Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

A. Defisi
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara
autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak berbentuk, dengan akibat terjadi
anemia hemolitik.
Talasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai
oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.
Talasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel
darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010).
1. Klasifikasi Talasemia
Berdasarkan Jenis Rantai Globin yang Terganggu
a) Talasemia Alfa
Pada thalasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin
dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat
dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai
beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat
terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari
rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki
beberapa jenis antara lain :
b) Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb
Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa dan
janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini
akan meninggal beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga
janin meninggal dalam kandungan pada minggu ke 36 40. Bila
dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar
Hb adalah 80 90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.
c) Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia
hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH
dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah
eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis
dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
d) Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan.
Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
e) Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih
bisa menjalankan fungsi normal.
f) Talasemia Beta
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi
berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia
dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak
diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak anak
talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami
anemia berat mulai usia 3 18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang
wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya
penderita akan tergantung pada transfusi darah. Setelah ditransfusi,
penderita talasemia menjadi segar kembali. Kemudian darah yang
sudah ditransfusikan tadi setelah beberapa waktu akan hancur lagi.
Kembali terulang penderita kekurangan oksigen, timbul gejala lagi,
perlu transfusi lagi, demikian berulang ulang seumur hidup. Bisa tiap
minggu penderita memerlukan transfusi darah, bahkan bisa lebih
sering. Lebih membahayakan lagi, darah yang ditransfusi terus
menerus tadi ketika hancur akan menyisakan masalah besar yaitu zat
besi dari darah yang hancur tadi tidak bisa dikeluarkan tubuh. Akan
menumpuk, kulit menjadi hitam, menumpuk di organ dalam penderita
misalnya di limpa, hati, jantung. Penumpukan di jantung sangat
berbahaya, jantung menjadi tidak bisa memompa lagi dan kemudian
penderita talasemia meninggal
Pembagian Talasemia secara klinis
1) Talasemia Mayor
Merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar
hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah
merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel
sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat
pendek, sehingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah
untuk memperpanjang hidupnya. Penderita talasemia mayor akan
tampak normal saat lahir, namun di usia 3 18 bulan akan mulai
terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala
lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.
Penderita talasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian
lebih khusus. Pada umumnya, mereka harus menjalani transfusi
darah dan pengobatan seumur hidupnya. Tanpa perawatan yang
baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan
sekitar 1 8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi lagi tergantung dari berat ringannya penyakit.
Semakin berat penyakitnya, maka sering pula si penderita harus
menjalani transfusi darah.
2) Talasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit talasemia, namun individu
hidup normal, tanda tanda penyakit talasemia tidak muncul.
Walaupun talasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah
dengan talasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan
25% anak mereka menderita talasemia mayor. Pada garis
keturunan pasangan ini akan muncul penyakit talasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia,
lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Talasemia minor
sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup
penderitanya, tetapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang
hidupnya.

B. Etiologi
1) Gangguan genetik
Orang tua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit talasemia
sehingga klien memiliki gen resesif homozygote.
2) Kelainan struktur hemoglobin
Menurut kelainan pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi
menjadi 2 macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai
alfa) dan beta (penurunan sintesis rantai beta).
3) Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu
Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit
pendek (kurang dari 100 hari)
4) Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)
Eritrosit yang mengandung HbS melewati sirkulasi lebih lambat
apabila dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan
deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya
menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.

C. Anatomi dan Fisiologi


Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan
diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen
masuk dan keluar dari sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara
membrane dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karena
didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Komponen
eritrosit adalah membrane eritrosit, sistem enzim(Enzim G6PD,
Hemoglobin yang terdiri dari heme yang merupakan gabungan
protoporfirin dengan besi. Globin bagian protein yang yang terdiri atas dua
rantai alfa dan 2 rantai beta. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin
dalam tiap sel darah merah. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat
oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen.
Eritrosit hidup selam 74-154 hari, jumlah normal orang dewasa kira-kira
11,5-15 gram dalam 100 cc darah.
Fisiologi sel darah merah
1) Produksi sel darah merah
Dalam keadaan normal, eritropoesis pada orang dewasa terjadi didalam
sumsum tulang, dimana sistem eritrosit menempati 20%-30% bagian
jaringan sumsum tulang yang aktif membentuk sel darah. Sel eritrosit
berinti berasal dari sel induk multipotensial dalam sumsum tulang. Sel
induk multipotensial ini mampu berdiferensiasi menjadi sel induk
unipotensial. Sel induk unipotensial tidak mampu berdifensiasi lebih
lanjut, sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan
berdiferensiasi menjadi sel pronormoblas. Sel pronomoblas akan
membentuk DNA yang diperlukan untuk tiga sampai empatkali fase
mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas akan
terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit matng kemudian akan dilepaskan dalam
sirkulasi.
2) Sifat-sifat sel darah merah
a) Normositik : Sel yang ukurannya normal
b) Normokromik : Sel dengan jumah hemoglobin yang normal
c) Mikrositik : Sel yang ukurannya terlalu kecil
d) Makrositik : Sel yang ukurannya terlalu besar
e) Hipokromik : Sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
sedikit
f) Hiperkromik : Sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
banyak.

3) Penghancuran Sel Darah Merah


Proses penghancuran eritrosit terjadi karena proses penuaan
(senescence) dan proses patologis (hemolisis). Hemolisis yang terjadi
pada eritrosis akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen
hemoglobin menjadi Komponen protein, yaitu globin yang akan
dikembalikan ke pool protein dan dapat digunakan kembali.
Komponen Heme akan dipecah menjadi dua yaitu: Besi yang akan
dikembalikan ke pool besi dan digunakan ulang. Biliriubin yang akan
diekskresikan melalui hati dan empedu.
4) Hemoglobin
Hemoglobin terdiri atas bahan yang mengandung besi yang di
sebut heme dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul
hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Setiap molekul hemoglobin
memiliki empat tempat pengikatan untuk oksigen. Hemoglobin yang
mengikat oksigen di sebut oksihemoglobin. Hemoglobin dalam darah
dapat mengikat oksigen secara parsial atau total. Tugas akhir
hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta
membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut di lepaskan dari
hemoglobin

D. Patofisiologi (Narasi)
Darah manusia terdiri dari 2 komponen utama yaitu plasma darah
dan sel darah. Plasma darah sebagian besar terdiri dari air, sedangkan sel
darah terdiri dari sel darah merah (SDM), sel darah putih (leukosit) dan
trombosit (platelet). Setiap komponen darah mempunyai fungsi spesifik
dan secara bersamaan akan mendukung darah menjalankan fungsinya
dalam membawa substansi yang dibutuhkan dalam metabolisme sel di
jaringan, mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dan melindungi tubuh
terhadap infeksi dan luka (McCance, 2002 dalam Potts & Mandleco,
2007).
Sel darah merah (SDM) mempunyai fungsi utama untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh dan hal ini dimungkinkan
karena bentuk, ukuran dan strukturnya. Kemampuan SDM untuk
menyuplai oksigen didukung oleh adanya hemoglobin (Hb) yang
berlimpah dalam darah, dimana dalam sebuah SDM terdapat 300 molekul
hemoglobin. Dalam satu hemoglobin mempunyai empat rantai polipeptida
(dua rantai alpha dan dua rantai beta), yang didalamnya terdapat empat
kompleks heme dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen
(Potts & Mandleco, 2007).
Pada thalasemia terjadi gangguan jumlah sintesis rantai
hemoglobin, yaitu pada rantai alpha atau rantai beta (berdasarkan rantai
globin yang terkena) dan mayor atau minor tergantung pada banyaknya
jumlah gen yang mengalami gangguan. Dari semua jenis thalasemia, beta
thalasemia mayor merupakan jenis yang tersering dialami oleh anak-anak
(Kline, 2002).
Pada beta thalasemia mayor (sering disebut thalasemia mayor)
terdapat defisiensi parsial atau total sintesis rantai beta molekul
hemoglobin. Sebagai akibatnya terdapat kompensasi berupa peningkatan
sintesis rantai alpha, sementara produksi rantai gamma tetap aktif sehingga
akan menghasilkan pembentukan hemoglobin yang tidak sempurna
(cacat). Rantai polipeptida yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil dan
ketika terurai akan merusak sel darah merah (hemolisis) sehingga terjadi
anemia berat. Untuk mengimbangi proses hemolisis, sumsum tulang akan
membentuk eritrosit dengan jumlah yang sangat berlimpah kecuali jika
fungsi sumsum tulang disupresi melalui terapi transfusi (Hockenberry &
Wilson, 2009). Zat besi yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah
tambahan dari transfusi dan akibat penghancuran sel-sel darah merah cacat
dengan cepat akan tersimpan dalam berbagai organ tubuh (hemosiderosis).
Thalasemia merupakan penyakit keturunan, apabila kedua orangtua
penderita thalasemia trait maka dalam setiap kehamilan ada kemungkinan
sebesar 25% mereka akan mempunyai anak dengan darah yang normal,
50% kemungkinan penderita thalasemia trait dan 25% kemungkinan
menderita thalasemia mayor (Cooleys Anemia Foundation, 2011), seperti
yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 1. Kemungkinan pewarisan thalasemia


Sumber : The Thalassemia. Oliviery, N. (2007)

E. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosa thalasemia maka pemeriksaan yang dapat
dilakukan diantaranya:
1. Laboratorium meliputi hematologi rutin (mengetahui kadar Hb dan
ukuran sel-sel darah), gambaran darah tepi (melihat bentuk, warna, dan
kematangan sel-sel darah), feritin/ serum iron (melihat status/kadar
besi), dan analisis hemoglobin (menegakkan diagnosis dan
menentukan jenis thalasemia).
2. Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal pada
janin.
3. Bone Marrow Punction (BMP), akan memperlihatkan perubahan sel-sel
darah berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk yang akan membantu
membedakan jenis thalasemia yang diderita pasien.

F. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk menyembuhkan thalasemia belum ditemukan,
namun secara umum penatalaksaan untuk penyakit thalasemia (James &
Ashwill, 2007; Potts & Mandleco, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009)
adalah :

1. Transfusi darah (TD)


Transfusi darah dilakukan secara teratur dan rutin, untuk
menjaga kesehatan dan stamina penderita thalasemia, sehingga
penderita tetap bisa beraktivitas. Tranfusi akan memberikan energi
baru kepada penderita karena darah dari transfusi mempunyai kadar
hemoglobin normal yang mampu memenuhi kebutuhan tubuh
penderita. Transfusi dilakukan apabila kadar hemoglobin penderita <7
mg/dL (Dubey, Parakh & Dublish, 2008), dan dilakukan untuk
mempertahankan kadar hemoglobin diatas 9,5 gr/dL (Hockenberry &
Wilson, 2009). Durasi waktu antar transfusi darah antara 2-4 minggu,
tergantung pada berat badan anak, usia, dan aktivitas anak.
2. Konsumsi obat kelasi besi
Obat kelasi besi diberikan untuk mengeluarkan zat besi dari
tubuh penderita yang terjadi akibat transfusi darah secara teratur dan
rutin dalam jangka waktu lama. Obat kelasi besi yang umum
digunakan adalah desferal (Morris, Singer & Walters, 2006 dalam
Hockenberry dan Wilson, 2009), yang diberikan secara sub kutan
(dibawah kulit) bersamaan atau setelah transfusi darah.
3. Cangkok sumsum tulang
Pencangkokan sumsum tulang dilakukan untuk meminimalisasi
kebutuhan seumur hidup penderita thalasemia terhadap transfusi darah
(Potts & Mandleco, 2007). Dengan melakukan pencangkokan sumsum
tulang maka jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan
jaringan sumsum donor yang cocok, yang biasanya adalah saudara
kandung atau orangtua penderita. Pencangkokan sumsum tulang ini
sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu pada saat anak belum
mengalami kelebihan kadar zat besi akibat transfusi darah, karena
transfusi darah akan memperbesar kemungkinan untuk terjadinya
penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor.
4. Cangkok cord blood
Sama dengan cangkok sumsum tulang, namun stem sel yang
digunakan diambil dari plasenta atau tali pusat dari donor yang cocok.
Donor cord blood ini tidak harus mempunyai hubungan genetik yang
dekat, dan mempunyai kemungkinan yang lebih kecil terhadap
penolakan (CAF & Linker, 2001 dalam Hockenberry dan Wilson,
2009).

G. Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4
tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas
atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak
beresiko terkena talasemia mayor
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak
setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata
lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali)
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB
di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak,
pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi.
Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).
H. Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2 Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna makanan
3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen
4 Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan

I. Intervensi Keperawatan NIC dan NOC

No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan Intervensi
1 Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan b.d Perfusi Jaringan : Perifer 1. Monitor Tanda Vital
berkurangnya komponen Status sirkulasi Definisi: Mengumpulkan
seluler yang Kriteria Hasil: dan menganalisis sistem
menghantarkan Klien menunjukkan perfusi kardiovaskuler, pernafasan
oksigen/nutrisi jaringan yang adekuat yang dan suhu untuk
ditunjukkan dengan terabanya menentukan dan mencegah
nadi perifer, kulit kering dan komplikasi
hangat, keluaran urin adekuat, Aktifitas:
dan tidak ada distres Monitor tekanan darah ,
pernafasan. nadi, suhu dan RR tiap 6
jam atau sesuai indikasi
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Monitor pola
pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer

2. Monitor status
neurologi
Definisi: Mengumpulkan
dan menganalisis data
pasien untuk meminimalkan
dan mencegah komplikasi
neurologi
Aktifitas:
Monitor ukuran, bentuk,
simetrifitas, dan
reaktifitas pupil
Monitor tingkat
kesadaran klien
Monitor tingkat
orientasi
Monitor GCS
Monitor respon pasien
terhadap pengobatan
Informasikan pada
dokter tentang
perubahan kondisi
pasien
3. Manajemen cairan
Definisi:
Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat
kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
Mencatat intake dan
output cairan
Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi (turgor kulit
jelek, mata cekung, dll)
Monitor status nutrisi
Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti
mengecek darah dengan
identitas pasien,
menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi)
Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi
Awasi respon klien
selama pemberian
komponen darah
Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb,
Besi serum, angka
trombosit)
2 Ketidakseimbangan NOC NIC:
nutisi kurang dari Status nutrisi 1. Management nutrisi
kebutuhan tubuh Masa berat badan Pastikan pilihan
berhubungan dengan Kriteria Hasil: makanan pasien
ketidak mampuan Intake nutrisi pasien Monitor intake nutrisi
mencerna makanan adekuat pasien
Intake makanan pasien Tawarkan pasien
adekuat makanan tinggi protein,
Presentasi BB anak ideal tinggi kalori, makanan
dan minuman yang
bergizi yang bisa
dikonsumsi
2. Management berat
badan
Diskusikan resiko-resiko
bila berat badan
dibawah rata-rata ideal

3 Intoleransi aktivitas NOC: NIC :


berhubungan dengan Status sirkulasi pasien baik 1. Terapi Oksigen
ketidakseimbangan Status pernafasan pasien Pertahankan kecepatan
antara suplai oksigen baik jalan nafas
dengan kebutuhan Kriteria Hasil: Monitor posisi pasien
oksigen Tekanan darah sistolik Monitor warna kulit
dalam rentang normal pasien
Tekanan darah diastolic 2. Disritmia Management
Monitor dan koreksi
dalam rentang normal
Tekanan nadi dalam kekurangan oksigen dan
ketidakseimbangan
rentang normal
Pernafasan pasien dalam cairan
Monitor respon
rentang normal
hemodinamik menuju
disritmia
3. Self care Assistance
Monitor kemampuan
perawatan mandiri
pasien
Monitor keperluan
pasien untuk cara adapif
melakukan personal
hygiene, berpakaian,
toileting dan makan

4 Kecemasan (orang tua) NOC : NIC


b.d kurang pengetahuan Kontrol Kecemasan 1. Menurunkan cemas
Kriteria Hasil : Definisi: Meminimalkan
Klien mampu rasa takut, cemas, merasa
mengidentifikasi dan dalam bahaya atau
mengungkapkan gejala ketidaknyamanan terhadap
cemas sumber yang tidak
Mengidentifikasi, diketahui.
mengungkapkan, dan Aktifitas:
menunjukkan teknik untuk Gunakan pendekatan
mengontrol cemas dengan konsep
Vital sign (TD, nadi, atraumatik care
respirasi) dalam batas Jangan memberikan
normal jaminan tentang
Postur tubuh, ekspresi prognosis penyakit
wajah, bahasa tubuh, dan Jelaskan semua prosedur
tingkat aktivitas dan dengarkan keluhan
menunjukkan klien
berkurangnya kecemasan. Pahami harapan pasien
Menunjukkan peningkatan dalam situasi stres
konsentrasi dan akurasi Temani pasien untuk
dalam berpikir memberikan keamanan
dan mengurangi takut
Bersama tim kesehatan,
berikan informasi
mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
Anjurkan keluarga untuk
menemani anak dalam
pelaksanaan tindakan
keperawatan
Lakukan massage pada
leher dan punggung, bila
perlu
Bantu pasien mengenal
penyebab kecemasan
Dorong pasien/keluarga
untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi tentang
penyakit
Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi (sepert tarik
napas dalam, distraksi,
dll)
Kolaborasi pemberian
obat untuk mengurangi
kecemasan
Daftar Pustaka

Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran


EGC, Jakarta.

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis. Fakultas


KedokteraanUnlam / RSUD Ulin Banjarmasin.

Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT
Fajar Interpratama : Jakarta.

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.

Wilkinson, Judith M.dkk.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai