Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT

UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR

PENYULUHAN OSTEOPOROSIS
PADA PESERTA POSYANDU LANSIA DESA NGAMPIN
PUSKESMAS AMBARAWA

Pendamping
dr. Dwi Retno S

Disusun Oleh
dr. Elyza Putri Novitasari

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG


UPTD PUSKESMAS AMBARAWA
KABUPATEN SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT


UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR

PENYULUHAN OSTEOPOROSIS
PADA PEDERTA POSYANDU LANSIA DESA NGAMPIN
PUSKESMAS AMBARAWA

Disusun Oleh
dr. Elyza Putri Novitasari

Telah Disahkan pada


Tanggal 2017

Pendamping

Dr. Dwi Retno S.


NIP. 197403132006042017
BAB I
PENDAHULUAN

Di negara berkembang insidensi penyakit degeneratif terus meningkat

sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup. Dengan bertambah usia

harapan hidup ini, maka penyakit degeneratif dan metabolik juga meningkat,

seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, obesitas,

dislipidemia, dan termasuk osteoporosis. Saat ini osteoporosis menjadi

permasalahan di seluruh negara dan menjadi isu global di bidang kesehatan.1


Osteoporosis adalah sebuah penyakit tulang yang di tandai oleh penurunan

pembentukan matrik dan peningkatan resorpsi tulang sehingga terjadi

2
penurunan massa dan densitas tulang serta gangguan arsitektur tulang normal. 1,2

Berkurangnya kekuatan tulang, maka risiko terjadinya fraktur akan meningkat .

World Health Organization (WHO) memasukkan osteoporosis dalam daftar 10

penyakit degeneratif utama di dunia.1 Tercatat bahwa terdapat kurang lebih 200

juta pasien di seluruh dunia yang menderita osteoporosis.1


Angka kejadian osteoporosis yang tinggi menjadi masalah bagi sistem

pelayanan kesehatan karena angka kejadiannya semakin meningkat dengan

bertambahnya usia, serta masyarakat mengadopsi pola hidup yang tidak sehat,

berkurangnya aktifitas fisik, dan diet yang tidak seimbang.1


Prevalensi osteoporosis di Indonesia tidak diketahui secara pasti. Untuk

memberikan gambaran umum terjadinya osteoporosis di Indonesia, telah

dilakukan tes saring menggunakan ultrasound bone density yang diadakan pada

tahun 2002 di 5 kota besar. Hasilnya menunjukan bahwa dari keseluruhan

masyarakat yang dilakukan tes saring, 35% menunjukkan hasil yang normal,

36% menunjukkan adanya osteopenia, sedangkan 29% telah terjadi

osteoporosis.1
Di Indonesia hasil analisis data risiko Pusat Penelitian dan Pengembangan

Gizi Departemen Kesehatan menunjukkan saat ini 41,8% laki-laki dan 90%

perempuan Indonesia memiliki gejala osteoporosis. Sedangkan 28,8% laki-laki

dan 32,3% perempuan di Indonesia sudah terkena pengeroposan tulang.

Sedangkan 2 dari 5 orang di Indonesia berisiko terkena osteoporosis.3


Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria

tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis.Sama seperti pada wanita,

penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki

tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Resiko

3
fraktur akibat osteoporosis meningkat secara eksponensial berkaitan dengan

usia.3,4

BAB II
BENTUK KEGIATAN

I. PERMASALAHAN
1. Individu
a. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit osteoporosis, khususnya

mengenai gejala awal, cara pencegahan, dan pengelolaannya


b. Kurangnya pengetahuan dan kewaspadaan mengenai komplikasi

yang dapat timbul akibat penyakit osteoporosis


c. Kurangnya kesadaran untuk menjaga pola makan dan pola hidup

sehat dalam rangka pencegahan dan pengelolaan penyakit

osteoporosis
2. Masyarakat

Kurangnya kegiatan sosial untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap

penyakit osteoporosis

II. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

4
PERENCANAAN DAN
PERMASALAHAN
PEMILIHAN INTERVENSI
Individu
Kurangnya pengetahuan tentang Mengadakan penyuluhan tentang
penyakit osteoporosis, osteoporosis, cara mengenali gejala
khususnya mengenai gejala awal, penerapan pola makan dan gaya
awal, cara pencegahan, dan hidup sehat untuk mencegah
pengelolaannya osteoporosis, dan cara pengelolaan
penderita osteoporosis
Kurangnya pengetahuan dan Melakukan penyuluhan tentang
kewaspadaan mengenai osteoporosis dengan tujuan
komplikasi yang dapat timbul meningkatkan kewaspadaan masyarakat
akibat penyakit osteoporosis terhadap risiko yang mungkin timbul,
mengajarkan cara pengelolaan penderita
osteoporosis untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut
Kurangnya kesadaran untuk Memberikan contoh pola makan sehat
menjaga pola makan dan pola bagi penderita osteoporosis, mengajak
hidup sehat dalam rangka melakukan senam bersama,
pencegahan dan pengelolaan memberikan contoh olahraga dan gaya
penyakit osteoporosis hidup sehat
Masyarakat
Kurangnya kegiatan sosial untuk Memberdayakan tokoh masyarakat
meningkatkan kewaspadaan beserta aparat Puskesmas dan organisasi
terhadap penyakit osteoporosis terkait untuk mengelola kegiatan
penyuluhan dan deteksi dini penyakit
osteoporosis secara rutin

5
BAB III
PELAKSANAAN

A. Sasaran
Sasaran pada penyuluhan ini adalah masyarakat yang turut serta pada
program posyandu lansia di desa ngampin

B. Pelaksanaan
1. Tanggal : Kamis, 12 Januari 2017
2. Waktu : 15.00 WIB 17.00 WIB
3. Tempat : Posyandu Lansia Ngampin
4. Peserta : 30 orang
5. Kegiatan : Penyuluhan Osteoporosis
6. Metode : Ceramah dan sesi tanya jawab.
7. Hasil : Masyarakat tampak antusias dan
memperhatikan dalam mengikuti ceramah, sesi tanya
jawab berjalan lancar dan masyarakat terpuaskan
dengan jawaban yang diberikan.

C. Tahap Pelaksanaan Kegiatan


Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dibagi menjadi beberapa tahap
Langkah I
Adalah langkah pendaftaran dalam kegiatan Posyandu untuk
memudahkan registrasi dan pengaturan pelayanan kesehatan.
Langkah II
Adalah langkah pengukuran tekanan darah
Langkah III
Adalah langkah penyuluhan personal mengenai hasil dari pengukuran
tekanan darah.
Langkah IV
Adalah Langkah pelayanan kesehatan meliputi pengobatan dasar dan
konsultasi pemeriksaan kesehatan

Setelah dilakukan lima tahap langkah tersebut lalu dilakukan penyuluhan


spesifik terkait osteoporosis
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan, peserta dikumpulkan dan diberikan gambaran
singkat mengenai kegiatan yang akan dilakukan.

6
2. Tahap Penyajian Materi
Penyajian materi penyuluhan diawali dengan sharing mengenai
pengetahuan yang berkaitan dengan osteoporosis. Materi yang diberikan
meliputi gambaran singkat mengenai osteoporosis. Penyuluhan diberikan
dalam waktu sekitar 30 menit, kemudian dilanjutkan dengansesi tanya
jawab.

3. Sesi Tanya Jawab


Sesi tanya jawab berlangsung sekitar 30 menit. Beberapa pertanyaan dan
jawaban yang dimunculkan dalam sesi ini antara lain adalah:
a. Mengapa osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita?
Jawab :
Karena struktur tulang wanita berbeda dengan pria. Dan pada saat
wanita sudah menopause hormon estrogen berkurang dan menyebabkan
peningkatan resiko osteoporosis. Dan pada wanita yang hamil dengan
kekurangan asupan kalsium, maka kalsium akan diserap dari tulang untuk
mencukupi kebutuhan kalsium bayi.
b. Bagaimana cara yang baik bagi untuk mencegah osteoporosis?
Jawab :
Kalsium dan vitamin D merupakan komponen penting untuk
membentuk tulang. Susu dan olahannya merupakan sumber kalsium yang
tinggi dan dapat diperoleh dengan mudah. Selain itu vitamin D dihasilkan
oleh matahari yang dapat kita peroleh secara gratis. Oleh karena itu,
sangat disarankan untuk berolahraga ringan pada pagi dan sore hari agar
tubuh kita dapat menyerap vitamin D secara langsung dari matahari.
c. Bagaimana olahraga yang baik bagi penderita osteoporosis?
Jawab :
Latihan jasmani secara teratur (34 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit) merupakan salah satu cara mencegah terjadinya
osteoporosis. Kegiatan seharihari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan

7
menjaga komposisi serta kelenturan tulang, sehingga dapat mencegah
tulang menjadi rapuh dan tidak mudah patah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan
kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk
mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah menderita osteoporosis disrankan untuk tidak
melakukan olahraga yang terlalu berat. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalasmalasan serta mengangkat beban berat.
d. Jam berapa paling baik untuk mendapatkan vitamin D dari matahari?
Jawab :
Paling baik adalah sinar matahari pada pagi hari yaitu antara jam 6
sampai jam 8 pagi saat cahaya matahari belum terlalu panas.

4. Tahap Penutupan dan Evaluasi


Diakhir presentasi, pemateri memberikan pertanyaan post-test dan
peserta diberi kesempatan untuk menjawab. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat pemahaman peserta dan menekankan poin-poin
penting dari materi yang disampaikan. Setelah selesai, kegiatan
penyuluhan ditutup.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

1. Monitoring
Monitoring pada kegiatan ini dilakukan dengan pemantauan berkala
terhadap. Dimana setiap peserta akan dilakukan pengukuran tekanan darah,
berat badan, serta pengukuran tinggi badan. Kegiatan pemeriksaan ini rutin
dilakukan setiap bulan untuk skrining dan kontrol pasien osteoporosis.
Setelah diadakan penyuluhan ini, peserta tampak lebih paham
mengenai penyakit osteoporosis dan semakin waspada terhadap bahaya yang
dapat ditimbulkan akibat penyakit ini. Diharapkan dengan pengetahuan dan
kewaspadaan ini peserta dapat turut serta berpartisipasi dalam usaha-usaha
pencegahan, deteksi dini, serta pengelolaan penyakit osteoporosis di
masyarakat.

8
2. Evaluasi
Evaluasi kegiatan penyuluhan ini dilakukan dengan melihat hasil
pengukuran tinggi badan peserta apakah terdapat penurunan tinggi badan
secara drastis serta melihat angka kesakitan osteoporosis pada masyarakat
secara berkala. Selain itu, hasil ini juga dapat digunakan untuk menilai tingkat
keberhasilan program Prolanis khususnya yang berkaitan dengan penyakit
osteoporosis. Diharapkan dengan adanya kegiatan berkala ini, angka kesakitan
osteoporosis dapat diturunkan.

9
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

I. Kesimpulan
a. Sebagian besar peserta masih belum mengetahui tentang osteoporosis
b. Sebagian peserta masih belum mengetahui pentingnya olahraga dan asupan
kalsium pada usia lanjut.
c. Masyarakat tampak antusias mengikuti kegiatan penyuluhan

II. Saran
a. Memperluas sasaran penyuluhan meliputi semua golongan berisiko di
lingkungan kerja Puskesmas Ambarawa.
b. Melakukan pemeriksaan tinggi badan tidak hanya terbatas pada peserta
yang telah terdiagnosis osteoporosis sebelumnya tetapi terhadap semua
peserta posyandu
c. Melibatkan kader dan tokoh masyarakat untuk mensosialisasikan kegiatan
penyuluhan osteoporosis.
d. Melakukan kegiatan aerobik untuk mencegah terjadinya osteoporosis.

10
DOKUMENTASI KEGIATAN

11
TINJAUAN PUSTAKA

OSTEOPOROSIS
1. DEFINISI
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.2,5,9 pada tahun 2001, National
Institute Of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik ditandai oleh Compromised bone strength sehingga
tulang mudah patah.9

Gambar 3. Perbedaan tulang normal dan osteoporosis.10

2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak
tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya
pengurangan massa tulang setelah menopause. Akan tetapi, osteoporosis
merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Faktor resiko osteoporosis
antara lain sebgai berikut:2,5,9
1. Usia ( Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8)

2. Genetik

12
Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
Seks (wanita > pria)
Riwayat keluarga
3. Lingkungan:
Defisiensi kalsium
Aktivitas fisik kurang
Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin,
siklosporin)
Merokok, alkohol
Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan,
licin, gangguan penglihatan)

4. Hormonal dan penyakit kronik

Defisiensi estrogen, androgen


Tirotoksikosis, hiperparratiroidisme primer,
hiperkortisolisme
Penyakit kronis ( sirosis hepatis, gagal ginjal,
gastrektomi ).

5. Sifat fisik tulang


Densitas (massa)
Ukuran dan geometri
Mikroarsitektur
Komposisi

-2.6. KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS


Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:1,9

1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis
primer menjadi 2 tipe, yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II.
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause.

13
Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause.
Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh
gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis.
Namun pada sekitar tahun 1990, Riggs dan Melton memperbaiki
hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang
sangat berperan pada osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun
senilis.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui
penyebabnya, yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari,
defisiensi atau konsumsi obat yang dapat menyebabkan osteoporosis.
a. Penyebab genetik (kongenital)
Kistik fibrosis
Ehlers Danlos syndrome
Penyakit penyimpanan glikogen
Penyakit Gaucher
Hemokromatosis
Homosistinuria
Hiperkalsiuria idiopatik
Sindroma marfan
Osteogenesis imperfekta
b. Keadaan hipogonad
Insensitifitas androgen
Anoreksia nervosa / bulimia nervosa
Hiperprolaktinemia
Menopause prematur
c. Gangguan endokrin
Akromegali
Insufisiensi adrenal
Sindroma Cushing
Diabetes Melitus
Hiperparatiroidism
Hipertiroidisme
Hipogonadism
Kehamilan
Prolaktinoma

14
d. Gangguan yang diinduksi obat
Glukokortikoid
Heparin
Antikonvulsan
Barbiturat
Antipsikotik

1. PATOGENESIS
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang vertebra sebesar
42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9
kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi
tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal
ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur
tulang dan peningkatan resiko fraktur.9
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada
dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur
vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan
produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel
mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan meningkatkan kerja
osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan
meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas
meningkat. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause,
maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya
volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga
meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium
dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi
akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis
respiratorik.9

15
Gambar 4. Pathogenesis osteoporosis pasca menopause.9
Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan
menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang
yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia,
kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone
Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan
meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang
inaktif.9
2. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada osteoporosis berkaitan dengan lokasi patah tulang.
Kemampuan fisiologis tubuh orang lanjut usia sudah menurun sehingga mereka
mudah mengalami kecelakaan.2 kelainan ini dapat mengenai sebagian atau
seluruh tulang, terutama pada tulang pelvis, tibia, femur, tengkorak, vertebra
dan klavikula. Penyakit ini umunya bersifat asimtomatik dan ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan radiologis untuk keperluan yang lain. Tetapi, pada
beberapa penderita bisa ditemukan gejala berupa nyeri, atau deformitas tulang.5

16
Nyeri yang terjadi adalah nyeri tumpul yang konstan terutama bila
penderita bangun tidur dan nyeri akan bertambah hebat bila terjadi fraktur.
Deformitas terutama terjadi pada anggota gerak bawah, mengenai tulang
panjang yang mengganggu tekanan mekanik yaitu pada daerah tibia anterior
atau femur anterolateral.5
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila
didapatkan :3,5

Patah tulang akibat trauma yang ringan.


Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

3. DIAGNOSIS
Selain gejala klinis, tiga prosedur diagnostik yang biasa digunakan untuk
menentukan penyakit metabolic tulang yaitu pemeriksaan laboratorium,
pencitraan, serta biopsi tulang.2
a. Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,
deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering
menunjukkan kifosis dorsal dan penurunan tinggi badan.9
b. Laboratorium
Pengukuran komponen biokimiawi yang dihasilkan oleh aktivitas
osteoklas dan osteoblas dalam pergantian tulang ( bone turn over ) dapat
dipakai untuk memprediksi terjadinya osteoporosis secara tidak
langsung. Uji ini berguna sebagai uji saring dan pemantauan terapi. Pada
proses osteoblastik, komponen biokimiawi yang dihasilkan antara lain
osteokalsin dan alkali fosfatase, sementara pada proses osteoklastik
antara lain piridinolin crosslink (pyd) dan deoksipiridonolin (Ddp).
Selain uji di atas, uji laboratorium juga dapat dilakukan untuk
memeriksa komponen biokimiawi menurut penyebab osteoporosis
sekunder.2

17
c. Pencitraan
Pencitraan berupa radiografi serta densitometri dilakukan untuk
memeriksa densitas atau massa tulang. Radiografi baru dapat
menunjukan adanya kelainan tulang seperti codfish deformity atau fish
mouth pada vertebra setelah penurunan massa tulang melampaui 30%.
Bila dicuriga terdapat keganasan, pemeriksaan dilanjutkan dengan CT-
Scan.2
Hingga saat ini diagnosis osteoporosis masih didasarkan pada hasil
pemeriksaan dual-x-ray absorption-metry (DXA). Namun, pengukuran
densitometry tulang merupakan metode yang paling sensitif adan akurat
untuk mendiagnosis osteoporosis. Setiap pengurangan densitas massa
tulang sebesar 1 standard deviation (1 SD) akan meningkatkan
kemungkinan keparahan patah tulang sebesar 2 hingga 2,5 kali lipat.2
d. Biopsi tulang
Biopsi tulang dan histomorfometri merupakan pemeriksaan yang
sangat penting untuk menilai kelainan metabolism tulang. Biopsy
biasanya dilakukan didaerah transiliakal, yaitu 2 cm posterior SIAS dan
sedikit inferior Krista iliakal. Alat yang digunkan adalah jarum Bordier-
Meunier.
Indikasi biopsy tulang meliputi berbagai kelainan metabolic tulang
seperti osteoporosis pasca menopause, osteodistrofi renal, osteomalasia,
riket, hiperparratiroidisme primer, penyakit tulang akibat kelainan
gastrointestinal kronik atau pasca operasi gastrointestinal.

4. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi dan pencegahan osteoporosis adalah mencegah
berlanjutnya kehilangan massa tulang dan terjadinya fraktur serta nyeri. Terapi
umumnya bergantung pada derajat BMD. Umumnya semakin rendah BMD
seseorang maka semakin besar resiko menderita fraktur:2
1. BMD normal ( +1 sampai -1 SD ) tidak memerlukan pengobatan.
2. BMD rendah ( -1 sampai -2,5 SD ) memerlukan terapi dengan pencegahan
osteoporosis.
3. BMD kurang dari -2,5 SD tanpa atau dengan adanya fraktur harus
memdapat terapi osteoporosis.

18
Terapi Non Farmakologi / Non-medikamentosa
a. Nutrisi
Pasien osteoporosis sebaiknya mendapatkan nutrisi yang cukup dan
pemeliharaan berat badan yang ideal. Diet kalsium penting untuk
memelihara densitas tulang. Nutrisi tersebut dapat berupa vitamin D yang
bisa didapatkan dari brokoli, kacang-kacangan, ikan teri, ikan salmon,
susu, kuning telur, hati dan sardine serta paparan sinar matahari (Gomez,
2009).

b. Olahraga
Olahraga seperti berjalan, jogging, menari dan panjat tebing dapat
bermanfaat dalam mencegah kerapuhan dan fraktur tulang. Hal tersebut
dapat memelihara kekuatan tulang (Chisholm-burns et.al , 2008). Prinsip
latihan fisik untuk kesehatan tulang adalah latihan pembebanan, gerakan
dinamis dan ritmis, serta latihan daya tahan (endurans) dalam bentuk
aerobic low impact. Senam osteoporosis untuk mencegah dan mengobati
terjadinya pengeroposan tulang. Daerah yang rawan osteoporosis adalah
area tulang punggung, pangkal paha dan pergelangan tangan (Anonim,
2011).
Terapi Farmakologi
a. Terapi medis
Biasanya pada tahap patah tulang terjadi rasa sakit yang hebat, bila
tidak dapat digunakan pereda sakit biasa maka dapat diberikan suntikan
hormone kalsitonin. Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda sakit
seperti paracetamol atau codein atau kombinasi keduanya seperti co-
dydramol, co-codramol atau co-proxamol cukup memadai bagi banyak
pasien sehingga bisa melakukan aktivitas sehari-hari (Wirakusumah,
2007).

b. Terapi Hormon
1) Estrogen (Hormon Replacement Therapy/HRT)
Mekanisme kerja
Estrogen menurunkan aktivitas osteoklas, menghambat PTH secara
periferal, meningkatkan konsentrasi kalsitriol dan absorpsi kalsium di

19
usus, dan menurunkan ekskresi kalsium oleh ginjal. Penggunaan estrogen
dalam jangka waktu lama tanpa diimbangi progesteron meningkatkan
risiko kanker endometrium pada wanita yang uterusnya utuh.

Kontraindikasi

Estrogen ini kontraindikasi dengan wanita hamil dan menyusui, kanker


estrogen-independent (Anonim, 2008).
HRT atau terapi hormone pengganti menggunakan hormone estrogen
atau kombinasi dengan estrogen dengan progesterone. Selama menopause
produksi hormone ini di indung telur menurun sehingga perlu terapi
tambahan. Efek sampingnya terjadi kemungkinan kanker endmetrium
karena hormone tersebut dapat merangsang pertumbuhan dinding sel
rahim yang bila terlalu pesat dapat berkembang menjadi kanker ganas.
Karena itu, maka sering dikombinasi dengan progesterone. Efek samping
lain adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual, muntah,
sakit kepala, gangguan pencernaan dan gangguan emosi (Wirakusumah,
2007).
Syarat pemeberian obat hormone estrogen hanya pada keadaan ini:
a. Diberikan dalam dosis kecil, misalnya estrogen 0,3-0,625 mg
b. Dikombinasikan dengan progesterone
c. Lebih baik untuk wanita muda yang mengalami menopause dini
karena rahimnya sudah diangkat (Tandra, 2009)

Efek samping dari penggunaan hormone estrogen adalah:

a. Mual, sebah
b. Sakit kepala
c. Payudara terasa kencang atau mengeras
d. Nafsu seks berubah
e. Berat badan meningkat
f. Varises, bisa menyebabkan nyeri otot tungkai dan kaki
g. Gangguan fungsi hati (Tandra, 2009)

Beberapa prinsip pemberian estrogen yang dapat dijadikan patokan:

20
a. Mulailah selalu dengan estrogen lemah (estriol) dengan dosis rendah
yang efektif
b. Pemberian estrogen dilakukan secara siklik
c. Usahan selalu pemberian estrogen dikombinasi dengan progesterone
d. Perlunya diberikan pengawasan ketat selama pemberian (6-12 bulan)
e. Apabila selama pemberian estrogen tersebut terjadi perdarahan atopik,
maka perlu dilakukan dilatasi dan kuretase.
f. Dilakukan kerjasama dengan bagian Penyakit Dalam apabila dalam
masa pengobatan atau sebelum masa pengobatan ditemukan adanya
keluhan nyeri dada, hipertensi kronik, hiperlidemia, dan diabetes
mellitus atau peningkatan kadar gula darah (Gomez, 2009).

2) Kalsitonin
Mekanisme kerja
Bersama dengan hormon paratiroid, kalsitonin berperan dalam
mengatur homeostasis Ca dan metabolisme Ca tulang. Kalsitonin
dilepaskan dari kelenjar tiroid ketika terjadi peningkatan kadar kalsium
serum.
Efek samping
Efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi kalsitonin yaitu mual,
muntah, flushing (Anonim, 2008).
Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan
mengakibatkan kerja sel osteoblast dan menekan kinerja sel osteoklas.
Kalsitonin juga membantu mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
pada keadaan patah tulang. Kalsitonin dapat diberikan dalam bentuk
suntikan setiap dua hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini
dapat menimbulkan efek samping rasa mual dan muka merah, mungkin
pula diare dan muntah (Wirakusumah, 2007) Kalsitonin diberikan sebagai
terapi alternatif pada wanita yang tidak dapat atau tidak merespon
terhadap estrogen

3) SERM / Selective Estrogen Receptor Modulator (Raloxifen)


Raloxifene merupakan agonis estrogen pada jaringan tulang tetapi
merupakan antagonis pada payudara dan uterus. Raloxifen meningkatkan
BMD tulang belakang dan pinggul sebesar 2-3% dan menurunkan fraktur

21
tulang belakang. Fraktur non-vertebral tidak dapat dicegah dengan
raloxifene.

Mekanisme kerja

Raloxifene merupakan reseptor estrogen selektif yang mengurangi


resorpsi tulang dan menurunkan pembengkokan tulang.

Data farmakokinetik

1. Absorpsi
Raloxifene diabsorpsi secara cepat setelah pemberian oral dengan
sekitar 60% dosis oral absorpsi.
2. Distribusi
Volume distribusi nyata sebesar 2348L/kg dan tidak tergantung dosis.
sekitar 95% raloxifene dan konjugat monoglukoronid terikat pada
protein plasma.
3. Metabolisme
Raloxifene mengalami metabolisme lintas pertama menjadi konjugat
glukoronid dan tidak dimetabolisme melalui jalur sitokrom P450.

4. Ekskresi
Raloxifene terutama diekskresikan pada feses dan urin.

Kontraindikasi

Wanita menyusui, wanita yang sedang hamil atau akan hamil, wanita
dengan kejadian aktif atau memiliki sejarah tromboembelik vena,
termasuk thrombosis vena dalam (Sukandar, 2009).

4) Testosteron
Penurunan konsentrasi testosteron tampak pada penyakit gonad,
gangguan pencernaan dan terapi glukokortikoid. Berdasarkan penelitian
terapi testosteron ini dapat meningkatkan BMD dan mengurangi hilangnya
massa tulang pada pasien osteoporosis laki-laki (Dipiro et.al , 2005).

22
Testosteron merupakan hormone yang dihasilkan pria. Penggunaan
hormon testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca-menopause
mampu menghambat kehilangan massa tulang. Efek samping dapat
berupa penambahan rambut berlebih pada dada, kaki dan tangan.
Timbulnya jerawat, muka dan perbesaran suara seperti pria
(Wirakusumah, 2007).

5) Hormon paratiroid (Teriparatide)


Terapi anabolik ini hanya untuk terapi menjaga dan memelihara
bentuk tulang. Teriparatide merupakan produk rekombinan yang mewakili
34 asam amino pertama dalam PTH manusia. Teriparatide meningkatkan
formasi tulang, perubahan bentuk tulang dan jumlah osteoblast beserta
aktivitasnya sehingga massa tulang akan meningkat. Teriparatide
disarankan oleh FDA kepada wanita postmenopouse dan laki-laki yang
memiliki resiko tinggi terjadi fraktur. Efikasi dari teriparatide ini dapat
meningkatkan BMD. PTH analog sangat penting dalam pengelolaan
pasien osteoporosis yang memiliki risiko tinggi patah tulang karena PTH
merangsang pembentukan tulang baru. Kontraindikasi teriparatide ini
yaitu pada pasien hiperkalsemia, penyakit metabolik tulang lainnya dan
kanker otot (Dipiro et.al , 2005).
Hasil penelitian terbaru membuktikan bahwa obat teriparatide
berperan lebih baik dibanding alendronate dalam meningkatkan kepadatan
tulang dan mengurangi patah tulang belakang pada pasien dengan
osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid (glucocorticoid-induced
osteoporosis) (Anonim, 2010)
Oleh karena pertimbangan efek samping dan biaya, teriparatide
disediakan untuk pasien dengan resiko tinggi fraktur terkait osteoporosis
yang tidak dapat atau tidak akan dapat atau gagal menjalani terapi
bifosfonate (Sukandar, 2009).

c. Terapi Non-hormonal
1) Bifosfonat
Mekanisme kerja obat

23
Biofosfonat bekerja terutama pada tulang. Kerja farmakologi utamanya
adalah inhibisi resorpsi tulang normal dan abnormal. Tidak ada bukti
bahwa biofosfonat dimetabolisme. Biofosfonat utnuk menoptimalkan
manfaat klinis harus dengan dosis yang tepat dan meminimalkan resiko
efeksamping terhadap saluran pencernaan. Semua bifosfonat sedikit
diabsorpsi (bioavaibilitas 1-5%).
Efek samping
Efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi biofosfonat yaitu mual,
nyeri abdomen dan dyspepsia (Anonim, 2008).
Bifosfonat merupakan golongan obat sintesis yang saat ini sangat
dikenal pada pengobatan osteoporosis. Efek utama obat ini adalah
menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoklast) sehingga penurunan
massa tulang dapat dihindari. Obat ini bekerja sebagai anti resorpsi tulang,
menghambat pemecahan tulang oleh osteoklas. Dalam satu tahun
pemakaian bifosfonat didaptkan penambahan kepadatan tulang sampai 5%
da kecendrungan patah tulang menurun sampai 50%. Teapi bifosfonat
diperlukan bila:
a. Hasil pemeriksaan BMD ditemukan T-score kurang dari -2,5
b. Mengalami patah tulang
c. Ada resiko terjadi osteoporosis, misalnya sangat kurus atau minum
obat kortikosteroid
d. Wanita sudah menopause
Generasi bifosfonate adalah sebagai berikut:

a. Generasi I : Etidronat, Klodronat


b. Generasi II : Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
c. Generasi III : Risedronat, Ibandronat, Zoledronat
(Kawiyana, 2009)

2) Kalsium
Mekanisme kerja obat
Kalsium berfungsi sebagai integritas sistem saraf dan otot, untuk
kontraktilitas jantung normal dan koagulasi darah. Kalsium berfungsi

24
sebagai kofaktor enzim dan mempengaruhi aktivitas sekresi kelenjar
endokrin dan eksokrin
Data farmakokinetik
1. Absorpsi
Absorpsi kalsium dari saluran pencernaan dengan difusi pasif dan
transpor aktif. Kalsium harus dalam bentuk larut dan terionisasi agar
bisa diabsorpsi. Vitamin D diperlukan untuk absorpsi lasium dan
meningkatkan mekanisme absorpsi. Absorpsi meningkat dengan
adanya makanan. Ketersediaan oral pada orang dewasa berkisar dari
25% hingga 35% jika diberikan dengan sarapan standar. Absorpsi dari
susu sekitar 29% dalam kondisi yang sama.
2. Distribusi
Kalsium secara cepat didistribusikan ke jaringan skelet. Kalsium
menembus plasenta dan mencapai kosentrasi yang lebih tinggi pada
darah fetah dibanding darah ibu. Kalsium juga didistribusikan dalam
susu.

3. Ekskresi
Kalsium dieksresikan melalui feses, urin dan keringat.

Kontraindikasi
Kalsium dikontraindikasikan pada pasien dengan hiperkalsemia dan
fibrilasi ventrikuler
Efek samping
Efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi kalsium yaitu
gangguan gastrointestinal ringan, bradikardia, aritmia, dan iritasi pada
injeksi intravena (Anonim, 2008).

3) Vitamin D
Mekanisme kerja obat
Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang diperoleh dari sumber
alami (minyak hati ikan) atau dari konversi provitamin D (7-
dehidrokolesterol dan ergosterol). Pada manusia, suplai alami vitamin D
tergantung pada sinar ultraviolet untuk konversi 7-dehidrokolesterol

25
menjadi vitamin D3 atau ergosterol menjadi vitamin D2. Setelah
pemaparan terhadap sinar uv , vitamin D3 kemudian diubah menjadi
bentuk aktif vitamin D (Kalsitriol) oleh hati dan ginjal. Vitamin D
dihidroksilasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi 25-hidroksi-vitamin D 3
(25-[OH]- D3 atau kalsifediol). Kalsifediol dihidroksilasi terutama di ginjal
menjadi 1,25-dihidroksi-vitamin D (1,25-[OH]2-D3 atau kalsitriol) dan
24,25-dihidroksikolekalsiferol. Kalsitriol dipercaya merupakan bentuk
vitamin D3 yang paling aktif dalam menstimulasi transport kalsium usus
dan fosfat.
Kontraindikasi
Vitamin D dikontraindikasikan dengan hiperkalsemia, bukti adanya
toksistas vitamin D, sindrom malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas
abnormal terhadap efek vitamin D, penurunan fungsi ginjal.
Efek samping
Efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi vitamin D ini yaitu sakit
kepala, mual, muntah, mulut kering dan konstipasi.
(Sukandar, 2009)

4) Fitosteron
Isoflavonoid (protein kedelai) dan lignan (flaxseed) merupakan bentuk
estrogen dimana efeknya terhadap tulang dapat disebabkan aktivitas
agonis reseptor estrogen tulang atau efek terhadap osteoblas dan osteoklas.
beberapa studi isoflavon menggunakan dosis yang lebih besar dilaporkan
dapat menurunkan penanda resorpsi tulang dan sedikit meningkatkan
densitas (Anonim, 2008).
5) Tiazid
Diuretik tiazid meningkatkan reabsorbsi kalsium. Berdasarkan
penelitian pasien yang mengkonsumsi diuretik tiazid memiliki massa
tulang lebih besar dan fraktur yang lebih sedikit. Diuretik tiazid ini
diberikan ketika pasien osteoporosis dengan glukokortikoid yang lebih
besar dari 300mg dari jumlah kalsium yang dikeluarkan dalam urin selama
lebih dari 24 jam (Dipiro et.al , 2005).

1. Prognosis

26
Prognosisnya baik dalam pencegahan osteoporosis setelah menopause
jika terapi farmakologi dengan estrogen atau raloxifen dimulai sedini
mungkin dan bila terapi dipertahankan dengan baik dalam jangka waktu
yang panjang (bertahun-tahun). Penggunaan bifosfonat dapat memperbaiki
keadaan osteoporosis pada penderita, serta mampu mengurangi risiko
terjadinya patah tulang.
Patah pada tulang pinggul dapat mengakibatkan menurunnya mobilitas
pada pasien. Pada penelitian Hannan et al (2001) dilaporkan bahwa nilai
mortalitas pada subjek penelitian (571 orang dengan usia 50 tahun atau
lebih) dalam 6 bulan setelah mengalami patah pada tulang pinggul adalah
sekitar 13.5% dan sejumlah penderita membutuhkan bantuan secara
sepenuhnya dalam mobilitas mereka setelah mengalami patah tulang
pinggul.
Patah tulang belakang memiliki pengaruh lebih rendah terhadap
mortalitas, serta dapat mengakibatkan nyeri kronis yang berat dan sulit untuk
dikontrol. Meskipun jarang terjadi, patah tulang belakang yang parah dapat
mengakibatkan bungkuk (kyphosis) yang kemudian dapat menekan organ
dalam tubuh dan mengganggu sistem pernafasan dari penderita.
Walaupun penderita osteoporosis mempunyai kadar mortalitas yang
meninggi karena adanya komplikasi fraktur, jarang fatal. Fraktur tulang
pinggul bisa menyebabkan penurunan mobilitas dan tambahan dari resiko
komplikasi multiple. Kadar mortalitas sampai 6 bulan setelah fraktur tulang
pinggul adalah sebanyak 13,5% dan proporsi yang hampir sama pada
penderitan yang mengalami fraktur tulang pinggul yang memerlukan
bantuan untuk mobilisasi. Namun fraktur tulang vertebra yang multiple bisa
menyebabkan kiposis. Selain dari resiko kematian dan komplikasi yang lain,
fraktur soteporotic bisa menyebabkan pengurangan kualitas hidup (Hannan,
2001).
DAFTAR PUSTAKA

1. Wardhana, W. Faktor-faktor resiko osteoporosis pada pasien dengan usia diatas


50 tahun. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012.

27
2. Sjamsuhidayat, R. Buku ajar ilmu bedah . Ed-3. Jakarta; EGC.2010. Hal;1002-
1004.
3. Departemen Kesehatan RI. Wanita dan Pria Memiliki Kecenderungan
Menderita Osteoporosis; 2005. Diunduh dari URL: http://www.depkes.go.id
4. Terapi dan Pengobatan Osteoporosis; 2011. Diunduh dari URL :
http://www.medicastore.com/osteoporosis/artikel_utama/19/Terapi_dan_Pengob
atan_Osteoporosis.html.
5. Rasjad, Chairuddin. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Cetakan keenam. 2009.
Jakarta. Yarsif Watampone. Hal 6-11,
6. Fawcet, Don W. Buku ajar Histologi.Ed-12. Jakarta;EGC,2002. Hal; 183-186.
7. Di unduh dari URL: http: //www. personal. psu. edu/ staff/ m/b/mbt102/
bisci4online/ bone/ bone4. htm
8. Di unduh dari URL: http://www.siumed.edu/~dking2/ssb/remodel.htm
9. W, Aru sudoyo. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus,,.et.all. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Ed-4. Jil-2.Ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Tandra,
H. 2009. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis. PT.
Gramedia Pustaka : Jakarta.
10. Wirakusumah, E.S. 2007. Mencegah Osteoporosis. Penebar Plus : Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai