC = ml/KgBB) 30 - 70 15 - 30 < 15
Kekuatan Inspirasi
(cm H2O) 50 - 100 25 - 50 < 25
FEV1 (ml/KgBB) 50 - 60 10 - 50 < 10
Compliance(ml/cmH2O) 50 - 100 - -
Oksigenasi
PaO2 (torr) < 60 pada FIO2 = 0,6
dengan FIO2 = 0,21 75 - 100 < 75 (dengan masker)
SaO2 atau SpO2 (%) 95 - 98 < 95 < 90
PaO2/FiO2 500 300 - 400 < 300
AaDO2 (torr)
dengan FIO2 = 1,0 50 - 200 200 350 > 350
QS/QT (%) 5 > 20
Ventilasi
PaCO2 (torr) 35 - 45 45 - 55 > 55
VD/VT 0,25 - 0,40 0,40 - 0,60 > 0,60
a. Bila memasuki kriteria untuk tindakan observasi ketat, fisioterapi dada dan terapi oksigen
sebaiknya penderita sudah dirujuk ke ICU.
b. Bila terjadi kecenderungan perburukan dalam waktu kurang dari 6 jam, yang menunjukkan
kebutuhan oksigen yang semakin meningkat untuk mendapatkan SaO2 > 95%.
Pemeriksaan foto toraks dan analisa gas darah (AGD) dilakukan secara berkala , minimal satu
kali setiap 24 jam.
D. Antiviral
1. Pengobatan
Obat antiviral ada yang bekerja sebagai penghambat neuramidase seperti oseltamivir dan
zanamivir sedangkan Amantadin dan Rimantadin menghambat M2 protein.
Antiviral harus diberikan secepat mungkin begitu pasien ditetapkan sebagai suspek Flu
Burung (H5N1). Berdasarkan data dari 141 kasus di Indonesia, pada 35 pasien yang tidak
2. Profilaksis
Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan dari manusia ke manusia, namun
penggunaan profilaksis oseltamivir sebelum terpajan tidak dianjurkan. Rekomendasi saat ini
oseltamivir diberikan pada petugas yang terpajan pada pasien yang terkonfirmasi dengan
jarak < 1 m tanpa menggunakan APD. Bagi mereka yang terpajan lebih 7 hari yang lalu,
profilaksis tidak dianjurkan.
Kelompok risiko tinggi untuk mendapat profilaksis adalah :
Petugas kesehatan yang kontak erat dengan pasien suspek atau konfirmasi H5N1 misalnya
pada saat intubasi atau melakukan suction trakea, memberikan obat dengan menggunakan
nebulisasi, atau menangani cairan tubuh tanpa APD yang memadai. Termasuk juga
petugas lab yang tidak menggunakan APD dalam menangani sampel yang mengandung
virus H5N1.
F. Pengobatan lain
Terapi lainnya seperti terapi simptomatik, vitamin, dan makanan bergizi.
A. ALUR PASIEN
Pasien Datang
2.1 Setelah menerima informasi telepon ada rujukan pasien Flu Burung (H5N1), petugas
melakukan :
a. Melapor kepada tim lengkap Flu Burung (H5N1)
b. Menyiapkan ruang penerimaan
c. Menyiapkan petugas dengan APD (minimal masker bedah dan sarung tangan)
Tatalaksana di ICU mengikuti rekomendasi Surviving Sepsis Campaign 2008 yang sudah
dipublikasikan, sebagai berikut :
Pemberian Oksigen
intubasi endotrakea
2.
dan ventilasi mekanik
Sedasi, paralisis
(jika di intubasi),
atau keduanya
Kristaloid
CVP <8 mmHg
Koloid
8-12 mmHg
<65 mmHg
MAP Pemberian vasoaktif
>90 mmHg
65 dan 90 mmHg
70%
<70
SvcO2 Transfusi sel darah merah <70%
sampai Ht 30%
70
Pemberian Inotropik
Goals
Tidak achieved
Ya
Keluar dari RS
2. Diagnosis
Lakukan pemeriksaan kultur sebelum memulai pemberian antibiotika jika hal ini tidak
menunda pemberian antibiotika secara bermakna (diwajibkan)
i. Lakukan pemeriksaan kultur darah sebanyak dua atau lebih
ii. Salah satu atau lebih kultur darah harus diambil perkutaneus
iii. Satu kultur darah diambil dari setiap peralatan akses vena yang terpasang > 48 jam
iv. Kultur dari tempat lain bila secara klinis ada indikasi
Lakukan pemeriksaan pencitraan (imaging) (sinar-x, USG atau scanning) segera untuk
memastikan dan mencari sumber infeksi bila dipandang aman untuk pasien (diwajibkan)
3. Terapi Antibiotik
Berikan antibiotik IV sesegera mungkin dan selalu berikan pada jam pertama setelah
didiagnosis.
Antibiotika spektrum luas : agen aktif terhadap bakteri/jamur patogen yang diduga paling
mungkin menjadi penyebabnya yang mempunyai penetrasi baik ke dalam sumber infeksi.
(diwajibkan)
Evaluasi ulang antibiotik setiap hari untuk mengoptimalisasi efikasi, mencegah resistensi,
mencegah toksisitas, meminimalisasi biaya. (diwajibkan)
Pertimbangkan terapi kombinasi untuk infeksi Pseudomonas. (disarankan)
Pertimbangkan terapi kombinasi empiris pada pasien dengan neutropeni. (disarankan)
Terapi kombinasi tidak lebih 3-5 hari dan di de-eskalasi (menjadi spectrum yang lebih
sempit) sesuai dengan test kepekaan antibiotika (disarankan)
Durasi terapi dibatasi 7-10 hari; dapat diperpanjang jika respon lambat atau terdapat
undrainable foci infeksi atau keadaan imunokompromis. (diwajibkan)
Hentikan terapi antibiotik jika penyebabnya ditemukan adalah non infeksi bakteri.
(diwajibkan)
5. Terapi Cairan
Resusitasi cairan dengan menggunakan kristaloid atau koloid. (diwajibkan)
Target CVP 8 mmHg (jika dengan ventilasi mekanik 12 mmHg). (diwajibkan)
Gunakan fluid challenge technique, dan monitor adakah perbaikan hemodinamik.
(diwajibkan)
Berikan fluid challenge dengan kristaloid 1000 ml atau 300-500 ml koloid selama 30 menit.
Mungkin diperlukan lebih cepat dan volume yang lebih besar bila terdapat hipoperfusi
jaringan yang dipicu oleh sepsis. (diwajibkan)
Laju (rate) pemberian cairan harus diturunkan jika terdapat peningkatan tekanan pengisian
jantung tanpa perubahan hemodinamik secara bersamaan. (diwajibkan)
6. Vasopresor
Mempertahankan MAP 65 mmHg. (diwajibkan)
Pemberian norepineprin dan dopamin lewat vena sentral adalah pilihan vasopresor awal.
(diwajibkan)
Epineprin, phenilefrin, atau vasopressin tidak diberikan sebagai vasopresor awal pada syok
septik. (disarankan)
Vasopresin 0.03 unit/menit dapat ditambahkan ke dalam norepineprin yang berikutnya
dengan mengantisipasi efek yang sama dengan pemberian norepineprin saja. (disarankan)
Gunakan epinefrin sebagai agen alternatif pertama pada syok septik bila respons tekanan
darah kurang pada pemberian norepineprin atau dopamin. (disarankan)
Jangan menggunakan dopamin dosis rendah untuk proteksi ginjal. (diwajibkan)
Pada pasien yang membutuhkan vasopresor, pasang kateter arterial segera mungkin.
(diwajibkan)
7. Terapi Inotropik
Gunakan pada pasien dengan gangguan miokard yang ditandai dengan peningkatan
tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang rendah. (diwajibkan)
Jangan meningkatkan cardiac index untuk mendapatkan level supranormal. (diwajibkan)
8. Steroid
(tidak direkomendasikan rutin pada infeksi berat virus H5N1, tapi dosis rendah kortikosteroid
dapat dipertimbangkan pada pasien syok septik yang memerlukan vasopresor dan diduga
Pertimbangkan ventilasi noninvasif pada pasien ALI/ARDS yang minoritas dengan kegagalan
pernapasan hipoksemia ringan sampai sedang. Pasien membutuhkan hemodinamik stabil,
nyaman, mudah disadarkan, dapat menjaga jalan napas, diperkirakan sembuh dengan cepat.
(diwajibkan namun tidak boleh dipergunakan pada infeksi H5N1 atau H1N1 karena bahaya
menyebarkan infeksi)
Gunakan protokol weaning dan SBT secara teratur untuk mengevaluasi potensi untuk
menghentikan ventilasi mekanikal. (diwajibkan)
i. Pemilihan SBT termasuk pressure support rendah dengan continuous positive airway
pressure 5 cmH2O atau T-piece system.
ii. Sebelum SBT, pasien seharusnya (diwajibkan):
1. Dapat disadarkan
2. Hemodinamik stabil tanpa vasopresor.
3. Tidak ada kondisi baru berisiko serius.
4. Memiliki kebutuhan ventilator rendah dan tekanan ekspirasi akhir rendah.
5. Kebutuhan level FiO2 yang dapat secara aman diberikan lewat nasal kanul atau
sungkup.
Jangan menggunakan kateter arteri pulmonalis untuk monitor rutin pasien ALI/ARDS.
(diwajibkan)
Gunakan strategi cairan konservatif pada pasien ALI yang tidak terbukti mengalami
hipoperfusi jaringan. (diwajibkan)
3. Tatalaksana hemodinamik
a. Tatalaksana syok pediatrik dilakukan setelah tatalaksana pernapasan.
Pemberian cairan resusitasi berupa kristaloid dilakukan secara agresif dengan bolus sebesar
20 ml/kgBB dalam 5-10 menit (Bila dibutuhkan volume yang lebih besar, dapat diberikan
cairan koloid, mulai dengan 5-10 ml/kgBB) dengan pemantauan :
i. Frekuensi denyut jantung
ii. Produksi urin
iii. Pengisian kembali kapiler (refilling capiller)
iv. Tingkat kesadaran
v. Curah jantung
Tidak terdapatnya perbaikan haemodinamik pada fluid balance, di dapat ronki basah
halus tidak nyaring, peningkatan V. Jugulare, pembesaran hati akut tumpul dan
terdapatnya hepatojugular reflux merupakan tanda peningkatan preload. Karena itu
tanpa monitoring khusus, pemberian cairan harus dibatasi.
b. Tekanan darah, secara tunggal, tidak merupakan parameter yang adekuat untuk memantau
pemberian cairan resusitasi. Pembesaran hati dapat digunakan untuk memantau kelebihan
cairan resusitasi.
c. Vasopresor dan obat inotropik hanya digunakan setelah resusitasi cairan yang adekuat.
Pemilihan obat-obat ini bergantung kondisi pasien:
i. Curah jantung rendah disertai resistensi vaskular sistemik tinggi
ii. Curah jantung tinggi disertai resistensi vaskular sistemik rendah
iii. Curah jantung rendah disertai resistensi vaskular sistemik rendah
iv. Dopamin adalah pilihan pertama pada hipotensi yang refrakter terhadap resusitasi
cairan. Pada kasus yang refrakter terhadap dopamine dapat digunakan epinephrine
atau norepinephrine.
d. STEROID
Penggunaan steroid dapat dipertimbangkan pada syok yang tidak responsive dengan
inotropik atau vasopressor. Pada kasus dengan riwayat penggunaan steroid lama sebelum
sakit, gangguan fungsi adrenal harus dipertimbangkan.
0 menit
5-10 menit
I. Terapi Nutrisi
Jika tidak terdapat kontraindikasi, nutrisi enteral harus diutamakan. Pasien flu burung seringkali
mengalami muntah sehingga tidak memungkinkan pemberian nutrisi enteral. Perhitungan
kebutuhan kalori adalah seperti pedoman berikut ini:
a. 1 tahun : 55 kcal/kgBB/hari
b. 5 tahun : 45 kkal/kgBB/hari
c. 10 tahun : 38 kkal/kgBB/hari
d. 10 18 tahun : 26 kkal/kgBB/hari
e. Dewasa : 25 30 kkal/kgBB/hari
Untuk yang BB kurang (BMI < 18), BB dihitung berdasarkan BB aktual
Untuk yang BB lebih (BMI > 25) atau obesitas, BB dihitung berdasarkan BB yang
diprediksi
Beberapa prinsip mendasar yang perlu mendapat perhatian dalam penatalaksanaan keperawatan Flu
Burung meliputi:
Penerapan prinsip kewaspadaan isolasi(mengacu pada bab VII), pengaturan tenaga baik kuantitas
maupun kualitas serta surveilance kesehatan tenaga perawat yang memberikan asuhan keperawatan.
Kuantitas tenaga meliputi ratio perawat berbanding pasien, baik Pra ICU maupun ICU ditambah 20 %
faktor koreksi (oleh karena ruang rawat dalam bentuk kamar isolasi). Sedangkan untuk kualitas tenaga
perawat yaitu perawat yang memiliki sertifikat pelatihan perawatan Flu burung baik Pra ICU dan ICU,
untuk tenaga yang bertugas di ICU dengan kualifikasi tersertifikasi pelatihan ICU.
Dengan memenuhi persyaratan baik kuantitas maupun kualitas tenaga, diharapkan dapat memberikan
Manajemen Asuhan Keperawatan Pasien Flu Burung secara optimal.
Manajemen asuhan pasien atau asuhan keperawatan pasien Flu Burung adalah praktik keperawatan
yang diberikan pada pasien/keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
Pengkajian
Pengkajian merupakan kegiatan pengumpulan data yang terkait / relevan dengan pasien. Sumber
data dapat diperoleh dari pasien atau keluarganya, atau perawat yang pernah/menangani pasien
tersebut, dokumen rekam medik pasien, hasil pemeriksaan diagnostik
Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam pengkajian pasien yang akan dirawat ICU:
1). Pengkajian sebelum pasien datang (Pre Arrival Assesment):Sejak pasien akan dikirim ke RS rujukan,
dilakukan pengkajian melalui telpon kepada Pelayanan Kesehatan atau Rumah sakit yang akan
mengirim pasien masuk ke ICU meliputi ; identitas pasien, diagnosa , alat bantu invasive yang
dipakai, modus ventilasi mekanik yang sedang dipakai (bila pasien menggunakan ventilator)
2). Pengkajian cepat (Quick Check Assessment) : dilakukan pengkajian cepat setelah pasien tiba di ICU
meliputi; observasi secara cepat dari ABCDE yaitu : keadaan umum, Airway (patensi jalan napas
termasuk posisi OPA) , Breathing/Pernapasan (jumlah dan kedalaman nafas, simetrisitas gerakan
dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, suara napas apakah ada usaha napas
spontan), Circulation/sirkulasi dan perfusi cerebral, EKG (rate, ritme, ), tekanan darah (denyut
nadi perifer, capillary refill, kulit, (warna, suhu dan kelembaban), apakah ada perdarahan), Drugs/
Obat-obat (obat yang saat ini diberikan) hasil pemeriksaan penunjang, Equipment (patensi
alat penunjang untuk sistem vaskuler, adakah drainase dan pastikan apakah semua alat yang
dipakai telah terpasang pada pasien dengan benar),alergi(apakah pasien mempunyai riwayat
alergi obat, dan makanan) ,
3). Pengkajian lengkap (comprehensive Assessment) meliputi pengkajian riwayat kesehatan yang
lalu ( bagaimana kondisi kesehatan sebelumnya , bagaimana status emosi, apakah ada alergi,
apakah pernah dirawat dengan kasus yang sama, kaji ulang setiap sistem tubuh), riwayat sosial
(umur, jenis kelamin, suku bangsa, tinggi dan berat badan, pendidikan, pekerjaan, Jaminan
kesehatan yang dipunyai), psikososial (komunikasi yang digunakan, koping yang dipakai, status
kecemasan, harapan tentang keadaan sakit kritisnya, apa kebutuhan keluarga pasien) dan
spiritual (kepercayaan yang dianut, kebiasaan keluarga/pasien untuk mengatasi stress dari sisi
spiritual) serta pengkajian fisik dari setiap system tubuh (pengkajian sistem neurologi : kordinasi
motorik, kekuatan otot, respon lambat terhadap rangsang verbal maupun motorik, penurunan
kemampuan untuk mensintesa informasi baru, respirasi (tidak efektif batuk), kardiovaskuler
(denyut nadi lemah, hemodinamik tidak stabil, disritmia, peningkatan suhu,perubahan capillary
refill), renal (gangguan elektrolit, penurunan GFR), gastrointestinal, endokrin, hematologi dan
immun: apakah ada diabetes, gangguan tiroid, anemia, penurunan antibody) dan system
integument: turgor menurun, dan menurunnya elastisitas)
4) Pengkajian lanjutan (ongoing Assessment) meliputi kontinuitas monitoring kondisi pasien setiap
sistem tubuh setiap 1-2 jam pada saat kritis, selanjutnya sesuai kondisi pasien.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data data yang
diperoleh dari pasien dan disusun berdasarkan pada gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan disusun berdasarkan prioritas masalah.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul pada pasien yang tidak menggunakan Ventilasi
Mekanik :
1. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan resistensi jalan napas
3. Gangguan pertukaran gas : hiperkapnea berhubungan dengan hipoventilasi alveolar.
4. Gangguan pertukaran gas : hipoksemia berhubungan dengan gangguan difusi.
5. Cemas sedang-berat berhubungan dengan situasi kritis, kurang pengetahuan pasien/
keluarga tentang status/kondisi kesehatannya.
6. Ketidakmampuan perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
7. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan adanya inflamasi parenkim paru.
8. Risti nutrisi kurang dari kebutuhan.
9. Risti kekurangan volume cairan.
10. Risti penyebaran infeksi.
11. Risti gangguan termoregulasi
12. Hospitalisasi : cemas/takut dirawat dirumah sakit berhubungan dengan situasi krisis,
perubahan lingkungan (pada pasien anak)
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan ventilasi mekanik
Gangguan pertukaran gas: hiperkapnea berhubungan dengan hipoventilasi alveolar
Gangguan pertukaran gas: hipoksemia berhubungan dengan perubahan ventilasi-difusi,
peningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler.
Pola napas tidak efektif / ketidakmampuan bernapas spontan berhubungan dengan otot
pernapasan fatique
Penurunan kardiak output berhubungan dengan gangguan fungsi: ejeksi
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipermetabolisme
Risti kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermia
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan O2 yang tersedia dengan O2 yang
dibutuhkan.
Rencana Tindakan
Rencana tindakan keperawatan adalah alternatif pemecahan masalah yang dianggap paling tepat
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan. Untuk merumuskan tindakan keperawatan dalam
rencana keperawatan perlu mempertimbangkan pada 4 jenis tindakan keperawatan, yaitu : tindakan
observasi, tindakan mandiri keperawatan, pendidikan kesehatan, dan tindakan kolaborasi. Pada
penulisannya menggunakan kalimat instruksi dan bahasa yang mudah dimengerti serta bersifat
operasional.
Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud
agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang mencakup aspek peningkatan kesehatan,
pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan
keluarganya. Apabila implementasi sudah dikerjakan, maka selanjutnya kegiatan tersebut perlu
didokumentasikan meliputi kapan tindakan itu dikerjakan, dan jenis tindakan yang dilakukan serta
respon pasien terhadap tindakan tersebut (formulir Tindakan Keperawatan terlampir)
Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi
proses dilakukan segera setelah selesai melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil
perawat memutuskan apakah rencana efekif (diagnosa keperawatan teratasi sesuai kriteria tujuan
tercapai) atau belum teratasi sehingga rencana perlu dilanjutkan, direvisi atau perlu dimodifikasi
diagnosa, tujuan atau rencana keperawatan menggunakan format catatan perkembangan pasien
dengan pendekatan SOAP (formulir terlampir).
2. Data Obyektif
1) Keadaan umum :
2) Status Neurologi (tingkat kesadaran) :
Kualitatif : Composmentis, apatis, somnolen, soporokoma, dan koma
Kuantitatif : Glassgow Coma Scale (GCS)
3) Sistem respirasi: RR pada saat datang 26 x/menit kemudian kondisi memburuk
RR > 30/menit, napas pendek cepat dan dangkal, kesukaran bicara karena sesak,
batuk terdengar produktif tetapi sekret sulit dikeluarkan, penggunaan otot bantu
pernapasan, pengembangan dada tidak simetris, ada ronkhi. perburukan berlanjut
terjadi hipoventilasi (RR 10 x/menit, volume tidal menurun < 5cc/kgBB).
4) Sistem kardiovaskuler : TD saat datang : TD 90/60 mmHg - 140/90 mmHg dan pada
anak usia 35 tahun HR 70110x/mnt, TD sistolik 95105mmHg, usia 612 tahun HR
65110 x/mnt TD sistolik 97112mmHg. Bila kondisi memburuk pada dewasa dapat
terjadi aritmia (takikardia atau bradikardia), pada keadaan syok kardiogenik tekanan
darah menurun sistolik <90 mmHg dan diastolik <60 mmHg, nadi meningkat dan
setelah pasien kelelahan/fatique kondisi makin menurun, CVP dapat meningkat/
menurun.
5) Gastrointestinal: mual, muntah, diare atau konstipasi
6) Muskuloskeletal: kekuatan menurun
7) Extremitas : akral teraba dingin, sianosis, pengisian kapiler > 2 detik
8) Aktifitas: saat aktivitas minimal tampak lelah dan sesak napas
9) Suhu tubuh meningkat : >38, 5 0C.
2.A. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien tanpa ventilasi mekanik
sebagai berikut :
Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan resistensi jalan napas
Gangguan pertukaran gas : hipoksemia berhubungan dengan gangguan difusi.
Cemas sedang-berat berhubungan dengan situasi kritis, kurang pengetahuan pasien/
keluarga tentang status/kondisi kesehatannya.
Ketidakmampuan perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Risti kekurangan volume cairan.
Risti penyebaran infeksi.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga
Dengarkan keluhan pasien/keluarga dengan mendengar aktif dan empati.
Identifkasi persepsi pasien/keluarga tentang kondisi sakitnya
Identifikasi mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan
Jelaskan kepada keluarga tentang kondisi pasien/program perawatan
Beri dukungan pada keluarga agar turut memberi semangat pada pasien untuk
mematuhi program perawatan
Intervensi Keperawatan
Lakukan Kewaspadaan Isolasi:
Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Gunakan alat pelindung diri sesuai prosedur
Tempatkan pasien di ruang/kamar Isolasi
Pasien suspect, probable dan terkonfirmasi di rawat terpisah
Gunakan peralatan untuk pasien suspect, probable dan terkonfirmasi masing-
masing secara terpisah.
Intervensi Kolaborasi :
Penggantian alat invasif bila ada indikasi dan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan
(leukosit)
2.B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan ventilasi mekanik
sebagai berikut :
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing pada
jalan napas
Gangguan pertukaran gas: hiperkapnea berhubungan dengan hipoventilasi
alveolar
Gangguan pertukaran gas: hipoksemia berhubungan dengan perubahan ventilasi-
difusi, peningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler.
Pola napas tidak efektif/ketidakmampuan bernapas spontan berhubungan dengan
otot pernapasan fatique
Risti penurunan kardiak output berhubungan dengan gangguan fungsi: ejeksi
Risti kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermia
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan O2 yang tersedia
dengan O2 yang dibutuhkan.
Risti Tidak efektifnya respon penyapihan dari ventilasi mekanik (weaning) berhubungan
dengan ketergantungan ventilasi mekanik/ malnutrisi, kelemahan, ketidaknyamanan
dan lingkungan tidak mendukung
Ketidakmampuan merawat diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya ventilasi
mekanik.
Risti infeksi sekunder saluran napas: ventilasi assosiate pneumonia berhubungan
dengan terpasangnya ventilasi mekanik.
Intervensi keperawatan
Evaluasi kepatenan jalan napas
Evaluasi gerakan dada, auskultasi bunyi napas kanan/kiri setiap 2-3 jam.
Pertahankan kepatenan ETT dengan cara melihat angka pada ETT di batas garis bibir/
hidung.
Monitor batuk yang berlebihan, peningkatan RR, bunyi alarm, tekanan pada ventilasi
mekanik, sekret yang terlihat pada ETT
Suctioning jika dibutuhkan, pilih kateter suction dengan ukuran 1/3 dari dari lumen ETT,
bila memungkinkan lakukan dengan teknik close suction
Jika sekret kental gunakan NaCl 0,9% steril, lakukan hiperventilasi dengan Bagging (FiO2
100 %) dan suction ulang (suctioning tidak boleh lebih dari 15 detik).
Ubah posisi secara periodik minimal setiap 4 jam sekali jika tidak ada kontra indikasi.
Hidrasi yang cukup (intake cairan 40-50 cc/kg /BB/24 jam).
Pertahankan humidifikasi baik (isi cairan humidifikasi sesuai standar dan set suhu 36-
370C/ 95-1000F.
Sianosis
Nilai AGD dalam rentang normal : pH 7,35 - 7,45, PaCO2 35-45 mmHg, PaO2 80 mmHg,
Sa O2 90%, BE -2,5 - +2,5 dengan FiO2 50 %.
Nadi 60-100 x/mnt, TD 90/60-140/90 mmHg, RR sesuai yang diset di ventilasi mekanik
(total support)
Intervensi Keperawatan
Berikan posisi semi Fowler untuk memaksimalkan ventilasi dan perfusi
Monitor tanda-tanda hipoksia, hiperkapnea: perubahan status mental, takikardia,
iritabilitas dan bunyi nafas yang abnormal
Monitor tanda vital, gambaran EKG, dan saturasi oksigen setiap 1-2 jam
Pastikan modus ventilasi mekanik sesuai intervensi kolaborasi.
Intervensi Kolaborasi:
Pemberian terapi oksigen invasif: modifikasi modus ventilasi mekanik.
Pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, AGD dan elektrolit
Pemberian obat sedasi dan muscle relaxan, bronkodilator, ekspektoran dan antibiotik
Intervensi keperawatan
Kaji ulang penyebab gagal napas
Monitor pola napas, usaha napas dan bandingkan dengan data pada patient display
Pastikan pernapasan sesuai ventilator tidak ada penolakan /fighting
Monitor simetrisitas pengembangan dada kanan dan kiri
Isi balon pipa trakhea sesuai kebutuhan sehingga tidak bocor
Cek sirkuit ventilator adanya obstruksi/akumulasi air dan bebaskan bila ada yang terlipat
atau air
Intervensi Kolaborasi :
Setting ventilator
Tidal volume 6-8 cc/kg BB
Penggunaan sedasi dan muscle relaxan
Hasil pemantauan PAP, hasil AGD
Intervensi Keperawatan
Berikan posisi tidur dengan kepala lebih tinggi, maksimal 30
Monitor HR/denyut nadi, tekanan darah, RR, suhu, pengisian kapiler setiap 2-4 jam dan
adanya keringat dingin setiap 2-4 jam.
Monitor akan adanya sianosis setiap 2-4 jam
Ukur balans cairan /urin output setiap 1-2 jam
Dukung pasien/keluarga untuk mengurangi kecemasan
Intervensi Kolaborasi:
Terapi Oksigen
Terapi Cairan
Pemasangan CVP dan kateter urin.
Obat-obat inotropik, digitalis, diuretik
Pemeriksaan AGD dan elektrolit : Na, K, Cl.
e) Diagnosa keperawatan : Risti tidak efektifnya respon proses weaning berhubungan dengan
ketergantungan akan ventilasi mekanik/malnutrisi/takut.
Intervensi keperawatan
Beri penjelasan pada pasien tentang tujuan, cara weaning dan monitor respon pasien
baik secara kognitif dan afektif, apakah ada rasa takut/kuatir terhadap rencana weaning
Berikan nutrisi sesuai program
Kontrak dengan pasien akan dimulainya weaning
Sebelum weaning dimulai pastikan kesadaran pasien composmentis, hemodinamik
stabil, kebutuhan cairan adekuat, asam basa dan elektrolit dalam batas normal, volume
tidal pasien (6-8cc/kg/BB), Peak Airway Pressure (PAP) <30 cmH20, ada usaha napas, tidak
ditemukan arytmia, PaO2 >60 mmHg dengan FiO2 <50 %, PEEP < 5 Cm H2O.
Intervensi Kolaborasi
Modus ventilator (SIMV + Pressure Support, CPAP atau T. Piece)
Waktu dimulai, durasi dan tahap-tahap weaning.
Intervensi Keperawatan
Kaji / evaluasi kemampuan komunikasi pasien untuk pola komunikasi pengganti
Kembangkan komunikasi yang mudah dimengerti misalnya kontak mata, pertanyaan ya/
tidak, kertas dan spidol, pensil warna, daftar abjad atau bahasa isyarat / gerakan.
Pertimbangkan lokasi pemasangan intra vena jika ekstremitas tersebut digunakan untuk
komunikasi non verbal.
Berikan bel yang dapat diraih pasien dan pastikan pasien dapat menggunakannya
(lampu/bunyi)
Beri tanda bahwa pasien mengalami gangguan komunikasi verbal.
Berikan informasi/penjelasan pada pasien tentang alat-alat yang dipakai dan
lingkungan ICU
Beri waktu pada keluarga/orang yang dekat dengan pasien untuk beradaptasi dengan
cara-cara komunikasi yang sudah dipahami pasien. Anjurkan pada keluarga untuk
mendukung pasien
Beri reinforcement (dukungan) atas kemajuan / keberhasilan pasien
g) Diagnosa keperawatan: risti infeksi saluran napas : Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Tujuan : Tidak terjadi infeksi pneumonia
Kriteria hasil :
Tidak ada perubahan warna sekret pernapasan
Tanda-tanda vital normal: (suhu 36-370C, nadi: 60-100 x/menit, pernapasan 16-22x/menit,
tekanan darah 90/60-140/90 mmHg)
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium: (Leukosit 5000-10.000 UI, kultur sekret
pernapasan)
Intervensi Keperawatan :
Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Gunakan alat pelindung diri sesuai standar prosedur operasional (SPO).
Tinggikan tempat tidur bagian kepala 300- 450
Lakukan oral hygiene minimal sekali sehari.
Lakukan pengisapan sekret pernapasan dengan prinsip aseptik dimulai dari ETT,
selanjutnya melalui mulut, bila menggunakan sistem pengisapan terbuka gunakan
kateter steril sekali pakai.
Tidak direkomendasikan untuk penggantian sirkuit ventilasi mekanik, kecuali ada tanda
tanda infeksi (sekret berubah warna, suhu meningkat).
Keluarkan air kondensat dalam sirkuit secara periodik guna mencegah tidak mengalir ke
inspirasi pasien.
Pertahankan posisi sirkuit lebih rendah dari ETT.
Gunakan cairan/air steril untuk mengisi wick humidifier.
Monitoring letak, posisi proximal NGT lebih tinggi dan bising usus.
Monitoring suhu, nadi pernafasan dan tekanan darah setiap 2-4 Jam.
Lakukan dekontaminasi sirkuit ventilasi mekanik dengan desinfeksi tingkat tinggi dan
peralatan yang digunakan untuk terapi pernapasan sebelum digunakan pada pasien
lain.
Intervensi kolaborasi :
Pemberian antibiotik
Pemeriksaan kultur darah dan sekret pernapasan
Intervensi Keperawatan
Mengulangi kontrak yang sudah disepakati dan tujuan pendidikan kesehatan
perencanaan pulang dan jika memungkinan kumpulkan keluarga pasien.
Menggali sejauh mana pemahaman / pengetahuan pasien dan keluarga tentang flu
burung.
Diskusikan tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Penularan Flu Burung (H5N1) terjadi melalui droplet dan kontak tidak langsung dengan permukaan
yang tercemar, namun dapat pula terjadi jika melakukan prosedur yang berpotensi menghasilkan
aerosol, oleh karena itu penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan Kewaspadaan
Isolasi merupakan hal yang sangat penting dalam penanggulangan Flu Burung (H5N1) .
Pedoman ini merupakan pedoman terbaru yang disesuaikan dengan rekomendasi WHO dan CDC
(Mei, 2007) untuk diterapkan pada triase, transportasi pasien yang dirujuk, perawatan di ruang isolasi,
ICU hingga pemulasaraan jenazah.
Pedoman ini berlaku untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan.
A. Pengertian Kewaspadaan Isolasi
Kewaspadaan Isolasi terdiri atas :
1. Kewaspadaan Standard/ Standard Precautions (merupakan kewaspadaan minimal yang
harus diterapkan untuk melindungi petugas dari penularan) dan
2. Kewaspadaan berdasarkan Transmisi/Transmission-based Standard (merupakan
kewaspadaan tambahan sesudah Kewaspadaan standar bila dicurigai terjadi penularan
secara kontak, droplet atau aerosol )
Prinsip Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi kontak dan percikan/ Droplet harus diterapkan di
setiap ruang perawatan isolasi yaitu :
Ruang isolasi harus dipantau agar tetap dalam prinsip tekanan negatif dibanding tekanan
di koridor
Pergantian sirkulasi udara >/= 12 kali perjam
Udara harus dibuang keluar ke area bebas yang tidak terdapat banyak orang, atau
diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air)
Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri. Pada keadaan khusus (pasien anak
yang perlu pendampingan) pendamping harus memakai APD lengkap yaitu gaun, respirator
N95, sarung tangan, dan melakukan kebersihan tangan sama seperti petugas kesehatan.
Selain itu pendamping diminta menanda tangani informed consent atas kemungkinan risiko
terkena infeksi.
Pada saat petugas atau orang lain berada diruang isolasi, pasien harus dipakaikan masker bedah,
pergantian masker setiap 4-6 jam dan setelah digunakan di buang di tempat sampah infeksius.
Pasien dilarang membuang ludah atau dahak di lantai dan harus menggunakan penampung
dahak/ludah tertutup yang tidak dipakai ulang (disposable).
Untuk mencegah penyebaran virus Flu Burung (H5N1) di rumah sakit, semua pasien Flu Burung
(H5N1) mulai dari kasus suspek hingga kasus konfirmasi harus dirawat di ruang isolasi dengan
menerapkan isolasi ketat (strict barrier).
Petugas kamar isolasi harus dipantau suhu tubuh sebelum dan sesudah kontak . Setiap kali masuk
dan keluar ruang isolasi, petugas harus mencatatkan waktunya pada lembaran khusus.
F. Prosedur Mencuci tangan : Pada keadaan tercemar, cuci tangan dengan air mengalir di
tempat yang telah disediakan.
Urutan mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut:
Buka kran dan pertahankan aliran air lurus dari mulut kran
Bungkukkan badan sedikit untuk menjauhi tubuh dari percikan air
Basahi kedua belah tangan seluruhnya sehingga batas siku
Ambil sabun cair
Gosok dengan keras seluruh permukaan tangan dan jari-jari kedua tangan sekurang-
kurangnya 10-15 detik, ratakan ke seluruh tangan dengan memperhatikan bagian di
bawah kuku dan di antara jari-jari.
Membilas kedua belah tangan di bawah air mengalir.
Mengeringkan tangan dengan kertas lap atau kain yang telah disediakan dan gunakan
lap untuk mematikan kran (Awas, bagian tersentuh kran pada kain / kertas lap tidak boleh
tersentuh tangan yang sudah bersih)
Buang kertas lap atau kain terpakai ke tempat yang telah disediakan.
Sediakan sarana untuk handrubs berbasis alkohol (alternatif cuci tangan/alcuta)
Untuk lebih rinci lihat buku pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya Kementerian Kesehatan tahun 2008 .
A B C
D E F
Keterangan
A. Gosokkan kedua telapak tangan
B. Gosok punggung dan sela sela jari tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya
C. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari tangan
D. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
E. Gosok ibu jari kanan berputar dalam genggaman tangan kiri dan lakukan sebaliknya
F. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kiri di telapak tangan kanan dan sebaliknya
Catatan :
Ikuti prosedur pemakaian APD dengan benar.
Untuk virus Flu Burung (H5N1) gunakan N95.
Kacamata pelindung / goggle
Desinfeksi
Bahan Dekontaminasi Pembersihan Tingkat Tinggi Sterilisasi
Kaca mata Lap dengan Cuci dengan detergen Tidak perlu Tidak perlu
pelindung dan larutan klorin 0,5 dan air. Bilas dengan
penutup wajah. % setelah setiap air bersih, keringkan
prosedur. di udara atau handuk,
setelah setiap prosedur.
Penutup kepala, Tidak perlu Tidak perlu, peralatan Tidak perlu Tidak perlu
masker sekali sekali pakai.
pakai
Apron (plastik/ Tidak perlu Tidak perlu
gaun apron
sekali pakai)
Alas kaki (sepatu Direndam dengan Cuci dengan detergen Tidak perlu Tidak perlu
karet atau larutan klorin 0,5 dan air. Bilas dengan
sepatu bot) %. Bilas dengan air bersih, keringkan
air bersih. di udara atau dengan
handuk.
Gaun bedah, Langsung Cuci dengan detergen Tidak perlu Tidak perlu
masukkan ke dan air panas. Bilas
dalam kantong dengan air bersih,
plastik kuning udara atau mesin
pengering sesudah
pakai.
a. Prosedur tindakan yang menimbulkan aerosol dalam berbagai ukuran (partikel besar dan
kecil)
b. Bila memungkinkan, prosedur tindakan yang menimbulkan aerosol harus dilakukan dalam
ruang bertekanan negatif, ruangan terpisah atau ruangan untuk satu orang pasien dengan
petugas lain yang hadir sesedikit mungkin. APD harus menutupi dada , lengan, tangan, mata,
hidung dan mulut
c. Gunakan celemek plastik bila jas operasi yang tahan air tidak ada
d. Jika masker respirator tidak ada, gunakan masker bedah yang ketat
e. Jika masker respirator tidak ada, gunakan masker bedah yang ketat dan penutup muka.
L. Memroses Linen
Petugas laundry harus menggunakan APD lengkap (apron karet, sarung tangan rumah
tangga, sepatu boot, masker bedah)
Jika mengumpulkan dan membawa linen kotor, tangani sesedikit mungkin dan dengan
kontak minimal untuk mencegah penularan dan penyebaran mikroorganisme.
Anggap semua bahan kain yang telah dipakai sebagai infeksius, sekalipun tidak tampak
adanya kontaminasi.
Tidak dibenarkan memroses linen tercemar diruang perawatan
Bawa linen kotor dalam kontainer tertutup atau kantong plastik untuk mencegah keterceceran
dan batasi linen kotor itu dalam area tertentu sampai dibawa ke laundry
1 Kamar Jenazah
a. Seluruh petugas pemulasaraan jenazah menggunakan APD lengkap
b. Gunakan sepatu boot
c. Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan petugas
mencuci tangan dengan sabun cair dan air mengalir
Perlakuan terhadap jenazah : luruskan tubuh, tutup mata, telinga dan mulut dengan
kapas / plester kedap air, lepaskan alat kesehatan yang terpasang, setiap luka harus
diplester dengan rapat.
Jika diperlukan untuk memandikan jenazah (air pencuci dibubuhi bahan desinfektan).
1.4 Edukasi
Sosialisasi SPO Pencegahan dan Pengendalian Infeksi seperti Kewaspadaan Standar,
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi dan Kebijakan Kementerian Kesehatan tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.
Flu Burung (H5N1) yang merupakan New Emerging Disease dalam tatalaksananya membutuhkan
metode, sarana, fasilitas dan peralatan khusus sehingga tidak semua sarana pelayanan kesehatan
mampu untuk merawat dan melakukan pemeriksaan terhadap pasien Flu Burung (H5N1). Untuk itu
pemerintah telah menetapkan 100 RS rujukan sesuai 414/Menkes/SK/IV/2007 tentang Penetapan
Rumah sakit Rujukan Penanggulangan Flu Burung (H5N1) (Avian Influenza), yang tersebar di seluruh
propinsi di Indonesia, juga telah ditetapkan laboratorium rujukan (lihat lampiran) untuk pemeriksaan
spesimen guna menegakkan diagnosis Flu Burung (H5N1). Diharapkan dengan menerapkan sistem
rujukan yang baik dapat meningkatkan keberhasilan penanggulangan Flu Burung (H5N1).
A. Rujukan Pasien
Mengingat bahwa tidak semua sarana pelayanan kesehatan mempunyai sarana, fasilitas dan
peralatan khusus untuk perawatan pasien Flu Burung (H5N1), maka perawatannya harus dilakukan
di RS Rujukan Flu Burung (H5N1) yang telah ditetapkan. Apabila di sarana pelayanan kesehatan
non Rujukan Flu Burung (H5N1) mendapatkan pasien suspek Flu Burung (H5N1) harus sesegera
mungkin merujuk pasien ke RS Rujukan Flu Burung (H5N1).
B. Rujukan Spesimen
Mengumpulkan atau mengangkut bahan spesimen klinis sebaiknya mengikuti dengan benar
penerapan Kewaspadaan Standar upaya perlindungan untuk meminimalisasi pajanan.
EDTA Serum
1-3 mL 2 mL
Media
Transport virus
HI * RT- PCR *
atau ELISA
Akut dan
konvalesen
Positif H5 3
Negatif H5 hari
3 hari berturut -
Berturut-turut turut
Ket :
* Litbangkes / lab Regional /
Lab RS rujukan Flu Burung (H5N1).
** Setiap Lab Sarana Kesehatan Sukuensing
H5
A. Pelaporan
1. Formulir Pelaporan ( resume harian, rekap akhir)
a. Pelaporan Harian.
Pada saat ditemukan pasien Suspek Flu Burung (H5N1) di sarana pelayanan kesehatan,
maka agar dapat dilakukan verifikasi dan penetapan jumlah penderita Flu Burung
(H5N1) dengan cepat diperlukan suatu sistem pelaporan cepat dari rumah sakit
ke Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Propinsi serta ke Posko Flu Burung (H5N1) Ditjen
P2PL yang selanjutnya diteruskan kepada Ditjen Bina Yanmed dan Menteri Kesehatan.
Formulir ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
Laporan Harian dikirim ke alamat :
b. Pelaporan Bulanan
Rumah sakit membuat laporan bulanan kasus Flu Burung (H5N1) guna keperluan
Audit Medik dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
2. Alur pelaporan
KEMENTERIAN KESEHATAN : Alur pelaporan untuk KLB influenza dibagi 2, yaitu :
Alur Informal : untuk mempercepat penanganan pada pasien (bukan untuk konsumsi
umum/publik/media
Alur formal dengan menggunakan surat resmi dan lampiran hasil laboratorium, yaitu
sebagai berikut
M R KONTAK
A U
S A K I T
POST
RT
S J
U U
HI
P I L E K
TERAPI
D I A R E
S E S A K
K K
S U H U
B AT U K
LEUKOSIT
PCR
LAIN - LAIN
LAIN - LAIN
LIMPHOSIT
TROMBOSIT
A
MORTEM
R A D I O L O G I
T E N G G O R O K AN
Catatan :
1. Laporan dikirim setiap hari kerja selambat-lambatnya jam 14.00 waktu setempat Penanggung Jawab
2. Keterangan dapat diisi dengan keadaan pasien meninggal/hidup/mati
TTD
81
82
ii. Formulir Laporan Bulanan
GEJALA
RIWAYAT KLINIS PEMERIKSAAN TERAPI & POST
NO IDENTITAS LAB RADIOLOGI KET
KONTAK WAKTU FISIK TINDAKAN MORTEM
MASUK RS
B. Sistem Pembiayaan
Dengan keterbatasan dana yang ada pada pemerintah pusat dan berkembangnya era Otonomi
Daerah, maka pembiayaan pasien Flu Burung (H5N1) menjadi tanggungjawab bersama antara
Pemerintah Pusat (dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan RI) dan Pemerintah Daerah.
Pembiayaan yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI tertuang dalam surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 756/MENKES/SK/IX/2006 Tentang Pembebasan Biaya
Pasien Penderita Flu Burung (H5N1) yang ditetapkan pada tanggal 20 September 2006.
Pembebasan biaya tesebut berlaku bagi pasien yang dirawat di rumah sakit rujukan Flu Burung
(H5N1) dan rumah sakit non rujukan Flu Burung (H5N1) (pemerintah maupun swasta) yang
menerima pasien sebelum dirujuk ke rumah sakit rujukan Flu Burung (H5N1), yang meliputi :
1. Biaya administrasi;
2. Biaya pelayanan dan perawatan di IGD, Ruang Isolasi, Ruang ICU dan jasa dokter;
3. Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi);
4. Obatobatan dan bahan habis pakai;
5. Biaya rujukan;
6. Pemulasaraan jenazah (peti jenazah, transportasi dan penguburan).
Bapak/Ibu yang terhormat, bersama ini kami sampaikan informasi tentang pasien :
No. Reg :
Nama
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
2. Lantai
Bersihkan lantai sesering mungkin (setiap hari sesuai kebutuhan) dengan lap basah, deterjen,
dan air. Pakailah deterjen jika ada kontaminasi, seperti darah atau percikan cairan tubuh lain
seperti yang diuraikan di bawah.
Pel basah adalah alat paling umum dan dianjurkan untuk membersihkan lantai.
- Teknik satu ember : digunakan satu ember larutan pembersih, yang diganti bila kotor.
Daya bunuh larutan pembersih berkurang dengan bertambahnya kotoran dan bahan-
bahan organis lainnya.
- Teknik dua ember : satu ember mengandung larutan pembersih, satu lagi mengandung
air untuk bilas. Kain pel selalu diperas dahulu sebelum dicelup ke dalam larutan pembersih
sehingga dapat menghemat tenaga dan bahan.
- Teknik tiga ember : ember ketiga digunakan untuk memeras pel sebelum dibilas, yang
akan memperpanjang masa pakai air bilasan.
2. Penanganan yang tepat terhadap unggas yang sakit, yang dicurigai Flu Burung (H5N1) atau
mati adalah penting untuk tindakan pengendalian dalam rangka mencegah penyebaran
penyakit.
a. Pastikan anak-anak jauh dari unggas mati dan sakit
b. Jika anda menangani unggas mati dan sakit, pastikan anda terlindungi.
c. Jika anda menghadapi unggas yang sakit dan mati untuk pertama kali, segera beritahu
yang berwenang dan yang berpengalaman untuk penanganan.
5. Pakaian pelindung yang terkontaminasi harus ditangani secara benar dan di buang.
a. Setelah area dibersihkan, buang semua bahan pelindung dan cuci tangan dengan sabun
dan air.
b. Cuci pakaian dengan air sabun panas atau hangat. Jemur di bawah terik matahari.
c. Taruh sarung tangan yang telah digunakan dan bahan habis pakai lain lain pada tas
7. Orang yang sakit seperti flu harus memperhatikan tindakan pencegahan tambahan.
a. Adalah sangat penting mencegah penyebaran influenza manusia di daerah terjangkit.
Ketika virus Flu Burung (H5N1) dan virus influenza manusia kontak satu sama lain maka
terdapat risiko terjadi perubahan genetik sehingga virus baru akan muncul.
b. Setiap orang yang sakit seperti flu harus hati-hati dengan sekresi hidung dan mulut bila
di sekeliling orang lain, khususnya anak kecil, agar tidak menyebarkan virus influenza
manusia
c. Tutup hidung dan mulut ketika batuk dan bersin. Gunakan tisu dan buang di tempat
sampah setelah dipakai. Ajari anak-anak untuk melakukan hal tersebut dengan baik
d. Selalu cuci tangan dengan sabun dan air setelah kontak dengan sekresi dari hidung dan
mulut.
e. Anak-anak cenderung menyentuh muka, mata dan mulut dengan tangan kotor. Ajari
pentingnya membersihkan tangan setelah batuk, bersin dan menyentuh bahan-bahan
kotor.
f. Beritahukan ke institusi kesehatan segera dan cari nasehat medis dari profesi kesehatan
jika mempunyai gejala sakit, seperti demam dan/atau gejala seperti flu.
8. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan ketika akan mengunjungi teman ataupun
saudara yang dirawat di fasilitas kesehatan.
9. Pada daerah yang terjangkit Flu Burung (H5N1), jangan memakan daging yang berasal dari
unggas atau binatang yang sakit atau mati. Bahkan disarankan untuk tidak mengkonsumsi
semua jenis unggas baik yang sehat maupun sakit dari peternakan yang terinfeksi Flu Burung
(H5N1) tersebut.
10. Pada daerah di luar radius 1 km daerah terjangkit, langkah-langkah tindakan pencegahan
yang harus dilakukan:
a. Menyembelih unggas gunakan metode yang tidak mencemari lingkungan rumah anda
dengan darah, debu, feses dan kotoran lainnya.
b. Menghilangkan bulu ayam, rendam unggas/ayam dalam air mendidih sebelum
mencabuti bulunya.
c. Membersihkan isi tubuh unggas, gunakan metode yang tidak mencemari lingkungan
rumah tangga anda dari darah, debu, feces dan kotoran hewan lainnya.
d. Jangan mengusap muka dan inderanya (contoh menggosok mata) selama melakukan
pekerjaan yang berhubungan dengan unggas, kecuali anda sudah mencuci tangan anda
dengan sabun dan air.
11. Lakukan semua tindakan kewaspadaan untuk menjamin bahwa semua unggas dan bahan
olahannya telah diproses dengan baik dan aman untuk dimakan (konsumsi).
a. Ayam harus diolah secara higienis dan dimasak dengan baik.
b. Juga demikian dengan telur. Tindakan yang harus dilakukan dalam menangani telur
mentah dan cangkangnya adalah mencuci cangkang telur dalam air sabun dan cuci
tangan setelahnya. Telur dimasak sampai matang (dalam air mendidih selama 5 menit,
70oC) tidak akan menularkan Flu Burung (H5N1) kepada konsumen.
c. Pada umumnya, semua makanan harus dimasak sampai matang pada suhu 70oC atau
lebih.
Pedoman ini merupakan revisi dari pedoman tatalaksana Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit yang
diterbitkan pada tahun 2006. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi tenaga
kesehatan di Rumah sakit saat menatalaksana pasien Flu Burung (H5N1) dan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan yang diperlukan.
Pedoman ini perlu disosialisasikan ke seluruh Sarana Pelayanan Kesehatan. Pada pelatihanpelatihan
tatalaksana kasus Flu Burung (H5N1) untuk petugas kesehatan di Rumah sakit pedoman ini dapat
diimplementasikan dengan baik.
Secara berkala pedoman ini akan dievaluasi, sehingga bila diperlukan perubahan perubahan sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan, akan dilakukan revisi agar ini menjadi lebih sempurna sehingga
penanganan Flu Burung (H5N1) lebih baik lagi.
Nausea
Batuk
Nyeri Tenggorok
Pilek
Sesak Napas
Diare
Konjungtivitis
Muntah
Nyeri otot
Sakit Kepala
Kejang
Urin setiap 1 jam
Foto toraks (PA, Lateral)
Pemeriksaan Leukosit
Penunjang Limfosit Total
Trombosit
Hitung jenis leukosit
Hb
Rapid test
PCR Apus Tenggorok
Uji serologi HI
Analisis gas darah
Sputum Gram
Sputum MO/resistensi
MO darah
Dengue blood (panas>5 hari)
Serologi Tipus (panas>5 hari
Anti-HIV*
BTA sputum (3x,kultur,resistensi)
Elektrolit
SGOT
SGPT
Pedoman Tatalaksana
Bilirubin T/D/I Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah sakit 115
Albumin
Globulin
Ureum
Kreatinin
CRP
Kreatinin kinase
Gula darah (N, PP)
EKG
Aktiviti Normal
Bed Rest
1. EYE
Spontan membuka mata = 4
Dengan perintah = 3
Dengan rangsang nyeri = 2
Tidak ada reaksi = 1
2. MOTORIK
Mengikuti perintah = 6
Melokalisir nyeri = 5
Menghindari nyeri = 4
Fleksi adnormal (dekortikasi) = 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) = 2
Tidak ada reaksi = 1
3. VERBAL (V)
Orientasi baik = 5
Bicara membingungkan = 4
Kata kata tidak tepat = 3
Suara tidak dapat dimengerti = 2
Tidak ada respon = 1
TOTAL = 15
Nilai terendah = 3
SCORE
15 = Kompos mentis 8 11 = Sopor
12 14 = Somnolen 3 7 = Koma
KEJANG
0-5 menit
1 2
10-15 menit
KEJANG (-) Phenobarbital IV/IM
10 20mg/kgBB
Phenobarbital IV/IM
12 jam kemudian KEJANG (+)
3 4 mg/kgBB
ICU
140
0 Menit Kejang
A Jalan napas
B Oksigen, ventilasi dan monitor pulse oksimetri
C monitor hemodinamik
142
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit 101
Lampiran 5. Nilai Normal Tanda Vital pada anak
4. Jumlah skor:
5 : sesuai DIC : skor diulang setiap hari
< 5 : sugestif DIC : skor diulang dalam 1-2 hari
RUMAH SAKIT---------------------------
FORMULIR ASUHAN KEPERAWATAN
JENIS : LK/PR R.RAWAT NO.REG :
NAMA :
UMUR : .TH ... NO.RM :
NAMA
TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
TTD
124
Lampiran 8. 8.
Lampiran
FORMULIR
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FLU BURUNG (H5N1)
(ANAK DAN DEWASA)
1. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Jenis kelamin :
Penanggung jawab :
4. Riwayat perjalanan
Dalam waktu 7 hari sebelum timbulnya gejala :
- Melakukan kunjungan ke daerah atau
bertempat tinggal di wilayah yang terjangkit
Flu Burung (H5N1) : Ya Tidak
- Kontak atau mengkonsumsi unggas sakit : Ya Tidak
125
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit 105
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah sakit 126
Pemeriksaan fisik
a. Status neurologi
- Tingkat kesadaran :
CM Apatis Somnolent Soporcoma Coma
- Glasgow Coma Scale (GCS):
Eye = Motorik= Verbal= , EMV=
126
106 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah sakit
LAMPIRAN 127
b. Status respirasi
- Jalan Napas
Bersih Ada Sumbatan
- Pernapasan
Sesak Tidak Sesak
- Frekuensi Pernapasan : ...... x /menit
- Irama Napas
Teratur Tidak Teratur
- Jenis Pernapasan
Spontan Kusmaul Cheynestokes
- Batuk
Ya Tidak
- Sputum
Ya Tidak Warna
- Konsistensi
Kental Encer
- Suara Napas
Vesikuler Ronki Wheezing Rales
- Palpasi Dada : ..................
- Perkusi Dada : .................
- Nyeri saat bernapas
Ya Tidak
- Menggunakan alat bantu pernapasan
Ya Tidak
c. Status kardiovaskuler
- Nadi : ..x/menit
Irama : Teratur Tidak teratur
Denyut : Teratur Tidak teratur
- Tekanan darah :.. mmHg
127
f. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium meliputi darah lengkap, AGD, kimia darah, serologi, PCR, Widal, IgM,
IgG, mikrobiologi, kultur, BTA.
- Radiologi meliputi foto toraks
R.M
Kondisi Pasien :
TD : mmHg Suhu : C Nadi : x/menit RR : x/menit
Diet :
Pengobatan lanjutan :
Konsultasi lanjutan :
Jakarta, ..
Kepala ruangan
()
130
PELOD Score
Latar belakang
Pediatric Logistic Organ Dysfunction Score (PELOD score) adalah sistim penilaian yang digunakan untuk menilai
berat-ringannya kasus pediatrik dengan disfungsi organ multipel. PELOD score dapat juga digunakan untuk
memperkirakan kematian.
Teknik penilaian
Nilai PELOD diperoleh dari skor fungsi organ sesuai daftar berikut:
1. Kardiovaskular
a. Denyut jantung
i. Usia < 12 tahun
1. 195 (Skor 0)
2. > 195 (Skor 10)
ii. Usia 12 tahun
1. 150 (Skor 0)
2. > 150 (Skor 10)
b. Tekanan Sistolik
i. Usia < 1 bulan
1. > 65 (Skor 0)
2. 35-65 (Skor 10)
3. <35 (Skor 20)
ii. Usia > 1 bulan < 1 tahun
1. > 75 (Skor 0)
2. 35-75 (Skor 10)
3. <35 (Skor 20)
iii. Usia 1 tahun < 12 tahun
1. > 85 (Skor 0)
2. 45-85 (Skor 10)
3. < 45 (Skor 20)
iv. Usia 12 tahun
1. > 95 (Skor 0)
2. 55-95 (Skor 10)
3. < 95 (Skor 20)
2. Pernapasan
a. PaO2/FiO2 (tanpa memperhatikan mode ventilasi mekanik)
i. > 70 mm Hg (Skor 0)
ii. 70 mm Hg (Skor 10)
b. PaCO2 (tanpa memperhatikan mode ventilasi mekanik)
i. 90 mm Hg (Skor 0)
Penyesuaian skala koma Glasgow untuk anak di bawah usia 5 tahun dapat mengikuti tabel berikut.
5 tahun < 5 tahun
Eye opening (membuka mata)
E4 Spontan Seperti anak > 5 tahun
E3 Terhadap rangsang verbal Seperti anak > 5 tahun
E2 Terhadap rangsang nyeri Seperti anak > 5 tahun
E1 Tak ada respon Seperti anak > 5 tahun
Verbal
V5 Terorientasi Sadar atau mengeluarkan suara
sesuai kemampuan sehari-hari
V4 Kacau (Confused) Kurang dari kemampuannya sehari-
hari atau menangis iritabel
V3 Kata-kata tidak adekuat Menangis bila nyeri
V2 Suara tidak komprehensif Mengerang bila nyeri
V1 Tak ada respon terhadap nyeri Tak ada respon terhadap nyeri
Grimace (menggantikan
penilaian verbal pada anak
yang terintubasi)
G5 Aktifitas muka dan mulut normal,
contohnya batuk, menghisap pipa
endotrakeal
G4 Aktifitas spontan berkurang
atau hanya berespon terhadap
sentuhan
G3 Menyeringai kuat pada nyeri
G2 Menyeringai lemah atau
perubahan ekspresi muka pada
nyeri
G1 Tak ada respon pada nyeri
Motor
M6 Menurut perintah Gerakan spontan normal
M5 Dapat melokasikan nyeri Seperti anak > 5 tahun atau
menghindar terhadap sentuhan
M4 Menghindar dari nyeri Seperti anak > 5 tahun
M3 Fleksi abnormal terhadap nyeri Seperti anak > 5 tahun
M2 Ekstensi abnormal terhadap nyeri Seperti anak > 5 tahun
M1 Tak ada respon terhadap nyeri Seperti anak > 5 tahun
Penilaian skor PELOD dengan bantuan komputer dapat diakses secara bebas pada alamat: http://
www.sfar.org/scores2/pelod2.html
Lab. Regional:
1. Bagian Mikrobiologi FK Univ Idonesia, Jakarta
2. Bagian Mikrobiologi FK Univ Islam, Sumatera Utara
3. Bagian Mikrobiologi FK Univ Diponegoro, Semarang
4. Bagian Mikrobiologi FK Univ Udayana, Bali
5. Bagian Mikrobiologi FK Univ Hasanuddin, Makassar
6. BLK Palembang, Palembang
7. BLK Bandung, Jawa Barat
8. BLK Surabaya, Jawa Timur
II APD
1. Baju Operasi
2. Gown/Jas Operasi
3. Sepatu Boot
4. Sarung Kaki
No. Nama Alat
5. Topi Bedah/Tutup Kepala
6. Masker Bedah
7. Masker N95
8. Sarung Tangan Panjang
9. Sarung Tangan Biasa/Bedah
10. Goggles/Kaca Mata Pelindung
11. Apron Plastik
R. Tunggu R. Tunggu
Pasien Pasien
R.Adm.
Internal
R. Antara /
R.Rekam
Transfer Km/Wc Km/Wc Pria
Medik
Chamber / Wanita
Internal &
Air-Lock
Diskusi
R Lab
Air Curtain
Air Curtain
Hand-dryer
Clean
Room Cabinet PPE-Cabinet Stainless Steel
w/Flat Top Medical Stainless Steel w/Flat Top Sink
Sink
PPE-Cabinet
Bed Head Unit
Tt-CONFIRM
w/Flat Top
Waste
Modular
Modular
Tt-PROBABLE
IV Ceiling-Track
Air Curtain
Air Curtain
Probable (;Probable
Nurse Station Area)
Hand-dryer
Stainless Steel
R. Rawat
R. Rawat
Sink
Sirkulasi
Sirkulasi
Air Curtain
Minimal
120 cm
R. Antara -1
(;Pre-Preparation Rm.)
Air Curtain
Area)
Air Curtain
Air Curtain
Air Curtain
Hand-dryer
Clean
Room Cabinet PPE-Cabinet Stainless Steel
w/Flat Top Medical Stainless Steel w/Flat Top Sink
Sink
Modular
PPE-Cabinet
Tt-SUSPECT
Bed Head Unit
w/Flat Top
Tt. CONFIRM
Waste
Modular
IV Ceiling-Track
Confirm Nurse Station Area)
Air Curtain
Air Curtain
Hand-dryer
Nurse Station Area)
Suspect (;Suspect
Stainless Steel
R. Rawat
R. Rawat
Sink
Sirkulasi
Sirkulasi
Air Curtain
Minimal
120 cm
R. Antara -1
(;Pre-Preparation Rm.)
Air Curtain
Air Curtain
Pasien Tercurigai
R. Rawat Intensif Isolasi (;SUSPECT H5N1
Pasien TERKONFIRMASI R. Antara -2 Isolation Ward)
(;Preparation Rm)
(;CONFIRM H5N1
Isolation Ward)
Air Curtain
Clean
Storage
Air Curtain
R.Loker
Air Curtain
Dirty R.KM/WC
Utility & Desinfektanisasi Petugas
Linen
Model Varian
Tata-Ruang Dalam R.Isolasi Skala Garis
0 200 400 600
0 2m 4m 6m
139
Room Cabinet
w/Flat Top
IV Ceiling-Track
Minimal (p)
Modular
R. Rawat Intensif Isolasi
(;H5N1 Isolation Ward) 400 cm
Design Copyright by c Aryosi - PSPPK-2006
Hand-dryer
w/ Stand & Adult Dual Head Stethoscope
High Volume 15" Exhauster
Exhauster Shaft
Waste
PPE-Cabinet
Clean
w/Flat Top
R. Antara -1 PPE-Cabinet
(;Pre-Preparation Rm.) w/Flat Top
Minimal (p)
Hand-dryer
Modular
Sink
Stainless Steel
R. Antara -2
(;Preparation Rm) 300 cm
Sink
Stainless Steel
Minimal
Sirkulasi
240 cm
Sirkulasi
(Max. Bed Length in the
R. Rawat
Medical Equipment
Market is + 2352mm at
Feb,2006)
Minimal
120 cm
Minimal (p)
Stasi Perawat R. Isolasi Modular
(;Nurse Station Area) 200 cm
140
Stainless
Steel Hand-
Room Cabinet
w/Flat Top
Sink dryer
Room Cabinet
IV Ceiling-Track
PPE-Cabinet
w/Flat Top
PPE-Cabinet
w/Flat Top
Waste
w/Flat Top
R. Antara
Hand-dryer
Petugas
Modular
Stainless Steel
R. Rawat
(; Air Lock
Foyer for
Medical Staff )
Sink
Minimal
120 cm Minimal (p)
Modular
Stasi Perawat R.Isolasi 200 cm
(;Nurse Station Area)
Model Varian - 2
Skala Garis
Tata-Ruang Dalam pada area R. Perawatan 0 200 400 600
Isolasi, R. Foyer Air-Lock Petugas dan Nurse
Station untuk R.Perawatan dengan BSL-3. 0 2m 4m 6m
141
Minimal (p) Modular Air Curtain R. Antara Km/WC Air Curtain Adult / Pediatric Ventilator Set
120 cm Infusion Pump w/Standard Tripod
Bed Head Unit
Room Cabinet
w/Flat Top
IV Ceiling-Track
PPE-Cabinet
PPE-Cabinet
Waste
w/Flat Top
w/Flat Top
Clean
Petugas
Sink
Stainless Steel
(; Air Lock Modular
Foyer for R. Rawat
Hand-dryer
Medical Staff )
Minimal
Sirkulasi Air Curtain Air Curtain Air Curtain
240 cm
(Max. Bed Length in
the Medical Sirkulasi
Equipment Market R. Rawat
is + 2352mm at
Feb,2006)
Minimal
Minimal (p) 120 cm
Modular
200 cm Stasi Perawat R.Isolasi
(;Nurse Station Area)
142
R.Perawatan Isolasi
A R. Perawatan R.Antara A
Isolasi /Persiapan
/TC
Selasar
DENAH SKEMATIK
EKSHAUS 15 Inch
EKSHAUS 15 Inch (;15" High Vaccum
(;15" High Vaccum Exhauster)
Exhauster) UV-Lamp Set
Indoor Unit
(min) 1 Pk
(Bergantung Besaran EKSHAUS 15 Inch
Ruangan) (;15" High Vaccum
EKSHAUS 15 Inch
EKSHAUS 15 Inch 45,00 cm Exhauster)
(;15" High Vaccum
(;15" High Vaccum
Exhauster) Pre / EPA Filter Set
Exhauster)
45,00 cm
UV-Lamp Set
77,50 ~ 102,50 cm
UDARA BERSIH KELUAR
45,00 cm
(; FRESH AIR-OUTLET)
80,00 ~ 85,00 cm
UDARA KOTOR
RUANGAN KELUAR
(; ROOM WASTE
AIR-OUTLET) UDARA BERSIH
UDARA BUANGAN BERSIH 375,00~400,00 cm RUANGAN MASUK
STERILISATOR UDARA (; ROOM CLEAN
(;STERISATOR CLEAN WASTE 280,00 cm AIR-INTAKE)
AIR-OUTLET) UDARA KOTOR
RUANGAN KELUAR
(; ROOM WASTE
AIR-OUTLET)
10,00 cm
17,50 cm
Pre / EPA Filter Set Design & Drawing Copyright by Aryosi-PSPPK-2006
EKSHAUS 15 Inch
(;15" High Vaccum
Exhauster)
Burner Set PSPPK, SETJEN, DEPKES-RI c 2006
EKSHAUS 15 Inch
(;15" High Vaccum
Exhauster)
143
147
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit 127
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah sakit 148
132 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit 151
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah sakit
152
Keputusan Menteri Kesehatan RI
155
136 Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit
Keputusan Menteri Kesehatan RI
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah sakit 156
156
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah Sakit 137
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah sakit 157
158
161
Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung (H5N1) di Rumah sakit
162
Keputusan Menteri Kesehatan RI
163
Referensi
1. World Health Organization, Western Pacific Region. Avian Influenza, 15 January 2004.
2. World Health Organization, South-East Regional Office. Avian Influenza Virus A (H5N1), 20 July
2004.
3. JNPK KR, YBP SP, JHPIEGO. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dengan Sumber Daya Terbatas
4. World Health Organization. Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian Influenza
A/(H5N1). Available at : http://www.who.int.
5. http://www.sfar.org/scores2/pelod2.h
Kementerian Kesehatan RI
Tahun 2010