Anda di halaman 1dari 25

Proses Terjadinya Infeksi

Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu


dengan pejamu yang rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-tahap sebagai
berikut.

a. Tahap I

Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan


(pejamu/penderita) melalui mekanisme penyebaran (mode of transmission).
Semua mekanisme penyebaran mikroba patogen tersebut dapat terjadi di rumah
sakit, dengan ilustrasi sebagai berikut.

1. Penularan langsung Melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas,


keluarga/pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain melalui darah
saat transfusi darah.

2. Penularan tidak langsung

Seperti yang telah diuraikan , penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai
berikut.

a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-


benda mati (fotnite) seperti peralatan medis (instrument), bahan-bahan/material
medis, atau peralatan makan/minum untuk penderita.

Perhatikan pada berbagai tindakan invasif seperti pemasangan kateter, vena


punctie, tindakan pembedahan (bedah minor, pembedahan di kamar bedah),
proses dan tindakan medis obstetri/ginekologi, dan lain-lain.

b) Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara


vektor seperti lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan nekrotis, luka bakar,
dan gangren adalah kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat.

c) Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan


dan minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut
menyertainya sehingga menimbulkan gejala dan keluhan gastrointestinal, baik
ringan maupun berat.

d) Water-borne, kemungkinan terjadinya penularan/penyebaran penyakit infeksi


melalui air kecil sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah
melalui uji baku mutu.

e,) Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini
cukup tinggi karena ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang
baik ventilasi dan pencahayaannya. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk
dengan jumlah penderita yang cukup banyak.
Dari semua kemungkinan penyebaran/penularan penyakit infeksi yang telah
diuraikan di atas, maka penyebab kasus infeksi nosokomial yang sering
dilaporkan adalah tindakan invasif melalui penggunaan berbagai instrumen
medis (vehicle-borne).

b. Tahap II

Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke


jaringan/organ pejamu (penderita) dengan cara mencari akses masuk untuk
masing-masing penyakit (port dentree) seperti adanya kerusakan/lesi kulit atau
mukosa dari rongga hidung, rongga mulut, orificium urethrae, dan lain-lain.

1. Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat
terjadi sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mikroba patogen
yang dimaksud antara lain virus Hepatitis B (VHB).

2. Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital


karena tindakan invasif, seperti:

a) tindakan kateterisasi, sistoskopi;

b) pemeriksaan dan tindakan ginekologi (curretage);

c) pertolongan persalinan per-vaginam patologis, baik dengan bantuan


instrumen medis, maupun tanpa bantuan instrumen medis.

3. Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju
saluran napas. Partikel in feksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk
aerosol. Penularan langsung dapat terjadi melalui percikan ludah (droplet
nuclei) apabila terdapat individu yang mengalami infeksi saluran napas
melakukan ekshalasi paksa seperti batuk atau bersin. Dari penularan tidak
langsung juga dapat terjadi apabila udara dalam ruangan terkontaminasi. Lama
kontak terpapar (time of exposure) antara sumber penularan dan penderita akan
meningkatkan risiko penularan. Contoh: virus Influenza dan Al. tuberculosis.

4. Dengan cara ingesti, yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna.
Terjadi pada saat makan dan minum dengan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Contoh: Salmonella, Shigella, Vibrio, dan sebagainya.

c. Tahap III

Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi


dan mencari jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan
multiplikasi/berkembang biak disertai dengan tindakan destruktif terhadap
jaringan, walaupun ada upaya perlawanan dad pejamu. Sehingga terjadilah
reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan morfologis dan gangguan
fisiologis/ fungsi jaringan.
Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat-sifat
spesifik mikroba patogen.

a. Infeksivitas

kemampuan mikroba patogen untuk berinvasi yang merupakan langkah awal


melakukan serangan ke pejamu melalui akses masuk yang tepat dan selanjutnya
mencari jaringan yang cocok untuk melakukan multiplikasi.

b. Virulensi

Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melakukan tindakan destruktif


terhadap jaringan dengan menggunakan enzim perusaknya. Besar-kecilnya
kerusakan jaringan atau cepat lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh
potensi virulensi mikroba patogen.

c. Antigenitas

Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki


kemampuan merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh pejamu
melalui terbentuknya antibodi. Terbentuknya antibodi ini akan sangat
berpengaruh terhadap reaksi infeksi selanjutnya.

d. Toksigenitas

Selain memiliki kemampuan destruktif melalui enzim perusaknya, beberapa


jenis mikroba patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat berpengaruh
terhadap perjalanan penyakit.

e. Patogenitas

Sifat-sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigenitas mikroba patogen pada satu


sisi, dan sifat antigenitas mikroba patogen pada sisi yang lain, menghasilkan
gabungan sifat yang disebut patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen
dapat dinilai sebagai deralat keganasan mikroba patogen atau respons pejamu
terhadap masuknya kuman ke tubuh pejamu.

Reaksi infeksi adalah proses yang terjadi pada pejamu sebagai akibat dari
mikroba patogen mengimplementasikan ciri-ciri kehidupannya terhadap
pejamu. Kerusakan jaringan maupun gangguan fungsi jaringan akan
menimbulkan manifestasi klinis, yaitu manifestasi klinis yang bersifat sistemik
dan manifestasi klinis yang bersifat khusus (organik).

Manifestasi klinis sistemik berupa gejala (symptom) seperti domain, merasa


lemah dan terasa tidak enak (malaise), nafsu makan menurun, mual, pusing, dan
sebagainya. Sedangkan manifestasi klinis khusus akan memberikan gambaran
klinik sesuai dengan organ yang terserang. Contoh:
Bila organ paru terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti
batuk,sesak napas,nyeri dada, gclisah, dan sebagainya.

Bila organ alat pencernaan makanan terserang, maka akan muncul gambaran
klinik seperti mual, muntah, kembung, kejang perut, dan sebagainya.

Mikroba patogen yang telah bersarang pada jaringan/organ yang sakit akan
terus berkembang biak, sehingga kerusakan dan gangguan fungsi organ semakin
meluas. Demikian seterusnya, di mana pada suatu kesempatan, mikroba patogen
ketuar dari tubuh pejamu (penderita) dan mencari pejamu baru dengan cara
menumpang produk proses metabolisme tubuh atau produk proses penyakit dari
pejamu yang sakit.

PROSES IMUNITAS SPESIFIK (ANTIBODI)

Inilah Proses Imunitas Spesifik - Proses imunitas spesifik dapat di peroleh


melalui pembentukan antibodi. Antibodi merupakan senyawa kimia yang
dihasilkan oleh sel darah putih. Apakah Anda tahu bagaimana kuman penyakit
dapat terbunuh di dalam tubuh? Semua kuman penyakit memiliki zat kimia
pada permukaannya yang disebut antigen. Antigen sebenarnya terbentuk atas
protein. Tubuh akan merespon ketika tubuh mendapatkan penyakit dengan cara
membuat antibodi. Jenis antigen pada setiap kuman penyakit bersifat spesifik
atau berbeda-beda untuk setiap jenis kuman penyakit.

Baca Juga : Mekanisme pembentukan kekebalan tubuh

Baca Juga : Imunitas Nonsepsifik

Dengan demikian diperlukan antibodi yang berbeda pula untuk jenis kuman
yang berbeda. Tubuh memerlukan macam antibodi yang banyak untuk
melindungi tubuh dari berbagai macam kuman penyakit. Anda pasti tahu bahwa
dalam kehidupan sehari-hari tubuh tidak dapat selalu berada dalam kondisi
terbebas dari kotoran dan mikroorganisme (steril). Tubuh dapat dengan cepat
merespon infeksi suatu kuman penyakti apabila di dalam tubuh sudah terdapat
antibodi untuk jenis antigen tertentu yang berasal dari kuman. Bagaimana
antibodi dapat terbentuk dalam tubuh?

a. Cara Mendapatkan Antibodi

Berdasarkan cara mendapatkan imun atau kekebalan, dikenal dua macam


kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan pasif.

PROSES IMUNITAS SPESIFIK (ANTIBODI)

Vaksinasi dengan cara disuntik

1) Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif terjadi jika seseorang kebal terhadap suatu penyakit setelah
diberikan vaksinasi dengan suatu bibit penyakit. Jika kekebalan itu diperoleh
setelah orang mengalami sakit karena infeksi suatu kuman penyakit maka
disebut kekebalan aktif alami. Sebagai contohnya adalah seseorang yang pernah
sakit campak maka seumur hidupnya orang tersebut tidak akan sakit campak
lagi. Apakah Anda ingat bahwa pada saat masih kecil mendapatkan imunisasi
polio? Sekarang ini di Indonesia sudah dilaksanakan imunisasi polio untuk
anak-anak balita. Hal ini dilakukan agar Indonesia terbebas dari virus polio.

Apa sebenarnya yang terkandung di dalam vaksin? Vaksin mengandung bibit


penyakit yang telah mati atau dinonaktifkan, dimana pada bibit penyakit
tersebut masih mempunyai antigen yang kemudian akan direspon oleh sistem
imun dengan cara membentuk antibodi

2) Kekebalan Pasif

Setiap antigen memiliki permukaan molekul yang unik dan dapat menstimulasi
pembentukan berbagai tipe antibodi. Sistem imun dapat merespon berjuta-juta
jenis dari mikroorganisme atau benda asing. Bayi dapat memperoleh kekebalan
(antibodi) dari ibunya pada saat masih berada di dalam kandungan.

Sehingga bayi tersebut memiliki sistem kekebalan terhadap penyakit seperti


kekebalan yang dimiliki ibunya. Kekebalan pasif setelah lahir yaitu jika bayi
terhindar dari penyakit setelah dilakukan suntikan dengan serum yang
mengandung antibodi, misanya ATS (Anti Tetanus Serum). Sistem kekebalan
tubuh yang diperoleh bayi sebelum lahir belum bisa beroperasi secara penuh,
tetapi tubuh masih bergantung pada sistem kekebalan pada ibunya. Imunitas
pasif hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja.

b. Struktur Antibodi

PROSES IMUNITAS SPESIFIK (ANTIBODI)

Model struktur Antibody

Setiap molekul antibodi terdiri dari dua rantai polipeptida yang identik, terdiri
dari rantai berat dan rantai ringan. Struktur yang identik menyebabkan rantai-
rantai polipeptida membentuk bayangan kaca terhadap sesamanya. Empat rantai
pada molekul antibodi dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida (s
s) membentuk molekul bentuk Y. Dengan membandingkan deretan asam
amino dari molekul-molekul antibodi yang berbeda, menunjukkan bahwa
spesifikasi antigen- antibodi berada pada dua lengan dari Y. Sementara cabang
dari Y menentukan peran antibodi dalam respon imun.
c. Cara Kerja Antibodi

Cara kerja antibodi dalam mengikat antigen ada empat macam. Prinsipnya
adalah terjadi pengikatan antigen oleh antibodi, yang selanjutnya antigen yang
telah diikat antibodi akan dimakan oleh sel makrofag. Berikut ini adalah cara
pengikatan antigen oleh antibodi.

1) Netralisasi Antibodi menonaktifkan antigen dengan cara memblok bagian


tertentu antigen. Antibodi juga menetralisasi virus dengan cara mengikat bagian
tertentu virus pada sel inang. Dengan terjadinya netralisasi maka efek
merugikan dari antigen atau toksik dari patogen dapat dikurangi.

2) Penggumpalan Penggumpalan partikel-partikel antigen dapat dilakukan


karena struktur antibodi yang memungkinkan untuk melakukan pengikatan
lebih dari satu antigen. Molekul antibodi memiliki sedikitnya dua tempat
pengikatan antigen yang dapat bergabung dengan antigen- antigen yang
berdekatan. Gumpalan atau kumpulan bakteri akan memudahkan sel fagositik
(makrofag) untuk menangkap dan memakan bakteri secara cepat.

3) Pengendapan Prinsip pengendapan hampir sama dengan penggumpalan,


tetapi pada pengendapan antigen yang dituju berupa antigen yang larut.
Pengikatan antigen-antigen tersebut membuatnya dapat diendapkan, sehingga
selsel makrofag mudah dalam menangkapnya.

4) Aktifasi Komplemen Antibodi akan bekerja sama dengan protein komplemen


untuk melakukan penyerangan terhadap sel asing. Pengaktifan protein
komplemen akan menyebabkan terjadinya luka pada membran sel asing dan
dapat terjadi lisis.

PROSES IMUNITAS SPESIFIK (ANTIBODI)

Reaksi antibodi pada antigen dan sel asing

dalam penonaktifan antigen

Sistem imun dapat mengenali antigen yang sebelumnya pernah dimasukkan ke


dalam tubuh, disebut memori imunologi. Dikenal respon primer dan respon
sekunder dalam sistem imun yang berkaitan dengan memori imun. Berikut ini
adalah gambaran respon primer dan sekunder.

PROSES IMUNITAS SPESIFIK (ANTIBODI)

Memori primer dan sekunder pada sistem imun

Gambar menunjukkan bahwa setelah injeksi antigen A yang kedua, respon imun
sekunder jauh lebih besar dan lebih cepat daripada respon primer. Dengan
demikian respon sekunder sebenarnya lebih penting peranannya dalam sistem
imun.
Inflamasi (Peradangan)

Penulis : Nurfanida Librianty Tanggal : 2014-04-21

Daftar isi

Inflamasi (peradangan) adalah

Penyebab

Gejala

Pengobatan

(c) underdogstudios Fotolia.comINFLAMASI (PERADANGAN) ADALAH

Inflamasi atau peradangan adalah upaya tubuh untuk perlindungan diri,


tujuannya adalah untuk menghilangkan rangsangan berbahaya, termasuk sel-sel
yang rusak, iritasi, atau patogen dan memulai proses penyembuhan. Kata
inflamasi berasal dari bahasa Latin "inflammo", yang berarti "Saya dibakar,
saya menyalakan".

Peradangan adalah bagian dari respon kekebalan tubuh. Ketika sesuatu yang
berbahaya atau menjengkelkan mempengaruhi bagian dari tubuh kita, ada
respon biologis untuk mencoba untuk menghapusnya, tanda-tanda dan gejala
peradangan, peradangan akut khusus, menunjukkan bahwa tubuh sedang
berusaha untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Peradangan tidak berarti
infeksi, bahkan ketika infeksi menyebabkan peradangan. Infeksi ini disebabkan
oleh bakteri, virus atau jamur, sedangkan peradangan adalah respon tubuh untuk
itu.

PENYEBAB

Peradangan akut yaitu mulai dengan cepat (rapid onset) dan dengan cepat
menjadi parah. Tanda dan gejala hanya hadir selama beberapa hari, namun
dalam beberapa kasus dapat bertahan selama beberapa minggu.

Contoh penyakit, kondisi, dan situasi yang dapat menyebabkan peradangan akut
meliputi: penyakit bronkitis akut, usus buntu akut, tonsilitis akut, infeksi
meningitis akut, sinusitis akut, tumbuh kuku terinfeksi, sakit tenggorokan dari
pilek atau flu, goresan/luka di kulit, latihan sangat intens, atau pukulan.

Peradangan kronik berarti peradangan jangka panjang, yang dapat berlangsung


selama beberapa bulan dan bahkan bertahun-tahun. Hal ini dapat hasil dari:

Kegagalan untuk menghilangkan apa pun yang menyebabkan peradangan


akut;
Sebuah respon autoimun terhadap antigen diri sendiri (sistem kekebalan
tubuh menyerang jaringan sehat);

Sebuah iritasi kronik intensitas rendah yang bertahan.

Contoh penyakit dan kondisi dengan peradangan kronis meliputi: asma, ulkus
peptikum kronik, TB, rheumatoid arthritis, periodontitis kronik, ulcerative
colitis dan penyakit Crohn , sinusitis kronik, dan masih banyak lagi.

GEJALA

Terdapat lima tanda-tanda peradangan akut:

Nyeri - daerah yang meradang cenderung nyeri, terutama ketika disentuh.


Daerah inflamasi menjadi lebih sensitif;

Kemerahan - karena kapiler yang diisi dengan lebih banyak darah dari
biasanya;

Immobilitas - mungkin ada hilangnya beberapa fungsi, seperti tidak bergerak;

Pembengkakan - disebabkan oleh akumulasi cairan;

Panas - banyak darah di daerah yang terkena membuatnya terasa panas saat
disentuh.

Ada juga lima tanda klasik dari peradangan. Berikut istilah latin yang telah
dipakai selama 2000 tahun:

Dolor - istilah Latin untuk "sakit";

Kalor - istilah Latin untuk "panas";

Rubor - dalam bahasa Latin berarti "kemerahan";

Tumor - istilah Latin untuk "bengkak";

Functio laesa - dalam bahasa Latin berarti "fungsi cedera", yang juga bisa
berarti hilangnya fungsi.

PENGOBATAN

Harus ingat bahwa peradangan merupakan bagian dari proses penyembuhan.


Kadang-kadang mengurangi peradangan diperlukan, tetapi tidak selalu.
Pengobatan dapat dengan obat anti-inflamasi, seperti ibuprofen, aspirin, atau
kortikosteroid.

Memberikan es dengan membungkusnya dengan kain atau kantong es lalu


diletakkan pada kulit di mana merupakan daerah inflamasi telah terbukti
mengurangi peradangan. Atlet biasanya menggunakan pengobatan es untuk
mengelola rasa sakit dan peradangan. Peradangan bisa berkurang lebih cepat
jika beristirahat, menggunakan es kompres pada daerah yang terkena.

Proses terjadinya syok

Syok merupakan kondisi medis yang mengancam nyawa, yang terjadi ketika
tubuh tidak mendapat cukup aliran darah sehingga tidak tercukupinya
kebutuhan aerobik seluler atau tidak tercukupinya oksigen untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh sehinggga dapat menyebabkan hipoperfusi jarngan
secara global dan meyebabkan asidosis metabolik. Keadaan ini membutuhkan
penanganan yang cepat karena dapet berkmbang / memburuk dengan
cepat.Syok dapat terjadi meskipun tekanan darah normal dan hipotensi dapat
terjadi tanpa terjadinya hipoperfusi.

Tanda khas (typical sign) syok adalah menurunnya tekanan darah,


meningkatnya denyut jantung, tanda gangguan perfusi pada organ akhir, dan
dekompensasi (peripheral shut-down), seperti menurunnya urin output,
menurunnya kesadaran, dll

Klasifikasi

Syok dapat diglongkan menjadi 5 klasifikasi, meliputi :

Syok hipovolemik (disebabkan oleh kehilagan cairan / darah)

Syok kardiogenik (disebabkan oleh masalah pada jantung)

Syok anafilaktik (disebabkan oleh reaksi alergi)

Syok Septik (disebabkan oleh infeksi)

Syok Neurogenik (disebabkan oleh kerusakan sistem saraf)

Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik disebabkan oleh menurunnya volume darah di sirkulasi


diikuti dengan menurunnya Cardiac Output (Curah Jantung). Beberapa contoh
penyebab dari syok hopovolemik, seperti pendarahan baik eksternal maupun
internal, luka bakar, diare, muntah, peritonitis, dll

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik digolongkan menjadi intrakardia atau ekstrakardia


berdasarkan penyeba/kausa berasal, apakahdari dalam jantung atau luar jantung.
Syok kardiogenik intrakardiak disebabkan karena kematian otot jantung
(myocardiac infarct) atau pun terdapat sumbatan didalam jantung yang
membuat curah jantung menjadi menurun. Beberapa contoh penyebab syok
kardiogenik diantaranya, aritmia, AMI (Acute Myocard Infarct), VSD
(Ventricular Septal Defect), Valvular lesion, CHF(Chronic Heart Disease) yang
berat, Hypertrophic Cardiomyopathy. Syok kardiogenik ini terjadi ketika
ventrikel gagal manejadi pompa disertai dengan menurunnya tekanan darah
sistolik < 90mmHg minimal dalam waktu 30 menit, dan terjadi peningkatan
tekanan kapiler pulmo yang disebabkan oleh kongesti pary, atau edema pulmo.

Syok kardiogenik ekstrakardiak disebabkan oleh adanya obstruksi pada aliran


sirkuit kardiovaskular dengan karakteristik terdapat gangguan pada pengisisan
diastolik ataupun adanya afterload yang berlebihan. Penyebab dari syok
kardiogenik ini diantaranya, Pulmonary embolism, Cardiac temponade, Tension
Penumothorax, dll

Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik ini terjadi akibat reaksi alergi yang dimediasi oleh IgE pada sel
mast dan basofil yang diakibatkan oleh antigen tertentu yang menyebabkan
terjadinya pelepasan mediator - mediator sepagai respon imun. Hal ini
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer, konstriksi bronkhus, ataupun
dilatasi pembuluh darah lokal. Mediator yang terlepas terdiri dari primer dan
sekunder. mediator primer meliputi histamin, serotonin, Eosinofil chemotactic
factor dan enzim proteoitik. Sedangkan mediator sekunder meliputi PAD,
bradikinin, prostagandin, dan leukotriene.

Beberapa penyebab syok anafilaktik diantaranya, insect venom, antibiotik (beta


lactams, vancomycin, sulfonamide), heterologues serum (anti toxin, anti sera),
latex, vaksin yang berbasis telur, tranfusi darah, immunogobulin.

Syok Septik

Terjadinya syok septik diawali dengan adanya infeksi pada darah yang
menyebar ke seluruh tubuh. Penyebab yang sering meliputi peritonitis,
pyelonefritis. Dengan adanya infeksi tersebut tubuh melakukan respon dengan
terlepasnya mediator inflamasi seperti il-1, TNF, PGE2, NO, dan leukotriene
yang menyebabkan berbagai kejadian berikut :

relaksasi vaskular

meningkatnya permeabilitas endotel (sehingga menyebabkan defisit volume


intravaskular)

Menurunya kontraktilitas jantung

Karakteristik tanda dan gejala dari syok septik adalah demam tinggi,
vasodilatasi, meningkatanya / Cardiac Output tetap normal akibat vasodilatasi
dan laju metabolime yang meningkat, serta adanya DIC yang menyebabkan
pendarahan terutama di saluran cerna.
Syok Neurogenik

Syok neuro genik disebabkan oleh cideranya medula spinalis terutama pada
segment thoracolumbal, sehingga menebabkan hilangnya tonus simpatis. Hal ini
menyebabkan hilangnya tonus vasomotor, bradikardi, hipotensi. Biasanya
pasien tampak sadar namun hangat dan kering akibat hipotensi.

Patofisiologi

Syok merupakan kondisi terganggunya perfusi jaringan. Terdapat beebrapa


faktor yan mempengaruhi perfusi jaringan, yaitu

Cardial : Cardiac Output -> volume darah yang dipompakan oleh jantung
baik ventrikel kiri maupun ventrikel kanan dalam interval 1 menit. Cardiac
Output dapat dihitung dengan rumus Stroke Volume x Heart rate. Sehingga
cardiac output dipengaruhi oleh stroke volume dan denyut jantung (Heart Rate )
dalam satu menit. Perfusi jaringan dipengaruhi oleh cardiac output, sebagai
contoh apabila Cardiac output menurun yang disebabkan oleh aritmia, atau AMI
(Acute Myocard Infact) maka volume darah yang dipompa menuju seluruh
tubuh pun akan menurun sehingga jaringan di seluruh tubuh pun mengalami
hipoperfusi.

Vascular : Perubahan Resistensi Vaskular. Tonus vaskular diregulasi oleh :

Aktivitas tonus simpatis

Kotekolamin sistemik -> berperan dalam sistem saraf simpatis

Myogenic faktor -> berperan dalam menjaga aliran darah agar tetap
konstan ketika terjadi berbagai macam faktor yang mempengaruhi perfusi

Substansi yang berperan sebagai vasodilator

Endothelial NO

Humoral : renin, vasopressin, prostaglandin, kinin, atrial natriuretic factor.


Faktor - faktor yang mempengaruhi dalam mikrosirkulasi yaitu

Adanya adhesi platelet dan leukosit pada lesi intravaskuler.

Koagulasi intravaskuler

Adanya konstriksi pada pembuluh darah prekapiler dan post kapiler

Hipoksia -> vasodilatasi artriola -> venokonstriksi -> Kehilangan cairan


intravaskuler

meingkatnya permeabilitas intrakapiler -> edema jaringan


Patogenesis dari syok => biasanya terjadi akibat penurunan Cardiac Output /
Cardic Output yang tidak adekuat. Penurunan cardiac output disebabkan oleh
adanya anormalitas pada jantung sendiri maupun akibat menurunnya venous
return. Abnormalitas yang terjadi pada jantung akan menyebabkan menurunnya
kemampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat.Beberapa
abnormalitas jantung diantaranya MI, aritmia, dll. Sedangkan beberapa
penyebab menurunnya venous return diantaranya, menurunya volume darah,
menurunnya tonus vasomotor, terjadi obstruksi pada beberapa tempat pada
sirkulasi.

Tahapan Patofisiologi

terdapat 4 stage perkembangan shock yang berlangsung secara progresif dan


berkelanjutan, yaitu

inisial

kompensatori

progresif

refraktori

Inisial

Selama tahap ini, terjadi keadaan hipoperfusi yang menyebabkan kurangnya/


tidak cukupnya oksigen untuk memberikan suplai terhadap kebutuhan
metabolisme seluler. Keadaan hipoksia ini menyebabkan, terjadinya fermentasi
asam laktat pada sel. Hal ini terjadi karena ketika tidak adanya oksigen, maka
proses masuknya piruvat pada siklus kreb menjadi menurun, sehingga terjadi
penimbunan piruvat. Piruvat tersebut akan diubah menjadi laktat oleh laktat
dehidrogenase sehingga terjadi penimbunan laktat yang menyebabkan keadaan
asidosis laktat.

Kompensatori

Pada tahap ini tubuh menjalani mekanisme fisiologis untuk mengembalikan


kepada kondisi normal, meliputi neural, humoral, dan bio kimia. Asidosis yang
terjadi dalam tubuh dikompensasi dengan keadaan hiperventilasi dengan tujuan
untuk mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh, karena secara tidak langsung CO2
berperan dalam keseimbangan asam basa dengan cara mengasamkan ata
menurunkan pH dalam darah. Dengan demikian ketika CO2 dikeluarkan
melalui hiperventilasi dapat menaikkan pH darah didalam tubuh sehingga
mengkompensasi asidosis yang terjadi.

Pada syok juga terjadi hipotensi yang kemudian pada ambang batas tertentu
dideteksi oleh barosreseptor yang kemudian tubuh merespon dengan
menghasilkan norepinefrin dan epnefrin. Norepinefrin berperan dalam
vasokonstriksi pembuluh darah namun memberikan efek yang ringan pada
peningkatan denyut jantung. Sedangkan epinefrin memberikan efek secara
dominan pada peningkatan denyut jantung dan memberikan efek yang ringan
terhadap asokonstriksi pembuluh darah. Dengan demikian kombinasi efek
keduanya dapat berdampak terhadap peningkatan tekanan darah. Selain
dilepaskan norepinefrin dan epinefrin, RAA (renin angiotensi aldosteron) juga
teraktivasi dan terjadi juga pelepasan hormon vasopressor atau ADH (anti
diuretic hormon) yang berperan untuk meningkatkan tekanan darah dan
mempertahankan cairan didalam tubuh dengan cara menurunkan urine output.

Progresif

Ketika shock tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok akan mengalami
tahap progresif dan mekanisme kompensasi mulai mengalai kegagalan. Pada
stadium ini, Asidosis metabolik semakin prah, otot polos pada pembuluh darah
mengalami relaksasi sehingga terjadi penimbunan darah dalam pembuluh darah.
Ha ini mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik dikombinasikan dengan
lepas nya histamin yang mengakibatkan bocornya cairan ke dalam jaringan
sekitar. Hal ini mengakibatkan konsentrasi dan viscositas darah menjadi
meningkat dan dapat terjadi penyumbatan dala aliran darah sehingga berakibat
terjadinya kematian banyak jaringan. Jika organ pencernaan juga mengalami
nekrosis, dapat menyebabkan masuknya bakteri kedalam aliran darah yang
kemudian dapat memperparah komplikasi yaitu syok endotoxic.

Refraktori

Pada stadium ini terjadi kegagalan organ untuk berfungsi dan shock menjadi
ireversibel. Kematian otak dan seluler pun berlangsung. Syok menjadi
irevesibel karena ATP sudah banyak didegradasi menjadi adenosin ketika terjadi
kekurangan oksigen dalam sel. Adenosin yang terbentuk mudah keluar dari sel
dan menyebabkan vasodilatasi kapiler. Adenosin selanjutnya di transformasi
menjadi asam urat yang kemudian di eksresi ginjal. Pada tahap ini, pemberian
oksigen menjadi sia- sia karena sudah tidak ada adenosin yang dapat
difosforilasi menjadi ATP.

Terjadinya Proses Penuaan

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memeperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Constantindes, 1994)

Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau
tahap hidup manusia, yaitu; bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia.
Orang mati bukan karena lanjut usia tetapi karena suatu penyakit, atau juga
suatu kecacatan.

Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Walaupun
demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering
menghinggapi kaum lanjut usia.

Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa.
Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan
jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit.

Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang
mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat
berbeda, baik dalam hal pencapain puncak maupun menurunnya

I. Teori-Teori Proses Menua

A. Teori Biologi

1.Teori Seluler

Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan
sel-sel tubuh diprogram untuk membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia
dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel
yang akan membelah akan terlihat sedikit. (Spence & Masson dalam Waton,
1992). Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan
biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi
untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai dengan berkurangnya umur.

Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung,
sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut
dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko
mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak
sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata sepanjang kehidupan
ini, sel pada sistem ditubuh kita cenderung mangalami kerusakan dan akhirnya
sel akan mati, dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat
diganti.

2. Teori Genetik Clock

Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk species-species
tertentu. Tiap species mempunyai didalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik
yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung
mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep
ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai
kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal.
Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara
menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan
harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun, beruang; 47 tahun,
kucing 40 tahun, anjing 27 tahun, sapi 20 tahun)

Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk
beberapa waktu dengan pangaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan tertentu.

Usia harapan hidup tertinggi di dunia terdapat dijepang yaitu pria76 tahun dan
wanita 82 tahun (WHO, 1995)

Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai


hal ini Hayflck (1980) melakukan penelitian melalaui kultur sel ini vitro yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kamampuan membelah sel dalam
kultur dengan umur spesies.

Untuk membuktikan apakan yang mengontrol replikasi tersebut nukleus atau


sitoplasma, maka dilakukan trasplantasi silang dari nukleus.

Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa nukleuslah yang menentukan jumla
replikasi, kemudian menua, dan mati, bukan sitoplasmanya (Suhana, 1994)

3. Sintesis Protein (Kolagen Dan Elastin)

Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses
kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen perotein dalam jaringan tersebut. Pada lansia beberapa protein
(kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk
dan struktrur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak
kolagen pada kartilago dan elastin pada klulit yang kehilangan fleksibilitasnya
serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia. (Tortora &
anagnostakos, 1990) hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan
permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga
terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal.

4. Keracunan Oksigen

Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel didalam tubuh untuk
mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar
yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu.

Ketidak mampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur


membran sel mangalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik.
(Tortora & anagnostakos, 1990)
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses
pengambilan nutrien dengan proses ekskresi zat toksik didalam tubuh. Fungsi
komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses diatas,
dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi dari kesalahan
genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang
mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini
akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.

5. Sistem Imun

Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.


Walaupun demikian, kemunduran kamampuan sistem yang terdiri dari sistem
limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses penuaan.

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat


menyebabkan berkurangnya kamampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun
tubuh menganggap sel yang megalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun (Goldstein, 1989)

Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang luas mengenai
jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi
histoinkomtabilitas pada banyak jaringan.

Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi
bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987)

Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan
pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun,
sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker
yang meningkat sesuai dengan meningkatnya umur (Suhana, 1994)

Teori atau kombinasi teori apapun untuk penuaan biologis dan hasil akhir
penuaan, dalam pengertian biologis yang murni adalah benar. Terdapat
perubahan yang progresif dalam kemampuan tubuh untuk merespons secara
adaptif (homeostatis), untuk beradaptasi terhadap stres biologis. Macam-macam
stres dapat mencakup dehidrasi, hipotermi, dan proses penyakit. (kronik dan
akut)
II. Teori Psikologis

1. Teori Pelepasan

Teori pelepasan memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia


merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur sengaja dilakukan oleh
mereka, untuk melepaskan diri dari masyarakat.

2. Teori Aktivitas

Teori aktivitas berpandangan bahwa walaupun lansia pasti terbebas dari


aktivitas, tetapi mereka secara bertahap mengisi waktu luangnya dengan
melakukan aktivitas lain sebagai kompensasi dan penyusuauian.

III. Aspek Psikologis Akibat Lanjut Usia

Aspek psikologis pada lansia tidak dapat berlangsung tampak. Salah satu
pengertian yang umum tentang lansia adalah bahwa mereka mempunyai
kemampuan memori dan kecerdasan mental yang kurang.

Penelitian tentang kemampuan aspek kognitif dan kemampuan memori pada


lansia dalam kelompok dan kemampuan mereka untuk memcahkan masalah,
ternyata tidak mendukung gambaran diatas. Adalah benar bahwa banyak lansia
mempunyai cara berbeda dalam memecahkan masalah, bahkan mereka dapat
melakukannya dengan baik walaupun kondisinya menurun. Akan tetapi, juga
terdapat bukti bahwa lansia mengalami kemunduran mental yang substansil atau
luas.

IV. Keperibadian, Intelegensia, Dan Sikap

Meskipon sulit untuk mendefenisikan dan mengukur keperibadian, namun


upaya ini tetap dilakukan untuk mengubah sedikit pemikiran tentang lansia.
Walaupun mengalami kontroversi, tes intelegensia dengan jelas memperlihatkan
adanya penurunan kecerdasan pada lansia (Cockburn & Smith, 1991). Hal ini
tidak diungkapkan secara signifikan dan bahkan mungkin tidak berpengaruh
secara nyata terhadap kehidupan lansia. Sikapnya tentu berbeda dengan sering
bertentangan dengan sikap generasi yang lebih muda. Semua kelompok lansia
sering kali mempertahankan sikap yang kuat, sehingga sikapnya lebih stabil dan
sedikit sulit untuk berubah. Satu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda
dari orang yang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal ini
menunjukkan bahwa lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan
realitas kematian. Hal ini mungkin merupakan suatu gambaran adaptif pada
penuaan.

2.2 Batasan Tua Atau Lanjut Usia

Beberapa pendapat mengenai batasan umur lansia.


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia

Lanjut usia meliputi:

Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59


tahun.

Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun

Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun

Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun

Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad

Membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut:

0-1 tahun = masa bayi

1-6 tahun = masa prasekolah

6-10 tahun = masa sekolah

10-20 tahun = masa pubertas

40-65 tahun = masa setengah umur (prasenium)

65 tahun keatas = masa lanjut usia ( senium)

Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog Ui)

Lanut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi
menjadi empat bagian

Fase iuventus, antara 25 sampai 40 tahun

Fase vertilitas, antara 40 sampai 50 tahun

Fase prasenium, antara 55 sampai 65 tahun

Fase senium, 65 tahun hingga tutup usia

Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro

Pengelompokan lanjut usia sebagai berikut;

Usia dewasa muda (elderly adulhood), 18 atau 29-25 tahun.

Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25-60 tahun atau 65
tahun

Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun

70-75 tahun (yaoung old)


75-80 tahun (old)

Lebih dari 80 (very old)

Menurut UU No. 4 Tahun 1965

Dalam pasal 1 dinyatakan sebagai berikut: seorang dapat dikatakan sebagai


jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain

(sekarang tidak relevan lagi)

Menurut UU No. 13/Th.1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi


sebagai berikut;

BAB 1 Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi:

Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas

Birren and Jenner (1997) membedakan usia menjadi tiga;

Usia biologis;

Yang menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam
keadaan hidup dan mati

Usia psikologis

Yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-


penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

Usia sosial

Yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat


kepada seseorang sebungan dengan usianya.

2.3 Kondisi Fisiologis Dan Patologis Pada Lanjut Usia

Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Perubahan-perubahan fisik

1. Sel

2. Lebih sedikit jumlahnya

3. Lebih besar ukurannya

4. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler

5. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, darah, dan hati.


6. Jumlah sel otak menurun.

7. Terganggunya mekanisme perbaikan sel

8. Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%

2. Sistem persarafan

1. Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel otaknya dalam
setiap harinya)

2. Cepatnyan menurun hubungan persarafan

3. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.

4. Mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan, hilangnya


pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan rendahnya dengan ketahanan terhadap dingin.

5. Kurang sensitif terhadap sentuhan

3. Sistem pendengaran

1. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya)


pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas 60 tahun

2. Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

3. Terjadi pengumpulan serumen dapat mengeras karena menginkatnya


keratin.

4. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami


ketegangan jiwa/stres.

4. Sistem penglihatan

1. Sfingter pupil timbul skelerosis dan hilangnya tespon terhadap sinar.

2. Kornea lebih berbentuk sferis (bola)

3. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas


menyebabkan gangguan penglihatan.

4. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap


kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap

5. Hilangny daya akomodasi

6. Menurunnya lapangan pandang; berkurang luas pandangannya.


7. Berkurangnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala.

5. Sistem kardiovaskuler

1. Elastisitas dinding aorta menurun

2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku

3. Kemampuan jantung untuk memompa menurun 1% setiap tahun sesudah


berumut 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4. Kehilangan elatisitas pembuluh darah; kurang efektifitas pembuluh darah


perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
(menyebabkan pusing mendadak)

5. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari


pembuluh darah perifer; sistolis normal 170 mmHg, diastolis normal 90 mmHg.

6. Sistem pengtaturan temperatur tubuh

Pada sistem pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu


termostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertntu, kemunduran terjadi sebagai
faktor yang mempengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain;

1) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik 35o ini akibat


metabolisme yang menurun

2) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang


banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem respirasi

1) Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku

2) Menurunnya aktivitas dari silia

3) Paru-paru kehilangan aktivitas; kapasitas residu meningkat, menarik nafas


menjadi berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman
bernafas menurun

4) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang

5) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.

6) CO2 pada arteri tidak berganti

7) Kemampuan untuk batuk berkurang

8) Kemampuan pegas, dinding, dada, dan kekuatan otot pernapasan akan


menurun seiring degan bertambahnya usia.
8. Sistem gastrointestinal

1) Kehilangan gigi; penyebab utama adalah Periodental disease yang bisa


terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk
dan gizi yang buruk.

2) Indera pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis, dari selaput lendir,
atropi indera pengecap (80%), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di
lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam, dan pahit.

3) Eofagus melebar

4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam labung


menurun, waktu mengosongkan menurun.

5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi

6) Fungsi absobsi melemah (daya absobsi terganggu)

7) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,


berkurangnya aliran darah.

9. Sistem reproduksi

1) Menciutnya ovari dan uterus

2) Atrofi payudara

3) Pada laku-laki testis masih dapat memproduksi spermatosoa, meskipun


adanya penurunan secara beransur-ansur

A. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (asal


kondisi keksehatan baik), yaitu;

Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia

Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan


seksual

Tidak perlu cemas karena merupakan perubahan alami

B. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi


menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali, dan terjadi perubahan-
perubahan warna.

10. Sistem genito urinaria

1) Ginjal, merupaan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh,


melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan unit terkecil dari
ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glumerulus, kemudia mengecil dan
nefron menjadi atrofi. Aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. Fungsi
tubulus berkurang akibatnya; kurang kemapuan mengkonsentrasi urine, berat
jenis urine menurun, proten uria.

2) Vesika urinaria (kandung kemih); otot-ototnya menjadi lemah,


kapasitasnya menurun sampai 200ml atau menyebabkan frekuensi buang air
kecil meningkat. Vesika urinari susah dikosongkan sehingga meningkatkan
retensi urine.

3) Pembesaran prostat kurang lebih 75% dialami oleh pria usia di atas 65
tahun

4) Atrofi vulva

11. Sistem endokrin

1) Produksi hampir semua hormon menurun

2) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah

3) Pituitari; hormon pertumbuhan ada tetapi lebih rendah tetapi rendah dan
hanya dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH,
LH.

4) Menurunnya aktifitas tiroid, BMR menurun.

12. Sistem kulit

1) Kulit mengerut atau keriput akibat kahilangan jaringan lemak

2) Kulit kasar dan bersisik,

3) Mekanisme proteksi kulit menurun

Produksi serum menurun

Gangguan pigmentasi kulit

4) Kulit kepala dan rambut menipis

5) Kelenjar keringat berkurang jumlahnya

13. Sistem muskuloskeletal

1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh

2) Kifosis

3) Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek

4) Persendian membesar dan menjadi pendek

5) Tendon mengerut dan mengalami skelrosis


14. Perubahan mental

Faktor yang mempengaruhi perubahan mental

1) Perubahan fisik, organ perasa

2) Kesehatan umum

3) Tingkat pendidikan

4) Keturunan

5) Lingkungan

1. Momory: jangka panjang (*berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa


perubahan. Kenangan jangka pendek (0-10 menit) kenangan buruk

2. Intelegency; tidak berubah dengan informasi matematik dan perkataan


verbal.

3. Berkurangnya keterampilan psikomotor.

5.2 Terjadinya Penuaan Dini Pada Sebagian Manusia

Penuaan dini adalah proses dari penuaan kulit yang lebih cepat dari seharusnya.
Banyak orang yang mulai melihat timbulnya kerutan kulit wajah pada usia yang
relatif muda, bahkan pada usia awal 20-an. Hal ini biasanya disebabkan
berbagai faktor baik internal maupun eksternal.

Faktor internal ini biasanya disebabkan oleh adanya gangguan dari dalam tubuh.
Misalnya sakit yang berkepanjangan, serta kurangnya asupan gizi. Sedangkan
faktor eksternal bisa terjadi karena sinar matahari, polusi, asap rokok, makanan
yang tidak sehat dan lain sebagainya.

Struktur Kulit

Fakta Ilmiah Tentang Kulit

1. Pada usia muda, kulit baru akan muncul ke lapisan epidermis setiap 28
30 hari. Dengan bertambahnya usia, proses regenerasi berkurang secara cepat.
Dan setelah usia di atas 50 tahun prosesnya menjadi sekitar 37 hari.

2. Lapisan dermis kulit adalah lapisan kulit yang bertanggung jawab


terhadap sifat elastisitas, dan kehalusan kulit. Berfungsi mensuplai makanan
untuk lapisan epidermis, dan sebagai fondasi bagi kolagen serta serat elastin.

3. Vitamin C merangsang dan meningkatkan produksi kolagen kulit dengan


cara meningkatkan kemampuan perkembangbiakan sel fibroblast tua dermis.

Struktur Kolagen
Kolagen adalah komponen utama lapisan kulit dermis (bagian bawah epidermis)
yang dibuat oleh sel fibroblast. Pada dasarnya kolagen adalah senyawa protein
rantai panjang yang tersusun lagi atas asam amino alanin, arginin, lisin, glisin,
prolin, serta hiroksiproline. Sebelum menjadi kolagen, terlebih dahulu terbentuk
pro kolagen.

Bilamana produksi kolagen menurun seiring dengan bertambahnya usia,


dampaknya adalah meningkatnya proses kulit kering serta sifat elastisitasnya.
Lapisan dermis inilah yang bertanggung jawab akan sifat elastisitas dan
kehalusan kulit (skin smoothness) yang merupakan kunci utama untuk disebut
awet muda serta memiliki kulit indah (beautiful skin).

Proses Penuaan Kulit

Proses Penuaan pada Kulit

Penuaan kulit pada dasarnya terbagi atas 2 proses besar, yaitu penuaan
kronologi (chronological aging) dan 'photo aging'. Penuaan kronologi
ditunjukkan dari adanya perubahan struktur, dan fungsi serta metabolik kulit
seiring berlanjutnya usia. Proses ini termasuk, kulit menjadi kering dan tipis;
munculnya kerutan halus, adanya pigmentasi kulit (age spot).

Sedangkan proses 'photo aging' adalah proses yang menyangkut berkurangnya


kolagen serta serat elastin kulit akibat dari paparan sinar UV matahari. Paparan
sinar sinar UV yang berlebihan, dapat menyebabkan kerusakan kulit akibat
munculnya enzim proteolisis dari radikal bebas yang terbentuk. Enzim ini
selanjutnya memecahkan kolagen serta jaringan penghubung di bawah kulit
dermis.

Sehingga dari pengetahuan kita mengenai fakta dan proses penuaan kulit yang
merupakan penyebab penuaan dini, kita perlu melakukan tindakan yang tepat
untuk menangani penuaan dini. Salah satu tindakan yang tepat untuk menangani
penuaan dini adalah memakai produk antiaging yang tepat.SerC, serum
vitamin C adalah produk perawatan kulit yang tepat, berguna memperlambat
proses penuaan dini dan menyamarkan keriput (atau kerutan) kulit wajah.

Anda mungkin juga menyukai