Anda di halaman 1dari 12

19

BAB III
DASAR TEORI

3.1. Jalan Tambang

Jalan yang berada pada area penambangan dibagi menjadi beberapa jenis jalan,

yaitu:

1. jalan tambang (mine road)

2. jalan pengangkutan utama (main haul road)

3. jalan pengupasan (stripping road)

4. jalan pembuangan (disposal road)

Jalan-jalan pengangkutan tersebut ada yang bersifat permanen dan tidak, oleh

karena itu terdapat perbedaan rancangan (design) antara jalan yang bersifat permanen

dan sementara.

3.2. Geometri Jalan Angkut


3.2.1. Lebar Jalan Angkut Pada Jalan Lurus

Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih,

menurut Aastho Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah

lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan (lihat Gambar 3.1). Dari

ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan

angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan seperti

terlihat pada tabel 3.1, dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan

lebar lajur.
20

Tabel 3.1. Lebar Jalan Angkut Minimum

Lebar Jalan
Jumlah Lajur Perhitungan Angkut
Minimum
1 1+(2x1/2) 2,00
2 2+(3x1/2) 3,50
3 3+(4x1/2) 5,00
4 4+(5x1/2) 6,50

Rumus yang digunakan untuk menentukan lebar jalan angkut dengan lebar

kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan yaitu:

Lmin = n.Wt + (n+1)(1/2.Wt)

Dimana: Lmin = lebar jalan angkut minimum, m


n = jumlah lajur

Wt = lebar alat angkut, m

Gambar 3.1. Lebar jalan angkut dua jalur pada jalan lurus
21

3.2.2. Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan

Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar dari

pada lebar jalan lurus. Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum pada belokan

didasarkan atas:

1. Lebar jejak ban

2. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan

belakang pada saat membelok

3. Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan

4. Jarak dari kedua tepi jalan

Gambar 3.2. Lebar jalan angkut dua lajur pada belokan

Dengan menggunakan ilustrasi pada gambar 2.2, maka dapat dihitung lebar

jalan minimum pada belokan, yaitu:

Wmin = 2(U+Fa+Fb+Z) + C
22

U + Fa + Fb
Z=
2

dimana: Wmin = lebar jalan angkut minimum pada belokan, m


U = lebar jejak roda (center to center tires), m
Fa = lebar juntai (overhang) depan, m
Fb = lebar juntai belakang, m
Z = lebar bagian tepi jalan, m
C = lebar antara kendaraan (total lateral clearance), m
3.2.3. Jari-jari Tikungan

Tujuan jari-jari tikungan adalah untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang

diakibatkan karena kendaran melalui tikungan sehingga tidak stabil. Jari-jari

tikungan jalan angkut berhubungan dengan kontruksi alat angkut yang digunakan,

khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan belakang. Gambar 3.3.

memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan

berpotongan di pusat C dengan besar sudut sama dengan sudut penyimpangan roda

depan. Dengan demikian jari-jari belokan dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

W
R=
sin

Dimana: R = jari-jari belokan jalan angkut, m

W = jarak poros roda depan dan belakang, m


= sudut penyimpangan roda depan, o
23

Gambar 3.3. Sudut penyimpangan maksimum kendaraan

Rumus di atas merupakan perhitungan matematis untuk mendapatkan

lengkungan belokan jalan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor kecepatan alat

angkut (V), gesekan roda ban dengan permukaan jalan (f) dan superelevasi (e).

Apabila ketiga faktor tersebut diperhitungkan, maka rumus jari-jari tikungan

menjadi sebagai berikut:

V2
R=
127 (e + f)

VR2
Rmin =
127 (e max + fmax)

25 x 360o
D=
2R

181913,53 (e max + fmax)


Dmax =
VR2
24

Dimana : V = kecepatan alat angkut, km/jam

e= superelevasi, %
f = koefisien gesek melintang
D = besar derajat lengkung, o

VR adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emax dan fmax terlihat

pada Gambar 3.4, dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emax

6%, 8% dan 10%. Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan e max =10%. Dengan

menggunakan rumus tersebut dapat dihitung jari-jari tikungan minimal (Rmin) untuk

variasi VR dengan konstanta e max = 10% serta harga fmax sesuai kurva pada Gambar

3.4. Hasil perhitungan terlihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jari-jari tikungan minimum untuk emax = 10%


VR, 120 100 90 80 60 50 40 30 20
km/jam
Rmin, 600 370 280 210 113 77 48 27 13
m
25

Gambar 3.4. Kurva koefisien gesek untuk emax 6%, 8%, dan 10% (AASTHO)

3.2.4. Busur Lengkungan pada Tikungan

Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang

lurus dan bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut berbeda,

baik ditinjau dari konsistensi lebar jalannya maupun bentuk potongan melintangnya.

Yang perlu diperhatikan dalam merancang bagian jalan yang lurus adalah harus

mempunyai panjang maksimum yang dapat ditempuh dalam tempo sekitar 2,50 menit

dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat kelelahan. Sedangkan pada

bagian yang melengkung, biasanya digunakan dua jenis rancangan, yaitu:

a. Tikungan Full Circle (FC)


Tikungan Full Circle (FC) atau tikungan berbentuk lingkaran penuh artinya

bahwa diantara bentuk badan jalan yang lurus terdapat tikungan yang

lengkungannya dirancang cukup dengan sebuah jari-jari saja. Bentuk

tikungan FC ini biasanya dirancang untuk tikungan yang besar, sehingga

tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R) sampai ke bentuk jalan yang lurus

berikutnya.
26

Gambar 3.5. Komponen-komponen tikungan FC

Parameter-parameter yang ditetapkan dalam merancang tikungan FC

meliputi kecepatan (km/jam), sudut , dan jari-jari (m). Sedangkan panjang T,

E dan L (lihat Gambar 5) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:


T = R tan
E = T tan
L = 0,01744 R
Batasan yang dipakai di Indonesia dengan menggunakan tikungan bentuk

lingkaran (FC) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3. Batas tikungan berbentuk FC

VR , km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20


Rmin, m 2500 1500 1100 700 400 300 130 60
b. Tikungan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
Tikungan S-C-S dirancang apabila jari-jari lingkarannya terlalu kecil dari

harga pada tabel 3.3, sehingga diperlukan lengkungan peralihan. Lengkungan

peralihan tersebut dinamakan spiral yang berfungsi sebagai penghubung antara

bagian jalan yang lurus dengan bentuk lingkaran. Panjang lengkung peralihan
27

spiral diperhitungkan dengan mempertimbangkan perubahan gaya sentrifugal

dari nol (pada bagian lurus) sampai bentuk lingkaran yang besarnya adalah:

Ltot = 2LS + LC

Harga Ls dihitung menurut rumus Modifikasi Shortt sebagai berikut:

VR.
VR3
Ls = 0,022 - 2,272 e
R.C C

Dimana : Ls = panjang lengkung spiral, m


VR = kecepatan rencana, km/jam
R = jari-jari lingkaran, m
C = perubahan percepatan, 0,31,0 m/det3 disarankan 0,4
m/det3
e = superelvasi, mm/m

Gambar 3.6. Komponen-komponen tikungan S-C-S

Parameter-parameter lain yang terdapat pada Gambar 6 dapat diterangkan

sebagai berikut:
28

Xs : absis titik SC pada garis singgung jarak dari titik TS ke SC


(jarak lurus dari garis lengkung peralihan)
Ys : ordinat titik FC pada garis tegak lurus garis singgung (jarak
tegak lurus ke titik FC pada garis lengkung peralihan)
Ts : panjang garis singgung dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS : titik antara garis lurus (singgung) dan spiral
SC : titik antara spiral dan lingkaran
Es : jarak dari PI ke busur lingkaran
s : sudut lengkung spiral
Rc : jari-jari lingkaran
p : pergeseran garis singgung terhadap spiral
k : absis dari p pada garis singgung spiral

3.2.5. Superelevasi

Superelevasi adalah besaran yang diperlukan untuk melawan gaya sentrifugal

yang arahnya menuju keluar jalan. Dasar rumusan adalah:

V2
(e + fm)=
127*R

Dimana : e = superelevation (mm/m)


S = Kecepatan kendaraan, km/jam
R = Radius belokan, m

Tabel 3.4. Super Elevation Rates (mm/m)

Kecepatan
truk 15 25 35 40 50 60
(km/jam)
Radius 15m 40 40 - - - -
30 40 40 40 - - -
50 40 40 40 50 - -
29

75 40 40 40 40 60 -
100 40 40 40 40 50 60
200 40 40 40 40 40 50
300 40 40 40 40 40 40

Besarnya superelevasi untuk beberapa belokan atau tikungan dengan variasi

kecepatan alat angkut dan besarnya radius belokan (R) dapat dilihat pada tabel 3.4.

3.2.6. Kemiringan Jalan Angkut

Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut baik

dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan pada

umumnya dinyatakan dalam persen (%).

Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut

truck berkisar antara 10%-15% atau sekitar 6o-8,50o . Akan tetapi untuk jalan naik

atau turun pada lereng bukit lebih aman bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8%

(=4,50o ). Tabel 3.1 memperlihatkan kemiringan atau kelandaian maksimum pada

kecepatan truck yang bermuatan penuh diatas jalan raya mampu bergerak dengan

kecepatan tidak kurang dari eparuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan

gigi rendah.

Tabel 3.5. Kemiringan maksimum vs kecepatan

VR (Km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40


Kemiringan Max
3 3 44 5 8 9 10 10
(%)
30

3.2.7. Cross Slope

Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap

bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk penampang

melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk mempelancar penirisan.

Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada pada permukaan jalan

akan segera mengalir ketepi jalan angkut, tidak berhenti d an mengumpul pada

permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang pada permukaan

jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan

jalan.

Gambar 3.7. Penampang melintang jalan angkut

Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan

horizontal (a) dengan satuan mm/m. Jalan angkut yang baik memiliki cross slope

antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40mm/m.

Anda mungkin juga menyukai