Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut
dapat timbul beberapa saat setelah seseorang benar telah meninggal.1

Perubahan yang terjadi yang diperiksa dan diperhatikan dalam menentukan suatu
kematian, dapat juga sekaligus membantu menentukan berapa lama telah mati, posisi
korban saat mati dan sering bisa menentukan cara dan penyebab kematian.1

Kematian manusia dapat dibedakan atas 2 bentuk yaitu kematian somatik dan
kematian seluler. Dalam peristiwa kematian somatik, akan lebih dahulu dialami, daripada
kematian seluler. Oleh karena saat kematian somatik terjadi, sesungguhnya tubuh masih
melakukan aktivitasnya secara molekuler, dengan persediaan oksigen yang terbatas
didalam setiap sel-sel maupun jaringan-jaringan tubuh. Dan bila oksigen tersebut benar-
benar habis, barulah metabolism sel akan berhenti secara bertahap.1,2

Segala hal yang berhubungan dan mempengaruhi proses kematian itu sendiri,
sangatlah penting untuk diketahui dan dimengerti. Yang kesemuanya itu dapat dipelajari di
dalam salah satu cabang ilmu pengetahuan kedokteran forensik yaitu Tanatologi.1,2

I. 2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan referat ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan tanatologi?
2. Apa saja manfaat tanatologi?
3. Apa saja jenis kematian?
4. Apa saja tanda tidak pasti kematian?

5. Apa saja tanda pasti kematian?

6. Bagaimana memperkirakan saat kematian berdasarkan besarnya belatung?

1
I.3 Tujuan Penulisan
I.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan referat ini adalah untuk menjelaskan tentang
tanatologi.

I.3.2 Tujuan Khusus

1. Sebagai persyaratan mengikuti ujian akhir Stase Ilmu Kedokteran Forensik


dan Medikolegal di RSUD Embung Fatimah Batam.

2. Menjelaskan pengertian tanatologi, manfaat tanatologi, jenis-jenis kematian,


tanda kematian tidak pasti, tanda pasti kematian dan perkiraan saat kematian.
I.4 Manfaat Penulisan

Penulisan referat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan


bagi dokter muda yang sedang dalam proses pendidikan di Stase Forensik Dan
Medikolegal RSUD Embung Fatimah mengenai Waktu kematian berdasarkan besarnya
belatung sebagai salah satu ilmu dasar dalam Ilmu Kedokteran Forensik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
II.1 Definisi

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada
seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.
Perubahan tersebut dapat timbul beberapa saat setelah seseorang benar telah
meninggal. Untuk menentukan lamanya kematian seseorang dapat dikaji dari segi
cabang ilmu forensik yang berhubungan dengan tanatologi.1

Tanatologi berasal dari thanatology, thanatos berarti kematian dan logy,


logos berarti ilmu, jadi tanatologi adalah ilmu tentang kematian, ini meliputi
pembahasan mengenai pengertian mati, cara menetapkan telah terjadi kematian, dan
perubahan post-mortem.1

II. 2 Jenis Kematian

Untuk Tanatologi terdapat beberapa istilah tentang kematian yaitu :

1 Kematian somatis (mati klinis) :


Kematian yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system penunjang
kehidupan, yaitu sistem sirkulasi, respirasi dan innervasi. Secara klinis tidak
ditemukan lagi refleks-refleks tubuh, nadi tidak teraba (palpasi), denyut jantung
tidak terdengar (auskultasi), tidak ada gerak pernapasan (inspeksi),dan suara
nafas tidak terdengar juga (auskultasi), sel-sel tubuh masih hidup, otot-otot
masih dapat dirangsang dan masih memberikan reaksi terhadap rangsangan
listrik, peristaltik usus kadang-kadang masih terdengar, dilatasi pupil masih
terjadi pada pemberian midriatikum seperti atropin dan miosis pupil pada
pemberian midriatikum seperti fisostigmin.1,2

2. Kematian seluler (mati molekuler):


Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda
dalam merespon ketiadaan oksigen,sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap
organ atau jaringan tidak bersamaan.2,3 Sel-sel otak paling cepat mati karena
kekurangan O2. Dalam waktu 4-5 menit jaringan otak tidak mendapat O2 ia akan
mati dan tidak dapat diperbaiki lagi (irreversibe), otot masih dapat dirangsang
dengan listrik di bawah 3 jam, sementara kornea masih dapat ditransplantasikan
dibawah 6 jam kematian.1 Pengetahuan ini penting dalam transplantasiorgan.3
3
3. Mati suri (suspended animation, apparent death)

Terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas, yang ditentukan dengan alat


kedokteran sederhana. Tetapi dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi pada batas basal
metabolik. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, koma
karena morfin dan barbiturat, tersengat aliran listrik dan tenggelam.1,2,3
4. Mati serebral
Kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible, kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua system lainnya yaitu system pernapasan dan
kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat. 1,2,3

5. Mati otak (mati batang otak)

Bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible,
termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati
batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.2,3
Agar dapat menentukan dengan pasti bahwa korban telah mati, perlu diketahui
perihal tanda-tanda kehidupan dan tentunya perihal tanda-tanda kematian serta
perubahan lanjut yang terjadi pasca kematian.

Tanda-tanda kematian yang penting adalah :

1 Kerja jantung dan peredaran darah berhenti


2 Pernapasan berhenti
3 Refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang
4 Kulit pucat
5 Relaksasi otot tubuh
6 Terhentinya aktifitas otak serta perubahan-perubahan yang timbul beberapa
waktu kemudian setelah mati (post mortem), yang dapat menjelaskan
kemungkinan diagnosis kematian dengan lebih pasti.2
II.5 Tanda Kematian Pasti
Dalam kepustakaan ilmu kedokteran forensik dikenal suatu metode untuk
menentukan suatu kematian saat kematian dalam kasus kejahatan yang disebut
metode tri klasik atau The Clasic Triad yang meliputi tiga metode sebagai
berikut :

4
1. Algor Mortis (Suhu Mayat)
2. Livor Mortis (Lebam Mayat)
3.
Rigor Mortis (Kaku Mayat)

Perubahan-perubahan tubuh yang terjadi setelah mati (post mortem), dapat dibagi
menjadi perubahan dini/segera dan perubahan lanjut. Dalam perubahan dini,
dapat diklasifikasikan atas :

A. Perubahan Lanjutan Pasca Kematian

Pembusukan (Decomposition, Putrefaction)


Pembusukan adalah perubahan terakhir yang terjadi (late post-mortem periode)
pada tubuh mayat setelah kematian, dimana terjadi pemecahan protein komplek
menjadi protein yang lebih sederhana disertai timbulnya gas-gas pembusukan yang bau
dan terjadinya perubahan warna.1,2

Pembusukan dimulai di usus, manifestasinya terlihat di perut kanan bawah


daerah caecum yang isinya lebih cair, penuh dengan bakteri, dan dekat dinding perut.
Terlihat bewarna kehijauan kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh
darah dan penyebaran ke jaringan tetangga (continuitatum). Dalam 2 hari akan terlihat
tanda-tanda pembusukan berupa :

1. Garis-garis pembusukan di seluruh aliran darah.


2. Warna hitam kehijauan di sepanjang aliran darah disebabkan cairan dan butir darah
yang mengalami pembusukan.
3. Darah keluar dari pembuluh darah memasuki jaringan di sekitar pembuluh darah.
4. Menghasilkan gas pembusukan, menyebabkan perut gembung, kantong pelir
gembung (membesar), prolaps uterus, prolaps anus dan akhirnya seluruh tubuh
gembung (kulit, otot, organ)

5
1. Kulit mudah terkelupas dan mudah dilepaskan dengan sedikit tekanan
saja.
2. Mayat menjadi besar karena gas pembusukan memasuki jaringan,
apalagi perut yang banyak mengandung kuman pembusukan menjadi sangat besar,
mulut terbuka karena bibir atas dan bawah menjadi bengkak.
3. Gas pembusukan juga terjadi di dalam sendi-sendi sehingga jika
tekanan cukup tinggi dapat membuat persendian menjadi bengkok, sendi utama
adalah lutut, siku, dan pangkal paha sehingga terjadi posisi seperti petinju.1,2
Untuk kepentingan identifikasi, pada mayat yang sudah mengalami proses
pembusukan sidik jari masih dapat diperiksa yaitu dengan menyuntik jari yang
terkelupas dengan cairan. Dalam 3-5 hari perut mengecil kembali karena gas
pembusukan akan keluar melalui jaringan yang rusak karena proses pembusukan.
Proses pembusukan berlangsung terus sehingga jaringan lunak menjadi hancur. 1,2
Karena proses pembusukan dapat terjadi di dalam berbagai media, dapat
diperkirakan perbandingan proses pembusukan kira-kira :

Media air : udara terbuka : tanah = 1 : 2 : 8 1,2


Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan :

1. Temperatur
2. Udara
3. Ruangan dan pakaian
4. Umur
5. Keadaan tubuh
6. Penyakit 2

Kecepatan pengapungan oleh karena pembusukan mayat tergantung dari :

6
1. Usia.
Mayat anak-anak dan orang tua lebih lambat terapung.

2. Bentuk tubuh.
Orang yang gemuk dan kuat, mayatnya cepat terapung. Mayat yang kurus lebih
lambat terapung.

3. Keadaan air.
Pada air yang jernih, pengapungan mayat lebih lambat terjadi dibandingkan
pada air kotor.

4. Cuaca.
Pada musin panas, pengapungan mayat 3 kali lebih cepat dibandingkan pada
musim dingin.2

II.6 Definisi Entomologi Forensik


Entomologi forensik adalah ilmu pengetahuan tentang serangga dan arthropoda
dalam kaitan dan aplikasinya untuk kepentingan hukum. Ilmu tersebut dikaitkan dengan
jenazah manusia sesuai dengan tujuan utamanya untuk menentukan lama perkiraan waktu
sejak kematiannya.1,2
Entomologi forensik pertama kali digunakan pada abad ke-13 di Cina dan pada
abad ke-19 ditemukan penggunaan ilmu tersebut di berbagai negara, dan pada awal abad
ke-20 entomologi forensik banyak berperan pada banyak kasus-kasus besar. Dalam lima
belas tahun terakhir, entomologi forensik semakin sering digunakan dalam membantu
proses investigasi yang dilakukan oleh polisi. Berkaitan dengan hal tersebut, pengunaan
entomologi forensik terutama diterapkan pada kasus-kasus kematian yang diperkirakan
telah berlangsung selama tujuh puluh dua jam atau lebih, karena metode forensik lainnya
dinilai lebih akurat dalam menentukan waktu kematian sebelum tujuh puluh dua jam atau
lebih. Namun, bila kematian telah berlangsung lebih dari tiga hari bukti serangga dinilai
lebih akurat dan terkadang bisa menjadi satu-satunya metode pilihan dalam menentukan
waktu kematian.2
Entomologi forensik dibagi dalam tiga aspek, yaitu urban, stored-product, dan
medikolegal/medikokriminal. Aspek urban menekankan keberadaan serangga hidup dalam
lingkungan di sekitar manusia. Hal tersebut dapat berguna dalam masalah hukum dengan
ditemukannya serangga atau hama urban yang hidup pada manusia baik yang masih hidup
ataupun yang sudah mati. Serangga tersebut dapat menyerang tubuh dan kemudian
7
menimbulkan kerusakan berupa luka yang dapat diinterpretasikan salah sebagai tanda
kekerasan yang terjadi sebelumnya.
Aspek entomologi strored-product melibatkan keberadaan serangga atau
arthropoda atau bagian-bagian tubuh serangga pada makanan atau produk lainnya.
Contohnya terdapat serangga atau larva yang berada pada makanan, sayuran atau makanan
kaleng membuat konsumen menuntut pihak pembuat makanan atau restoran yang
terkadang bisa merupakan suatu penipuan yang dilakukan oleh seseorang dengan
memasukkan serangga atau bagian tubuhnya ke dalam makanan yang sudah dibeli terlebih
dulu untuk menuntut produsen makanan. Kasus tersebut dapat diselesaikan dengan
bantuan entomologi forensik.
Entomologi medikolegal atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan entomologi
medikokriminal, merupakan aspek yang penting karena kegunaannya dalam memecahkan
kasus kriminal, terutama kekerasan. Hal ini berkaitan dengan adanya suatu jenis serangga,
larva ataupun telur, kapan dan darimana asalnya, atau dalam keadaan yang bagaimana
organisme tersebut dapat muncul di tubuh manusia. Hal tersebut dapat sangat berguna
dalam memperkirakan waktu atau interval post mortem (post mortem interval) dan
menentukan lokasi terjadinya kematian karena beberapa spesies hanya berada pada tempat
tertentu atau hanya aktif pada saat-saat tertentu (musim atau waktu tertentu). Contoh kasus
seperti yang terjadi di Ohio ketika seorang laki-laki terbukti bersalah membunuh anak dan
istrinya di California karena pada mobilnya ditemukan belalang dan serangga yang muncul
di malam hari dan banyak terdapat pada daerah Amerika bagian barat. Aspek lain yang
termasuk dalam forensik medikolegal adalah entomotoksikologi, yaitu pengunaan
serangga untuk analisis toksikologi dengan menguji beberapa zat yang diduga
menyebabkan kematian pada korban karena jaringan serangga dapat mengasimilasi zat
toksin yang terkumpul pada jaringan tubuh sebelum kematian.2
Sebagaimana telah dijelaskan, entomologi medikolegal merupakan aspek yang
lebih sering digunakan dalam suatu proses investigasi kematian, pertama kali tercatat pada
abad ke-13 oleh Sung Tzu dalam bukunya Washing Away of Wrongs yang menuliskan
beberapa kasus tentang bagaimana seseorang meninggal dan sebab kemungkinan
kematiannya. Dalam bukunya, Sung Tzu juga menggambarkan sebuah kasus pembunuhan
yang terungkap pembunuhnya hanya gara-gara lalat. Hakim kampung tempat Sung Tzu
tinggal mengundang semua pekerja di kampung itu untuk berkumpul dengan membawa
sabitnya sehingga ia dapat menanyainya tentang mayat seorang laki-laki yang ditemukan

8
mati di dekat sawah. Luka bacokan di tubuh korban membuat hakim mencurigai seorang
pekerja sawah yang membunuh orang itu. Tidak lama setelah para pekerja tiba di depan
sang hakim, lalat mulai mengitari sabit milik seorang pekerja. Partikel-partikel
mikroskopik darah kering dan kulit yang menempel ke sabit menarik lalat yang memaksa
pekerja itu mengakui tindakannya. Informasi Sung Tzu yang terdapat di bukunya
memperlihatkan awal pengetahuan Timur tentang perilaku dan biologi serangga. Sung Tzu
tidak hanya memasukkan pertimbangan kasusnya, tetapi juga menggambarkan perilaku
lalat pada mayat yang sedang membusuk, pola lalat menginvasi berbagai lubang tubuh
alami, dan berbagai ketertarikan serangga pada luka.
Selain itu, dalam bukunya juga dijelaskan bagaimana memeriksa jenazah sebelum
atau sesudah dimakamkan, dan penjelasannya mengenai beberapa kasus yang dialaminya
menjadi dasar bagi perkembangan entomologi forensik.3
Dr Bergeret d' Arbois merupakan yang pertama kali menerapkan ilmu entomologi
forensik dalam menentukan interval post mortem. Kemudian selanjutnya entomologi
semakin berkembang sejak awal abad ke-20 dengan adanya pembagian taksonomi
serangga-serangga yang berkaitan dengan kepentingan medikolegal. Didalamnya termasuk
dua famili utama, yaitu Sarcophagidae dan Calliphoridae.4
Berkaitan dengan tujuan penerapan entomologi forensik dalam memperkirakan
waktu kematian, terdapat dua cara untuk menghubungkan serangga dengan terjadinya
waktu kematian. Cara pertama yaitu berdasarkan fakta bahwa tubuh manusia atau bangkai
lainnya mendukung terjadinya perubahan ekosistem dalam beberapa saat tergantung dari
kondisi geografisnya. Selama proses pembusukan, terjadi perubahan fisik, biologi dan
kimia. Perbedaan stadium dari fase pembusukan tersebut dapat menarik jenis serangga
tertentu untuk muncul. Jenis Calliphoridae dan Muscidae dapat ditemukan berada di
daerah atau cairan tubuh lainnya dalam beberapa menit sesudah kematian. Jenis
Piophilidae tidak muncul saat jenazah masih baru, tetapi akan muncul beberapa saat
setelah terjadinya fermentasi protein dalam tubuh. Cara kedua dalam memperkirakan
interval kematian adalah dengan menggunakan umur larva. Umur larva dapat menentukan
perkiraan interval kematian yang terjadi dalam satu minggu pertama sejak kematian.
Spesies tertentu ditemukan di tubuh jenazah kemudian meninggalkan telurnya yang
kemudian nantinya akan berkembang sesuai siklus hidupnya Stadium dalam siklus hidup
larva tersebut dapat ditentukan berdasarkan ukuran dan spirakelnya. Selanjutnya
perkembangan stadium memerlukan waktu tertentu yang dipengaruhi juga oleh temperatur

9
di sekitarnya, karena serangga adalah makhluk berdarah dingin yang perkembangannya
tergantung pada suhu sekitar.2 Terdapat beberapa jenis serangga yang memiliki peranan
yang penting bagi entomologi forensik.

II.7 Kegunaan Entomologi Forensik


Entomologi forensik digunakan untuk membantu penanganan kasus kriminal untuk
memperkirakan interval postmortem dan perkiraan waktu kematian. Interval postmortal
merupakan hal yang penting dalam penyelidikan kasus pembunuhan dan kematian tidak
wajar lainnya. Hasil investigasi dapat membantu mengungkapkan kasus kejahatan dengan
menyingkirkan tersangka atau menghubungkan kematian seseorang dengan interval waktu
tertentu. Jika identifikasi spesies tidak tepat maka perkiraan interval postmortal menjadi
tidak tepat pula. Secara umum kegunaan Entomologi forensik adalah:5

2.7.1 Memperkirakan Interval Postmortem


Perubahan postmortem pada tubuh mayat dipengaruhi beberapa faktor,
sehingga interval postmortem akan sulit ditentukan. Perubahan biologi dan fisik
yang merupakan fungsi yang masih terjadi setelah kematian merupakan petunjuk
dalam menentukan saat kematian. Namun pada kasus kematian yang telah
berlangsung lama metode tersebut menjadi tidak berguna dan petunjuk yang tepat
didapat dari informasi entomologi. Mayat yang mengalami pembusukan dapat
mempengaruhi perilaku dan komposisi spesies di sekitarnya. Telah banyak
dilakukan pengamatan terhadap serangga-serangga yang berkaitan dengan proses
pembusukan mayat. Salah satu proses ini adalah perkembangan spesies yang
memakan bangkai, contohnya adalah lalat dari famili Calliphoridae,
Sacrophagidae, dan Muscidae, yang merupakan serangga yang umum ditemukan
pada mayat. Perkiraan umur serangga yang imatur yang telah memakan bangkai
menunjukkan interval postmortem yang pendek karena, dengan pengecualian yang
sangat jarang, lalat betina dewasa tidak meletakkan anak mereka pada inang yang
masih hidup. Tergantung pada spesies serangga dan kondisi tempat kejadian,
stadium perkembangan larva dapat menunjukkan interval postmortem 1 hari
sampai lebih dari 1 bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
serangga pada mayat adalah: 5,6
a. Karakteristik spesies

10
Implikasi penting untuk memperkirakan interval postmortem adalah bahwa
spesies serangga pada bangkai berbeda dalam kecepatan pertumbuhan dan waktu
tiba di bangkai.
b. Iklim dan cuaca
Temperatur memiliki peran penting pada kecepatan pertumbuhan dan
metabolisme serangga. Perkembangan serangga akan semakin cepat apabila
temperaturnya meningkat.
c. Tipe makanan
Beberapa lalat bangkai dapat berkembang biak dalam beberapa macam tipe
makanan. Contohnya Megaselia scalaris yang dapat memakan invertebrata yang
hidup maupun yang sudah mati. Lucilia sericata tumbuh lebih lambat pada medium
sayuran daripada medium daging.
d. Obat-obatan dan racun
Korban yang meninggal karena bahan kimia seperti bunuh diri atau
overdosis obat-obatan memiliki efek pada serangga pemakan bangkai.
Pertumbuhan serangga dapat cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi zat
kimia tersebut.5
Pada hampir semua kasus, sampel serangga yang terkumpul berguna untuk
memperkirakan waktu kematian. Keadaan mati adalah unik sehingga tidak ada satu
algoritme terbaik untuk memperkirakan waktu kematian. Salah satu cara untuk
memperkirakan interval postmortem adalah dengan mengamati tahap
perkembangan serangga tersebut. Model referensi untuk perkembangan spesies
adalah kurva pertumbuhan, perkiraan terbaik usia larva tergantung pada ukuran
kurva. Garis mendatar dari nilai panjang atau berat larva akan memotong kurva
yang di bawahnya yang merupakan nilai usia. Kurva pertumbuhan belatung
berbentuk huruf "S", yang menunjukkan berat berdasarkan usia, dengan
pertumbuhan yang lambat pada 2 stadium larva yang pertama dan menurun lambat
pada saat penghentian makan oleh stadium ketiga clan munculnya pupa. Pada
daerah kurva yang landai ini merupakan bagian yang berguna untuk
memperkirakan usia.
2.7.2 Menentukan Waktu Kematian
Analisis mengenai serangga dapat digunakan untuk menentukan waktu
kematian. Ketika jenazah ditemukan setelah beberapa minggu atau beberapa bulan

11
setelah kematian, bukti entomologi seringkali menjadi satu-satunya metode yang
tersedia untuk menentukan waktu kematian dengan tepat. Beberapa spesies tertarik
pada jenazah segera setelah kematian, jenis lainnya tertarik setelah tahap
pembusukan aktif, dan yang lainnya tertarik dengan kulit dan tulang yang kering.
Serangga terus berkoloni di tubuh mayat sampai tidak ada lagi makanan.
2.7.3 Menentukan Lokasi Mayat
Analisis berdasarkan suatu serangga spesifik yang mendiami wilayah
tertentu bila terdapat pada tubuh mayat, maka dapat hampir dapat disimpulkan
bahwa mayat yang diidentifikasi berasal dari tempat yang merupakan wilayah dari
habitat serangga tersebut.
2.7.4 Menentukan Sebab Kematian
Ketika serangga bermigrasi dari jenazah, mereka selalu meninggalkan bukti
kehadiran mereka sebelumnya, seperti cetakan kulit dari kulit larva dan selubung
pupa yang kosong. Sementara itu jenazah mengalami perubahan serta menarik jenis
serangga lain sehingga terbentuk koloni selanjutnya. Ketika jenazah ditemukan,
ahli Entomologi forensik akan memeriksa serangga yang terdapat di atas
permukaan jenazah pada waktu ditemukan, selain itu dilakukan juga pemeriksaan
terhadap bukti yang ditinggalkan oleh koloni-koloni sebelumnya. Mereka juga
akan mencatat spesies yang tidak ada, namun secara normalnya diharapkan muncul
dalam serangkaian koloni. Dari informasi ini, waktu kematian secara akurat dapat
ditentukan. 5,6

2.3 Siklus Hidup serangga


Perkembangan serangga
Konsep dasar dari penggunaan serangga dalam menentukan perkiraan waktu
kematian didasarkan pada cara serangga tersebut bertumbuh dan berkembang. Beberapa
jenis serangga mengalami metamorfosis sempurna dan memiliki bentuk immatur yang
tidak dapat bergerak dan bentuk dewasa yang dapat bergerak bebas. 7 Beberapa jenis
serangga ini memiliki kekhususan untuk berkembang pada tubuh yang telah mati. Bentuk
dewasa akan terbang dan kemudian hinggap dan meletakan telur-telurnya pada tubuh
mayat. Telur-telur ini lalu menetas menjadi larva yang akan mengalami tiga fase
perkembangan. Larva melepaskan diri dari kapsul pembungkusnya namun tetap berada di
dalam kapsul. Kapsul ini akan mengeras yang kemudian disebut kantung pupa atau puparia

12
yang berfungsi untuk melindungi larva yang sedang mengalami fase perubahan menjadi
pupa.8
Pupa yang baru terbentuk kemudian akan berwarna pucat, dan tidak dapat bergerak.
Ia akan berubah menjadi semakin gelap sampai akhirnya berwarna coklat gelap dalam
beberapa jam. Pupa merupakan bentuk dewasa yang tidak bersayap dan tidak mampu
bergerak.7 Dalam waktu beberapa hari ia akan berkembang menjadi bentuk dewasa
bersayap.8 Namun bentuk dewasa bersayap ini tidak akan terbang dalam satu hingga dua
hari sampai seluruh tubuhnya mengeras. Bentuk dewasa akan terbang dan meninggalkan
kantung pupa yang kosong yang dapat menjadi bukti perkembangannya.8
Kantung pupa ini biasanya ditemukan bukan pada tubuh mayat namun terletak di
sekitarnya. Sebagai contoh dapat ditemukan pada daerah lipatan baju, atau bahkan sampai
30 kaki jaraknya dari posisi mayat, pada celah diantara tumpukan karpet atau pada lipatan-
lipatan tirai di dalam ruangan Penemuan kantung pupa sangat berguna pada kasus-kasus
kriminal mengingat bentuk ini merupakan bentuk tertua dari serangga yang secara pasti
dapat dikaitkan dengan tubuh mayat yang ditemukan.7
Sebaliknya, bentuk dewasa terbang merupakan salah satu makhluk dengan tingkat
mobilitas yang sangat tinggi, sekaligus dapat sangat nyata terlihat pada tubuh mayat.
Bentuk ini dapat membantu pekerjaan ahli entomologi forensik apabila ditemukan namun
seringkali tidak bermakna sebagai indikator akibat daya mobilitasnya yang tinggi.7
(1) Telur
Telur berwarna putih dengan bentuk seperti sosis dan berukuran sangat
kecil, bergerombol, dan sering ditemukan pada luka terbuka, lubang yang ada pada
tubuh maupun pada pakaian yang menempel pada tubuh mayat.8 Telur-telur ini
akan berkembang menjadi larva yang berkembang dengan cara memakan bagian
tubuh mayat.7
(2) Larva
Larva muncul dari telur yang menetas. Berwarna sangat putih namun
berbentuk menyerupai kerucut. Terdapat mulut pada puncak kerucut dengan
sepasang kait yang digunakan oleh larva untuk melekatkan dirinya pada jenazah
ketika ia memakannya. Larva tidak dapat bergerak terlalu jauh dan berubah
menjadi dewasa dengan melalui fase intermediate yang disebut pupa.7
(3) Pupa
Pupa terbentuk setelah larva mengalami tiga kali pengelupasan kulit. Kulit

13
akan memendek sehingga memberi kesan bentuk seperti kapsul, yang semakin
lama akan semakin keras namun rapuh. Kulit ini sebenarnya tidak benar-benar
terlepas, namun hanya berganti menjadi lapisan baru yang menutupi serangga di

bagian dalamnya.7
(4)
Dewasa
Bentuk ini sebenarnya kurang bermakna sebagai indikator untuk
kepentingan forensik. Serangga pada fase dewasa memiliki mobilitas yang tinggi
sehingga mereka hanya berguna untuk membantu menetapkan spesies serangga apa
yang berada pada tubuh mayat walaupun kita tidak dapat menentukan dengan pasti
apakah serangga tersebut benar berasal dari mayat tersebut atau merupakan
serangga yang datang dari luar untuk meletakkan telurnya.8

Gambar 1. Skema metamorfosis serangga

II.8 Jenis-Jenis Serangga


2.8.1 Lalat (ordo Diptera)
Lalat termasuk ordo diphtheria pada kelas insecta, dengan ciri - ciri
sepasang sayap yang terletak di mesothorax. Sepasang sayap lainnya bereduksi
menjadi alat keseimbangan terbang yang disebut halter. Bentuk mulut bervariasi
untuk menghisap, menusuk dan mengunyah.9 Lalat adalah jenis serangga yang
dapat ditemukan di habitat manapun.10
Ordo diptera dibagi menjadi 3 subordo yaitu Nematocera, Brachycera,
Cyclorrhapha. Subordo Nematocera dan Brachycera disebut juga ordo
Orthorrapha yang akan meninggalkan bekas pecahan seperti huruf T atau Y pada
kulit larvanya saat menjadi dewasa. Sedangkan ordo Cyclorrapha meninggalkan

14
pecahan berbentuk sirkuler.11
Terdiri dari segolongan famili, tetapi hanya tiga famili lalat yang berperan
dalam entomologi forensik yaitu famili Calliphoridae, Sarcophagidae dan
Muscidae. Ketiganya tergolong dalam subordo Cyclorrapha.11
a.
Famili Calliphoridae (blow flies)
Famili ini dibagi menjadi dua golongan yaitu metallic calliphoridae
berwarna hijau, biru atau ungu dan non-metallic calliphoridae dengan warna hitam,
abu-abu tua atau jingga. Green bottle flies (genus phaenicia), blue bottle flies
(genus calliphora), genus cochliomyia dan genus chrysomyia adalah termasuk
dalam famili ini. Lalat dewasa dari famili ini rata-rata panjangnya 6-14 mm,
dengan mayoritas warna yang metalik mulai dari hijau, biru, perunggu atau hitam.11

Gambar 2. Ordo diptera

Larva matur blow flies memiliki panjang 8-23 mm, berwarna putih atau
coklat muda. Pada segmen terminal larva memiliki enam atau lebih tuberkel
berbentuk kerucut dan spirakel posterior yang digunakan untuk respirasi. Pada
kelompok metallic, spirakel posterior seperti buah alpukat, peritreme jelas,
spiracular slits lurus dan mengarah ke bawah. Pada kelompok non metallic,

15
spirakel posterior bervariasi bentuknya, peritreme tidak jelas, spiracular slits
bentuk lurus atau kantong dan tidak mengarah ke bawah. 11
Blowflies dalam beberapa menit muncul dan membentuk koloni pertama
kali pada mayat. Lalat betina akan meletakan telur dalam jumlah besar di lubang
hidung, mulut dan luka terbuka. Telur akan menetas dalam waktu 24 jam.
Sedangkan larva dan pupa akan menjadi lengkap masing-masing dalam waktu 10
hari. Genus dari famili ini diantaranya calliphora, chrysomya, cochliomyia,
cynomyopsis, lucilia, phaenicia, phormia dan protophormia.11
Gam

bar 3. Chrysomyia sp.

b. Famili Sarcophagidae (flesh flies)


Spesies dari famili ini ditemukan pada daerah dengan iklim tropis dan
panas. Dinamakan sebagai lalat daging didasarkan pada perilaku larvanya yang
memakan materi-materi yang berasal dari binatang.7
Lalat dewasa memiliki panjang 2-14 mm, dengan warna belang abu-abu
hitam pada thorax. Beberapa spesies memiliki warna mata merah terang. Larva
flesh flies memiliki spirakel posterior di ujung abdomen dan dikelilingi oleh
tuberkel. Spirakel posterior pada famili Sarcophagidae memiliki 3 buah spiracular
slits yang tersusun convergen terhadap botton.7
Lalat ini tertarik terhadap mayat atau bangkai dalam berbagai keadaan, baik
panas, kering, teduh, basah, dalam maupun luar ruangan. Berbeda dari famili
lainnya, mereka tidak meletakkan telurnya pada tubuh mayat. Sehingga ketika
menghitung interval postmortem, waktu yang diperlukan bagi telur untuk
berkembang menjadi larva harus dihilangkan.11

16
Gambar 4. Sarcophaga sp.

c. Famili Muscidae
Lalat dari famili ini berukuran sedang, dengan panjang sekitar 3-10 mm.
Mereka biasanya berwarna keabuan hingga gelap, meskipun beberapa spesies
memiliki warna metalik. Larva maturnya memiliki panjang 5-12 mm dan berwarna
putih hingga kekuningan.7
Famili ini biasanya muncul pada tubuh mayat sesudah blow flies dan flesh
flies. Mereka juga meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang yang ada pada
tubuh.

Gambar 5. Musca domestica

17
Terlihat letak spirakel terdapat di bagian anterior dan posterior tubuh.
Fungsi spirakel pada larva adalah sebagai alat pernapasan. Spirakel mulai terbentuk
pada larva instar ke-2 dan sempurna pada instar ke-3.11

Siklus Hidup
Lalat mengalami metamorfosis lengkap dengan stadium-stadiumnya yang
terdiri dari telur-larva-pupa-dewasa. Terjadi metamorfosis lengkap
(homometabolous) sebab terdapat perubahan bentuk yang sama sekali berbeda dari
stadium larva sampai stadium dewasa. Lalat betina akan meletakkan telur dalam
jumlah besar pada awal bloat stage dari pembusukan. Dalam waktu 8 jam sampai
tiga hari telur menetas dan menjadi larva. Lalu larva akan menjadi pupa dalam
waktu 2-19 hari. Dalam waktu tiga hari, pupa akan berubah menjadi lalat dewasa.11

Gambar 6. Siklus Hidup Lalat


Siklus hidup lalat adalah sebagai berikut :
(1) Telur
Telur lalat bervariasi bentuk dan ukurannya. Lalat biasanya meletakkan
telurnya secara berkelompok yang dapat mencapai 40-200 telur sekali bertelur.
Telur lalat akan menetas menjadi larva kira-kira setelah 1 hari.
(2) Larva
Larva lalat tidak memiliki kaki (legless larva / apodous). Larva akan
mengalami pengelupasan kulit sebanyak tiga kali sebelum akhirnya bermigrasi
untuk menjadi pupa. Terdapat tiga perkembangan larva lalat:
1st instar

18
Stadium ini membutuhkan waktu paling sedikit diantara stadium lain.
Kebanyakan larva lalat membutuhkan waktu 11-38 jam untuk
menyelesaikan stadium ini sejak telur menetas, dengan puncak
pertumbuhan pada 22-28 jam. Panjang larva pada stadium ini mencapai
kurang lebih 5 mm atau seukuran bulir nasi.
2nd instar
Kebanyakan larva menyelesaikan 11-22 jam sejak 1st instar untuk
kemudian menjadi 3 rd instar. Larva membentuk koloni yang disebut
maggot mass dan menyebabkan temperature di sekitar larva sedikit
meningkat yang disebut maggot mass temperature. Panjang larva pada
stadium ini kurang lebih 10 mm dan mulai terbentuk spirakel posterior
untuk respirasi.
3rd instar
Stadium ini adalah stadium terlama yang dibagi menjadi dua tahap.Tahap
pertama larva melanjutkan memakan mayat sampai 20-96 jam, pada tahap
ini larva memiliki empat spirakel posterior dan mencapai panjang kurang
lebih 17 mm. Tahap kedua akan berlangsung 80-112 jam. Setelah larva
berhenti makan, kemudian akan berpindah ke daerah yang lebih kering
untuk memulai stadium pupa. Larva berubah warna agak coklat kemerahan.
(3) Pupa
Diperlukan waktu kira-kira 10 hari dalam puparium, untuk transformasi
dari larva menjadi lalat dewasa. Tahap pupa dapat bertahan dari keadaan panas,
dingin ataupun banjir.
(4) Dewasa
Setelah 3 hari, larva yang sudah berubah menjadi bentuk lalat dewasa akan
keluar dari pupa dan dapat memulai siklus hidupnya lagi dengan bertelur.12

2.4.1 Kumbang (ordo Coleoptera)


Serangga ini memiliki karakteristik yaitu sayap yang berkulit keras yang
menutupi dan melindungi lapisan sayap dibawahnya. Mereka dapat memakan
bangkai, tumbuhan, maupun segalanya, dengan beberapa diantaranya dapat hidup
sebagai parasit. 7

19
Gambar 7. Ordo Coleoptera
Jenis jenis kumbang :
a. Famili Silphidae (Kumbang Bangkai)
Bentuk dewasanya memiliki kebiasaan mengubur bangkai dalam
ukuran kecil di bawah tanah untuk disiapkan bagi anaknya. Larva dari
famili ini memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, namun umumnya
mempunyai panjang 15-30 mm. Selain itu larva ini dikatakan juga memiliki
kemampuan untuk bergerak.11

Gambar 8. Famili Silphidae


b. Famili Staphylinidae (Kumbang Pengelana)
Merupakan jenis kumbang yang ramping, panjang, dan memiliki
sayap yang pendek atau juga disebut elytra. Larvanya yang berbentuk
ramping, panjang, berwarna pucat, dan memiliki kepala yang berwarna
gelap. Larva dan bentuk dewasa bergerak cepat dan bersifat predator

20
terhadap serangga yang lebih kecil. Bentuk dewasa dari beberapa anggota
famili ini termasuk serangga yang pertama datang ke tubuh mayat, lalu
memakan larva dari semua jenis lalat. Mereka juga akan meletakkan telur-
telurnya pada tubuh mayat tersebut. Famili ini bahkan mampu merobek
puparia atau kantung pupa dari lalat untuk menopang keberlangsungan
hidup mereka pada tubuh mayat.11

Gambar 9. Famili Staphylinidae

II.9 Perkiraan Waktu Kematian


Perkiraan waktu kematian dalam suatu kasus forensik adalah hal yang penting,
sehingga hampir selalu dicantumkan dalam sebuah kesimpulan autopsi forensik. Perkiraan
saat kematian membantu pihak kepolisian dalam konfirmasi alibi seseorang, yang pada
gilirannya akan mempersempit daftar tersangka di tangan kepolisian. Tersusunnya daftar
tersangka yang tajam dan tepat akan menghemat waktu, tenaga dan dana dalam suatu
penyidikan.13
Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian tidak dapat dilakukan dengan
1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan memberikan hasil perkiraan yang
lebih akurat dengan rentang bias yang lebih kecil. Beberapa metode yang lazim digunakan
dalam membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan suhu tubuh,
interpretasi lebam dan kaku mayat, interpretasi proses dekomposisi, pengukuran perubahan
kimia pada vitreous, interpretasi isi dan pengosongan lambung serta interpretasi aktivitas
serangga yaitu melalui entomologi forensik.13,14
Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai teknik untuk
membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah jaringan tubuh atau
mayat telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain. Entomologi tidak hanya bergelut
21
dengan biologi dan histologi artropoda, namun saat ini entomologi dalam metode
metodenya juga menggeluti ilmu lain seperti kimia dan genetika termasuk melalui DNA.
Hal ini memungkinkan untuk mengidentifikasi jaringan tubuh atau mayat seseorang
melalui serangga yang ditemukan pada tempat kejadian perkara.13,14

2.9.2 Aktivitas Serangga


Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum dapat dikategorikan
menjadi tiga kelompok yaitu spesies nekrofagus yang memakan jaringan tubuh
mayat, kelompok predator dan kelompok parasit yang memakan serangga
nekrofagus. Kelompok parasit adalah kelompok spesies omnivora yang memakan
baik jaringan tubuh mayat dan juga memakan serangga yang lain. Dari tiga
kelompok ini, kelompok spesies nekrofagus adalah kelompok spesies yang paling
penting dalam membantu membuat perkiraan saat kematian. Bergantung pada
waktu dan spesies dari serangga, serangga dapat mendatangi, memakan dan
berkembang biak segera setelah kematian. Sejalan dengan proses pembusukan,
beberapa gelombang generasi serangga dapat menetap pada tubuh mayat. Berbagai
faktor seperti derajat pembusukan, penguburan, terendam dalam air, proses
mumifikasi dan kondisi geografi dapat menentukan kecepatan kerusakan tubuh
mayat, dan berapa tipe serangga serta berapa generasi serangga yang dapat
ditemukan.13,14
Lalat adalah serangga yang paling umum dikaitkan dengan pembusukan.
Lalat cenderung menempatkan telurnya dalam orificium tubuh atau pada luka
terbuka. Kecenderungan ini akan mengakibatkan berubahnya bentuk luka atau
bahkan hancurnya daerah sekitar luka. Telur lalat umumnya terdeposit pada mayat
segera setelah kematian pada siang hari. Bila mayat tidak dipindahkan dan hanya
telur yang ditemukan pada mayat, maka dapat diasumsikan bahwa waktu kematian
berkisar antara 1 - 2 hari. Angka ini sedikit variatif, tergantung pada temperatur,
kelembapan dan spesies lalat. Setelah menetas, larva berkembang sehingga
mencapai tahap pupa. Tahap ini memakan waktu 6 - 10 hari pada kondisi tropis
biasa. Lalat dewasa keluar dari pupa pada 12 - 18 hari. Banyak variabel yang
mempengaruhi perkembangan serangga, karenanya suatu usaha memperkirakan
saat kematian dengan menggunakan metode dari entomologi, harus dibantu oleh
seorang ahli entomologi medik.14
2.9.3 Tahap Tahap Pembusukan
22
Terdapat lima tahap dekomposisi disertai aktivitas serangga yang berbeda
yang terdiri dari :14
(1) Fresh stage
Dalam fresh stage, serangga pertama yang tiba adalah lalat.
Beberapa peneliti menganggap keseluruhan kolonisasi sebagai blowflies
sedangkan peneliti lain melihat blowflies dan fleshflies sebagai jenis yang
terpisah. Deskripsi yang lebih akurat adalah melalui klasifikasi yang
sebenarnya dimana blowflies termasuk dalam famili Calliphoridae dan
dikenal sebagai green bottles, blue bottles, dan lalat rumah sedangkan
fleshflies termasuk dalam famili Sarcophagidae.
Cara membedakannya adalah bowflies dapat berwarna metalik,
hijau, biru atau hitam sedangkan fleshflies cenderung tidak berwarna, dapat
bergaris dengan tonjolan merah di bagian perut belakang. Blowflies bertelur
di luka atau daerah terbuka seperti mata, hidung, penis atau vagina.
Sedangkan fleshflies langsung mendepositkan larva hidup ke dalam tubuh.
Serangga yang datang pada fase ini adalah green bottle dan blue
bottle. Serangga ini datang mulai dari beberapa menit sampai beberapa jam
setelah kematian tergantung pada kondisi lingkungan. Lalat betina bertelur
di setiap bagian tubuh yang terbuka. Tempat telur pertama tidak dapat
segera terlihat karena telur terdeposit sangat jauh di dalam rongga tubuh.
Telur blowfly memiliki panjang sekitar 2 mm, dan berwarna putih atau
kuning. Fleshflies dapat datang pada waktu yang sama atau beberapa jam
setelah blowflies. Seperti yang telah disebutkan Fleshflies mendepositkan
larva hidup di tubuh. Pada tahap ini mereka dapat menjadi mangsa bagi
lalat dewasa. Semut juga dapat muncul dan memangsa telur dan belatung.
Selama tahap ini ada beberapa metode yang digunakan untuk
memperkirakan PMI (post mortem interval). Telur dikumpulkan, kemudian
dibawa ke laboratorium. Di laboratorium para peneliti harus menciptakan
kondisi lingkungan seperti saat tubuh itu ditemukan. Beberapa peneliti
menyarankan hati sapi sebagai sumber makanan yang baik untuk
pembiakan belatung. Telur menetas dan muncullah lalat dewasa. Beberapa
lalat dewasa dikumpulkan dan diidentifikasi. Siklus kedua mungkin terjadi

23
sehingg penyelidik harus mencatat waktu yang tepat dari masing-masing
tahap dan total lamanya waktu yang diperlukan untuk satu siklus lengkap.
Siklus hidup lalat terdiri dari lima tahap. Yang pertama adalah telur.
Kedua tahap tiga instar, masing-masing menghasilkan belatung yang lebih
besar. Yang keempat adalah tahap pra-pupa di mana belatung meninggalkan
tubuh dan mencoba untuk membungkus diri di daerah di mana ia akan
menjadi kepompong dan menjadi lalat dewasa. Tahap pembentukan pupa
adalah tahap kelima dan terakhir. Tahap tiga instar diidentifikasi melalui
morfologi dari mulut dan spirakel posterior. Belatung hidup yang
ditemukan dikumpulkan dan dibandingkan dengan kecepatan pertumbuhan.
Bagaimanapun juga, kecepatan pertumbuhan ini dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan spesies dari lalat itu sendiri.
(2) Bloated Stage
Tahap ini dibedakan dari terdapatnya produksi gas oleh bakteri yang
memecah jaringan. Telur lalat akan menetas dan larva secara aktif
berkontribusi terhadap dekomposisi melalui peningkatan aktivitas
pengrusakan jaringan yang dapat mengakibatkan peningkatkan suhu tubuh
hingga 127 derajat fahrenheit . Semakin tinggi suhu tubuh lebih banyak
aktivitas bakteri yang terjadi.
(3) Decay Stage
Pada decay stage, kulit telah pecah dan cairan tubuh menyerap ke
area sekitarnya. Belatung (larva) akan berhenti makan dan pergi dari tubuh.
Belatung berada dalam tahap instar ketiga selama fase ini. Belatung akan
bergerak lepas dari tubuh secara massal atau individu tergantung dari
spesiesnya. Beberapa akan bergerak sejauh 20 meter dari tubuh. Kumbang
menjadi serangga yang paling umum pada akhir fase ini.

(4) Post-Decay stage

Pada tahap post decay yang paling banyak ditemukan


pada tubuh adalah kumbang. Spesies akan bervariasi sesuai
dengan kondisi. Beberapa kumbang tidak dapat hidup dalam
kondisi basah sementara yang lainnya membutuhkan kondisi
lembab.

24
(5) Skeletal Stage

Pada tahap ini hanya serangga tanah yang dapat


ditemukan. Pada tahap ini penting untuk mengambil contoh
tanah dari bawah tubuh sampai jarak 3 kaki dari tubuh.

2.6 Prosedur Pemeriksaan

2.6.1 Pengumpulan Sampel


Pengumpulan sampel adalah hal yang amat penting dan harus dilakukan dengan
benar. Pengumpulan sampel dan prosedur hukum tiap negara mungkin berbeda, namun
Mark Benecke telah membuat suatu pedoman umum mengenai pengumpulan sampel
entomologi yang dinamainya Ten Basic Rules for Collection
(1) Ambil foto close-up dari semua lokasi artropoda diambil.
(2) Karena larva umumnya tidak terlihat saat penggunaan blitz, usahakan untuk tidak
menggunakan blitz terutama pada foto digital.
(3) Selalu sertakan alat ukur dalam setiap foto yang diambil untuk menjelaskan ukuran
larva atau bentuk serangga lain.
(4) Kumpulkan kira-kira satu sendok makan penuh sertangga dari minimal 3 lokasi
berbeda dari tempat kejadian perkara dan untuk serangga dari tubuh mayat,
letakkan pada 3 wadah bertutup yang bening.
(5) Jangan memasukkan serangga ke dalam isopropyl atau formalin, sebagai gantinya
gunakan ethanol 98% bagi setengah dari jumlah serangga yang kita kumpulkan.
(6) Matikan serangga dengan air panas sebelum meletakkannya dalam ethanol.
(7) Masukkan setengah jumlah spesimen pada pendingin.
(8) Lengkapi setiap wadah sampel dengan label yang dilengkapi dengan informasi
tanggal, inisial, waktu dan lokasi.
(9) Konsultasikan dengan entomology forensik yang berpengalaman untuk setiap
pertanyaan yang timbul saat pengumpulan sampel dan pemrosesannya.
(10) Identifikasi dan analisa harus dilakukan dengan bantuan entomolog.15

25
Metode modern yang saat ini umum digunakan dalam analisa bidang entomologi
adalah Scanning electron microscopy (SEM), sebuah metode yang meneliti morfologi
telur dan larva dengan seksama di bawah sebuah mikroskop elektron. Melalui sebuah
penelitian yang dilakukan pada tahun 2007, telah dibuktikan bahwa SEM dapat membuat
identifikasi secara array morfologi dari serangga hingga penentuan spesies menjadi jauh
lebih akurat. Penentuan spesies ini akan amat membantu dalam membuat perkiraan saat
kematian yang lebih akurat, serta menentukan penanganan yang tepat pada kasus
entomologi forensik urban dan bidang produk.
Observasi dan pencatatan tentang entomologi forensik dapat memberikan informasi
yang berharga untuk kepentingan penyidikan. Berdasarkan observasi yang terperinci
selama pengumpulan bukti entomologi mungkin dapat membantu keseluruhan investigasi
dengan memberikan pengetahuan tentang kemungkinan penyebab dan cara kematian.
Beberapa jenis serangga dapat terlihat segera ketika pertama kali melakukan observasi
pada tubuh mayat, tetapi dalam waktu yang dekat serangga tersebut sudah tidak dapat
ditemukan kembali. Keadaan ini dikarenakan terjadinya kerusakan pada tubuh mayat yang
disebabkan proses investigasi sehingga mengakibatkan larinya serangga tersebut.
Sampel yang dikumpulkan mencakup semua stadium serangga dan diambil dari
area tubuh berbeda, antara lain diambil dari pakaian dan dari tanah atau karpet. Serangga
lebih sering berkumpul di luka dan di area orifisium natural.11

(1) Telur

Telur dapat dikumpulkan dengan menggunakan kuas atau forsep dan


dimasukkan di dalam air. Sebahagian sebaiknya dilarutkan ke dalam 75% alcohol
atau 50% isopropyl alhokol. Sisanya ditempatkan pada sebuah botol kecil dengan
sedikit kertas saring yang basah untuk mencegah dehidrasi. Jika pengumpulan
tersebut membutuhkan waktu beberapa jam sebelum diterima oleh ahli entomolgi
forensik sebaiknya tembahkan seiris hati sapi dan pastikan terdapat tissue untuk
mencegah telur tersebut tenggelam.15,16

(2) Larva

Larva dikumpulkan berdasarkan ukuran. Larva yang berukuran besar


biasanya lebih tua dan sangat penting untuk penyelidikan. Larva dikumpulkan dari
berbagai area tubuh dan sekitarnya kemudian dipisahkan. Setelah dikumpulkan
26
larva harus diawetkan segera. Jika terdapat banyak larva pada tubuh, maka
diawetkan kira-kira setengah dari seluruh ukuran. Jika hanya dua puluh sampai tiga
puluh, diawetkan satu atau dua. Pengawetan spesimen dilakukan dengan cara
mencelupkannya ke dalam air panas selama beberapa menit kemudian dimasukkan
ke dalam alcohol 70% atau isopropyl alcohol 50%. Perlu diingat bahwa sebagian
larva harus tetap hidup. Sampel sebaiknya mengandung seratus larva (setiap ukuran
jika mungkin). Spesimen yang hidup ditempatkan dalam botol kecil dengan udara
dan makanan sama seperti telur.15

(3) Pupa

Siklus pupa sangat penting dan sangat mudah hilang. Pupa dimasukkan ke
dalam botol kecil yang disertakan dengan selembar tissue untuk mencegah
kerusakan. Dapat pula dilembabkan dengan air tapi hati-hati jangan sampai
tenggelam. Pupa tidak boleh diawetkan. Mereka tidak akan berkembang dan
hamper tidak mungkin dapat diidentifikasi sampai pupa tersebut berubah menjadi
dewasa.15,16

(4) Lalat Dewasa

Lalat dewasa tidak terlalu penting. Lalat dewasa ini hanya digunakan
sebagai indikasi untuk menentukan jenis serangga mana yang langsung
berkembang dari mayat dan jenis serangga mana yang berasal dari tempat
lain..Lalat ini dapat dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol kecil tanpa air
dan makanan.15, 17

(5) Kumbang

Kumbang bergerak dan berpindah dengan cepat serta sering ditemukan di


bawah tubuh atau di bawah pakaian. Serangga ini dapat ditempatkan pada sebuah
botol dengan sedikit udara. Mereka membutuhkan makanan jika disimpan lebih
dari dua puluh empat jam sebelum diberikan kepada ahli entomologi forensik.

27
Kumbang adalah kanibal sehingga tidak boleh ditempatkan dalam botol yang
sama.15

2.6.2 Pemberian Label Spesimen

Serangga yang dikumpul dari suatu bagian tubuh harus dipisahkan dari bagian
tubuh yang lain. Spesies yang berbeda juga dipisahkan. Setiap botol sebaiknya diberi label
yang terdiri dari :15

(1) Area tubuh / tanah.

(2) Tanggal dan waktu pengumpulan

(3) Nama kolektor

(4) Fase hidup serangga

2.6.3 Pengambilan Spesimen


Hampir semua spesimen rapuh dan mungkin paling baik diambil dengan
menggunakan sarung tangan, yaitu spesimen yang ramping dan diambil dengan
menggunakan sikat yang dicelupkan pada air atau alkohol. Yakinkan bahwa semua ampul
tersebut tertutup dengan baik.2

2.6.4 Pengemasan Spesimen


Serangga sebaiknya dibawa ke ahli entomologi forensik sesegera mungkin untuk
mempertahankan kontinuitasnya. Serangga ini dikemas dalam sebuah kotak yang
mempunyai banyak udara dan berada dalam posisi tegak.2

28
Gambar 10. Tempat sampel disimpan

Apabila mayat didinginkan dalam kamar mayat sebelum pengumpulan, kemudian


harus diketahui kapan mayat akan didinginkan dan kapan akan dikeluarkan.2
Dua spesies lalat, Calliphora fomitoria, dan Phorima regina kedua spesies
merupakan lalat pertama yang menghinggapi mayat. Stadium Calliphora fomitoria
dikumpulkan kemudian diperhatikan ukuran, jumlah lubang pernafasan dan tingkah laku.
Pada temperature 15C, Calliphora fomitoria membutuhkan minimal sembilan hari untuk
mencapai stadium prepupa.2
Ketika menyelidiki suatu kasus kematian, beberapa pertanyaan utama yang
dibutuhkan dan harus dijawab oleh ahli entomologi forensik adalah :8

(1) Serangga jenis apa yang terdapat pada tubuh?

(2) Spesimen mana yang paling tua?

(3) Berapa umur spesimen yang tertua?

(4) Apakah suhu lingkungan di tempat kejadian sesuai ketika lalat berkembang pada tubuh
mayat?

Faktor-faktor lain yang sebaiknya diketahui pada suatu kasus kematian yaitu: 18

29
a. Habitat

Lokasi umum : apakah hutan, pantai, rumah, atau pinggir jalan.

Vegetasi : pepohonan, rumput, atau semak-semak.

Jenis tanah : berbatu-batu, berpasir, atau berlumpur

Cuaca pada saat pengumpulan specimen : panas terik atau berawan.

Suhu.

Lokasi kejadian : teduh atau di bawah sinar matahari langsung.

b. Jenazah

Keberadaan dan tipe pakaian.

Penyebab kematian jika diketahui, apakah ada darah atau cairan tubuh
disekitarnya.

Keberadaan luka dan jenisnya.

Keberadaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kecepatan dekomposisi.

c. Posisi jenazah

Tahap-tahap dekomposisi.

Keberadaan larva dan jumlahnya.

Keberadaan daging atau bangkai di sekitar jenazah yang mungkin dapat


menarik serangga.

d. Mencatat keadaan yang tidak umum, yang disebabkan oleh manusia, dan tanda
sudah terdapatnya tanda pembusukan.

30
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIADAERAH KEPULAUAN
RIAUBIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
Jl. Hang Jebat No.81 Batu Besar, Nongsa, Batam

PRO JUSTISIA

Batam, 29 September 2015

VISUM ET REPERTUM
No : R / / IX / 2015 / Biddokkes

Kami yang bertandatangan di bawah ini yaitu Komisaris Polisi dr.M.Faizal, Z. SpKF,
MH.Kes, NRP:75121205 dan dr.Reinhard JD.Hutahaean,SH.,SpF, NIP: 19760902 200502
1 002, keduanya selaku dokter pemeriksa, yang berdasarkan surat permintaan Visum et
Repertum (VeR) dari Polsek Sagulung Polres Kota Barelang, Nomor Pol: R / 87 / IX /
2015 / Reskrim, tertanggal 27 September 2015, yang ditandatangani oleh Kapolsek
Sagulung Ajun Komisaris Polisi Chrisman Panjaitan, SE.,MH., NRP: 78120018 - selaku
penyidik, telah memeriksa seorang jenazah korban di RS BP-Batam (RSOB) pada hari
Minggu, tanggal 27 September 2015, pukul 14.00 wib, dengan keterangan sebagai
berikut :
Nama : Dian Milenia Trisna Afi Efa.
Jenis kelamin : Perempuan.

31
Tempat/Tgl Lahir : Batam, 24 September 1999.
Kewarganegaraan : Indonesia.
Pekerjaan : Pelajar SMA.
Agama : Islam.
Alamat : Perum Villa Muka Kuning Blok A5 No.08, Kec.Sagulung, Kota
Batam.
Keterangan :Bahwa orang tersebut diduga korban dugaan meninggalkan rumah
dan atau menghilangkan nyawa orang lain yang terjadi pada hari
Sabtu tanggal 26 September 2015 sekira pukul 06.45 wib di Perum
Villa Muka Kuning Blok A5 No.28, Kec.Sagulung, Kota Batam.

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Umum
Label, penutup, perhiasan dan alas jenazah :

- Tidak ada.
Pembungkus jenazah :

- Dijumpai kantong jenazah berwarna hitam bertuliskan BASARNAS.


Pakaian jenazah :

- Dijumpai jenazah dalam keadaan telanjang (Tidak berpakaian).


- Dijumpai kaus kaki berwarna putih melekat pada kaki kanan dan kiri.
- Dijumpai sepatu berbahan kain, berukuran 39, berwarna hitam, merek AIR WALK
dalam keadaan terpasang pada kaki kanan dan kiri.
Tanda-tanda kematian (Fakta berkaitan dengan waktu kematian) :

- Dijumpai lebam mayat warna ungu pada daerah pipi kiri, leher bagian belakang,
punggung bagian bawah, serta tangan dan kaki sisi belakang yang tidak hilang pada
penekanan.
- Dijumpai kaku mayat pada daerah rahang dan leher yang agak mudah dilawan.
- Dijumpai kedua kelopak mata keruh.
Tanda-tanda pembusukan (Fakta berkaitan dengan waktu kematian) :

- Dijumpai sebagian kulit tubuh mudah terkelupas dan sudah terkelupas, terutama
pada daerah dada, perut, punggung, tangan dan kaki. Tampak dasar kulit terkelupas
berwarna putih dan teraba lembek.
- Dijumpai sebagian kulit melepuh pada daerah dada, tangan, dan kaki. Tampak tepi
kulit terkelupas tidak menghitam (tidak dijumpai karbonisasi kulit) dengan dasar
berwarna kuning dan teraba kaku (mengeras).
- Dijumpai luka bekas gigitan dengan bentuk kecil-kecil tersebar di daerah dada,
punggung, perut, tangan dan kaki. Tampak luka berwarna merah merah muda,
dengan tepi berbatas tegas, dinding curam dan dasar bergerigi (tidak rata).
32
- Dijumpai belatung berukuran panjang rata-rata 0,1-0,2 centimeter, terutama pada
daerah hidung dan leher.
- Dijumpai perut menggembung.
- Dijumpai aroma (bau) busuk pada tubuh jenazah.

Benda yang menyertai jenazah (Benda disamping jenazah) :

- Dijumpai tas sekolah berwarna pink berisi telepon seluler merek SAMSUNG,
buku-buku, kaca mata, kunci kontak dan alat tulis, serta tampak tas cenderung bersih
(tidak kotor atau bernoda darah).
- Dijumpai kerudung berwarna putih dan tampak bersih (tidak kotor atau bernoda
darah).
- Dijumpai baju kaos berkerah berwarna putih, berlengan panjang, dengan bagian
belakang bertuliskan SMA NEGERI 1 BATAM, dan bagian kerah dan tangan
tampak berwarna hijau, serta baju tampak bersih (tidak kotor atau bernoda darah).
- Dijumpai celana olah raga (training) panjang berwarna berwarna hijau, disertai uang
pecahan Rp.5.000,- sebanyak 3 lembar pada kantong kiri dan masker mulut pada
kantong kanan, serta tampak celana bersih (tidak kotor atau bernoda darah).
- Dijumpai Bra/BH tipe sport berwarna abu-abu, merek WIKA, dan tampak bersih
(tidak kotor atau bernoda darah).
- Dijumpai celana dalam berwarna krem, dan tampak kotor dengan noda darah.
- Dijumpai singlet berwarna putih, dan tampak kotor dengan noda darah yang
bergelombang (tidak menyambung) pada bagian sisi dalam singlet yang tidak tembus
ke sisi luar.
- Dijumpai helm berwarna hijau merek JM.
- Dijumpai pluit beserta tali.
Identifikasi Umum :
- Diperiksa sesosok jenazah seorang perempuan, remaja, dikenal, umur 16 tahun,
panjang badan 148 centimeter (cm), perawakan sedang, warna kulit kuning
langsat, bangsa Indonesia, rambut lurus warna hitam, serta tidak mudah dicabut,
disertai adanya luka tusuk pada daerah punggung dan leher serta tampak darah
yang sudah mengering tersebar pada daerah, wajah bawah, leher, dada, perut,
tangan, dan kaki dengan tetesan darah tampak mengarah ke sisi kaki.

Pemeriksaan Bagian Luar

I. Kepala :

I. 1. Bagian yang ditumbuhi rambut :

- Dijumpai bentuk kepala simetris, rambut lurus, warna hitam, dengan panjang rata-
rata 44 cm.

33
I. 2. Dahi :
- Tidak dijumpai kelainan pada daerah dahi.

I. 3. Pipi :

- Dijumpai luka memar pada pipi kanan, tepat disamping cuping hidung, berukuran
panjang 2 cm, lebar 1,8 cm.

- Dijumpai luka memar disertai luka lecet tipis pada pipi kiri, berukuran panjang 5 cm,
lebar 4 cm.

- Tidak dijumpai pada perabaan tanda-tanda patah tulang pipi.

I. 4. Mata kanan dan kiri :

- Dijumpai kedua kelopak mata terbuka 0,5 cm.

- Dijumpai kelopak mata bagian dalam tampak pucat.

- Tidak dijumpai pada perabaan tanda-tanda patah tulang bola mata.

I.5. Hidung :

- Dijumpai luka memar pada puncak hidung, berukuran panjang 1 cm, lebar 1 cm.

- Tidak dijumpai pada perabaan tanda-tanda patah tulang hidung.

I.6. Telinga :

- Dijumpai bentuk kedua telinga normal. Tidak dijumpai luka-luka.

I. 7. Mulut :

- Dijumpai kedua bibir berwarna ungu.

- Dijumpai memar hampir pada seluruh bibir atas dan bawah, tampak luka memar
cenderung mengikuti bentuk gigi dan luka memar pada bibir atas tampak berwarna
lebih tegas (lebih gelap).

- Tidak dijumpai kelainan pada gigi.

I. 8. Dagu :

- Tidak dijumpai luka-luka, dan tidak dijumpai pada perabaan tanda-tanda patah
tulang rahang bawah.

- Tidak dijumpai luka-luka.

II. Leher :

- Dijumpai luka tusuk pada daerah leher sisi depan, tepat di garis tengah tubuh di
bawah jakun dan diatas pertemuan tulang selangka, berukuran panjang 7 cm, lebar
34
3,5 cm dan dalam menembus ke rongga dada. Tampak tepi luka bagian dan bawah
atas rata dan melengkung ke arah atas, sudut kedua luka lancip, disertai sisa kulit
pada sudut kanan sepanjang 1,5 cm. Dasar luka tampak putus saluran nafas (trakea),
robek otot leher dengan masih dijumpai adanya sedikit (selebar 0,5 cm) selaput otot
yang masih menyambung pada di sisi kanan saluran nafas.

III. Dada :

- Dijumpai luka memar pada dada kanan atas, berjarak 11 cm dari garis tengah tubuh,
tepat di bawah tulang selangka kanan, berukuran panjang 4,5 cm, lebar 3,5 cm. Pada
perabaan tidak dijumpai tanda-tanda patah tulang.

- Dijumpai sebagian kulit dada terutama bagian bawah, tampak lebih gelap dari kulit
sekitarnya.

IV. Perut :

- Tidak dijumpai luka-luka.

- Dijumpai sebagian besar kulit perut tampak lebih gelap dari kulit sekitarnya.

V. Kelamin :

- Dijumpai jenis kelamin perempuan, dengan bentuk umum normal.

- Dijumpai rambut kemaluan lepas beberapa helai saat penyisiran.

- Dijumpai luka lecet (resapan darah) pada bibir kemaluan kecil arah jam 3 dan jam 6
(sekitar perineum).

- Dijumpai robekan lama pada selaput dara (hymen) letak setentang arah jam 9 dan
jam 12 yang sampai ke dasar, serta arah jam 5 yang tidak sampai ke dasar.

-Dijumpai robekan baru yang sampai ke dasar pada selaput dara (hymen) letak
setentang arah jam 6 dan jam 7 disertai adanya resapan darah.

- Dijumpai adanya lendir pada liang kemaluan.

VI. Punggung :

- Dijumpai luka tusuk pada punggung kanan (di bawah sekitar tulang belikat/os
scapula), pusat luka berjarak 13 cm dari garis tengah tubuh dan 16 cm dari puncak
bahu, berukuran panjang 1,5 cm, lebar 1 cm dan dalam 1 cm. Tampak tepi luka rata,
sudut sisi kanan lancip dan sudut sisi kiri cenderung tumpul, dengan arah luka miring
dari sisi punggung kiri atas ke sisi kanan bawah.

- Dijumpai luka tusuk pada punggung kiri (disekitar tulang belikat/os scapula), pusat
luka berjarak 4 cm dari garis tengah tubuh dan 12 cm dari puncak bahu, berukuran
panjang 2 cm, lebar 1 cm dan dalam tembus ke rongga dada. Tampak tepi luka rata,

35
sudut sisi kanan lancip dan sudut sisi kiri tumpul, dengan arah luka miring dari sisi
punggung kiri atas ke sisi kanan bawah.

- Dijumpai luka lecet pada punggung kiri (tepat disamping luka tusuk di punggung
kiri), berjarak 6 cm dari garis tengah tubuh dan 12 cm dari puncak bahu, berukuran
panjang 3,5 cm, lebar 2 cm.

- Dijumpai dua luka lecet gores pada punggung kanan bagian tengah, masing-masing
berukuran panjang 1 cm, lebar 0,2 cm dan panjang 0,4 cm, lebar 0,2 cm.

- Dijumpai luka-luka lecet gores kecil-kecil memanjang degan arah rata-rata dari atas
ke bawah pada daerah punggung bawah ke arah bokong, dengan ukuran rata-rata
panjang 1 cm, lebar 0,1 cm.

- Tidak dijumpai pada perabaan tanda-tanda patah tulang punggung.

VII. Anus / bokong :

- Dijumpai luka-luka lecet gores kecil-kecil memanjang dengan arah rata-rata dari atas
ke bawah pada daerah bokong, dengan ukuran rata-rata panjang 1 cm, lebar 0,1 cm.

- Tidak dijumpai kelainan pada lubang kemaluan.

VIII. Anggota Gerak Atas (Tangan kanan dan kiri) :

- Dijumpai ujung-ujung kulit di bawah kuku pucat.

- Dijumpai luka lecet pada lengan kanan ruas atas sisi luar, berjarak 10 cm diatas siku,
berukuran panjang 2 cm, lebar 0,5 cm.

- Dijumpai luka lecet gores pada siku tangan kanan, berukuran panjang 1,5 cm, lebar 1
cm.

- Dijumpai luka memar pada telapak tangan sisi luar (antar jari jempol dan jari
telunjuk), berukuran panjang 1,5 cm, lebar 1,2 cm.

- Dijumpai luka lecet tepat pada lipat siku kiri bagian dalam, berukuran panjang 5 cm,
lebar 1 cm.

IX. Anggota Gerak bawah ( Kaki kanan dan kiri ) :

- Dijumpai ujung-ujung kulit di bawah kuku pucat.


- Tidak dijumpai luka-luka, dan tidak dijumpai pada perabaan tanda-tanda patah tulang
kaki.
-
Pemeriksaan Bagian Dalam

I. Kepala :

36
- Tidak dijumpai kelainan pada pembukaan kulit kepala serta tidak dijumpai retak
tulang tengkorak.

- Tidak dijumpai perdarahan rongga tengkorak pada pembukaan tulang tengkorak,


dijumpai parit (gyrus) pada permukaan otak mendangkal, jaringan otak cenderung
pucat dan lembek.

- Tidak dijumpai kelainan pada pemotongan jaringan otak, dan tampak jaringan otak
sudah mulai proses pembusukan (lembek).

II. Leher :

II.1 Pada pembukaan kulit leher :

- Dijumpai robek pada jaringan otot disertai resapan darah pada otot leher setentang
luka tusuk.

- Dijumpai putusnya saluran pembuluh darah nadi balik utama leher sisi kiri putus.

- Dijumpai salah satu dasar robek otot leher setentang luka tusuk tampak menembus
ke arah kanan menembus ke rongga dada kanan dan ke arah kiri di sekitar otot di
bawah tulang selangka (os clavicula) kanan.

- Dijumpai tulang leher (os cervical) ke-VII sisi depan tampak sompel bergaris dengan
tepi rata dan letak cenderung (dominan) ke sisi kanan.

II.2. Saluran Nafas (Tenggorokan) :

- Dijumpai saluran nafas (trakea) putus pada setentang dengan luka tusuk dileher,
tampak sisi sayatan putus dengan tepi rata dan pada ujung sayatan sisi atas, tampak
sisa ujung tepi potongan saluran nafas putus dengan sudut ujung/tepi potongan ke
arah kanan dan kiri korban.

II.3. Saluran Makanan (Kerongkongan) :

- Dijumpai permukaan saluran makan bagian dalam bersih dengan permukaan


berwarna kemerahan.
III. Dada :

III.1. Pada pembukaan kulit dada :

- Dijumpai resapan darah (memar) pada otot dinding dada sisi sebelah kanan diantara
iga pertama dan kedua, berukuran panjang 5 cm dan lebar 4 cm. Setentang resapan
darah dijumpai robekan (luka tusuk) tembus ke rongga dada pada dinding dada
bagian luar, berjarak 11 cm dari tulang dada (os sternum) berukuran panjang 2 cm,
lebar 0,5 cm, dengan tepi luka rata dan sudut luka pada arah dalam tampak lancip
dan pada arah luar tampak tumpul. Tampak luka tusuk sealur dengan luka tusuk di
leher.

37
- Tidak dijumpai adanya patah tulang dinding rongga dada (tulang iga maupun tulang
dada/sternum).

III.2. Pada pembukaan rongga dada :

- Dijumpai tebal lemak dada 1 cm.

- Dijumpai darah dan gumpalan darah pada rongga kanan sebanyak 180 milliliter (ml)
dan pada rongga dada kiri sebanyak 330 ml.

-Dijumpai robekan (luka tusuk) tembus ke otot dada pada dinding rongga bagian
dalam sisi kanan, berjarak 11 cm dari tulang belakang (os vertebra), berukuran
panjang 2 cm, lebar 0,5 cm, disertai resapan darah di sekitarnya. Tampak robekan
(luka tusuk) sealur dengan luka tusuk di leher.

- Dijumpai luka robekan (luka tusuk) tidak tembus pada dinding rongga dada bagian
dalam sisi kanan, tepat di antara sela iga pertama dan kedua, berjarak 4 cm dari
tulang belakang (os vertebra), berukuran panjang 1,8 cm, lebar 0,5 cm, disertai
resapan darah disekitarnya. Tampak robekan (luka tusuk) sealur dengan luka tusuk di
leher.

III.3. Jantung :

- Dijumpai cairan jernih kekuningan sedikit kental sebanyak sekitar 20 ml pada rongga
kantung jantung (pericardium).

- Dijumpai besar jantung normal, berwarna coklat kemerahan dan tidak dijumpai
kelainan.

- Dijumpai robekan (luka tusuk) pada pembuluh balik jantung kanan atas (vena cava
superior) sisi depan, berukuran panjang 1,2 cm, lebar 0,3 cm, dengan tepi rata.
Tampak robekan sealur dengan luka tusuk di leher.

III.4 Paru-paru Kanan dan Kiri :

- Dijumpai kedua paru bebas, tidak dijumpai perlengketan paru pada dinding rongga
dada.

- Dijumpai kedua paru cenderung mengecil, pada perabaan kedua paru teraba kenyal.

-Dijumpai robekan pada paru kiri lobus (baga) atas, berukuran panjang 2 cm, lebar 1,6
cm, dengan sisi robekan terbuka ke arah atas paru. Tampak luka robekan sealur
dengan luka tusuk tembus di punggung kiri.

IV. Perut :

IV.1. Pada pembukaan kulit perut :

38
- Dijumpai tebal lemak perut 2 cm. Tidak dijumpai resapan darah pada jaringan otot
perut.

IV.2. Pada pembukaan rongga perut :

- Tidak dijumpai perdarahan di dalam rongga perut, tampak otot dinding perut normal.

IV.3. Lambung :

- Dijumpai pada pembukaan kantong lambung, tampak kosong, tidak dijumpai sisa
makanan, dijumpai cairan lambung berwarna kuning kecoklatan dengan aroma asam
lambung (tidak merangsang).

IV.4. Hati :

- Dijumpai organ hati berwarna merah kecoklatan dengan besar normal.

- Dijumpai pada pemotongan organ hati tampak keluar darah berwarna merah
kehitaman disertai buih-buih halus yang sulit pecah.

IV.5. Empedu :

- Tidak dijumpai kelainan, tampak cairan empedu berwarna jernih.

IV.6. Limfa :

- Dijumpai organ limfa berwarna ungu, besar limpa tampak normal.

- Tidak dijumpai kelainan pada pemotongan organ limfa.

IV.7. Ginjal :

- Dijumpai kedua organ ginjal merah, kapsul ginjal mudah dilepas, besar ginjal
normal.

- Tidak dijumpai kelainan pada pemotongan organ ginjal kanan dan kiri.

IV.8. Kandung Kemih :

- Dijumpai kandung bentuk normal.

- Tidak dijumpai kelainan pada pembukaan kandung kemih dan tidak dijumpai urin.

IV.9. Rahim :

- Dijumpai organ rahim bentuk, warna dan besar normal.

- Tidak dijumpai kelainan pada pemotongan rahim (tidak dijumpai janin).

Pemeriksaan Tambahan

Apusan Vagina :
39
Dilakukan pemeriksaan apusan kemaluan (vaginal swab) dengan hasil: dijumpai adanya
sperma.....

Toksikologi :

DNA :

KESIMPULAN
Telah diperiksa sesosok jenazah seorang perempuan remaja, dikenal, umur 16 tahun,
panjang badan 148 centimeter (cm), perawakan sedang, warna kulit kuning langsat,
bangsa Indonesia, rambut lurus warna hitam.

Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam serta pemeriksaan tambahan disimpulkan
bahwa korban mengalami tanda-tanda persetubuhan yang masih baru, dengan
kematian oleh karena mati lemas akibat kombinasi perdarahan yang banyak di rongga
dada, putusnya saluran pernafasan, robeknya pembuluh darah balik leher dan jantung
serta robeknya paru kiri yang keseluruhannya disebabkan kekerasan (trauma) tajam
pada daerah punggung kiri dan leher. Korban mengalami tanda-tanda pembekapan
pada daerah mulut serta luka memar dan luka lecet pada beberapa bagian tubuh lainya
yang disebabkan oleh kekerasan tumpul dan setengah tumpul.

Demikian Visum et Repertum ini dibuat dengan sejujur-jujurnya berdasarkan KUHAP


pasal 133 dan 134 serta sumpah jabatan sesuai dengan Lembaran Negara tahun 1937-No.
350 yang dapat dipergunakan bila mana perlu.

Mengetahui Dokter Pemeriksa,

dr.M.Faizal, Z. SpKF, MH.Kes dr. Reinhard JD. Hutahaean, SH, SpF


Komisaris Polisi NRP:75121205

40

Halaman 2 dari 2
BAB III
KESIMPULAN

1) Tanatologi berasal dari dua buah kata, yaitu thanatos yang berarti mati dan
logos yang berarti ilmu. Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik
yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu jenis-jenis
kematian, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor
faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
2) Manfaat tanatologi yakni : untuk menetapkan hidup atau matinya korban,
memperkirakan saat kematian korban, untuk perkiraan sebab kematian (Cause of
Death), untuk perkiraan cara kematian (Manner of Death).
3) Terdapat lima jenis kematian dalam tanatologi, yaitu mati somatis, mati seluler, dan
mati suri.
4) Ada beberapa tanda tidak pasti kematian yakni :berhentinya sistem pernafasan,
berhentinya sirkulasi darah, kepucatan pada kulit, perubahan pada mata.
5) Terdapat 5 tanda pasti kematian yakni : lebam mayat, kaku mayat, pembusukan,
penurunan suhu mayat, adiposera, dan mumifikasi
6) Perkiraan saat kematian dapat dinilai dari tanda-tanda pasti kematian, perubahan
pada mata, perubahan dalam lambung, perubahan rambut, perubahan dalam cairan
serebospinal, dan perubahan pada kulit.

Penentuan perkiraan saat kematian dalam suatu kasus forensik adalah hal yang
memegang peranan penting sehingga selalu dicantumkan dalam sebuah kesimpulan
autopsi forensik. Perkiraan saat kematian membantu pihak kepolisian dalam menyelidiki
dan melakukan konfirmasi alibi seseorang, yang pada gilirannya akan mempersempit
daftar tersangka di tangan kepolisian. Tersusunnya daftar tersangka yang tajam dan tepat
akan menghemat waktu, tenaga dan dana dalam suatu penyidikan. Dalam ilmu kedokteran,
memperkiraan saat kematian tidak dapat dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2
atau lebih metode akan memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias
yang lebih kecil.

41
Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai teknik untuk
membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah jaringan tubuh atau
mayat telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain. Penetuan waktu kematian dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi umur serangga maupun telur yang ada pada mayat,
sehingga dapat memperkirakan dengan lebih tepat waktu kematian mayat tersebut. Asumsi
pokok bahwa mayat manusia yang masih baru belum dikerumuni serangga dan serangga
tersebut belum berkembang dalam mayat. Dengan demikian umur serangga yang semakin
tua beserta telur yang ditemukan pada mayat dapat dijadikan dasar perkiraan interval post-
mortem minimum. Untuk menentukan apakah suatu mayat telah dipindahkan dari lokasi
pembunuhan yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengidentifikasi serangga yang
terdapat pada mayat dan dibandingkan dengan serangga serupa yang terdapat di
sekitarnya. Identifikasi terutama secara molekular akan diperoleh data apakah serangga
yang terdapat pada mayat berasal dari daerah tempat mayat tersebut ditemukan ataukah
berasal dari tempat lain, karena pada dasarnya bahkan serangga yang sejenis dapat
memiliki variasi genetik yang berbeda antara lokasi satu dengan yang lain.
Entomologi medik termasuk di dalamnya entomologi forensik terus berkembang
pesat, dan jasa entomolog medik amat dibutuhkan. Keahlian tenaga entomolog dibutuhkan
dalam penyidikan, di peradilan maupun dalam pengawasan bidang kedokteran untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Walau di Indonesia bidang ini belum
sepopuler ilmu medik yang lain, namun dengan era informasi dan globalisasi saat ini, trend
entomologi diharapkan akan sepopuler disiplin entomologi di bagian dunia yang lain.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Byrd JH. Forensic entomology [online]. 2010 [cited on 20013 Desember 19]. Available
from : URL http://www.forensicentomology.com/definition.htm
2. Anonymous. Forensic Entomology. 2008 [cited 2013 Desember 19]. Available from URL :
http://www.en.wikipedia.org/wiki/forensic_entomological/decomposition

3. Hadley D. An Early History of Forensic Entomology, 1300-1900. 2010. Available at:


www.insects.about.com/od/forensicentomology/p/early_forensic/ento_history.htm

4. Anonym. Forensic entomology [online].2008 [cited on 2013 Desember 19]. Available from
URL : http://www.en.wikipedia.org/wiki/forensic_entomological
5. Anonymous. Insect and Forensic Entomology 2008 [cited 2013 Desember 19]. Available
from URL: http://agspsrv34.agrie.wa.gov.au/ento/forensic.htm
6. Morten Staerkeby. What is Forensic Entomology? 2012 [cited 2013 Desember 19].
Available from URL: http://cienciaforense.com/pages/entomology/overview.htm
7. Bullington, Stephen. Forensic Entomology. 2010 [cited 2013 Desember 19]. Available
from URL: http://www.FORENSIC-ENT.com
8. Gail. S, dr. Forensic Entomology : The Use of Insect in Death Investigation. 1998 [cited
2013 Desember 19]. Available from URL :
http://www.sfu.ca/ganderso/forensicentomology.htm
9. Serangga. In Scribd. [serial online]. 2010 [cited 2013 Desember 19]. Available from :
http://www.scribd.com/doc/13066004/Insecta
10. Meyer Jhon R. Diptera. Department of Entomology NC State University: 2009 [cited 2013
Desember 20]. Available from:
http://www.cals.ncsu.edu/course/ent425/library/compendium/diptera.html
11. Isfandiari Adelia B. Perbedaan Genus Larva Lalat Tikus Wistar Mati pada Dataran Tinggi
dan Rendah di Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro. 2009.
12. Putra NS. Entomologi forensic : satu lagi manfaat serangga bagi kepentingan manusia.
2009 [cited 2013 Desember 20]. Available from :
http://ilmuserangga.wordpress.com/2009/12/23/entomologi-forensik-satu-lagi-manfaat-
serangga-bagi-kepentingan-manusia/

43
13. Idries AM, et al. Peran Ilmu Kedokteran Forensik dalam proses penyidikan. Jakarta :
Sagung Seto, 2008. Page : 190 210.

14. Wangko T, et al. Peran Entomologi Forensik Dalam Perkiraan Saat Kematian Dan Oleh
Tempat Kejadian Perkara Sisi Medis (Introduksi Entomologi Medik). Bagian Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK UNSRAT.2009.

15. Anderson, S Gall. Forensic Entomology : The Use of Insects In Death Investigations.
School of Criminology, Simon Fraser University. 2012. Available on : http://www.rcmp-
learning.org/docs/ecdd0030.htm
16. Dadour, Ian and Cook, David. Forensic Entomology, Collecting From A Corpse. Available
on : agspsrv34.agric.wa.gov.au/ento/forensic.htm
17. Brandt, Amoret and Hall, Martin. Forensic Entomology. Natural History Museum.
London. 2006. Available on : www.scienceinschool.org/2006/issue2/forensic/
18. Mayasari D. Hubungan Panjang Larva Lalat dengan Lama Waktu Kematian Tikus Wistar
yang Didislokasi Tulang Leher di Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro. 2008

44

Anda mungkin juga menyukai