Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PADA SISTEM NEUROLOGI PADA PASIEN DENGAN


INFARK TROMBOTIK DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:

UMI NADZIROH

142311101166

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

JEMBER 2016
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi otak


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel
penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal,
dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang
sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron
berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya
sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 25% oksigen dan 50% glukosa yang ada
di dalam darah arterial (Sloane, 2003).
Otak harus menerima kurang lebih satu liter darah per
menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh
jantung saat istirahat agar berfungsi normal. SSP sangat
tergantung pada aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan
pembuangan sisa-sisa metabolismenya. Suplai darah arteri ke
otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang
bercabang-cabang, saling berhubungan erat sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel (Muttaqin, 2008).
Suplai darah otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebrobasiler.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis. Arteri karotis interna terdiri dari arteri karotis
kanan dan kiri, yang menyalurkan darah ke bagian depan otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebri anterior dan media. Ateri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur
seperti nuklues kaudatus dan putamen basal ganglia, bagian
kapsula interna dan korpus kalosum, serta bagian lobus frontalis
dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Bila arteri serebri anterior mengalami sumbatan pada
cabang utamanya, maka akan terjadi hemiplegia kontralateral
yang lebih berat di bagian kaki dibandingkan bagian tangan dan
terjadi paralisis bilateral dan gangguan sensorik bila terjadi
sumbatan total pada kedua arteri serebri anterior (Muttaqin,
2008). Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri, serta
membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang
menyerupai kipas. Apabila arteri serebri media tersumbat di
dekat percabangan kortikal utamanya dapat menimbulkan afasia
berat bila terkena hemisfer serebri dominan bahasa, kehilangan
sensasi posisi dan diskriminasi taktil dua titik kontralateral serta
hemiplegia kontralateral yang berat terutama ekstremitas atas
dan wajah (Muttaqin, 2008).
Arteri vertebrobasiler yang memasok darah ke bagian
belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior.
Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan
sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
willisi (Muttaqin, 2008). Aliran vena otak meninggalkan otak
melalui sinus dura mater yang besar dan kembali ke sirkulasi
umum melalui vena jugularis interna. Aliran vena otak tidak
selalu paralel dengan suplai darah arteri.

Gambar 1. (A) tampak dari sisi kanan aliran darah yang menuju ke otak: arteri
karotis interna dan sistem vertebra basilaris. (B) Arteri dalam otak
dilihat dari sisi inferior menggambarkan distribusi arteri ke dalam otak
1. Perkembangan Otak
Bagian cranial pada tabung saraf membentuk tiga
pembesaran (vesikel) yang berdiferensiasi untuk
membentuk otak: otak depan, otak tengah dan otak
belakang.
a) Otak depan (proensefalon), terbagi menjadi dua
subdivisi : telensefalon dan diensefalon. Telensefalon
merupakan awal hemisfer serebral atau serebrum dan
basal ganglia serta korpus striatum (substansi abu-
abu) pada serebrum. Diensefalon menjadi thalamus,
hipotalamus dan epitalamu
b) Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada
orang dewasa disebut otak tengah.
c) Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua
subdivisi : metensefalon dan mielensefalon.
Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons)
dan serebelum. Mielensefalon menjadi medulla
oblongata.

2. Lapisan Pelindung
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga
lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan
meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan
durameter.
a. Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan
tipis, serta melekat erat pada otak.
b. Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia
meter dan mengandung sedikit pembuluh darah.
Ruang araknoid memisahkan lapisan araknoid dari
piameter dan mengandung cairan cerebrospinalis,
pembuluh darah serta jaringan penghubung serta
selaput yang mempertahankan posisi araknoid
terhadap piameter di bawahnya.
c. Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal
dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan ini biasanya
terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa
sisi spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter
melekat di permukaan dalam kranium dan berperan
sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak.
Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam
sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di
arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks
serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma.
Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid
pada regia cranial dan medulla spinalis. Ruang
epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar
dan lapisan meningeal dalam pada durameter di
regia medulla spinalis.
3. Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di
sekitar otak dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi
ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis menyerupai
plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak
mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan
oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel ependimal
yang mengitari pembuluh darah serebral dan melapisi
kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan
cerebrospinalis adalah sebagai bantalan untuk
pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga
berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat
buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.
4. Serebrum
Serebrum tersusun dari dua hemisfer serebral, yang
membentuk bagian terbesar otak.
a. Koterks serebral terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut
saraf.
b. Ventrikel I dan II (ventrikel lateral) terletak dalam
hemisfer serebral.
c. Korpus kolosum yang terdiri dari serabut
termielinisasi menyatukan kedua hemisfer.
d. Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer dibagi oleh fisura
dan sulkus menjadi 4 lobus (frontal, paritetal,
oksipital dan temporal) yang dinamakan sesuai
tempat tulangnya berada.
e. Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi
hemisfer kiri dan kanan.
f. Fisura transversal memisahkan hemisfer serebral dari
serebelum.
g. Sulkus pusat / fisura Rolando memisahkan lobus
frontal dari lobus parietal.
h. Sulkus lateral / fisura Sylvius memisahkan lobus
frontal dan temporal.
i. Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus parietal
dan oksipital.
j. Girus. Permukaan hemisfer serebral memiliki
semacam konvolusi yang disebut girus.
5. Area Fungsional Korteks Serebri
a. Area motorik primer pada korteks
b. Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini
neuron mengendalikan kontraksi volunteer otot
rangka. Area pramotorik korteks terletak tepat di sisi
anterior girus presentral. Neuron mengendalikan
aktivitas motorik yang terlatih dan berulang seperti
mengetik. Area broca terletak di sisi anterior area
premotorik pada tepi bawahnya.
c. Area sensorik korteks
Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer,
area auditori primer. Area olfaktori primer dan area
pengecap primer (gustatory).
d. Area asosiasitraktus serebral
Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic,
area asosiasi visual, area wicara Wernicke.
e. Ganglia basal adalah kepulauan substansi abu-abu
yang terletak jauh di dalam substansi putih
serebrum.
6. Diensefalon
Terletak di antara serebrum dan otak tengah serta
tersembunyi di balik hemisfer serebral, kecuali pada sisi
basal.
a. Talamus
Terdiri dari dua massa oval (lebar 1 cm dan
panjang 3 cm) substansi abu-abu yang sebagian
tertutup substansi putih. Masing-masing massa
menonjol ke luar untuk membentuk sisi dinding
ventrikel ketiga.
b. Hipotalamus
Terletak di didi inferior thalamus dan membentuk
dasar serta bagian bawah sisi dinding ventrikel
ketiga. Hipotalamus berperan penting dalam
pengendalian aktivitas SSO yang melakukan fungsi
vegetatif penting untuk kehidupan, seperti
pengaturan frekwensi jantung, tekanan darah, suhu
tubuh, keseimbangan air, selera makan, saluran
pencernaan dan aktivitas seksual. Hipotalamus juga
berperan sebagai pusat otak untuk emosi seperti
kesenangan, nyeri, kegembiraan dan kemarahan.
Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur
pelepasan atau inhibisi hormon kelenjar hipofise
sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem
endokrin.
c. Epitalamus
Membentuk langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu
massa berukuran kecil, badan pineal yang mungkin
memiliki fungsi endokrin, menjulur dari ujung
posterior epitalamus.
7. Sistim Limbik
Terdiri dari sekelompok struktur dalam serebrum dan
diensefalon yang terlibat dalam aktivitas emosional dan
terutama aktivitas perilaku tak sadar. Girus singulum,
girus hipokampus dan lobus pitiformis merupakan bagian
sistem limbic dalam korteks serebral.
8. Otak Tengah
Merupakan bagian otak pendek dan terkontriksi yang
menghubungkan pons dan serebelum dengan serebrum
dan berfungsi sebagai jalur penghantar dan pusat
refleks. Otak tengah, pons dan medulla oblongata
disebut sebagai batang otak.
9. Pons
Hampir semuanya terdiri dari substansi putih. Pons
menghubungkan medulla yang panjang dengan berbagai
bagian otak melalui pedunkulus serebral. Pusat respirasi
terletak dalam pons dan mengatur frekwensi dan
kedalaman pernapasan. Nuclei saraf cranial V, VI dan VII
terletak dalam pons, yang juga menerima informasi dari
saraf cranial VIII.
10. Serebelum
Terletak di sisi inferior pons dan merupakan bagian
terbesar kedua otak. Terdiri dari bagian sentral
terkontriksi, vermis dan dua massa lateral, hemisfer
serebelar. Serebelum bertanggung jawab untuk
mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan
otot dengan baik. Bagian ini memastikan bahwa
gerakan yang dicetuskan di suatu tempat di SSP
berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan
tidak terkordinasi. Serebelum juga berfungsi untuk
mempertahankan postur.

11. Medulla Oblongata


Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons
sampai medulla spinalis dan terus memanjang. Bagian
ini berakhir pada area foramen magnum tengkorkl. Pusat
medulla adalah nuclei yang berperan dalam
pengendalian fungsi seperti frekwensi jantung, tekanan
darah, pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei
yang merupakan asal saraf cranial IX, X, XI dan XII
terletak di dalam medulla.
12. Formasi Retikular
Formasi retikular atau sistem aktivasi reticular adalah
jaring-jaring serabut saraf dan badan sel yang tersebar
di keseluruhan bagian medulla oblongata,pons dan otak
tengah. Sistem ini penting untuk memicu dan
mempertahankan kewaspadaan serta kesadaran.
Saraf Kranial terdiri dari 12 pasang saraf cranial muncul
dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf cranial
hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian
besar tersusun dari serabut sensorik dan serabut
motorik. 12 pasang saraf cranial antara lain:
a. Saraf Olfaktorius ( CN I )
Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari
epithelium olfaktori mukosa nasal. Berkas serabut
sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar
melalui traktus olfaktori sampai ke ujung lobus
temporal (girus olfaktori), tempat persepsi indera
penciuman berada.
b. Saraf Optik ( CN II )
Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan
kerucut retina di bawa ke badan sel akson yang
membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar dari
bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga
cranial melaui foramen optic. Seluruh serabut
memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi
lateral nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke
atas sampai ke area visual lobus oksipital untuk
persepsi indera penglihatan.

c. Saraf Okulomotorius ( CN III )


Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari
otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot
bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus
lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan ke
otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik
membawa informasi indera otot (kesadaran
perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.
d. Saraf Traklear ( CN IV )
Adalah saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri
dari saraf motorik dan merupakan saraf terkecil
dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal dari
langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke
otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik dari
spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari
otot oblik superior ke otak.
e. Saraf Trigeminal ( CN V )
Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan
tetapi sebagian besar terdiri dari saraf sensorik.
Bagian ini membentuk saraf sensorik utama pada
wajah dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron
motorik berasal dari pons dan menginervasi otot
mastikasi kecuali otot buksinator. Badan sel neuron
sensorik terletak dalam ganglia trigeminal.
Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi:
1) Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak
mata, bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung,
rongga nasal dan kulit dahi serta kepala.
2) Cabang maksilar membawa informasi dari kulit
wajah, rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan
palatum.
3) Cabang mandibular membawa informasi dari gigi
bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan area temporal
kulit kepala.
f. Saraf Abdusen ( CN VI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal
dari sebuah nucleus pada pons yang menginervasi
otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa
pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
g. Saraf Fasial ( CN VII )
Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak
dalam nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot
ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan
kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi
dari reseptor pengecap pada dua pertiga bagian
anterior lidah.
h. Saraf Vestibulokoklearis ( CN VIII )
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua
divisi.
1) Cabang koklear atau auditori menyampaikan
informasi dari reseptor untuk indera pendengaran
dalam organ korti telinga dalam ke nuclei koklear
pada medulla, ke kolikuli inferior, ke bagian
medial nuclei genikulasi pada thalamus dan
kemudian ke area auditori pada lobus temporal.
2) Cabang vestibular membawa informasi yang
berkaitan dengan ekuilibrium dan orientasi kepala
terhadap ruang yang diterima dari reseptor
sensorik pada telinga dalam.
i. Saraf Glosofaringeal ( CN IX )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal
dari medulla dan menginervasi otot untuk wicara
dan menelan serta kelenjar saliva parotid. Neuron
sensorik membawa informasi yang berkaitan
dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah
dan sensasi umum dari faring dan laring; neuron ini
juga membawa informasi mengenai tekanan darah
dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah
tertentu.
j. Saraf Vagus ( CN X )
Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal
dari dalam medulla dan menginervasi hampir semua
organ toraks dan abdomen. Neuron sensorik
membawa informasi dari faring, laring, trakea,
esophagus, jantung dan visera abdomen ke medulla
dan pons.
k. Saraf Aksesori Spinal ( CN XI )
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar
terdiri dari serabut motorik. Neuron motorik berasal
dari dua area: bagian cranial berawal dari medulla
dan menginervasi otot volunteer faring dan laring,
bagian spinal muncul dari medulla spinalis serviks
dan menginervasi otot trapezius dan
sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa
informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh
saraf motorik ; misalnya otot laring, faring, trapezius
dan otot sternokleidomastoid.
l. Saraf Hipoglosal ( CN XII )
Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar
terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berawal
dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron
sensorik membawa informasi dari spindel otot di
lidah.

B. Macam Pemeriksan Neurologi


1. Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya
dikembangkan dengan
Glasgow Coma Scala (GCS) :
Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan
membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara
Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan
perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan
fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan

Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang


didapatkan. Penderita yang sadar ( Compos mentis ) pasti GCS-
nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1).
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata
bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X 5 6. Bila ada
trakheotomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 X 6. Atau
bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 5 X.
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada
anak berumur kurang dari 5 tahun.

Derajat kesadaran :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi
secara motorik / verbal kemudian terlena lagi. Gelisah atau
tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap
rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan
penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada
satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan
kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan
kasar dan ada yang menghindar (contoh mnghindri tusukan).
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.

Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat.
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu
waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung
mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan
waktu.
Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak
sesuai dengan kekacauan fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan
hampa

Gangguan fungsi cerebral meliputi :


Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku
dan gangguan emosi.
Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :
GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi
dan komunikasi.
2. Fungsi nervus cranialis
Cara pemeriksaan nervus cranialis :
1. Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)
Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien atau pemeriksa
menutup salah satu lubang hidung pasien kemudian pasien disuruh mencium salah
satu zat dan tanyakan apakah pasien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang
dicium. Untuk hasil yang valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang
berbeda, tidak hanya pada 1 macam zat saja.

Penilaian : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya cium
baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi dan bila tidak dapat
mencium sama sekali disebut anosmi.
2. Pemeriksaan N. II : Optikus
Fungsi : Sensorik khusus melihat
Tujuan pemeriksaan :
a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan apakah kelaianan
pada visus disebabkan oleh kelaianan okuler lokal atau kelaianan syaraf.
b. Mempelajari lapangan pandangan
c. Memeriksa keadaan papil optik
Cara Pemeriksaan :
Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan
pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan
pemeriksaan nervus II , yaitu :
a. Ketajaman penglihatan
b. Lapangan pandangan
Bila ditemukan kelainan, dilakuakn pemeriksaan yang lebih teliti. Perlu
dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik.
Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
1. Dilakukan dengan cara memandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan
pemeriksa yang normal.
2. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh, misalnya jam dinding
dan ditanyakan pukul berapa.
3. Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau di buku.
4. Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa, maka dianggap
normal.
5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan pemeriksaan
visus dengan menggunakan gambar snellen
6. Pemeriksaan snellen chart
a. Pasien disuruh membaca gambar snellen dari jarak 6
b. Tentukan sampai barisan mana ia dapat membacanya.
c. Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah, maka
ketajaman penglihatannya norma (6/6)
d. Bila tidak normal :
a) Misal 6/20, berarti huruf yang seharusnya dibaca pada jarak 20 m,
pasien hanya dapat memaca pada jaral 6 m, namun bila pasien dapat
melihat melalui lubang kecil (kertas yang berluang, lubang peniti),
huruf bertambah jelas, maka pasien mengalami kelainan refraksi.
b) 1/300 = Pasien dapat melihat gerakan tangan / membedakan adanya
gerakan atau tidak
c) 1/~ = pasien hanya dapat membedakan gelap dan terang
Pemeriksaan Lapangan Pandangan :
Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan pemeriksa yang
dianggap normal., dengan menggunakan metode konfrontasi dari donder.1. Pasien
disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1
m.
a. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus ditutup,
misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata
kanannya.
b. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa
harus selalu melihat mata kanan pasien.
c. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan
antara pemeriksa dan pasien.
d. Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam
e. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tahu
dan dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga melihatnya
f. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih
dahulu melihat gerakan tersebut.
g. Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.

3. Saraf okulomotoris (N. III)


Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata
atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila
salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau
bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara
kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.

2. Gerakan bola mata.


Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah
medial, atas, dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda
(diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola
mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi
conjugate ke satu sisi.

3. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi
a. Bentuk dan ukuran pupil
b. Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaan pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
c. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1) Refleks cahaya langsung (bersama N. II
2) Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot
rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut
konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil
akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh
memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan
pada jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi
pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.

4. Pemeriksaan N. IV Trokhlearis Fungsi : Somatomotorik


Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil. Yang diperiksa
adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5
mm, pin point pupil bila ukuran pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran
>5 mm), bentuk pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor / sama,
aanisokor / tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila tampak
kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil. Dilihat juga apakah
terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan funduskopi).

5. Pemeriksaan N. V Trigeminus Fungsi : Somatomotorik, somatosensorik


Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, ayitu menutup mulut,
menggerakkan rahang ke bahwa dan samping dan membuka mulut. Bagian
sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening,
selaput otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung. Bagian sensorik
cabang maksilaris mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi,
palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung. Bagian sensorik cabang
mandibularis mengurus sensibilitas rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3
bagian depan lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.
Cara pemeriksaan fungsi motorik :
a. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita raba m.
Masseter dan m. Temporalis, perhatikan besarnya, tonus serta bentuknya
b. Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada
deviasi rahang bawah.
c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuh
Cara pemeriksaan fungsi sensorik :
1) Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah
yang dipersyarafi.
2) Periksa reflek kornea
6.Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini menyebabkan lirik
mata ke arah temporal
Untuk N. III, IV dan VI fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah
menggerakkan otot mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Searbut
otonom N III, mengatur otot pupil. Cara pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
1. Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien
2. Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah matanya, apakah ada
ptosis, eksoftalmus dan strabismus/ juling dan apakah ia cendrung memejamka
matanya karena diplopia.
3. Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil,
reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola
mata dan nistagmus.
4. Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien disuruh memejamkan matanya,
kemudia disuruh ia membuka matanya.
5. Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan jalan
memegang / menekan ringan pada kelopak mata.
6. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
7. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan kanan, apakah
sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau tidak rata tepinya. Miosis = pupil
mengecil, midriasis = pupil membesar
8. Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung atau tidak langsung.,
caranya :
i. Pasien disuruh melihat jauh.
ii. Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya dan lihat apakah ada
reaksi pada pupil. Normal akan mengecil
iii. Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena
penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung
iv. Cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh.7.
Pemeriksaan N. VII FasialisFungsi : Somatomotorik, viseromotorik,
viserosensorik, pengecapan, somatosensorik
Cara Pemeriksaan fungsi motorik
a. Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak, perhatikan kerutan
dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
b. Bila asimetris muka jelas disebabkan kelumpuhan jenis perifer.
c. Pada kelumpuhan jenis sentral, kelumpuhan nyata bila pasien disuruh
melakukan gerakan seperti menyeringai dan pada waktu istirahat, muka
simetris.
d. suruh pasien mengangkat alis dan mengkerutkan dahi
e. Suruh pasien memejamkan mata
f. Suruh pasien menyeringai (menunjukkan gigi geligi
g. Gejala chvostek, dengan mengetuk N. VII di bagian depan telinga. (+) bila
ketokan menyebabkan kontraksi otot mata yang di persyarafi.
Fungsi pengecapan :
a. Pasien disuruh menjulurkan lidah
b. Taruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam secara bergiliran
c. Pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut
d. Pasien disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan
isyarat.

7. Saraf fasialis (N. VII)


Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes
kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
a. Asimetri wajah
b. Kelumpuhan nervus VII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut
unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada
kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
1) Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang
tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya
2)Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
Tes kekuatan otot
a) Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri
b) Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudian pemeriksa
mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan
dan kiri
c) Memperlihatkan gigi (asimetri
d) Bersiul dan mencucu (asimetri / deviasi ujung bibir
e) Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-
masing
f) Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan
pada salah satu sisi lidah.
- Hiperakusis
jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka
suara-suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras
intensitasnya.

8. Pemeriksaan N. VIII Akustikus/vestibulokoklealis


Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber
e. Cara untuk menilai keseimbangan :
1) Tes romberg yang dipertajam :
- Pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit
kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain
- Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
- Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang dipertajam
selama 30 detik atau lebih
2) Tes melangkah di tempat
Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup, sebanyak 50
langkah dengan kecepatan berjalan seperti biasa. Suruh pasien untuk
tetap di tempat. Tes abnormal jika kedudukan pasien beranjak lebih
dari 1 m dari tempat semula atau badan berputar lebih 30 o
3) Tes salah tunjuk
Pasien disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh telunjuk
pemeriksa. Kemudian pasien disuruh menutup mata, mengangkat lengannya
tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi semula. Gangguan (+) bila
didapatkan salah tunjuk
9. Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan,
somatosensorik
Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior faring pasien.
Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif), negative bila tidak ada reflek
muntah.

10. Pemeriksaan N. X Vagus


Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, somatosensorik

N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi motorik :


- Pasien disuruh menyebutkan aaaaaa
- Perhatikan kualitas suara pasien, apakah suaranya normal, berkurang, serak atau
tidak sama sekali.
- Pasien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
- Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan / disfagia
- Pasien disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum mole, arkus faring
dan uvula dalam keadaan istirahat dan bagaimana pula waktu bergerak, misalnya
waktu bernafas atau bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang
sehat.

11. Pemeriksaan N. XI aksesorius


Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus dilakukan dengan
cara :
pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot ini
dan kita tahan gerakannya.
Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya. Dapat
dinilai kekuatan ototnya.

b. Lihat otot trapezius


apakah ada atropi atau fasikulasi, apakah bahu lebih rendah, apakah
skapula menonjol Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu pasien, Suruh
pasien mengangkat bahunya dan kita tahan., Dapat dinilai kekuatan
ototnya
a. 12.Pemeriksaan N. XII HipoglosusFungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan : Suruh pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam
keadaan istirahat dan bergerak. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
-besarnya lidah,kesamaan bagian kiri dan kanan, adanya atrofiapakah lidah
berkerut
b. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan

12. Nervus Hipglosus (motorik)


Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dak menarik lidah
kembali, dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah terkoordinasi
dengan baik, parese/miring bila terdapat lesi pada hipoglosus.

3. Fungsi motorik
a. Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
Derajat kekuatan motorik :
5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas
4 : Ada gerakan tapi tidak penuh
3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi
2 :Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan
gravitasi bumi.
1 : Hanya ada kontraksi
0 : tidak ada kontraksi sama sekali
b. Gait (keseimbangan) : dengan Rombergs test
4. Fungsi sensorik
Test : Nyeri, Suhu,
Raba halus, Gerak,
Getar, Sikap,
Tekan, Refered pain.
5. Refleks fisiologis
Reflek Tehnik pemeriksaan hasil
fisiologis
Refleks Cara : goresan dinding perut Respon :
dinding perut : daerah epigastrik, supra kontraksi
umbilikal, umbilikal, intra dinding perut
umbilikal dari lateral ke
medial

Refleks Cara : goresan pada kulit Respon :


cremaster paha sebelah medial dari atas elevasi testes
ke bawah ipsilateral

Refleks gluteal Cara : goresan atau tusukan Respon :


pada daerah gluteal gerakan
reflektorik otot
gluteal
ipsilateral
Refleks
tendon /
periosteum
Refleks Biceps Cara : ketukan pada jari Respon :
(BPR): pemeriksa yang ditempatkan fleksi lengan
pada tendon m.biceps brachii, pada sendi siku
posisi lengan setengah
diketuk pada sendi siku.

Refleks Triceps Cara : ketukan pada tendon otot Respon :


(TPR) triceps, posisi lengan fleksi pada ekstensi lengan
sendi siku dan sedikit pronasi bawah pada
sendi siku

Refleks Cara : ketukan pada periosteum Respon : fleksi


Periosto ujung distal os radial, posisi lengan bawah
radialis lengan setengah fleksi dan di sendi siku
sedikit pronasi dan supinasi
krena kontraksi
m.brachiradiali
s

Refleks Cara : ketukan pada Respon :


Periostoulnaris periosteum prosesus pronasi tangan
styloid ilna, posisi lengan akibat
setengah fleksi dan antara kontraksi
pronasi supinasi. m.pronator
quadrates
Refleks Patela Cara : ketukan pada tendon Respon :
(KPR) patella plantar fleksi
kaki karena
kontraksi
m.quadrisep
femoris

Refleks Achilles Cara : ketukan pada tendon Respon :


(APR) Achilles plantar fleksi
kaki krena
kontraksi
m.gastroenemi
us

Refleks Klonus Cara : pegang dan dorong os Respon :


lutut patella ke arah distal kontraksi
reflektorik
m.quadrisep
femoris selama
stimulus
berlangsung

Refleks Klonus Cara : dorsofleksikan kki secara Respon :


kaki maksimal, posisi tungkai fleksi kontraksi
di sendi lutut. reflektorik otot
betis selama
stimulus
berlangsung

6. Refleks patologis
Reflek Tehnik pemerikaan hassil
patologis
Hoffmann Tangan pasein ditumpu oleh Reflek positif
Tromer tangan pemeriksa. Kemudian jika terjadi
ujung jari tangan pemeriksa fleksi jari yang
yang lain disentilkan ke ujung lain dan
jari tengah tangan penderita. adduksi ibu jari

Rasping Gores palmar penderita dengan timbul


telunjuk jari pemeriksa diantara genggaman
ibujari dan telunjuk penderita. dari jari
penderita,
menjepit jari
pemeriksa. Jika
reflek ini ada
maka penderita
dapat
membebaskan
jari pemeriksa.
Normal masih
terdapat pada
anak kecil. Jika
positif pada
dewasa maka
kemungkinan
terdapat lesi di
area
premotorik
cortex

Reflek Garukan pada telapak tangan Reflek


palmomental pasien menyebabkan kontraksi patologis ini
muskulus mentali ipsilateral. timbul akibat
kerusakan lesi
UMN di atas inti
saraf VII
kontralateral

Reflek Ketukan hammer pada tendo Normal pada


snouting insertio m. Orbicularis oris bayi, jika positif
.
maka akan menimbulkan reflek pada dewasa
menyusu. Menggaruk bibir akan
dengan tongue spatel akan menandakan
timbul reflek menyusu lesi UMN
bilateral

Mayer Fleksikan jari manis di sendi Absennya


reflek metacarpophalangeal, secara respon ini
halus normal akan timbul menandakan
adduksi dan aposisi dari ibu jari. lesi di tractus
pyramidalis

Reflek Lakukan goresan pada telapak Orang


babinski kaki dari arah tumit ke arah jari normal akan
melalui sisi lateral. memberikan
resopn fleksi
jari-jari dan
penarikan
tungkai. Pada
lesi UMN maka
akan timbul
respon jempol
kaki akan
dorsofleksi,
sedangkan jari-
jari lain akan
menyebar atau
membuka.
Normal pada
bayi masih
ada.

Reflek Lakukan goresan pada Jika positif


Oppenheim sepanjang tepi depan tulang maka akan
tibia dari atas ke bawah, timbul reflek
dengan kedua jari telunjuk dan seperti
tengah. babinski

Reflek Lakukan goresan/memencet jika positif


Gordon otot gastrocnemius maka akan
,
timbul reflek
seperti
babinski

Reflek Lakukan pemencetan pada Jika positif


Schaefer tendo achiles. maka akan
timbul refflek
seperti
Babinski

Reflek Lakukan goresan sepanjang Jika positif


caddock tepi lateral punggung kaki di maka akan
luar telapak kaki, dari tumit ke timbul reflek
depan. seperti
babinski
Reflek Pukulkan hammer reflek pada Reflek akan
rossolimo dorsal kaki pada tulang cuboid. terjadi fleksi
jari-jari kaki.

Reflek Pukulan telapak kaki bagian akan


mendel- depan memberikan
bacctrerew respon fleksi
jari-jari kaki.
6. Pemeriksaan fungsi luhur:
a. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan
volunter atas perintah
b. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
c. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
d. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut,
memilih dan membedakan jari-jari, baik punya sendiri
maupun orang lain terutama jari tengah.
e. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi
tubuh baik tubuh sendiri maupun orang lain.
f. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan
aritmatika sederhana.

3. Definisi
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang mempunyai serangan
mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari
cardiovascular disease (CVD) yang menyebabkan kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2008). Mekanisme
vaskular yang menyebabkan stroke dapat diklasifikasikan
sebagai: stroke non hemoragik terdiri atas emboli dan trombosis
dan stroke hemoragik (Ginsberg, 2008). Stroke non hemoragik
adalah bentuk ekstrim dari iskemik yang menyebabkan kematian
sel-sel otak yang tidak dapat pulih, yang disebut infark otak.
Penyebab stroke iskemik yaitu adanya endapan lemak dan
kolesterol atau atherosclerosis/plaque. Pembentukan plak yang
menyebabkan stroke iskemik berada dalam dinding pembuluh
darah arteri di leher dan kepala (Soeharto, 2004). Stroke iskemik
dapat dibedakan menjadi trombotik dan embolik.
Stroke non hemoragik trombotik adalah stroke yang
disebabkan trombosis pada pembuluh darah otak (trombosis of
cerebral vessels) (Batticaca, 2008). Darah yang menggumpal
(clotting) di dalam pembuluh arteri di otak dapat menyebabkan
stroke trombolik (Soeharto, 2004). Stroke trombotik yaitu stroke
yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh
darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran
darah ini menyebabkan iskemia.
Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di
dalam darah yang dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri
dan menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal.Trombus
ini bisa terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut
tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli memegang peranan
penting dalam patogenesis stroke iskemik. Lokasi trombosis
sangat menentukan jenis gangguan yang ditimbulkannya,
misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung,
stroke, maupun claudicatio intermitten, sedangkan trombosis
vena dapat menyebabkan emboli paru (Guyton, 2006). Trombosis
merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih komponen
utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi, protein
plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan konstituen
seluler, terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri
merupakan komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena
adanya plak aterosklerosis yang pecah.

Tabel 1. Kriteria stroke non hemoragik trombotik


No Bentuk stroke non hemoragik
Kriteria
. trombotik
1. Usia 50 tahun
2. Tanda awal Serangan TIA (iskemik
sementara)
3. Wajah Pucat
4. Saat timbulnya penyakit Secara perlahan, sering pada
malam hari atau menjelang
pagi
5. Gangguan kesadaran Kecepatan menurunnya sesuai
dengan memberatnya defisit
neurologis
6. Sakit kepala Jarang
7. Muntah Jarang 2-5%
8. Pernafasan Jarang terjadi gangguan pada
kasus proses hemisfer
9. Nadi Mungkin cepat dan halus
10 Jantung Lebih sering kardiosklerosis,
. tanda hipertonik jantung
11 Tekanan dara Bervariasi
.
12 Paresis atau plegia Hemiparesis lebih prominen
. ekstremitas pada salah satu ekstremitas
bisa mengarah ke hemiplegia
13 Tanda patologi Unilateral
.
14 Rata-rata perkembangan Secara perlahan
. penyakit
15 Serangan Jarang
.
16 Tanda awal iritasi meningeal Jarang
.
17 Pergerakan mata Kadang-kadang
.
18 Cairan serebrospinal Tidak berwarna dan jernih
.
19 Fundus mata Perubahan sklerotik pembuluh
. darah
20 Echo-EG Tidak terdapat tanda
. pergantian M-echo atau
kemungkinan pergantian
hingga 2 mm keutuhan
hemisfer pada hari pertama
serangan stroke
Sumber: (Batticaca, 2008)
4. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kecacatan serius menetap
nomor 1 di seluruh dunia. Stroke juga menjadi penyebab
utama kematian di seluruh dunia. Stroke saat ini penyebab
utama kedua kematian di dunia Barat, peringkat setelah
penyakit jantung dan sebelum kanker. Insiden stroke
meningkat berkali lipat dari 30 tahun, dan etiologi bervariasi
menurut usia (WHO, 2006). Berdasarkan data yang berhasil
dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia, masalah stroke
semakin penting dan mendesak karena kini jumlah
penderita stroke di Indonesia menduduki urutan pertama di
Asia dan stroke iskemik menempati angka kejadian tertinggi
dibandingkan stroke hemoragik (YASTROKI, 2012).
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga
kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi
Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi
Utara (10,8), diikuti DI Yogyakarta (10,3), Bangka
Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil.
Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala
tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9), DI
Yogyakarta (16,9), Sulawesi Tengah (16,6), diikuti Jawa
Timur sebesar 16 per mil (Riskesdas, 2013).

5. Etiologi
Trombosis arteri pada SSP dapat disebabkan oleh satu atau
lebih dari trias Virchow (Ginsberg, 2008):
1. Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit
degeratif, dapat juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma
(diseksi). Trombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
2. Abnormalitas darah, misalnya polisitemia
3. Gangguan aliran darah
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan
pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada
pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil.
Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah
yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya
kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena
aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
Kemungkinan berkembangnya penyakit degeratif arteri
yang signifikan meningkat pada beberapa faktor resiko vaskular,
yaitu umur, riwayat penyakit vaskular dalam keluarga, hipertensi,
diabetes melitus, merokok, hiperkolesterolemia, alkohol,
kontrasepsi oral, dan fibrinogen plasma (Ginsberg, 2008).

6. Tanda dan Gejala


Tabel 2. Tanda dan gejala stroke non hemoragik trombotik
berdasarkan lokasi struktur otak yang terkena
Tanda dan gejala Struktur otak yang terkena
a. Dapat terjadi kebutaan satu Arteri karotis interna (sirkulasi
mata (episodik dan disebut anterior: gejala biasanya
amaurus fugaks) di sisi arteri unilateral). Lokasi tersering lesi
karotis yang terkena akibat adalah bifurkasio arteri karotis
insufisiensi arteri retinalis komunis ke dalam arteri karotis
b. Gejala sensorik dan motorik
interna dan eksterna. Cabang-
di ekstremitas kontralateral
cabang arteri karotis interna
karena insufisiensi arteri adalah arteri oftalmika, arteri
serebri media komunikan posterioir, arteri
c. Lesi dapat terjadi di daerah
koroidalis anterior, arteri
antara srteri serebri anterior
serebri anterior, dan arteri
dan media. Gejala mula-mula
serebri media.
timbul di ekstremitas atas
dan mungkin mengenai
wajah. Apabila lesi di
hemisfer dominan, maka
terjadi afasia ekspresif
karena keterlibatan daerah
bicara-motorik broca
a. Hemiparesis atau Arteri serebri media (tersering)
monoparesis kontralateral
(biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsoa
(kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila
hemisfer dominan terkena),
gangguang semua fungsi
yang berkaitan dengan
bicara dan komunikasi
a. Kelumpuhan di satu sampai Sistem vertebrobasilar
empat ekstremitas (sirkulasi posterior, manifestasi
b. Meningkatnya refleks tendon
biasanya bilateral)
c. Ataksia
d. Tanda-tanda babinski
bilateral
e. Gejala-gejala serebelum
seperti tremor, vertigo
f. Disfagia
g. Sinkop, stupor, koma, pusing,
gangguan daya ingat,
disorientasi
h. Gangguan penglihatan
(diplopia, nistagmus, ptosis,
paralisis satu gerakan mata,
hemianopsia homonium)
i. Tinitus, gangguan
pendengaran
j. Rasa baal di wajah, mulut,
dan lidah
a. Koma Arteri serebri posterior (di lobus
b. Hemiparesis kontralateral
otak tengah atau talamus)
c. Afasia visual atau buta kata
(aleksia)
d. Kelumpuhan sarag kranialis
ketiga: hemianopsia,
koreoatetosis
Sumber: Price & Wilson, 2002.

Cara membedakan jenis atau penyebab stroke


Cara membedakan jenis atau penyebab stroke dapat menggunakan
Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) dan penilaian skor Siriraj
1. Penilaian Siriraj Stroke Score
Tabel 3. Siriraj Stroke Score
Variabel Gejala klinis Skor
Derajat kesadaran Sadar 0
Apatis 1
Koma 2
Muntah Iya 1
Tidak 0
Sakit kepala Iya 1
Tidak 0
Tanda atheroma
1. Angina pectoris Iya 1
Tidak 0
2. Claudicatio Iya 1
Tidak 0
Intermitten
3. Diabetes melitus Iya 1
Tidak 0

Siriraj Stroke Score = (2,5 X Derajat Kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit


kepala) + (0,1 X tekanan darah diastol) (3 X ateroma) 12. Apabila skor yang
didapatkan < 1 maka diagnosisnya stroke non perdarahan dan apabila didapatkan
skor 1 maka diagnosisnya stroke perdarahan.
2. Algoritma Stroke Gajah Mada

Gambar 3. Algoritma Stroke Gajah Mada

Apabila terdapat pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan


kesadaran, nyeri kepala dan terdapat reflek babainski atau dua dari ketiganya
maka merupakan stroke hemoragik. Jika ditemukan penurunan kesadaran atau
nyeri kepala ini juga merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya
didapatkan reflek babinski positif atau tidak didapatkan penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan reflek babinski maka merupakan stroke non hemoragik.
7. Patofisiologi dan Clinical Pathway
Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit
degeneratif yaitu arterosklerotik dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinik dengan cara menyempitkan lumen
pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah,
oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus
atau menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek (Janice & Hinkle, 2007).
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel,
sehingga tampak jaringan kolagen dibawahnya. Pada endotel
yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan
serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan
merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang
trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-
granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari
makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada
trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan
kolagen pembuluh darah.
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada
pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan
pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Ketika arteri tersumbat
secara akut oleh trombus, maka area SSP yang diperdarahi akan
mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang
adekuat (Ginsberg, 2008). Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang
diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari
metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa
atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila
tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan
mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti,
bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan
bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif (Brunner & Suddarth, 2001) meliputi:
1. Diuretika: untuk menurunkan edema serebral, yang
mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark
serebral.
2. Anti koagulan: mencegah memberatnya trombosis dan
embolisasi dari tempat lain dalam kardiovaskuler.
3. Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi.
Pengobatan pembedahan tujuan utama adalah memperbaiki
aliran darah serebral (Muttaqin, 2008):
1. Endosteroktomi karotis (lihat pada gambar 2.7)membentuk
kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis
di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan
pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien
TIA

I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk stroke non
hemoragik trombotik (Batticaca, 2008), yaitu:
a. Angiografi serebral untuk membantu menentukan penyebab
stroke secara spesifik misalnya sumbatan arteri
b. Scan tomografi komputer (Computer Tomography scan-CT
scan) untuk mengetahui adanya tekanan normal dan adanya
trombosis, dan tekanan intrakranial. Kadar protein total
meingkat, beberapa kasus trombosis disertai proses
inflamasi.

Perubahan gambaran ct scan pada stroke iskemik


4. Infark Hiperakut
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan
biasanya tidak sensitif mengidentifi kasi infark serebri karena terlihat
normal pada >50% pasien; tetapi cukup sensitif untuk mengidentifi kasi
perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria
eksklusi terapi trombolitik.

Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut adalah


sebagai berikut:
a. Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal eff acement)
Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri.
Infark serebral akut menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik.
Berkurangnya kadar oksigen dan glukosa seluler dengan cepat
menyebabkan kegagalan pompa natrium-kalium, yang menyebabkan
berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke intraseluler dan edema sitotoksik
yang lebih lanjut. Edema serebri dapat dideteksi dalam 1-2 jam setelah
gejala muncul. Pada CT scan terdeteksi sebagai pembengkakan girus dan
pendangkalan sulcus serebri.

b. Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri


Substansia grisea merupakan area yang lebih mudah mengalami
iskemia dibandingkan substansia alba, karena metabolismenya lebih
aktif. Karena itu, menghilangnya diferensiasi substansia alba dan
substansia grisea merupakan gambaran CT scan yang paling awal
didapatkan. Gambaran ini disebabkan oleh influks edema pada
substansia grisea. Gambaran ini bisa didapatkan dalam 6 jam setelah
gejala muncul pada 82% pasien dengan iskemia area arteri serebri
media.
c. Tanda insular ribbon
Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri
serebri media karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari
suplai kolateral arteri serebri anterior maupun posterior.
d. Hipodensitas nukleus lentiformis
Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat
dalam 2 jam setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah
mengalami kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi bagian
proksimal arteri serebri media karena cabang lentikulostriata arteri
serebri media yang memvaskularisasi

e. nukleus lentiformis merupakan end vessel.3


f. Tanda hiperdensitas arteri serebri media
Gambaran ekstraparenkimal dapat ditemukan paling cepat 90 menit
setelah gejala timbul, yaitu gambaran hiperdensitas pada pembuluh
darah besar, yang biasanya terlihat pada cabang proksimal (segmen
M1) arteri serebri media, walaupun sebenarnya bisa didapatkan pada
semua arteri. Arteri serebri media merupakan pembuluh darah yang
paling banyak mensuplai darah ke otak. Karena itu, oklusi arteri
serebri media merupakan penyebab terbanyak stroke yang berat.
Peningkatan densitas ini diduga akibat melambatnya aliran pembuluh
darah lokal karena adanya trombus intravaskular atau menggambarkan
secara langsung trombus yang menyumbat itu sendiri. Gambaran ini
disebut sebagai tanda hiperdensitas arteri serebri media (Gambar 4)
Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri
media (cabang M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada
fi sura Sylvii (Gambar 5).
2. Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), perubahan gambaran CT scan non-
kontras akibat iskemia makin jelas. Hilangnya batas substansia alba
dan substansia grisea serebri, pendangkalan sulkus serebri,
hipodensitas ganglia basalis, dan hipodensitas insula serebri makin
jelas.
Distribusi pembuluh darah yang tersumbat makin jelas pada fase ini.
a. Infark Subakut dan Kronis
Selama periode subakut (1-7 hari), edema meluas dan didapatkan
efek massa yang menyebabkan pergeseran jaringan infark ke
lateral dan vertikal. Hal ini terjadi pada infark yang melibatkan
pembuluh darah besar. Edema dan efek massa memuncak pada hari
ke-1 sampai ke-2, kemudian berkurang. Infark kronis ditandai
dengan gambaran hipodensitas dan berkurangnya efek massa.
Densitas daerah infark sama dengan cairan serebrospinal

g.
h. Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk menunjukkan
daerah infark
i. Ultrasonografi doppler (USG doppler) untuk mengidentifikasi
penyakit arteriovena (masalah sistem srteri karotis (aliran
darah atau timbulnya plak) dan arterosklerosis)
j. Elektroensefalogram (EEG) untuk mengidentifikasi masalah
pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik
k. Sinar tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang
meluas dan kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral
Pemeriksaan laboratorium:
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan serebrospinal
e. Analisa gas darah (AGD)
f. Biokimia darah
g. Elektrolit
J. Pencegahan stroke non hemoragik trombotik
Pencegahan stroke non hemoragik trombotik (Batticaca,
2008), yaitu:
1. Hindari merokok, kopi dan alkohol
2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal
(cegah
3. kegemukan)
4. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
5. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian,
alpukat, keju, dan lainnya)
6. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan
buah dan sayuran)
7. Olahraga teratur
Penanganan dan perawatan stroke non hemoragik trombotik
dirumah Batticaca, 2008), yaitu:
a. Berobat secara teratur ke dokter
b. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah
dosis obat tanpa petunjuk dokter
c. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk
memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh
d. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
e. Bantu kebutuhan klien
f. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik
g. Periksa tekanan darah secara teratur
h. Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul
tanda dan gejala stroke non hemoragik trombotik

K. Komplikasi
Pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi
dengan hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian lebih awal (Ginsberg, 2008), yaitu:
1. Pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi
saluran kemih)
2. Trombosis vena dalam
3. Infark miokard, aritmia janting, dan gagal jantung
4. Ketidaksimbangan cairan
Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada
30 hari pertama. Hingga 50% pasien bertahan akan
membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Faktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas jangka
panjang, meliputi (Ginsberg, 2008):
a. Ulkus dekubitus
b. Epilepsi
c. Jatuh berulang dan fraktur
d. Spastisitas dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi
bahu
e. Depresi
L. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus.
Pengkajian fokus:
1. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat
kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah
lelah, dan susah tidur
2. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia,
CHF, polisitemia dan hipertensi arterial
3. Integritas ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan
untuk mengekspresikan diri
4. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK, misalnya
inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih,
distensi abdomen, suara usus menghilang.
5. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi,
tenggorokan, dysfagia
6. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid,
dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan,
gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang
menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada
sisi yang sama di muka.
7. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang
pada otak/muka
8. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
Suara nafas, whezing, ronchi.
9. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injuri.
Perubahan persepsi dan orientasi tidak mampu menelan
sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi.
Tidak mampu mengambil keputusan.
10. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan
berkomunikasi

Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau
riwayat operasi.
2. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan
nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola
mata (nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus
IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kolateral
(nervus VI).

3. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada
nervus olfaktorius (nervus I).
4. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
5. Dada
- Inspeksi : Bentuk simetris
- Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan
- Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup
- Auskultasi :Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi,
suara jantung I dan II mur-mur atau gallop
6. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak
ada
- Auskultasi : Bisisng usus agak lemah
- Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut
tidak ada
7. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke non hemoragik biasnya ditemukan
hemiplegi atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan
perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal
M. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan aliran darah ke otak terhambat
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas karena reflek mengunyah menurun
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan kemampuan otot
mengunyah/menelan
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
penurunan daya penglihatan, penurunan lapang pandang,
daya penciuman menurun , pengdengaran dan
keseimbangan menurun
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
pusat gerakan motorik dilobus frontali
6. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan daya
penglihatan
7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama akibat kerusakan pusat gerakan motorik
dilobus frontali
8. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler dan tirah baring
lama akibat kerusakan pusat gerakan motorik dilobus
frontali

N. Discharge planning bagi pasien stroke


1. Pencegahan stroke non hemoragik trombotik
Pencegahan stroke non hemoragik trombotik (Batticaca,
2008), yaitu:
a. Hindari merokok, kopi dan alkohol
b. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan
ideal (cegah
kegemukan)
c. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
d. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging,
durian, alpukat, keju, dan lainnya)
e. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak
makan buah dan sayuran)
f. Olahraga teratur
Penanganan dan perawatan stroke non hemoragik trombotik
dirumah Batticaca, 2008), yaitu:
a. Berobat secara teratur ke dokter
b. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah
dosis obat tanpa petunjuk dokter
c. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk
memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh
d. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
e. Bantu kebutuhan klien
f. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik
g. Periksa tekanan darah secara teratur
h. Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul
tanda dan gejala stroke non hemoragik trombotik

Anda mungkin juga menyukai