Anda di halaman 1dari 6

SANGKAL PUTUNG

Disusun Oleh :
Benita Edgina 41140011
Thomas Brilliant Deo 41140012
R. Rangga Bagaskara 41140013
Ivan Santoso 41140014
Vincent Ongkowijaya 41140015
Dessy Ratnasari Secoadi 41140016
Berlian Wahyu 41140018
Theresia Agung 41140019

LABORATORIUM KETRAMPILAN NON BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Awalnya gangguan kesehatan merupakan konsekuensi perilaku yang berwujud
tindakan manusia baik secara disadari maupun tidak disadari sehingga hal ini berakibat dapat
merugikan kesehatan bagi seseorang, orang lain, maupun suatu kelompok. Adapun gangguan
kesehatan yang terjadi tidak hanya mengganggu secara fisik maupun mental saja tetapi dapat
mengganggu kesejahteraan hidup sehingga pada seseorang yang terganggu kesehatannya
pasti akan mencari pengobatan.
Oleh karena itu, kami mengambil contoh mengenai seseorang yang menderita patah tulang
dan menggunakan pengobatan alternatif sangkal putung untuk meringankan gejala patah
tulang. Sebab sangkal putung terdapat di berbagai daerah di Indonesia dan terjangkau.
Sangkal Putung dikenal masyarakat sebagai pengobatan alternatif kasus patah tulang.
Dimana pada kasus sangkal putung tersebut menggunakan jampi, mantra, doa, dan pijatan
khusus, bahkan ada beberapa bahan yang mendukung, selain itu cara melakukan sangkal
putung untuk menangani kasus patah tulang dengan cara memijat, mereposisi, dan
memberikan sugesti bahwa pengobatan sangkal putung ini pasti mujarab.
Prevalensi kasus sangkal putung dari bukti hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) tahun 2007 (dalam Supardi dan Andi, 2010), menunjukkan penduduk Indonesia
yang mengeluh sakit dalam kurun waktu sebulan sebelum survei yaitu 299.463 orang
(30,8%). P yang mengeluh sakit sebesar 195.123 orang (65,02%) memilih pengobatan
sendiri, dan 54.904 orang (28,1%) menggunakan pengobatan tradisional. Persentase
penduduk Indonesia yang menggunakan obat tradisional dalam upaya pengobatan sendiri
meningkat dari tahun 2000 (15,59%) sampai tahun 2001 (30,24%) dan tahun 2002
mengalami penurunan (29,73%). Pada tahun 2003 – 2006 pengguna pengobatan tradisional
dalam pengobatan sendiri terus meningkat yaitu tahun 2003 (30,76%), 2004 (32,87%), 2005
(35,52%), dan 2006 (38,30%). Berdasarkan riset diatas menunjukkan bahwa pengobatan
tradisional masih digunakan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu pada kasus yang
dibahas ini menggunakan kasus pengobatan tradisional sangkal putung H. Atmo Saidi yang
ada di Karanganyar, dimana pengobatan tradisional ini masih diterima dan digunakan oleh
masyarakat luas. Akan tetapi kami juga akan membahas mengenai masalah-masalah yang
terjadi dari pengobatan tradisional sangkal putung yang berupa sindrom kompartemen.

I.2 MASALAH KESEHATAN POTENSIAN


Poin – poin masalah kesehatan potensial:

Untuk kasus Sangkal Putung terdapat masalah kesehatan yang terjadi diantaranya yaitu
sindrom kompartemen dan penyembuhan tulang yang tidak sempurna.
BAB II
MASALAH KESEHATAN DAN PENANGGULANGANNYA

Pada pasien yang melakukan pengobatan di Sangkal Putung biasanya akan mengalami
komplikasi atau mengalami masalah kesehatan potensial yang timbul dari praktik budaya
tersebut berupa sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
interstisial di dalam ruangan yang terbatas yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang
terbentuk. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan
intrakompartemen meningkat, aliran darah ke jaringan akan berkurang sehingga otot di dalam
kompartemen akan menjadi iskemik. Sehingga dari kejadian tersebut menimbulkan gejala :
nyeri, parestesia (rasa tertusuk / terbakar / kesemutan), paresis (kelemahan), dan disertai
denyut nadi yang hilang. Adapun strategi yang digunakan untuk menanggulangi sindrom
kompartemen :
1. Sebelum dilakukan penanganan untuk membenahi patah tulang diperlukan
pemeriksaan kondisi tulang terlebih dahulu, apakah tulang itu patah atau keseleo.
2. Apabila patah tulang, segera lakukan reposisi dan setelah itu dilanjutkan penanganan
awal berupa fiksasi menggunakan balut bidai untuk menghindari mobilisasi tulang.
Dalam fiksasi menggunakan balut bidai diusahakan untuk tidak menggunakan bahan
campuran lain selain balut bidai untuk menghindari dari kasus infeksi.
3. Apabila dari awal penanganan sudah terjadi salah penanganan patah tulang dan terjadi
sindrom kompartemen segera lakukan fasciotomy / proses pembedahan dengan
memotong fasia / jaringan penghubung untuk melegakan tekanan di bagian tubuh
tertentu.

Untuk pihak yang terlibat terbagi menjadi 3, yaitu :


1. Sasaran primer

Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya promosi


kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, banyak masyarakat masih percaya
pengobatan tradisional sebagai alternatif penyembuhan.

2. Sasaran sekunder

Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut sasaran
sekunder karena dengan memberikan informasi mengenai penanganan kesehatan pada
kelompok ini diharapkan untuk selanjutnya kelompok ini akan memberikan informasi
penanganan kesehatan pada masyarakat disekitarnya. Disamping itu dengan perilaku
sehat dan penanganan yang tepat para tokoh masyarakat sebagai hasil yang diterima,
maka para tokoh masyarakat ini akan memberikan contoh atau acuan perilaku yang
tepat bagi masyarakat sekitarnya. Upaya promosi kesehatan yang ditujukan kepada
sasaran sekunder ini adalah sejalan dengan strategi dukungan sosial (social support).

3. Sasaran tersier
Para pembuat keputusan atau penentuan kebijakan baik ditingkat pusat, maupun
daerah adalah sasaran tersier penanganan kesehatan dengan kebijakan – kebijakan
atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok ini akan mempunyai dampak
terhadap perilaku para tokoh masyarakat (sasaran sekunder), dan juga kepada
masyarakat umum (sasaran primer).
BAB III
PIRANTI EDUKASI MASA

Bentuk poster kita adalah edukasi. Melalui poster ini diharapkan dapat mengedukasi
bagi yang membacanya. Isi poster terdiri dari judul yaitu Tulang Potol, yang bisa diuraikan
menjadi “Tumindhak pundhi , opo gejalane lan piye nek ora ditulungi?”. Artinya Dibawa
kemana apabila ada gejala tulang patah dan bagimana jika tidak ditolong / penangannya? Isi
nya adalah gejala, komplikasi, penanganan awal dan penanganan lanjut.
Sasaran poster ini untuk masyarakat agar mereka paham ketika mengalami patah
tulang tidak sembarangan berobat ke tempat yang salah melainkan mendapatkan penanganan
yang tepat dari ahli yang terpercaya yaitu Dokter.
Akan ditempelkan di Balai Desa, yang notabene sebagai tempat berkumpulnya
masyarakat saat ada acara, rapat, dan lain sebagainya, di Puskesmas, di Posyandu, di tempat
Ibadah, di rumah pak RT, dan juga bisa bekerja sama dengan Kader yang ada dalam
memberikan edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat.
Ada alat peraga yaitu mitella, bidai dan es batu.

Daftar Pustaka

Mulyono, Agus, Umboh, dan Razak. 2001. Review Penelitian Pengobatan Tradisional Patah
Tulang. Media Litbang Kesehatan. Vol. XI, No. 4.

Sugiharto, Supriyono, dan Rasyad. 2016. Transfer of Knoeladge Keterampilan Pengobatan


Tradisional Pijat Sangkal Putung. Malang : Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Vol. I, No. 9.

Sumirat, Slamet, dan Siti Rochmani, 2017. Perilaku Masyarakat Pada Pengobatan Tradisional
Sangkal Putung H. Atmo Saidi di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar.
Surakarta : Jurnal Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai