Anda di halaman 1dari 6

Penanganan infertilitas pada pasien dengan

Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK)


Pendahuluan
Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) adalah gangguan endokrin yang
paling umum yang mempengaruhi sekitar 10 15 % wanita selama usia
reproduksinya (1). Tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendiagnosa
Sindroma Ovarium Polikistik, prevalensinya berkisar sampai 30% (2,3).
Kebanyakan dari wanita wanita ini hanya memiliki gambaran ultrasound dari
ovarium polikistik tetapi tanpa tambahan gangguan hormonal atau menstruasi
yang merupakan ciri klasik SOPK. Untuk mencegah keanekaragaman diagnosa
dan laporan dari SOPK, kriteria diagnostik yang paling umum digunakan saat ini,
adalah berasal dari konsensus Rotterdam, diterbitkan pada tahun 2003 dan
direvisi pada tahun 2004 (4). Kriteria diagnostik untuk SOPK berdasarkan
sedikitnya 2 dari 3 kriteria berikut : a) oligo ovulasi dan/atau avulasi, b) bukti
klinis dan/atau biokimia dari kelebihan androgen dan c) penilaian ultrasound
adanya > 12 follikel antral kecil pada setiap ovarium atau volume ovarium > 10
cm3. Kriteria lain yang biasa digunakan berasal dari institusi Kesehatan US,
dikeluarkan pada tahun 1990. Ketentuan NIH membutuhkan kedua kriteria ini
untuk menegakkan diagnosa : a) ovulasi kronis dan b) bukti klinis dan/atau
biokimia dari kelebihan androgen (5).
Etiologi SOPK masih belum diketahui, walaupun bertambahnya bukti yang
mendukung pandangan bahwa SOPK adalah ciri endokrin kompleks yang
melibatkan konstribusi dari beberapa gen dan bahwa gen gen tersebut bekerja
bersama-sama dengan faktor lingkungan, terutama sekali nutrisi (6).
Komponen herediter dari gangguan tersebut terletak pada genetik dasar
yang dapat memasukkan lebih dari satu gen (CYP17, CYP11a, VNTR dll) (7,8).
Steroidogenesis ovarium abnormal dikenal sesungguhnya berasal dari
produksi hiperandrogen ovarium, yang juga dipengaruhi oleh faktor faktor ekstra
ovarium seperti sekresi yang berlebihan dari LH dan insulin.
Gangguan metabolik seperti peningkatan kadar LH (9), prolaktin (10),
insulin dan androgen adalah hal biasa dan dapat menyebabkan konsekuensi
kesehatan dalam jangka panjang pada wanita dengan SOPK. Hipersekresi LH
berhubungan dengan gangguan menstruasi dan infertilitas berikutnya.
Hipersekresi LH timbul pada hampir 40% wanita dengan SOPK dan
mempengaruhi produksi androgen ovarium, tetapi dapat juga memiliki efek
negatif terhadap angka ovulasi dan abortus melalui interferensi langsung
terhadap maturasi oosit (11). Hal ini juga berhubungan dengan berkurangnya
angka implantasi dan kehamilan baik pada kehamilan alami atau berbantu (ART).
Kadar estradiol selama fase folikuler awal pada siklus menstruasi setara dengan
wanita yang sehat. Kadar estron bagaimanapun meningkat lebih banyak akibat
konversi androstenedion ekstra ovarium (12), yang kebanyakan berada pada
jaringan adiposa. Hubungan antara kelebihan berat badan ( IMT 25-30 kg/m 2)
dan obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan SOPK sudah diketahui, tetapi alasannya
belum terbukti. Prevalensi obesitas bervariasi luas melintasi area geografi yang
berbeda, dari 25% di Cina sampai 85% di AS, Australia dan Polandia (13-15).
Saat rasio lingkar pinggang dan pinggang ke pinggul dari wanita wanita dengan
SOPK meningkatkan fungsi reproduksi mereka dan keadaan metabolik berubah
lebih banyak daripada kasus kasus tanpa perubahan tersebut (14).

Pilihan Penanganan Infertilitas


Hiperandrogenisme dan gangguan menstruasi merupakan masalah yang
paling umum pada pasien SOPK usia muda, sedangkan peninggian kadar
androgen, oligomenore atau amenore, dan infertilitas khusus merupakan
masalah SOPK yang paling umum pada wanita dalam usia reproduksi.
Anovulasi adalah penyebab utama infertilitas pada sindroma ini denagn
prevalensi 68% (16). Temuan terkini memperlihatkan gangguan dari awal yaitu
tahap gonadotropin independent dari perkembangan folikel SOPK (17,18) yang
mungkin berperan pada mekanisme anovulasi.
Beberapa metode telah terbukti menjadi pengobatan yang efektif untuk
infertilitas pada wanita wanita dengan SOPK (19,20) :
Konservatif
Modifikasi gaya hidup seperti penurunan berat badan dan
olahraga (penatalaksanaan lini pertama) : penurunan berat badan melalui
olahraga dan pola makan telah terbukti efektif dalam mengembalikan siklus
ovulasi dan mencapai kehamilan pada beberapa pasien SOPK dengan kelebihan
berat badan dan obesitas. Penurunan berat badan hanya sekitar 5%-10% dari
total berat badan sering memicu kembalinya siklus ovulasi. Modifikasi gaya
hidup sangatlah penting untuk induksi ovulasi sejak adanya temuan yang
menunjukkan bahwa wanita obesitas sedikit kemungkinannya menunjukkan
respon yang baik tanpa penurunan berat badan dan olahraga.
Klomifen Sitrat (CC) untuk induksi ovulasi (penatalaksanaan lini
pertama) : induksi ovulasi dapat terlaksana pada 60-80% wanita dengan SOPK
dengan menggunakan anti estrogen, biasanya klomifen sitrat. Dosis awal CC
adalah 50 mg/hari selama 5 hari, dimulai antara hari kedua dan kelima dari
siklus menstruasi saat ini. Pada kasus dimana respons ovulasi tidak berhasil,
dosis harus dinaikkan tetapi tidak lebih 100 mg perhari. Pemantauan siklus harus
diperhitungkan setidaknya selama siklus pertama penatalaksanaan dan ketika
dosis harus dinaikkan dikarenakan kegagalan ovulasi. Respons ovulasi yang
berhasil biasanya berarti kadar serum progesteron >10nmol/L diuji 6-8 hari
sebelum onset menstruasi, deteksi lonjakan LH preovulasi melalui cairan kemih
dan penilaian ultrasound transvagina untuk perkembangan folikel dan ketebalan
endometrium.
Penghambat aromatase untuk induksi ovulasi (penatalaksanaan
lini kedua) : penghambat aromatase seperti Letrozole (Femara) menghalangi
konversi testosteron dan androstenedion menjadi estradiol dan estron. Dengan
cara ini Letrozole mencegah umpan balik negatif pada poros hipotalamus-
hipofise dan memicu peningkatan sekresi dari gonadotropin, yang pada akhirnya
mengarah kepada perkembangan dan pertumbuhan folikel ovarium. Angka
kehamilan yang diharapkan dan abortus serupa dengan CC (sekitar 15%),
walaupun penghambat aromatase memiliki lebih sedikit efek yang merugikan
pada endometrium. Kekhawatiran yang beralasan muncul setelah adanya hasil
penelitian dari Biljan dkk yang melaporkan peningkatan resiko abnormalitas
jantung dan skletal dari bayi yang dilahirkan setelah penggunaan Letrozole pada
induksi ovulasi. Komunitas obstetri dan ginekologi Amerika dan Kanada telah
menyebarkan surat peringatan dengan segera. Penelitian baru baru ini, yang
terpenting oleh Tullandi dan rekan (22) pada 911 bayi, tidak ditemukan
peningkatan resiko abnormalitas kongenital dan anomali pada bayi yang ibunya
menggunakan Letrozole untuk induksi ovulasi (yaitu dengan insidensi 2,4%
untuk Letrozole dan 4,8% untuk kelompok CC).
Zat peka insulin (Metformin) sendiri atau dikombinasikan dengan
CC (penatalaksanaan lini kedua) : Resiko dari toleransi glukosa terganggu
(IGT) dan diabetes adalah tinggi pada perempuan yang memiliki kedua hal ini,
gangguan menstruasi (oligo ovulasi dan anuovulasi) dan hiperandrogenisme, dan
resikonya dijelaskan lebih lanjut melalui obesitas. Penatalaksanaan dengan
Metformin diindikasikan pada mereka yang IGT atau pada kasus diabetes Frank.
Metformin dikombinasikan dengan CC dapat menaikkan angka ovulasi dan
kehamilan, tetapi tidak secara nyata memperbaiki angka kelahiran hidup
dibandingkan dengan CC saja. Metformin dapat juga ditambahkan ke CC pada
wanita wanita yang menunjukkan resistensi terhadap klomifen, yang lebih tua
dan/atau memiliki obesitas yang mendalam. Dosis awal biasanya 250-500 mg
perhari dan meningkat sampai dosis optimal 500 mg, 3 kali sehari. Efek samping
biasanya melingkupi mual, kembung dan diare.
Gonadotropin (penatalaksanaan lini kedua) : Gonadotropin adalah
pilihan penatalaksanaan pada wanita wanita SOPK yang gagal untuk ovulasi dan
untuk hamil dengan obat obatan induksi ovulasi oral. Respons ovarium
seharusnya dipantau melalui pengukuran ultrasound serial terhadap
pertumbuhan folikel dan perkembangan endometrium (ketebalan dan lapisan
endometrium). Penilaian laboratorium sama pentingnya dan terdiri dari
pengukuran serum estradiol serial, didukung dengan LH dan/atau progesteron
jika dibutuhkan. Angka kehamilan dengan gonadotropin (kebanyakan obat yang
digunakan adalah rekombinan FSH) adalah 20-25% per siklus, tetapi dengan
kekurangan dari pemantauan siklus yang intensif, biaya pengobatan, kehamilan
majemuk dan resiko sindroma hiperstimulasi ovarium (OHSS).
Fertilisasi in vitro (IVF) (penatalaksanaan lini ketiga) : Penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan hormon pelepas gonadotropin (GnRH) agonis
mengarah ke angka keberhasilan kehamilan yang lebih tinggi dan angka abortus
yang lebih rendah ketika dibandingkan dengan penatalaksanaan dengan CC (23).
Angka kehamilan dapat mencapai 40% per siklus dengan IVF. Walaupun
demikian IVF tetap pada kebanyakan kasus dicadangkan untuk pasien pasien
yang resisten terhadap klomifen, dan terhadap mereka yang memiliki penyebab
lain infertilitas selain anovulasi (mekanis atau faktor laki laki). Alasan untuk
kontradiksi ini terletak pada kenyataan bahwa pengobatan dengan GnRH analog
adalah rumit, lebih lama, dan mahal, membutuhkan penggunaan dosis
gonadotropin yang lebih tinggi untuk mencapai ovulasi, meningkatkan jumlah
folikel yang diperoleh, dan dengan demikian adanya kesempatan untuk
kehamilan majemuk (24).
Pembedahan
Pengeboran ovarium (penatalaksanaan lini kedua;kasus kasus yang
diindikasikan) : pengeboran ovarium dengan laparoskopi mungkin sama
efektifnya dengan FSH dosis rendah dalam menginduksi ovulasi, tetapi
pengobatan tambahan dengan CC dan/atau FSH juga dibutuhkan setelah
pembedahan pada 2/3 dari kasus kasus (25). Pengeboran ovarium dengan
laparoskopi dapat dipertimbangkan pada wanita wanita SOPK yang resisten
terhadap klomifen, terutama saat adanya indikasi lain untuk dilakukan
laparoskopi, tetapi resiko dari pembedahan itu sendiri ada dan pembentukan
perlengketan post operasi masih menjadi perhatian.

Kesimpulan
Penatalaksanaan infertilitas lini pertama harus dimulai dengan penurunan
berat badan 5-10% dan perubahan gaya hidup (olahraga teratur, pengurangan
atau pencegahan merokok, kopi, dan konsumsi alkohol) akan memulihkan ovulasi
pada kebanyakan pasien pasien SOPK dengan kelebihan berat badan dan
obesitas. Klomifen sitrat tetap merupakan penatalaksanaan lini pertama yang
terjangkau,ramah pasien, dan sangat berhasil dalam induksi ovulasi (~60-80%
pasien pasien SOPK) terlepas efek negatif anti estrogen pada endometrium dan
angka abortus yang lebih tinggi daripada suntikan gonadotropin intramuskulus.
Penatalaksanaan infertilitas lini kedua pada pasien SOPK adalah zat peka
insulin dan penghambat aromatase. Zat peka insulin seperti Metformin dengan
memperbaiki respons tubuh terhadap insulin juga akan menurunkan
hiperandrogenisme ovarium, yang mana meningkatkan kemungkinan ovulasi.
Kombinasi CC dan Metformin akan sedikit tetapi tidak secara signifikan
meningkatkan kesempatan keberhasilan ovulasi daripada hanya dengan
penggunaan CC saja (~5%). Metformin mungkin lebih menguntungkan pada
wanita wanita yang memiliki SOPK yang lebih tua dan yang memiliki dominan
obesitas abdomen atau gagal untuk ovulasi hanya dengan menggunakan CC
saja. Penghambat aromatase , khususnya Letrozole sama efektifnya dengan CC
pada induksi ovulasi dengan angka kehamilan yang sama (~15%) tetapi tanpa
efek anti estrogen pada endometrium. Penelitian klinis lebih lanjut dibutuhkan
untuk menegaskan keefektifan mereka, dosis optimal dan keamanan dalam
penggunaan rutin untuk induksi ovulasi.
Langkah berikutnya pada penatalaksanaan lini kedua adalah gonadotropin
intramuskulus. Gonadotropin secara langsung meningkatkan jumlah FSH yang
beredar didalam tubuh, mendorong pertumbuhan dan perkembangan folikel
folikel matur. Pemantauan siklus folikel dan perkembangan endometrium dengan
teliti melalui ultrasound dan pemeriksaan darah dibutuhkan untuk memicu
ovulasi dengan Human Chorionic Gonadotropin (HCG). Hal ini akan memberikan
waktu yang tepat untuk bersenggama atau inseminasi intrauterin (IUI) (sekitar
36 jam setelah penyuntikan HCG , ovulasi timbul).
Akhirnya, jika pasien tidak hamil dalam 6-12 bulan dari penatalaksanaan
induksi ovulasi sebagaimana disebutkan sebelumnya, penggunaan
penatalaksanaan lini ketiga harus dicadangkan untuk IVF, proses yang kompleks
dan mahal dari pengaturan hiperstimulasi ovarium dengan analog GnRH,
gonadotropin dan penilaian ultrasound dan laboratorium yang teliti terbukti
sangat efektif.

Anda mungkin juga menyukai