Anda di halaman 1dari 4

Motivator Indonesia Terkenal , Motivator Indonesia Asia , Motivator Indonesia

Terkenal

Dalam seminar motivasi, saya sebagai motivator Indonesia berusaha


mempersembahkan yang terbaik.

Di berbagai in-house seminar, banyak yang meminta saya sharing soal kegagalan.
Lantas, apa respons saya?

Gagal itu wajar.

Sukses juga wajar.

Tak perlu disikapi berlebihan.Lalu, ada yang bertanya, Sudah antusias, sudah
optimis, kok masih gagal? Yah, apalagi kalau tidak antusias dan tidak optimis! Pasti
lebih gagal!

- Karier merosot! Bisnis turun! Produk ditolak! Harus bagaimana nih? Tetap
tenang. Jangan panik. Tarikan nafas saja turun-naik. Gerakan sholat juga turun-naik.
Mestinya ini melatih kita dan menguatkan kita.

- "Barusan jatuh Mas, habis semua. Gimana ya?" Anak SD yang lagi demam juga
tahu, kalau jatuh, yah segera bangkit! Gagal itu wajar. Berlarut-larut dalam
kegagalan, nah itu yang tidak wajar. Emang garam, pakai larut segala, hehehe. Yang
sebenarnya tidak ada yang abadi di muka bumi ini, termasuk kegagalan. Yah, coba
saja lagi. Lama-lama, si gagal itu akan bosan pada Anda, hehehe.

- Tapi, saya gagalnya sudah lima kali nih! Regina saja, ikut Indonesia Idol
sampai tujuh kali, barulah terpilih sebagai pemenang. Bahkan istrinya Nabi Ibrahim
(Abraham), bolak-balik tujuh kali, barulah dipertemukan dengan air. Anda?

Begitulah, kegagalan dan penolakan itu biasa. Malah ada baiknya juga. Bagaimana
mungkin? Yah, mungkin saja. Menurut Sharon Kim, seorang peneliti dari Sekolah
Bisnis John Hopkins Carey, Amerika, mereka yang mendapat penolakan sosial
umumnya justru memperoleh keuntungan tersendiri.

Apa untungnya? Yah, berupa pikiran yang lebih independen dan lebih intuitif.
Tampaknya, penolakan mendorong mereka untuk berpikir lebih kreatif, ujar
Sharon Kim seperti yang dimuat di Journal of Experimental Psychology. Ini juga
sering saya singgung dalam training motivasi.

Sekali lagi.

Gagal itu wajar.

Sukses juga wajar.

Tak perlu disikapi berlebihan. Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Motivator dunia yang terbaik, motivator dunia yang terkenal, motivator dunia yang
cacat, siapakah mereka? Anthony Robbins dan Nick Vujicic. Kemungkinan muncul
dua nama tersebut. Lalu nama-nama berikut: Robert Kiyosaki, Kim Kiyosaki, Richard
Branson (Virgin Group), Donald Trump, Philip Kotler, Robert G. Allen, Har Eker, dan
Yusuf Qardhawi.

Dengan izin-Nya, saya pernah bertemu dan belajar langsung dengan tokoh-tokoh
motivasi kelas dunia di atas. Semua. Bahkan di Indonesia, alhamdulillah total
penjualan buku saya dua kali lipat melampaui buku Robert Kiyosaki. Ini adalah
rahmat Allah semata dan saya hanya menjalani takdir saja.

Bagi saya, kata-kata motivasi dan cerita motivasi adalah tentang cinta (passion).
Dengan pemahaman dan pengertian inilah, saya berseminar di belasan negara di 4
benua, berbicara soal dunia kerja, dunia usaha, dunia Islam, atau dunia pendidikan.
Ya, passion yang menggerakkan saya.

Sebagai motivator Indonesia, saya berseru, "Sisihkan waktu dan uang untuk belajar.
Demi mengundang percepatan." Belajar dari yang terbaik, kalau perlu. Coba-coba
sendiri jadinya malah lebih lamaaa dan lebih mahaaal. Saya saja masih belajar dan
berguru minimal 2x seminggu, rutin selama bertahun-tahun.

Lihatlah pengusaha, profesional, dan motivator zaman sekarang. Muda-muda,


sudah sukses. Kok bisa? Karena mereka mau menyisihkan waktu dan uang untuk
belajar. Sekarang giliran kita! Maksud saya, giliran Anda! Tak bosan-bosannya saya
mengingatkan para peserta di seminar motivasi saya, "Belajar, belajar, belajar!"

Kalau belajar, rezeki akan lebih mudah untuk dikejar. Kalau belajar, kita akan berdiri
dengan lainnya dengan sejajar. Namun tak semua orang mau belajar. Di antara
mereka malah mengajukan alasan-alasan yang tak wajar. Dua tahun belajar dan
action, insya Allah akan menjadi tahun-tahun yang menentukan atas nasib juga
masa depan Anda. Hei, buktikan saja!

Tidak semua motivator cocok dengan karakter dan dream kita. Ada yang kalem, ada
yang meledak-ledak. Ada yang serius, ada yang kocak. Ada yang family-oriented,
ada yang rich-oriented. Buat apa dipermasalahkan? Pilih saja yang sesuai dengan
karakter dan dream kita.

Lantas, gimana dengan motivator yang menolak tes DNA dan berhenti tampil di TV?
Apakah ia merasa bersalah? Menurut saya, itu urusannya dengan keluarganya.
Kalau Anda memang peduli dengan salah satu pihak atau kedua-dua pihak, yah
Anda doakan saja yang terbaik. Seringkali suasana menjadi keruh karena komen-
komen dari orang-orang yang tidak mengerti sama sekali.

Di sini saya hanya ingin menegaskan, kita sebagai pembelajar, pilih saja motivator
yang cocok dengan karakter dan dream kita. Cukup. Apa pendapat Anda?

Sebagai motivator Indonesia kadang saya prihatin dengan pola pikir masyarakat
kita.

Salah kaprahnya masyarakat kita itu terlanjur menganggap motivator itu manusia
sempurna dan nggak boleh keliru dan gagal. Jelas-jelas ini anggapan yang salah
kaprah. Toh motivator itu manusia biasa.

Ada pula yang nyeletuk, "Kok motivator tarifnya mahal banget?" Ah, nggak juga.
Tepatnya, tergantung. Kalau mahal pun, sah-sah saja. Ini kan seperti profesi
layaknya pengacara, notaris, dan arsitek. Ada level-levelnya. Ngomong-ngomong,
seorang dosen agama sekalipun ada level-levelnya. Apakah dia S2, S3, atau
profesor. Tentu gajinya di kampus juga beda-beda. Mana bisa disamakan? Upah
seperti itu, yah legal dan halal.
Mari kita sama-sama introspeksi. Ingat, kita dinilai dari tindakan kita, bukan karena
tindakan orang lain. Terakhir, doakan motivator-motivator yang telah berjasa
menunjukkan golden ways dalam kehidupan kita. Bukankah segala doa dan
prasangka yang baik-baik akan kembali kepada kita? Insya Allah itu nyata. Ya,
nyata. Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Ippho Santosa sebagai motivator Indonesia telah berseminar di belasan negara di 4


benua dan pernah belajar langsung dengan motivator dunia seperti Richard
Branson dan Nick Vujicic. Ia sering diundang kementerian, kedutaan, dan BUMN. Ia
juga pendiri 70-an sekolah dan kampus di seluruh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai