Anda di halaman 1dari 23

REERAT

ABSES PARU

Disusun oleh:
Cindy Amalia
030.11.060

Pembimbing:
dr. Ratna Gina R, Sp. Rad
dr. Inez Noviani Indah, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2017

0
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya
referat dengan judul Abses Paru. Penulisan referat ini dibuat dengan tujuan
untuk memenuhi salah satu Kepaniteraann Ilmu Radiologi di RSUD Karawang
Periode 21 Januari 2017 4 Februari 2017.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagi pihak
sangatlah sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ratna Gina R, Sp.
Rad dan dr. Inez Noviani Indah, Sp. Rad selaku pembimbing yang telah
membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, dan
kepada semua pihak yang turut serta membantu penyusunan makalah ini.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
mempergunakannya selama proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

Karawang,
Januari 2017

Penulis

LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul

Abses Paru

1
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, dr. Ratna Gina R, Sp. Rad dan dr.
Inez Noviani Indah, Sp. Rad sebagai syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraann
Klinik Radiologi di RSUD Karawang Periode Periode 21 Januari 2017 4
Februari 2017

Karawang, Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5

A. Definisi.................................................................................................. 5
B. Epidemiologi......................................................................................... 5
C. Etiologi.................................................................................................. 5
D. Patofisiologi.......................................................................................... 7
E. Manifestasi Klinis................................................................................. 7
F. Diagnosis............................................................................................... 8
G. Diagnosis Banding................................................................................ 14

2
H. Penatalaksanaan.................................................................................... 16
I. Prognosis............................................................................................... 17
BAB III. RANGKUMAN ......................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19

LAMPIRAN............................................................................................................... 21

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Abses paru adalah infeksi subakut yang mengenai parenkim paru. Pada
gambaran radiografi dada dapat ditemukan satu atau beberapa ronnga/kavitas,dan
sering terdapat gambaran air-fluid level. Gambaran kavitas berawal dari
kerusakan jaringan dan nekrosis, sehingga abses paru biasanya di mulai sebagai
pneumonia lokal.1

Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan kemungkinan


etiologi. Abses paru akut berusia kurang dari 4-6 minggu, sedangkan abses kronis
dari durasi yang lebih lama. Abses primer adalah infeksi yang disebabkan oleh
aspirasi atau pneumonia di host sehat. Abses sekunder disebabkan oleh kondisi

3
yang sudah ada (misalnya, obstruksi), menyebar dari situs luar paru,
bronkiektasis, atau pada pasien immunocompromised. Abses paru dapat lebih
sering disebabkan oleh patogen staphylococcus atau aspergillus.2

Sebelum ketersediaan antibiotik, etiologi abses paru yang khas adalah


komplikasi setelah prosedur bedah mulut (tonsilektomi), sehingga terdapat
aspirasi material yang terinfeksi ke dalam paru-paru. Dengan tidak adanya
pengobatan antibiotik yang memuaskan, hal ini biasanya menyebabkan abses paru
atau pneumonia necrotizing dengan atau tanpa empiema pleura. Sebelum
ketersediaan antibiotik, perjalanan klinis pasien dengan abses paru secara bertahap
akan memburuk. Pada suatu waktu, terdapat kematian lebih dari 50%, dan
banyak pasien yang mengalami gejala sisa yang signifikan. Kebanyakan pasien
menjalani operasi pada tahap terakhir dari penyakit, dan hasilnya mengecewakan. 1

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan ini bertujuan untuk mempelajari definisi, epidemiologi,
klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis dan diagnosis abses paru. Penulisan ini
dibuat oleh karena abses paru merupakan penyakit sering ditemukan pada
kelainan paru, namun diagnosis dini abses paru sering tertunda dan sulit
ditegakkan, karena gejala dan pemeriksaan fisik yang tidak khas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abses paru didefinisikan sebagai nekrosis jaringan paru dan pembentukan
rongga/kavitas yang berisi debris nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh
infeksi mikroba. Pembentukan beberapa kecil (<2 cm) abses kadang-kadang
disebut sebagai pneumonia nekrosis atau gangrene paru. Abses paru dan
necrotizing pneumonia adalah manifestasi dari proses patologis yang serupa.
Kegagalan untuk mengenali dan mengobati abses paru berhubungan dengan hasil
klinis yang buruk.2

2.2 Epidemiologi

Frekuensi

4
Frekuensi abses paru pada populasi umum tidak diketahui.

Seks
Jenis kelamin laki-laki lebih mndominasi dibandingkan pada perempuan pada
beberapa kasus abses paru.

Usia
Abses paru terjadi lebih sering pada pasien usia lanjut karena peningkatan insiden
penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi disfagia dan aspirasi. Namun,
serangkaian kasus pada kehidupan di perkotaan didapatkan prevalensi tinggi
akibat alkoholisme dan dilaporkan pada usia rata-rata 41 tahun. 2

2.3 Etiologi
Abses paru-paru dapat terjadi jika terdapat aspirasi oral oleh pasien dengan
gingivitis atau kebersihan mulut yang buruk. Biasanya, pasien penurunan
kesadaran sebagai akibat dari keracunan alkohol, obat-obatan terlarang, anestesi,
obat penenang, atau opioid. Pasien yang lebih tua dan mereka yang tidak mampu
untuk menghindari aspirasi oral, atau pada penyakit neurologis juga dapat
berisiko.3
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu :
1. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi:3
Actinomyces sp
Bacteroides sp
Clostridium sp
Fusobacterium sp
Peptostreptococcus sp
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari
spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.
2. Kelompok bakteri aerob.3
Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi
Staphillococcus aureus
Streptococcus micraerophilic
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pneumoniae
Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi lain.
Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma bronkogenik); penyebaran

5
hematogen (endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi dari
daerah sekitar (mediastinum, subphrenic).
Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeroginosa
Escherichia coli
Actinomyces species
Nocardia species
Gram negatif bacilli
3. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba,
mikobakterium.
Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan
mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam
kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.3

2.4 Patofisiologi
Paling sering, abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia
aspirasi akibat bakteri anaerob dari mulut. Para pasien yang mengalami abses paru
cenderung mengalami aspirasi dan umumnya memiliki penyakit periodontal.
Aspirasi disebabkan karena gangguan refleks batuk dan menelan, misalnya pada
pecandu alkohol, pecandu narkoba, pasien dengan penurunan kesadaran, koma
atau setelah kejang epilepsi). Sebuah inokulum bakteri dari celah gingiva
mencapai saluran udara lebih rendah dan infeksi dimulai karena bakteri tidak
dibersihkan oleh mekanisme pertahanan tubuh pasien. Hal ini mengakibatkan
aspirasi pneumonitis dan pengembangan menjadi nekrosis jaringan 7-14 hari
kemudian, lalu mengakibatkan pembentukan abses paru. Mekanisme lain untuk
pembentukan abses paru termasuk bakteremia atau katup trikuspid endokarditis
yang menyebabkan emboli septik (biasanya beberapa) ke paru-paru. Sindrom
Lemierre, infeksi orofaringeal akut diikuti oleh tromboflebitis septik dari vena
jugularis interna, merupakan penyebab yang jarang dari abses paru. Oral anaerob
Fusobacterium necrophorum adalah patogen yang paling umum.2

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala abses akibat bakteri anaerob atau campuran anaerobik dan bakteri
aerobik biasanya kronis (misalnya, terjadi selama beberapa minggu atau beberapa

6
bulan) diantaranya terdapat batuk produktif, demam, keringat malam, dan
penurunan berat badan. Pasien juga mungkin mengalami hemoptisis dan nyeri
dada pleuritik. Sputum mungkin purulen atau darah dan berbau busuk.3
Gejala abses paru akut akibat bakteri aerob menyerupai gejala pada
pneumonia bakteri. Tanda-tanda abses paru, tidak spesifik dan mirip dengan
pneumonia, yaitu penurunan napas terdengar menunjukkan konsolidasi atau efusi,
suhu 38 C, dan pasien biasanya memiliki tanda-tanda penyakit periodontal dan
riwayat penyebab predisposisi aspirasi, seperti disfagia atau kondisi yang
menyebabkan hilang kesadaran.3

2.6 Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan seperti nyeri tekan lokal,
tanda-tanda konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan ronki
basah atau krepitasi di tempat abses, mungkin ditambah dengan tanda-tanda efusi
pleura. 4
Apabila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks
(empiema toraks) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding
dada tertinggal di tempat lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi redup/pekak,
bunyi nafas menghilang, dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum
terutama pendorongan jantung kearah kontralateral tempat lesi.4
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari
15.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai
dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1
jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left.4
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH
merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara
tepat. 4
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara
terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.4
3. Pemeriksaan Radiologis.
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda
konsolidasi di sekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau soliter. Kavitasi terjadi
ketika erosi parenkim paru menyebabkan hubungan dengan bronkus, sehingga

7
mengakibatkan drainase dari bahan nekrotik, masuknya udara dan pembentukan air
fluid level. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri.
Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi
(opasitas). Computed tomography (CT) Scan telah terbukti berguna dalam
menyingkirkan kemungkinan adanya obstruksi endobronkial karena keganasan atau
benda asing dan memberikan tambahan informasi tentang ukuran dan lokasi lesi.5
Selain itu, menunjukkan perbedaan antara abses paru dan empiema. Abses
paru biasanya muncul sebagai thick walled rongga putaran dalam parenkim paru,
tanpa menekan pada bronkus yang berdekatan, dan membentuk sudut tajam dengan
dinding dada, sedangkan empiema adalah bentuk lentikular, menyebabkan
kompresi parenkim yang berdekatan dan membentuk sudut tumpul dengan wall.
Kondisi lain yang masuk diagnosis diferensial rongga paru-paru termasuk infark
paru, vaskulitid, keganasan primer atau metastasis, penyerapan paru, bronkiektasis
kistik dan kista paru dengan udara-cairan tingkat. 5

a. Foto Polos
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan
bentuk abses paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya
menggambarkan gambaran opak dari satu ataupun lebih segmen paru, atau hanya
berupa gambaran densitas homogen yang berbentuk bulat. Kemudian akan
ditemukan gambaran radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat.6
Selanjutnya bila abses tersebut mengalami ruptur sehingga terjadi drainase
abses yang tidak sempurna ke dalam bronkus, maka akan tampak kavitas irregular
dengan batas cairan dan permukaan udara (air-fluid level) di dalamnya. Kavitas ini
berukuran 2 20 cm. Gambaran spesifik ini tampak bila kita melakukan foto
dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada paru anaerobik kavitasnya singel (soliter)
yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder
(aerobik, nosokomial atau hematogen) lesi multipel.6

8
Gambar 1. Gambaran abses paru7

Gambar 2. Foto rontgen dada dengan abses paru6

9
Gambar 3. Posteroanterior (kiri) dan lateral (kanan) radiografi menunjukkan
rongga lobus kanan bawah dengan air fluid level (panah).8

Gambar 4. Foto lateral menunjukkan tingkat udara-cairan dalam


abses lobus paru kanan atas.9

Gambar 5. Abses paru dengan air fluid level pada lobus kanan bawah paru.3

b. CT Scan

10
CT adalah yang paling sensitif dan spesifik pencitraan modalitas
untuk mendiagnosis abses paru. Abses bervariasi dalam ukuran, dan
umumnya berbentuk. Mungkin hanya berisi cairan atau memiliki air fluid
level. Biasanya ada sekitar konsolidasi, dinding abses tebal dan permukaan
tidak teratur. Pembuluh bronkial dan bronkus dapat ditelusuri sejauh
dinding abses.6

Gambar 6. Abses paru kronis biasanya tidak teratur bentuknya di sekitar


parenkim paru, dipenuhi dengan garis keabu-abuan atau detritus tebal.6

Gambar 7. Gambaran abses paru dengan CT-scan. CT


memperlihatkan air fluid level.6

c. USG

USG tidak berperan rutin dalam penilaian abses paru. Namun,


USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi hipoechic bulat

11
dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya tambahan
tanda hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue interface.6

Gambar 8. Gambaran USG abses paru.6

4. Gambaran Histopatologis
Abses paru bermula sebagai nekrosis dari bagian kecil yang terus
berkembang di dalam segmen yang terkonsolidasi pada pneumonia. Area
ini dapat begabung membentuk area supuratif yang singel maupun
multipel yang mewakili abses paru. Ketika inflamasi berlanjut mencapai
bronkus, isi dari abses dikeluarkan sebagai sputum yang berbau,
kemudian, terbentuklah fibrosis yang menyebabkan bekas luka padat yang
memisahkan abses.6

12
Gambar 9 .Gambaran histopatologik abses paru memperlihatkan
adanya reaksi inflamasi.6

2.7 Diagnosis Banding

Ada beberapa penyakit yang dapat dijadikan diagnosa banding pada kasus
abses paru. Hal ini dikarenakan ada beberapa kelainan paru lain yang
menyebabkan terbentuknya kavitas sama seperti abses paru.9

1. Carcinoma

Sifat dinding kavitas berguna untuk diagnosis banding lesi-lesi ini.


Kavitas yang disebabkan oleh penyakit maligna cenderung mempunyai
dinding dalam yang tidak teratur dan noduler, walaupun dinding luarnya
bisa berbatas tegas atau tidak. Kavitas pada inflamasi biasanya
mempunyai dinding dalam yang halus. Sebagai tambahan, semakin tebal
dinding suatu kavitas, semakin besar kemungkinan maligna, kecuali
pada kasus dimana kavitas terbentuk amat cepat(dalam beberapa hari),
pada kasus dimana kavitas berasal dari trauma atau infeksi. Diagnosis
pasti dilakukan dengan pemeriksaan sitologi/patologi.10

Gambar 10. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan atas dengan kavitas.10

http://www.radiologyassistant.nl/en/p42459cff38f02/lung-cancer-new-tnm.html

13
2. Tuberkulosis

Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses


paru. Pada tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur
ditemukan jamur. Pada penyakit aktif, dapat dijumpai gambaran bercak-
bercak berawan dan kavitas, sedangkan pada keadaan tidak aktif dapat
dijumpai kalsifikasi yang berbentuk garis.11

Gambar 11. Tuberkulosis paru.11

3. Empiema

Pada gambaran CT empiema, tampak pemisahan pleura parietal


dan visceral (pleura split) dan kompresi paru.12

14
Gambar 12. Empiema paru.12

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan dengan antibiotik. Clindamycin 600 mg IV 6 sampai 8 jam
biasanya obat pilihan karena memiliki aktivitas yang sangat baik terhadap
streptococci dan anaerob organisme. Alternatif utama adalah kombinasi -laktam /
-laktamase inhibitor (misalnya, ampicillin / sulbaktam 1 sampai 2 g IV q 6 h).
alternatif lain termasuk carbapenem (misalnya, imipenem / cilastatin 500 mg IV q
6 h) atau terapi kombinasi dengan metronidazol 500 mg setiap 8 jam ditambah
penisilin 2 juta unit IV setiap 6 jam. Terkadang dapat diberikan juga antibiotik
oral seperti klindamisin 300 mg po setiap 6 jam atau amoxicillin /
clavulanate875 / 125 mg po setiap 12 jam. Untuk infeksi yang sangat serius yang
melibatkan MSRA, pengobatan terbaik adalah vankomisin atau linezolid.

Durasi pengobatan yang optimal tidak diketahui, tetapi umumnya adalah


sampai rontgen dada menunjukkan resolusi lengkap atau, stabil, bekas luka
residual kecil, yang umumnya membutuhkan waktu 3 sampai 6 minggu atau lebih.

15
Secara umum, semakin besar abses, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
x-ray menunjukkan resolusi.

Operasi pengangkatan atau drainase abses paru diperlukan di sekitar 10%


dari pasien yang luka tidak merespon terhadap antibiotik, dan apabila telah terjadi
gangren paru. Resistensi terhadap pengobatan antibiotik yang paling umum
dengan rongga besar dan dengan abses pasca-obstruktif. Jika pasien tidak terdapat
perbaikan secara klinis setelah 7 sampai 10 hari, mereka harus dievaluasi untuk
penyebab patogen resisten obstruksi jalan napas, dan penyebab menular dari
kavitasi.

Ketika operasi diperlukan, lobektomi adalah prosedur paling umum; reseksi


segmental mungkin cukup untuk lesi kecil (<6 cm diameter rongga).
Pneumonectomy mungkin diperlukan untuk beberapa abses tidak responsif
terhadap terapi obat atau untuk gangren paru. Pada pasien cenderung memiliki
operasi kesulitan toleransi, drainase perkutan atau, jarang, penempatan
bronchoscopic kateter kuncir dapat membantu memfasilitasi drainase.3

2.9 Prognosis
Prognosis abses paru setelah pengobatan antibiotik umumnya baik. Lebih
dari 90% dari abses paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali yang
disebabkan oleh obstruksi bronkus sekunder akibat kanker.
Faktor host yang terkait dengan prognosis yang buruk termasuk usia
lanjut, kelemahan, kekurangan gizi, infeksi virus human immunodeficiency atau
bentuk lain dari imunosupresi, keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu.
Tingkat kematian untuk pasien dengan status immunocompromised atau obstruksi
bronkus yang menyebabkan abses paru sekitar 75%.
Organisme aerobic nosokomial di rumah sakit, memiliki prognosis buruk.
Sebuah studi retrospektif melaporkan angka kematian secara keseluruhan abses
paru-paru yang disebabkan oleh bakteri campuran gram positif dan gram negatif
sekitar 20%. 2
BAB III
RANGKUMAN
1. Abses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru
yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih.

16
2. Diagnosa dari abses paru dapat ditegakkan melalui serangkaian pemeriksaan
dari anamnesa, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan antara
lain Foto Polos, Tomografi Komputer, Ultrasonografi (USG) dan Magnetik
Resonance Imaging (MRI).
3. Dari pemeriksaan Foto dada PA dan lateral pada akan dijumpai kavitas dengan
dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi (opasitas) disekelilingnya.
4. Pada pemeriksaan CT Scan akan dijumpai kavitas terlihat bulat dengan
dinding tebal, tidak teratur dengan air-fluid level dan terletak di daerah
jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir
secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak..
5. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi abses paru, tampak lesi hipoechic bulat
dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya tambahan tanda
hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue interface.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhimji, Sabir. Lung Abscess, Surgical Perspective. Accessed on 24


January 2017. Available at URL:
http://www.emedicine.medscape.com/article/428135-overview
2. Nader Kamangar, MD, FACP, FCCP, FCCM; Chief Editor: Ryland P Byrd,
Jr, MD. Accessed on 24 January 2017. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview#a4
3. Lung Abscess. Sanjay Sethi, MD, School of Medicine and Biomedical
Sciences, University at Buffalo SUNY. Accessed on 24 January 2017.
Available at http://www.merckmanuals.com/professional/pulmonary-
disorders/lung-abscess/lung-abscess

17
4. Lung Abscess: Diagnosis, Treatment and Mortality Murtaza Mustafa.
Facculty of Medicine and Health Sciences, University Malaysia, Sabah,
Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Accessed 24 January 2017. Avaliable at
http://www.ijpsi.org/Papers/Vol4(2)/E042037041.pdf
5. Diagnosis, treatment and prognosis of lung abscess Angeliki A. Louker
MD1 Christos F. Christos F Kampolis Consultant Pulmonologist Second
Department of Propaedeutic Surgery, General Hospital. Accessed on 24
January 2017. Available at
http://www.pneumon.org/assets/files/844/file597_586.pdf
6. Lung abscess-etiology, diagnostic and treatment options. Ivan Kuhajda, et.
al. Accessed on 25 January 2017. Available at
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4543327/

7. Lung abscess. Lange, Sebastian. Walsh, Geraldine. Radiology of Chest


Disease 3rd edition, completely revised. Thieme. P-69.

8. Imaging Pulmonary Infection: Classic Signs and Patterns. Christopher M.


Walker. Accessed 25 January 2017. Available at
http://www.ajronline.org/doi/pdf/10.2214/AJR.13.11463

9. Lung Abscess.Koegelenberg C, MBChB, MMed(Int Med) Department of


Internal Medicine, University of Stellenbosch Correspondence to: Dr
Coenie Koegelenberg. Accessed on 25 January 2017. Available at
http://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/20786204.2007.10873559

10. Lung Cancer. Ijsbrand Zijlstra, Otto van Delden, Cornelia Schaefer-
Prokop and Robin Smithuis. Radiology assistant. Accessed on 25 January
2017. Available at
http://www.radiologyassistant.nl/en/p42459cff38f02/lung-cancer-new-
tnm.html

11. Tuberculosis, pulmonary manifestations. Gaillard, Frank et.al.


Radiopaedia.org. Accessed on 25 January 2017. Available at
https://radiopaedia.org/articles/tuberculosis-pulmonary-manifestations-1

18
12. Thoracic emyema. Weerakkody, Yuranga, et.al. Radiopaedia.org. Accessed
25 January 2017. Available at https://radiopaedia.org/articles/thoracic-
empyema-1

19
Lampiran

20
21
22

Anda mungkin juga menyukai