Anda di halaman 1dari 31

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara

utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya

(Prawiroharjo, 2008). Salah satu penyakit yang dapat menganggu kesehatan organ

reproduksi wanita adalah kanker serviks yang merupakan kanker yang paling

sering menyerang wanita di seluruh dunia (Kemenkes, 2012).

Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan. Saat

ini kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang

perempuan di dunia dan urutan pertama bagi negara sedang berkembang (Marmi,

2013).

Menurut WHO jumlah penderita kanker di dunia setiap tahun bertambah

sekitar 7 juta orang, dan dua per tiga diantaranya berada di negara-negara yang

sedang berkembang. Jika tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan

menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun 2030.

Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang

(International Union Against Cancer /UICC, 2009).


Di Indonesia kanker serviks sendiri merupakan ancaman bagi wanita

karena sesuai data yang ditemukan setiap hari 40 wanita yang dinyatakan kanker

serviks , 20 diantaranya meninggal dunia. Di dunia setiap dua menit sekali wanita

yang telah terdiagnosa kanker serviks meninggal dua menit sekali. Dimana tiap

tahun diperkirakan terdapat 100 penderita baru per 100.000 penduduk. Ini berarti

dari jumlah 237 juta penduduk, ada sekitar 237.000 penderita kanker baru setiap
2

tahunnya. Sejalan dengan itu, data empiris juga menunjukkan bahwa kematian

akibat kanker dari tahun ke tahun terus meningkat (Ferlay, et.al. 2001)

Mengatasi hal tersebut perlu upaya pemecahan masalah dengan metode

skrining lain yang lebih mampu dilaksanakan, cost effective dan dimungkinkan

dilakukan di Indonesia. Salah satu metode alternatif skrining kanker serviks yang

dapat menjawab ketentuan-ketentuan tersebut adalah IVA (Inspeksi Visual dengan

pulasan Asam asetat). IVA (Inspeksi Visual dengan pulasan Asam asetat) adalah
1
pemeriksaan skrining untuk mendeteksi kanker serviks yang murah meriah

menggunakan asam asetat 35%, dan tergolong sederhana dan memiliki

keakuratan 90% (Widyastuti, 2009).

Tahun 1985 WHO merekomendasikan suatu pendekatan alternatif bagi

negara yang sedang berkembang dengan konsep down staging terhadap kanker

serviks, salah satunya adalah dengan cara Inspeksi Visual dengan Asam Asetat

(Gaffikin, 1997). Pengolesan asam asetat 3-5% pada serviks pada epitel abnormal

akan memberikan gambaran bercak putih yang disebut acetowhile. Gambaran ini

muncul oleh karena tingginya tingkat kepadatan inti dan konsentrasi protein. Hal

ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada serviks dengan mata telanjang

(tanpa pembesaran) yang dikenal sebagai pemeriksaan IVA (Hartono, 2001)

Skrining merupakan upaya deteksi dini untuk mengidentifikasi penyakit

atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan tes,

pemeriksaan atau prosedur tertentu. Upaya ini dapat digunakan secara cepat untuk

membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesungguhnya menderita

suatu kelainan (Sabrida, 2015)


3

Pemeriksaan IVA adalah pemeriksaan oleh dokter/bidan/paramedik terhadap

leher rahim yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo

dengan mata telanjang. Lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi

larutan asam asetoasetat (asam cuka) akan berubah warna menjadi putih

(acetowhite). Namun bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker,

pengolesan asam asetat tidak dilakukan dan pasien segera dirujuk ke sarana yang

lebih lengkap.(Khinkova, 2010). Penelitian yang dilakukan Hanafi, dan Ocviyanti

(2003) mendapatkan bahwa sensitivitas IVA dibandingkan sitologi adalah 90,9%,

spesifisitas 99,8%, nilai duga positif 83,3% dan nilai duga negatif 99,9%. Hal ini

menunjukkan bahwa pemeriksaan IVA mempunyai kemampuan yang hampir

sama dengan pemeriksaan sitologi dalam mendeteksi lesi prakanker serviks

(Hanafi,2003)

Kesadaran perempuan Indonesia untuk melakukan deteksi dini kanker serviks

secara teratur masih rendah. Cakupan deteksi dini di Indonesia kurang dari lima

persen sehingga banyak kasus kanker serviks ditemukan pada stadium lanjut yang

seringkali menyebabkan kematian. Hasil yang kurang memadai disebabkan

beberapa faktor, antara lain tidak tercakupnya golongan wanita yang mempunyai

risiko (high risk group) dan teknik pengambilan sampel untuk pemeriksaan

sitologi yang salah. Ada beberapa faktor yang mendukung ibu melakukan

pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan pulasan Asam asetat) yaitu: faktor

pendidikan, pekerjaan, pedapatan, paritas, pengetahuan, dan sikap. Masalah lain

dalam usaha skrining kanker serviks ialah keengganan wanita diperiksa karena

malu. Penyebab lain ialah kerepotan, keraguan akan pentingnya pemeriksaan,

kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan, takut terhadap


4

kenyataan hasil pemeriksaan yang akan dihadapi, ketakutan merasa sakit pada

pemeriksaan, rasa segan diperiksa oleh dokter pria atau pun bidan. Banyak

masalah yang berkaitan dengan pasien dapat dihilangkan melalui pendidikan

terhadap pasien dan hubungan yang baik antara dokter/bidan. Di samping itu,

inovasi skrining kanker serviks dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat

dilakukan bersamaan. Interval pemeriksaan sitologi (screening interval)

merupakan hal lain yang penting dalam metode skrining (Febri, 2010)
Insiden kanker serviks sebenarnya dapat ditekan dengan melakukan upaya

pencegahan primer seperti meningkatkan atau intensifikasi kegiatan penyuluhan

kepada masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat, menghindari faktor risiko

terkena kanker, melakukan immunisasi dengan vaksin HPV dan diikuti dengan

deteksi dini kanker serviks tersebut melalui pemeriksaan IVA (inspeksi visual

dengan menggunakan asam acetat). Saat ini cakupan screening deteksi dini

kanker serviks di Indonesia melalui IVA masih sangat rendah (sekitar 5 %),

padahal cakupan screening yang efektif dalam menurunkan angka kesakitan dan

angka kematian karena kanker serviks adalah 85 % (Nuranna L, 2001)


Mengingat bahwa kanker serviks dapat dicegah dengan menghindari

faktor risiko dan deteksi dini, pengetahuan tentang penyebab dan faktor risiko

kanker serviks sangatlah penting (Ninik, 2011). Dengan pengetahuan dan sikap

yang baik diharapkan akan muncul kesadaran wanita untuk menghindari faktor

risiko dan melakukan pemeriksaan secara dini sehingga kanker serviks dapat

ditemukan pada stadium awal, dapat mengurangi beban sosial ekonomi yang

terjadi akibat kanker serviks.(Nikko, 2007)

Bukti nyata kurangnya tingkat kesadaran masyarakat terlihat di Sei Suka

Kab.Batubara. Berdasarkan data puskesmas, sepanjang 2015 hanya 62 pasien


5

yang melakukan pemeriksaan IVA atau sekitar 0,07% dari 91.705 penduduk

perempuan di kab. Batu bara tanpa melihat golongan usia. Pada tahun 2011,

pemeriksaan IVA ditiadakan karena peralihan pengurus puskesmas. Baru pada

tahun 2012, pemeriksaan IVA kembali disosialisasikan kepada masyarakat dan

dilakukan secara rutin pada hari rabu minggu kedua setiap bulannya. Sayangnya,

respon masyarakat masih belum memuaskan. Hingga awal Desember 2016, hanya

8 pasien yang melakukan pemeriksaan IVA. Dengan data tersebut, Puskesmas Sei

Suka memiliki angka terendah pemeriksaan IVA. Hal ini dapat diakibatkan

promosi kesehatan yang masih kurang dan/atau dikombinasikan dengan tingkat

kesadaran masyarakat yang masih rendah.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

sosiodemografi, pengetahuan, sikap ibu diatas 40 tahun Terhadap Pemeriksaan

IVA Test Di Puskesmas Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh sosiodemografi, pengetahuan, sikap ibu

diatas 40 tahun Terhadap Pemeriksaan IVA Test Di Puskesmas Sei

Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk menganalisis pengaruh usia terhadap Pemeriksaan IVA Test

Di Puskesmas Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016


2. Untuk menganalisis pengaruh paritas terhadap Pemeriksaan IVA

Test Di Puskesmas Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016


3. Untuk menganalisis pekerjaan usia terhadap Pemeriksaan IVA Test

Di Puskesmas Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016


4. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan terhadap Pemeriksaan

IVA Test Di Puskesmas Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016
6

5. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan terhadap Pemeriksaan

IVA Test Di Puskesmas Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016
6. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap Pemeriksaan IVA Test

Di Puskesmas Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016

1.4 Hipotesa Penelitian


1. Ada pengaruh usia terhadap Pemeriksaan IVA Test Di Puskesmas Sei

Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016


2. Ada pengaruh paritas terhadap Pemeriksaan IVA Test Di Puskesmas Sei

Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016


3. Ada pengaruh pekerjaan terhadap Pemeriksaan IVA Test Di Puskesmas

Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016


4. Ada pengaruh pendapatan terhadap Pemeriksaan IVA Test Di Puskesmas

Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016


5. Ada pengaruh pengetahuan terhadap Pemeriksaan IVA Test Di Puskesmas

Sei Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016


6. Ada pengaruh sikap terhadap Pemeriksaan IVA Test Di Puskesmas Sei

Suka Kab. Batu Bara Tahun 2016

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagian Instansi Pendidikan

Menambah bahan bacaan perpustakaan STIKes DELI HUSADA

Delitua yang dapat dijadikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta

dapat dijadikan panduan bagi mahasiswa/mahasiswi yang akan

melanjutkan penelitian.

1.5.2 Bagi Ibu

Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan sikap ibu tentang

manfaat pemeriksaan IVA


7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindra manusia yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang

memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.

Pengetahuan diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui

pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010).

2.1.2 Domain Pengetahuan


8

Menurut Notoatmodjo, (2007) Pengetahuan tercakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah meningkat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan


8 untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan meteri

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

e. Sintesis (synthesis)
9

Sistesis menunjukkan kepad suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian

itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Indikator-indikator tingkat pengetahuan yang dapat dipergunakan

untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan,

dapat dikelompokan menjadi:


1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup

sehat, indikator inilah yang digunakan untuk mengukur pengetahuan

wanita usia subur tentang pemeriksaan IVA misalnya apa itu

pemeriksaan IVA, tujuannya dalam pemeliharaan kesehatan serviks.


3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

Pengukuran pengetahuan kesehatan dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau

pertanyaan-pertanyaan tertulis berupa angket. Indikator pengetahuan

kesehatan adalah tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan, atau

besarnya persentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel-

variabel kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


10

Menurut Mubarak (2011), ada tujuh faktor yang mempengaruhi

pengetahuan yaitu :
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

hidup. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, makin

tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula mereka menerima

informasi maka akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu

ditekankan bahwa seorang yang perpendidikan rendah tidak berarti

mutlak berpengetahuan rendah pula.


2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Individu yang bekerja dalam bidang kesehatan akan

cenderung memiliki pengetahuan lebih tentang bagaimana menjaga

kesehatan.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada

aspek fisik dan psikologis. Pada aspek psikologis dan mental, taraf

berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. Namun bukan berarti

umur yang lebih muda tidak dapat berfikir secara dewasa.


4. Minat
Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang berkeinginan lebih mencari tahu

tentang pemeriksaan IVA dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan

yang lebih mendalam.


5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan


11

pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk

melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut

menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang

membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.


6. Kebudayaan
Kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara

langsung. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai kegiatan untuk

menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat

sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan

lingkungan. Begitu pula apabila dalam suatu wilayah terdapat

pemeriksaan IVA maka besar kemungkinan masyarakat sekitar

mempunyai sikap yang positif terhadap pemeriksaan IVA.


7. Sumber Informasi
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam

penyampaian informasi, merangsang pikiran dan kemampuan.

Terdapat berbagai media yang dapat dijadikan sarana dalam

mendapatkan informasi mengenai pemeriksaan IVA, akan tetapi ada

juga individu yang belum mendapatkan informai mengenai

pemeriksaan IVA atau metode untuk mendeteksi dini kanker serviks.

Kemudahan informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk

memperoleh pengetahuan.

2.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
12

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, melainkan merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2010). Penelitian yang

dilakukan Ningsih (2010) mengenai pengetahuan dan sikap wanita yang telah

menikah tentang pemeriksaan IVA untuk mendeteksi dini kanker leher rahim di

Puskesmas Medan Area Selatan melaporkan sikap responden yang tidak periksa

IVA paling banyak dalam kategori baik 54,5% . Hal ini menunjukkan sikap yang

baik belum tentu menunjukkan tindakan suatu perilaku yang baik pula.
Sikap (Attitude) terdiri dari komponen pokok, yaitu:
1. Keyakinan (Aspek Kognitif)
Komponen yang berisikan apa yang diyakini dan apa yang dipikirkan orang

mengenai suatu obyek sikap. Apa yang dipikirkan dan diyakini tersebut belum

tentu benar. Aspek keyakinan yang positif akan menumbuhkan sikap positif,

sedangkan aspek negatif akan menumbuhkan sikap negatif terhadap obyek

sikap.
2. Perasaan (Aspek Afektif)
Perasaan senang atau tidak adalah komponen yang penting dalam pembentukan

sikap. Menurut para ahli mengatakan, bahwa sikap itu semata-mata refleksi

dari perasaan senang atau perasaan tidak senang terhadap obyek sikap.

3. Perilaku (Aspek Konotatif)


Bila orang menyenangi sesuatu obyek, maka ada kecenderungan orang akan

mendekati obyek tersebut dan sebaliknya (Winarti, 2007)


Ketiga komponen diatas bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh tersebut, pengetahuan, pikiran,

keyakinan dan emosi memegang peranan penting.


Menurut Notoatmodjo (2010), Sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu

menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), bertanggung

jawab (responsible). Namun tingkat sikap wanita usia subur terhadap pemeriksaan
13

inspeksi visual asam asetat (IVA) yang diharapkan ialah menerima (receiving) dan

merespon (responding).
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Sikap wanita usia subur terhadap

pemeriksaan IVA pada tahap ini dapat dilihat dari adanya penerimaan atau

perhatian wanita usia terhadap pemeriksaan IVA sebagai salah satu deteksi

dini kanker serviks.


2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikator dari sikap. Usaha wanita usia

subur untuk menjawab pertanyaan mengenai pemeriksaan IVA, baik salah

ataupun benar berarti wanita usia subur telah menerima dan merespon

adanya pemeriksaan IVA.

3. Menghargai (Valving)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikator sikap tingkat tiga.


4. Bertanggung jawab ( Responsible)
Bertanggung jawab atas segala segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap paling tinggi.

Indikator sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan,

yaitu :
1. Sikap terhadap sakit dan penyakit
2. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, Indikator inilah yang

digunakan untuk mengukur sikap wanita usia subur terhadap pemeriksaan

IVA, misalnya wanita usia subur dapat menilai bahwa pemeriksaan IVA

penting dilakukan unruk mendeteksi kanker serviks.


3. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
14

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan

secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan

menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan

terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2010).

2.2.1 Macam-Macam Sikap


Ada beberapa macam- macam sikap diantaranya yaitu:
1. Sikap agresif : Selalu berlebih-lebihan, menyerang, mengikuti emosi
2. Sikap submisif : Apatis
3. Sikap asertive : Mampu menyampaikan pendapat,

perasaan, kepentingan secara langsung, jujur, obyektif,

tidak terpengaruh emosi.

2.2.2 Bentuk-Bentuk Sikap


Sikap seseorang terbagi menjadi 2 bentuk yaitu:
1. Sikap positif
Sikap positif adalah perwujudan nyata dari suasana jiwa yang yang terutama

memperhatikan hal-hal yang positif. Ini adalah suasana jiwa yang lebih

mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang menjemukan,

kegembiraan dari pada kesedihan, harapan dari pada keputusasaan.


Tingkah laku yang menunjukkan sikap positif terhadap seksualitas adalah

sebagai berikut:
a. Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuan.
b. Tidak menganggap seks itu jijik, tabu dan jorok.
c. Tidak dijadikan candaan dan bahan obrolan murahan.
d. Mengikuti norma atau aturan dalam menggunakannya.
e. Membicarakan seks dalam konteks ilmiah atau belajar untuk memahami diri

dan orang lain, serta pemanfaatan secara baik dan benar sesuai dengan fungsi

dan tujuan sakralnya (Kusmiran, 2011).

2. Sikap Negatif
15

Sikap negatif harus dihindari, karena hal ini mengarahkan seseorang pada

kesulitan diri dan kegagalan.


Cerminan sikap negatif adalah Lebih dari sekedar bermuka sedih yang

Merupakan sesuatu yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain, sesuatu

yang menyatakan ketidakramahan, tidak menyenangkan dan tidak memiliki

kepercayaan diri (Winarti, 2007).

2.3 Konsep IVA

2.4.1 Defenisi

IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk

mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009)

Menurut Wijaya Delia (2010), IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks)

dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah

memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Salmiah, 2004)

Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan skrining alternatif dari Pap smear

karena biasanya murah, praktis, sangat mudah untuk dilaksanakan dan peralatan

sederhana serta dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter ginekologi.

Pada pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks yang

telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Setelah serviks diulas dengan

asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara

langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. Dibutuhkan waktu satu

sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada jaringan epitel

(Salmiah, 2004).

2.4.2 Tujuan Pemeriksaan


16

Tujuan dari pemeriksaan IVA adalah untuk melihat adanya sel yang

mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks (Rasjidi,

2009). Pemeriksaan IVA yang sederhana ini diharapkan cakupan pemeriksaannya

bisa lebih luas, penemuan dini lesi prakanker serviks lebih banyak sehinnga angka

kejadian dan kematian dapat berkurang.

Menurut winkjosastro (2005), tujuan dari pemeriksaan IVA adalah :

a. Mendapatkan kanker serviks pada stadium lebih awal.


b. Untuk mendeteksi secara dini adanya perubahan sel serviks yang

mengarah ke kanker serviks beberapa tahun kemudian.


c. Penanganan secara dini dapat dilakukan sehingga terhindar dari kanker

serviks.
d. Pengobatan diharapkan berhasil lebih baik.

2.4.3 Keunggulan
Pemeriksaan IVA adalah praktek yang dianjurkan untuk fasilitas dengan

sumber daya sederhana dibanding dengan metode skrining kanker serviks lainnya

karena :
a. Aman, tidak mahal dan mudah di lakukan.
b. Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes lainnya yang digunakan untuk

penapisan kanker leher rahim.


c. Dapat dipelajaridan di lakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di

semua jenjang sistem kesehatan.


d. Memberikan hasil segera sehingga dapat segera diambil keputusan

mengenai penalaksanaannya.
e. Suplai sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan ini mudah di

dapat dan tersedia.


f. Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan
g. Tidak bersifat infasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi lesi pra

kanker (Kemenkes, 2010).


Menurut Tilong (2012), beberapa keunggulan metode IVA dibandingkan

pap smear adalah sebagai berikut :


17

a. Tidak memerlukan alat tes laboratorium yang canggih (alat pengambilan

sampel jaringan, preparat, mikroskop dan lain sebagainya).


b. Tidak memerlukan teknisi laboratorium khusus untuk pembacaan hasil tes.
c. Hasilnya langsung diketahui, tidak memakan waktu berminggu-minggu.
d. Sensitivitas IVA dalam mendeteksi kelainan leher rahim lebih tinngi

daripada Pap smear test (sekitar 75%), meskipun dari segi kepastian lebih

rendah (85%).
e. Biaya sangat murah (bahkan gratis bila di puskesmas).

2.4.4 Sasaran dan Interval


Semua perempuan yang telah melakukan hubungan seksual secara aktif,

terutama yang telah berusia 30-50 tahun dianjurkan untuk melakukan skrining

kanker serviks minimal 5 tahun sekali dan bila memungkinkan 3 tahun sekali

(Depkes, 2009).

WHO mengindikasikan skirining kanker serviks pada kelompok berikut ini :


a. Setiap wanita yang berusia antara 25-35 tahun yang belum pernah

melakukan tes sebelumnya atau pernah melakukan tes 3 tahun sebelumnya

atau lebih.
b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan sebelumnya.
c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan

pasca senggama, perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan

gejala lainnya.
d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada serviksnya.

Menurut Sukaca (2009), orang yang harus dirujuk untuk melakukan

pemeriksaan IVA adalah :


a. Setiap wanita yang sudah atau pernah menikah.
b. Wanita yang berisiko tinggi terkena kanker serviks, seperti perokok,

menikah muda, sering berganti pasangan.


c. Memiliki banyak anak.
d. Mengidap penyakit infeksi menular seksual
18

IVA tidak di rekomendasikan pada wanita pasca-menopause, karena

daerah transisional sering terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan

inspekulo (Rasjidi, 2009).


Seorang wanita yang mendapat tes IVA negatif harus menjalani skirining

kembali minimal 5 tahun sekali dan wanita yang mempunyai hasil tes IVA positif

dan mendapat pengobatan harus menjalani tes IVA berikutnya 6 bulan kemudian

(Kemenkes, 2012).

2.4.5 Prosedur Diagnosis IVA

A. Siapa yang harus menjalani tes IVA

Menjalani tes kanker atau pra-kanker dianjurkan bagi semua wanita

berusia 30 dan 45 tahun. Kanker leher rahim menempati angka tertinggi

diantara wanita berusia antara 40 dan 50 tahun, sehingga tes harus

dilakukan pada usia dimana lesi pra-kanker lebih mungkin terdeteksi,

biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal.


Sejumlah faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan kanker

leher rahim, diantaranya: Usia muda saat pertama kali melakukan

hubungan seksual (usia<20 tahun), Memiliki banyak pasangan seksual

(wanita atau pasangannya), Riwayat pernah mengalami IMS (Infeksi

Menular Seksual), seperti Chlamydia atau gonorrhea, dan khususnya

HIV/AIDS, ibu atau saudara perempuan yang memiliki kanker leher

rahim, hasil Pap smear sebelumnya yang tak normal, merokok.


Selain itu, ibu yang mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh

(mis., HIV/AIDS) atau mengunakan costicosteroid secara kronis (mis

pengobatan asma atau lupus) berisiko lebih tinggi terjadinya kanker leher

rahim jika mereka memiliki HPV (FK.UI.,dll., 2007).

B. Kapan harus menjalani Tes IVA


19

Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk

saat menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska

keguguran. Tes tersebut dapat dilakukan pada wanita yang dicurigai atau

diketahui memiliki IMS atau HIV/AIDS. Bimbingan diberikan untuk tiap

hasil tes, termasuk ketika konseling dibutuhkan. Untuk masing-masing

hasil akan diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk ibu

tersebut (mis., kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 1 tahun secara

berkala atau 3/5 tahun paling lama) atau isu-isu khusus yang harus dibahas

seperti kapan dan dimana pengobatan dapat diberikan, risiko potensial dan

manfaat pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk tes tambahan atau

pengobatan yang lebih lanjut.

C. Cara Kerja IVA

1. Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapat penjelasan

mengenai prosedur yang akan dijalankan. Privasi dan kenyamanan

sangat penting dalam pemeriksaan ini.

2. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan dengkul

ditekuk dan kaki melebar).

3. Vagina akan dilihat secara visual apakah ada kelainan dengan bantuan

pencahayaan yang cukup.

4. Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat dan

dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk

melihat leher rahim.

5. Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah

untuk menyerapnya.
20

6. Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3-5%

diteteskan ke leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu menit,

reaksinya pada leher rahim sudah dapat dilihat.

7. Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih-putihan,

kemungkinan positif terdapat kanker. Asam asetat berfungsi

menimbulkan dehidrasi sel yang membuat penggumpalan protein,

sehingga sel kanker yang berkepadatan protein tinggi berubah warna

menjadi putih.

8. Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih padadaerah transformasi

bearti hasilnya negative.

2.4.6 Interpretasi Hasil Pemeriksaan


Adapun hasil temuan pemeriksaan IVA dapat diklasifikasikan sesuai

dengan temuan klinis yang diperoleh, sebagai berikut :


Tabel 1 : Klasifikasi IVA sesuai temuan klinis

Klasifikasi IVA Temuan Klinis


Hasil Tes Negatif Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu,
ektropion polip, servisitis, inflamasi, Nabothian cysts
Hasil Tes Positif Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite, biasanya
dekat squamo-columnar junction (SCJ)
Kanker Pertumbuhan seperti bunga kol dan mudah berdarah
(Aziz, 2006)
2.4.7 Pemberi Pelayanan
Petugas kesehatan yang terdiri dari :
a. Bidan terlatih pemeriksaan IVA
b. Dokter umum terlatih pemeriksaan IVA
c. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi
Perceived Susceptibility: Perceived Benefits

2.5 Landasan
Setiap Teori
wanita yang telah Mendeteksi lesi pre kanker
Berdasarkan
melakukan Mencegah
kontak uraian teori di atas, maka kerangka teori penelitian ini adalahkanker serviks
seksual berpotensi
mengidap kanker serviks Perceived barrier:
sebagai berikut :
Kurang informasi dan
Perceived Seriousness: penyuluhan
Takut efek samping
Rasa sakit saat pemeriksaan
Usia Biaya yang diperlukan
Cues to Action
Jenis pekerjaanThreat :
Perceived Kanker serviks adalah
Media penyuluhan tentang kanker
Tingkat pendidikan pembunuh wanita no.1 di
serviks
Kanker
Jumlah pendapatanpembunuh
serviks
dan IVA adalah
Indonesia
wanita
Pengalaman no.1 di Indonesia
kerabat Likelihood of
Pengetahuan
Behavioral Change
Ketersediaan
Sikap tes IVA di puskesmas
21

Skema 1. Kerangka teori dengan health belief model

2.6 Kerangka Konsep

Sosiodemografi :
1. Usia
2. Paritas
3. Pekerjaaan
4. Pendapatan

Pemeriksaan IVA

Pengetahuan

Sikap

Skema 2 : Kerangka Konsep Penelitian


22

BAB 3
METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara menyelesaikan masalah dengan

menggunakan metode keilmuan. Dalam bab ini diuraikan tentang desain

penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, metode

pengumpulan data, variabel dan defenisi operasional, metode pengukuran, metode

analisa data.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah analitik korelatif dengan menggunakan desain Cross

Sectional yang dapat diartikan bahwa peneliti melakukan pengukuran atau

penelitian dalam satu waktu. Secara spesifik penelitian Cross Sectional bertujuan

untuk mendeskripsikan fenomena atau hubungan berbagai fenomena atau


23

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dalam satu waktu atau sesaat

(Sastroasmoro & Ismail, 2010)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sei Suka Kab.Batubara.

Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada berbagai pertimbangan yaitu jumlah

dan karakteristik responden, waktu, keterjangkauan lokasi penelitian.

3.2.2 Waktu Penelitian


26
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan November 2016 sampai bulan

Juni 2017.

1.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang berkunjung ke

Puskesmas Sei Suka Kab.Batubara untuk melakukan pemeriksaan IVA.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2009). Pemilihan sampel atau subjek penelitian yang

memenuhi syarat atau kriteria penelitian dalam kurun waktu tertentu untuk
24

memenuhi jumlah sampel. Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan formula sampel minimal yaitu :

Keterangan :

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P : Probabilitas ibu yang melakukan pemeriksaan IVA (p=0.5)

q : Probabilitas ibu yang tidak melakukan pemeriksaan IVA (1-p)

z : Nilai normal standar (1.96)

: Taraf signifikan (95%)

d : Limit dari error atau presisi absolut 10% (0.1)

Teknik pengambilan sampel secara garis besar dapat digolongkan menjadi

probabilty sampling dan nonprobability sampling (Kasjono & Yasril, 2009).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini termasuk nonprobability

sampling dengan teknik consecutive sampling yaitu sampel yang pada saat itu

memenuhi kriteria dan dipilih sebagai responden dalam jangka waktu tertentu.

1.4 Metode Pengumpulan Data


25

Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 jenis data

yaitu :
1.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara

dengan menggunakan pedoman wawancara (kuesioner). Cara

pengambilan data primer ini dilakukan dengan cara menyebar

kuesioner yang dibantu oleh 2 orang bidan yang bekerja di Puskesmas

Sei Suka Kab.Batubara dan sudah dilatih terlebih dahulu oleh peneliti

untuk menyamakan pengertian tentang maksud dari pernyataan dalam

kuesioner, kemudian secara langsung melakukan wawancara dengan

responden dengan menjelaskan terlebih dahulu kepada bidan tersebut.


1.4.2 Data Sekunder
Dalam penelitian ini data sekunder yang didapat berupa data yang

diperoleh dari Puskesmas Sei Suka dan dokumen lain yang dianggap

relevan dengan penelitian ini

1.5 Variabel dan Defenisi Operasional


1.5.1 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang dapat

mempengaruhi objek penelitian yang meliputi : Usia, Paritas,

pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap


2. Variabel terikat (Dependent Variable) adalah variabel yang diamati

dan diukur yang disebabkan oleh pengaruh variabel bebas yaitu

Pemeriksaan IVA Test.

1.5.2 Defenisi Operasional


1. Usia adalah jumlah tahun kehidupan seorang ibu yang diukur sejak

tanggal kelahiranya hingga ulang tahun terakhir yang dinyatakan

dalam satuan tahun.


26

2. Paritas adalah Jumlah anak lahir hidup yang pernah dilahirkan oleh

seorang ibu selama kehidupanya yang dinyatakan dalam satuan

jumlah anak.
3. Pendidikan adalah Jumlah tahun sekolah yang pernah dijalani oleh

seorang ibu secara formal dan dibuktikan dengan izasah

pendidikan terakhir yang diukur mulai dari kelas satu SD hingga

ibu tersebut berhenti mengikuti pendidikan yang dinyatakan dalam

satuan tahun.
4. Pekerjaan adalah Aktifitas yang dilakukan oleh ibu dan dinyatakan

dalam penghasilan tetap dalam 1 bulan


5. Pengetahuan adalah Segala sesuatu hal yang diketahui Ibu

pemeriksaan IVA
6. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi / reaksi terhadap suatu obyek,

memihak tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu

dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi

tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan

sekitarnya
7. Pemeriksaan IVA adalah tindakan responden dalam pemeriksaan

IVA

3.6 Metoda Pengukuran


Cara Hasil Skala
No Variabel
Ukur Ukur Ukur
Wawancara 0: 40 tahun Ordinal
1 Usia
1: > 40 tahun
Wawancara 0: Jumlah anak < 2 Ordinal
2 Paritas
1: Jumlah anak 2
Wawancara 0:Rendah (SD,SLTP) Ordinal
3 Pendidikan
1: Tinggi (SMA, PT)
Wawancara 0: Bekerja Ordinal
4 Pekerjaan
1: Tidak bekerja
1. Tinggi
5 Pengetahuan Kuesioner Ordinal
2. Rendah
6 Sikap Kuesioner 1. Baik Ordinal
27

2. Kurang
Pemeriksaan 1. Aktif
7 Kuesioner 2. Tidak Aktif Ordinal
IVA test

3.7 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan instrumen sebagai alat

pengumpulan data. Menurut Sugiyono (2009) instrumen penelitian digunakan

untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari 4 bagian yaitu kuisioner sosiodemografi, pengetahuan,

sikap, dan pemeriksaan IVA

Instrumen A : Merupakan instrumen untuk mendapatkan karakteristik pasien

yang terdiri dari : Nomor responden, usia, agama, suku, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, Paritas. Bentuk dalam pertanyaan tertutup, dan peneliti

memberi angka pada kotak yang tersedia, sesuai dengan option yang dipilih

responden.

Instrumen B : Merupakan instrumen untuk mendapatkan hasil tentang

pengetahuan yang terdiri dari 12 item peryataan

Instrumen C : Merupakan instrumen untuk mendapatkan hasil sikap yang terdiri

7 pernyataan.

Instrumen D : Merupakan instrument untuk mendapatkan hasil pemeriksaan IVA

3.8 Analisis Data


Setelah informasi terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data

(Hastono, 2007) dengan tahapan sebagai berikut :


28

3.8.1 Editing
Kuisioner yang terkumpul diperiksa kembali baik mengenai cara

pengisian, kesalah pengisian, kejelasan, tulisan, relevansi jawaban

dengan pernyataanyang terdapat pada kuisioner.


3.8.2 Coding
Data dalam bentuk huruf dirubah kedalam bentuk angka.

Pembuatan kode untuk memudahkan proses masuknya data

kedalam computer serta memudahkan dalam proses analisa data


3.8.3 Entry
Data dimasukkan kedalam computer sesuai dengan analisis yang

diperlukan. Analisis ini menggunakan program analisa data dalam

computer
3.8.4 Cleaning
Pembersihan data dilakukan untuk mencek kembali data yang

sudah dimasukkan untuk mengetahui adanya kesalahan atau tidak,

karena kesalahan masih mungkin terjadi saat memasukkan data ke

dalam computer, jika terdapat data yang salah data diulang untuk

dimasukkan kembali kedalam computer.

3.8.5 Analisis univariat


Analisis univariat adalah analisis yang menggambarkan secara

tunggal variabel-variabel independen (Sosiodemografi,

pengetahuan, dan sikap) dan dependen (pemeriksaan IVA)

dalam bentuk distribusi frekuensi.


3.8.6 Analisis bivariat
Analisis data dilakukan terhadap hasil perolehan jawaban

kuesioner dari semua responden. Instrument statistic yang dipakai

adalah uji chi squere (data kategorik). Hasil analisis dikatakan

bermakna apabila nilai p<a atau pada derajat kemaknaan 95%


29

(a=0.05). Analisa keeratan hubungan dengan melihat nilai OR

(Odds Prevalens). Besar kecilnya OR akan menunjukkan besarnya

keeratan hubungan antara 2 variabel.


3.8.7 Analisis Multivariat
Analisis multivariate dilakukan untuk mempelajari hubungan

beberapa variabel atau sub variabel (Independen) dengan variabel

dependen (Hastono, 2007).


Analisis regresi logistik berganda satu pendekatan model

matematis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh satu atau

beberapa variabel independen dengan sebuah variabel dependen

kategorik yang bersifat dikotom/binary

DAFTAR PUSTAKA

Artiningsih Ninik (2011). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap


Wanita Usia Subur dengan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat dalam
Rangka deteksi Dini kanker Serviks. Tesis. Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Aziz, M.F. (2007). Program Pencegahan Kanker Serviks See and Treat. Jakarta,
FK UI.

Depkes RI (2009). Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Kanker

Payudara. Direktorat Jendral PP & PL: Departemen Kesehatan RI.

Ferlay, et.al. 2001. Cancer Insidence, Mortality and Prevalince Worl Wide. IARC
Press Lyan France.

Febri. (2010). IVA test. Pada:hhttp://bidanshop.blogspot.com/2017/01/iva-


test.html.Diakses 27 Januari 2017

Gaffikin L, Blumenthal PD, Brechin SJG, editors (1997). Alternative for cervical
cancer screening and treatment in low-resource settings. Baltimore:
JHPIEGO Corporation;
30

Hartono P. (2001). VIA (Visual Inspection with aceti Acid) pengamatan servik
secara langsung setelah diolesi asam asetat, sebagai alternatif penapisan dan
deteksi dini kanker serviks. Dalam: Era baru penatalaksanaan lesi prakanker
serviks. Surabaya:hal.1-8.

Hanafi, Ocviyanti dkk(2003). Efektivitas Pemeriksaan Inspeksi Visual Dengan


Asam Asetat Oleh Bidan Sebagainya Upaya Mendeteksi Lesi Pra-Kanker
Serviks, Indones J. Obstet Gynecol 27(1): 59-66.

Khinkova, Tanchev et all (2010). The role of cytological examination in diagnosis


of precancer and cancer of the uterine cervix.

Kemenkes. (2012). Gerakan perempuan melawan kanker serviks. Diperoleh


tanggal 27 Januari 2017 dari www.depkes.go.id.

Kemenkes. (2012). Gerakan perempuan melawan kanker serviks. Diperoleh


tanggal 25 Januari 2017 dari www.depkes.go.id.

Marmi, 2013. Kesehatan Reproduksi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Mubarak.I.W.dkk.(2007). Pomosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.. hubungan

Nikko Darnindro dkk (2007). Pengetahuan Sikap Perilaku Wanita yang Sudah
Menikah Mengenai Pap Smear dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Di
Rumah Susun Klender Jakarta 2006. Majalah Kedokteran Indonesia
Volume: 57 (7). 1-7.

Notoatmodjo,S.2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo,S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineke Cipta. Jakarta.

Nuranna L. (2001). Skrining kanker serviks dengan metode skrining alternative:


IVA. Cermin Dunia Kedokteran. 133:5-8.

Prawirhardjo (2007). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta, Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawihardjo

Rasjidi, Imam. (2008). Manual Prakanker Serviks. Jakarta, Sagung Seto

Salmiah Agus dan Alfian (2004). Deteksi Dini neoplasia intra epithel serviks
dengan metode IVA. Jurnal Kimia Andalas 10 (1) : 47- 51.
Sabdrida, (2015). Peranan deteksi dini kanker untuk menurunkan penyakit kanker
stadium lanjut. Buletin Jendela Data dan informasi kesehatan.
Sukaca, Bertiani E. (2009). Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks (Leher
Rahim). Jogjakarta, Genius Pratika
31

Widyastuti, Y., Rahmawati, A., & Purnamaningrum, Y.A. (2009). Kesehatan


reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya

Anda mungkin juga menyukai