Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi
yang cukup bulan dan tidak cacat. Namun, hal ini tidak selalu terjadi.
Kadang-kadang terjadi kegagalan kehamilan (reproductive failure),
tergantung pada tahap dan bentuk gangguannya. Kegagalan itu bisa berupa
abortus, kehamilan ektopik, prematuritas, kehamilan janin dalam rahim,
atau kelainan kongenital. Kesemuanya kegagalan fungsi reproduksi,
termasuk juga penyakit trofoblas.
Penyakit trofoblastik gestasional merujuk pada suatu spektrum
tumor plasenta yang terkait kehamilan, penyakit trofoblastik gestasional
dibagi menjadi tumor mola dan non mola. Tumor non mola
dikelompokkan sebagai neoplasia trofoblastik gestasional (Cunningham et
al., 2012). Neoplasia trofoblastik gestasional terdiri dari koriokarsinoma,
placenta site trofoblastic tumor dan tumor trofoblastik epiteloid.
Sedangkan tumor mola terdiri dari mola hidatidosa parsial, komplit dan
mola invasif (Prawirohadrjo S et al., 1999).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau
seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang
menyerupai anggur. Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia
lebih tinggi (1 per 120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per
2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai
penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1
per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian
besar data masih berupa hospital based (Martaadisoebrata D, 2005).
Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20
tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik.
Diagnosis mola hidatidosa berdasarkan amenore, hiperemesis, perdarahan
pervaginam, uterus lebih dari usia kehamilan, dan kadar b-hCG lebih
tinggi daripada usia kehamilan normal (Adrijono, 2004).
Pengkuretan merupakan salah satu terapi evakuasi jaringan mola
hidatidosa. Setelah dikuret kadar - HCG akan menurun secara perlahan-
lahan sampai akhirnya tidak ditemukan lagi (Prawirohadrjo S et al., 1999).

B. TUJUAN
Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui definisi,
klasifikasi, patogenesis, tatalaksana, pencegahan, dan komplikasi mola
hidatidosa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik (Mansjoer A, 2001). Selain
itu, mola hidatidosa adalah plasenta dengan vili korialis yang berkembang
biak tidak sempurna dengan gambaran adanya pembesaran, edem dan vili
vesikuler sehingga menunjukkan berbagai ukuran trofoblas proliferatif
tidak normal (Prawirohadrjo S et al., 1999).

B. Klasifikasi
Terdapat 2 subtipe mola yaitu parsial dan komplit. Derajat
perubahan jaringan dan ada tidaknya elemen janin atau mudigah
digunakan untuk membagi kelainan ini sebagai berikut.

Tabel 1. Gambaran Mola hidatidosa parsial atau komplit


Gambaran Mola Parsial Mola Komplit
Kariotipe patologi Biasanya 69, XXX atau 69, 46, XX atau 46, XY
XXY
Mudigah janin Sering ada Tidak ada
Amnion, sel darah merah Sering ada Tidak ada
janin
Edem vilus Bervariasi, fokal Difus
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, fokal, ringan Bervariasi, ringan
sampai sedang sampai berat
Gambaran klinis
Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
Ukuran uterus Kecil untuk usia kehamilan 50% besar untuk usia
kehamilan
Kista teka-lutein Jarang 25-30%
Penyulit medis Jarang Sering
Penyakit trofoblastik 1-5% 15-20%
persisten

C. Faktor Risiko
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya mola
hidatidosa adalah sebagai berikut:
1. Usia
Usia ibu dikedua ujung spektrum reproduksi adalah faktor risiko ntuk
kehamilan mola. Secara spesifik, remaja dan wanita berusia 36 hingga
40 tahun memiliki risiko dua kali lipat dan mereka yang berusia lebih
dari 40 tahun hampir 10 kali lipat.
2. Riwayat kehamilan mola
Terdapat peningkatan risiko substansial untuk penyakit trofoblastik
rekuren. Risiko terjadinya rekurensi adalah 1.5 persen untuk mola
komplet dan 2.7 persen untuk mola parsial (Garret dkk., 2008).
Berkowitz dkk (1998) melaporkan 23 persen wanita yang mengalami 2
kali kehamilan mola memiliki mola ketiga. Mola hidatiformis berulang
pada wanita dengan pasangan yang berbeda menandakan bahwa
pembentukan mola yang disebabkan oleh defek oosit.
3. Faktor risiko lain
Pemakaian kontrasepsi oral dan durasinya serta riwayat keguguran
meningkatkan kemungkinan kehamilan mola hingga dua kali lipat.
Studi-studi lain yang mengemuka adanya peran merokok, berbagai
defisiensi vitamin dan peningkatan usia ayah.

D. Patogenesis
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi
cairan jernih merupakan kista-kista kecil seperti anggur dan dapat
mengisi seluruh cavum uteri. Secara histopatologic kadang-kadang
ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bias
juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu jenis tumbuh dan
yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya
bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm.
Ada beberapa teori yang menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas:
1. Teori Missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3- 5minggu (missed abortion),
karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya
terbentuk gelembunggelembung.
2. Teori neoplasma dari Park
Dikatakan yang abnormal adalah selsel trofoblas, yang
mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi reabsorbsi cairan yang
berlebihan ke-dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Mola
hidatidosa komplit berasal dari genom maternal (genotype 46XX lebih
sering) dan 46 XY jarang, tapi 46Xxnya berasal dari replikasi
haploid sperma dan tanpa kromosom dari ovum. Mola parsial
mempunyai 69 kromosom terdiri dari kromosom 2 haploid paternal dan
1 haploid maternal (tripoid, 69XX atau 69XY dari 1 haploid ovum dan
lainnya reduplikasi paternal dari 1 sperma atau fertilisasi disperma).

E. Gambaran Klinis
1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan
2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat.
merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa
intermiten selama berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga
dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan
usia kehamilan.
4. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballotement
5. Hiperemesis, Pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke 24
7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa
pasti
8. Tirotoksikosis

F. Diagnosis
1. Klinis
a. Berdasarkan anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan
kekuningan yang disebut muka mola (mola face)
Palpasi :
- Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
- Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
- Memastikan besarnya uterus
- Uterus terasa lembek
- Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
2. Laboratorium
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG)
yang tinggi maka uji biologik dan imunologik (Galli Mainini dan
Plano test) akan positif setelah titrasi (pengeceran) :
- Galli Mainini 1/300 (+) maka suspek molahidatidosa.
3. Radiologik
- Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin
- USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai
salju.
4. Uji Sonde (cara Acosta-sison)
Tidak rutin dikerjakan. Biasanya dilakukan sebagai tindakan
awal curretage.
5. Histopatologik
Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke Lab.
Patologi Anatomi.

G. Diagnosis Banding
1. Kehamilan ganda
2. Abortus iminens
3. Hidroamnion
4. Kario Karsinoma

H. Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
b. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap dan bila
Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam
kemudian dilakukan kuret.
c. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki
keadaan umum penderita.
d. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua
untuk membersihkan sisa-sisa jaringan.
e. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih
dari 30 tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar
yaitu setinggi pusat atau lebih.

2. Pengawasan Lanjutan
- Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi
oral pil.
- Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
Setiap minggu pada Triwulan pertama
Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
- Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
Pemeriksaan dalam :
Keadaan Serviks
Uterus bertambah kecil atau tidak
Laboratorium
Reaksi biologis dan imunologis :
- 1x seminggu sampai hasil negatif
- 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
- 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
- 1x3 bulan selama tahun berikutnya
- Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya
3. Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari.

I. Komplikasi
1. Perdarahan hebat
2. Syok
3. Infeksi
4. Perforasi uterus
5. Keganasan (PTG)

J. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa dapat disebabkan karena
perdarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Di
negara maju hampir tidak ada lagi, namun di Negara berkembang
masih cukup tinggi antara 2% sampai 5%. Sebagian wanita akan sehat
kembali setelah jaringan dikeluarkan tetapi ada sekelompok wanita yang
kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.
Proses degenerasi ganas dapat berlangsung antara tujuh hari sampai
tiga tahun dengan terbanyak dalam waktu enam bulan.

K. Koriokarsinoma

BAB III
KESIMPULAN
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi
Korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Prevalensi mola hidatidosa lebih
tinggi di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Mola hidatidosa terbagi menjadi : mola
hidatidosa sempurna dan mola hidatidosa parsial.
Perdarahan pervaginaan dari bercak sampai perdarahan berat
merupakan gejala utama dari mola hidatidosa. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
Anamnesa, Pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam, laboratorium, radiologik dan
histopatologik. Penatalaksanaan yang dilakukan untuk penderita mola hidatidosa
sebagai berikut:
a. Evakuasi : Kuret atau kuret isap
b. Pengawasan lanjut : Periksa ulang selama 2-3 tahun
c. Terapi profilaksis : Pemberian Metotreksat (MTX)
Komplikasi mola hidatidosa yang terjadi adalah perdarahan hebat, syok,
infeksi, perforasi uterus dan keganasan PTG. Penyebab kematian pada mola
hidatidosa dapat disebabkan karena perdarahan, infeksi, eklampsia, payah
jantung atau tirotoksikosis. Sebagian wanita akan sehat kembali setelah jaringan
dikeluarkan tetapi ada sekelompok wanita yang kemudian menderita
degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma

Anda mungkin juga menyukai