Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktek kehutanan pada suatu negara atau daerah berada dalam perkembangan terus
menerus yang seharus sejalan dengan perkembangan masyarakat setempat. Dengan
berkembangnya susunan masyarakat dan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan
sumber daya meningkat intensitas dan diversitasnya. Praktek pengelolaan lahan harus terus
menerus berubah seperti itu pula. Sebagai contoh, biasa ditemukan bahwa praktek-praktek
yang dijalankan mendahului waktunya atau ketinggalan zaman. Tujuan rimbawan adalah
memanfaatkan praktek-praktek pengelolaan yang sehat dan dapat diterima masyarakat dan
mengantisipasi kebutuhan pada waktu mendatang. Kebutuhan kontrol silvikultur yang ketat
terhadap pertumbuhan tegakan sampai dengan periode ini dalam keadaan yang terbaik
umumnya minimal.

Laju pertumbuhan yang cepat dan bertambahnya harapan kepada profesi kehutanan
telah menimbulkan tantangan yang baru dan menggairahkan bagi para silvikulturis.
Silvikultur berkenaan dengan kontrol pembentukan, pertumbuhan, komposisi, dan kualitas
vegetasi hutan. Hal ini hanya dapat dilakukan pada setiap hutan yang berlokasi tertentu, bila
tersedia tujuan pengelolaan yang jelas dan tegas, yang melukiskan apa yang akan dicapai.
Kontrol silvikultur terhadap tegakan menghendaki kaidah-kaidah yang memadukan
pengetahuan biologi, pengelolaan, dan ekonomi. Prinsip-prinsip silvikultur beredar di sekitar
pengertian yang sempurna tentang interaksi tumbuhan dengan lingkungannya.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dibuatnya esai ini adalah untuk mahasiswa dapat belajar menganalisis suatu
jurnal penelitian yang berkaitan dengan silvikultur. Mahasiswa juga dapat memahami praktek
silvikultur lebih lanjut dari penelitian yang dilakukan atau yang dibahas pada jurnal tersebut.
Dan mahasiswa dapat melihat peluang penelitian baru dari hasil penelitian yang telah diteliti.

1
BAB II

LATAR BELAKANG JURNAL PENELITIAN

Jurnal yang dianalisis diambil dari: Jurnal manajemen hutan tropika (tropical forest
management journal) Juli-Desember 2002, Volume III, Nomor 2. Hal; 75-88

Judul Jurnal: Penerapan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) Pada Hutan
Dipterocarpaceae, Hutan Hujan Dataran Rendah Di HPH PT. Hugurya, Aceh

Penulis Jurnal: Andry Indrawan (Staf Pengajar dan Peneliti pada Lab. Ekologi Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB)

Latar belakang penulisan:


Hutan hujan tropika dataran rendah di Indonesia yang didominasi oleh jenis-jenis dari
famili dipterocarpaceae, tersebar dan terwakili paling baik di hutan-hutan tropika basah di
Sumatera dan Kalimantan. Keanekaragaman dipterocarpaceae di Kalimantan adalah yang
terkaya di dunia sebanyak 267 spesies, sedangkan di Sumatera terdapat 72 spesies.

Hutan dataran rendah memiliki vegetasi yang sangat komplek dan beragam dan
seringkali disebut dengan hutan hujan. Hutan dataran rendah menjadi tempat tumbuh paling
baik pohon yang menghasilkan kayu komersil. Hutan hujan tropika dataran rendah menjadi
sumber utama pemanenan kayu. Selain karena kaya akan jenis kayu komersil, secara
ekonomi hutan dataran rendah juga memudahkan akses pengangkutan kayunya. Sehingga
diperlukannya sistem silvikultur untuk mengatur pengelolaan hutannya. Sistem silvikultur
untuk hutan hujan topika dataran rendah di Indonesia yang disepakati adalah Tebang Pilih
Tanam Indonesia (TPTI) sesuai dengan SK Dirjen Kehutanan No.48/Kpts-II/1989. Untuk
tipe-tipe vegetasi atau formasi hutan lainnya menggunakan sistem silvikultur yang sesuai
dengan kondisi dan potensi hutan tersebut.

Tujuan dari TPTI adalah untuk meningkatkan produktivitas hutan alam tegakan tidak
seumur melalui tebang pilih dan pembinaan tegakan tinggal dalam rangka memperoleh
panenan yang lestari. Dimana yang menjadi sasaran penggunaan sistem TPTI ini adalah pada
hutan alam produksi di areal IUPHHK atau KPHP.

Jenis kayu komersial banyak ditemukan baik di hutan primer atau di areal hutan bekas
tebangan dimana spesies yang banyak ditemukan adalah dari family dipterocarpaceae.
Keadaan areal hutan bekas tebangan berbeda antara satu dengan lainnya karena pengaruh

2
keadaan tanah, iklim, vegetasi, dan aktivitas manusia. TPTI secara ekologis sesuai diterapkan
pada areal hutan bekas tebangan. Hasil tebangan TPTI tersebar dalam bentuk rumpang pada
areal bekas tebangan berdasarkan kerapatan pohon masak pada areal bekas tebangan.

Dalam penelitian ini wilayah yang menjadi area penelitian adalah Hutan Hujan
Dataran Rendah di HPH PT. Hugurya, Aceh dimana dilakukan pada hutan primer dan hutan
bekas tebangan yang telah berumur dua tahun. Area HPH PT. Hugurya, Aceh didominasi oleh
Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica) dan Meranti (Shorea leprosula). Jenis pohon yang
biasa dieksploitasi dalam areal hutan ini adalah Shorea leprosula, Dryobalanops aromatica,
Dipterocarpus grandiflorus, and Scapium macropudum (Sterculiaceae family).

Penelitian dilakukan terhadap semua tingkat permudaan, yaitu tingkat semai, pancang,
tiang, dan tingkat pohon untuk seluruh jenis, baik yang termasuk jenis komersial ditebang,
komersial tidak ditebang dan jenis lain. Penelitian ini dalam pengambilan sampel data
menggunakan petak contoh (sample plot) pada hutan primer dan areal bekas tebangan yang
telah berumur dua tahun. Luas areal kerja yang digunakan adalah 100 ha (1 km x 1 km). Pada
petak contoh tersebut dibuat 5 (lima) jalur. Dan ditiap jalur dibuat plot-plot pengamatan untuk
risalah pohon secara garis berpetak dengan ukuran 20 x 50 m 2 dan jarak antar plot 50 m.
Dalam plot tersebut dibuat petak pengamatan untuk tingkat tiang, pancang, dan semai secara
nested sampling, sehingga intensitas penarikan contoh untuk tingkat pohon dan permudaanya
adalah 5% untuk tingkat pohon, 2,5% untuk tingkat tiang, 1,25% untuk tingkat pancang, dan
0,5% untuk tingkat semai.

Tujuan penulisan:
1. Mengetahui jumlah pohon inti jenis komersial ditebang dan keadaan permudaan alam
di hutan primer.
2. Mengetahui jumlah pohon inti dan keadaan permudaan alam dari jenis komersial
ditebang pada areal bekas tebangan.
3. Untuk menentukan tindakan silvikultur pada areal bekas tebangan.

BAB III

3
HASIL ANALISIS JURNAL PENELITIAN

Berdasarkan komposisi jenis, Hutan Primer memiliki jumlah jenis pada tingkat semai
adalah 47 jenis, tingkat pancang 49 jenis, tingkat tiang 36 jenis, dan tingkat pohon 38 jenis.
Shorea leprosula dengan nilai INP (Indeks Nilai Penting) adalah 25,49% dan Dryobalanops
aromatica nilai INP adalah 21,42% merupakan jenis yang mendominasi tingkat semai.
Tingkat pancang juga didominasi oleh Shorea leprosula dengan nilai INP (Indeks Nilai
Penting) adalah 22,55% dan Dryobalanops aromatica nilai INP adalah 18,88%. Pada tingkat
tiang didominasi oleh jenis Dryobalanops aromatica dengan INP sebesar 50,51%, S.
multiflora dengan INP 30,94%. Tingkat pohon didominasi oleh jenis Dryobalanops
aromatica dengan INP 75,50%, S. leprosula dengan INP 28,26%, dan Dipterocarpus
grandiflorus dengan INP 22,91%.

Sedangkan pada Hutan Bekas Tebangan, jumlah jenis di tingkat semai adalah 40 jenis,
tingkat pancang 49 jenis, tingkat tiang 39 jenis, dan tingkat pohon 37 jenis. Jenis yang
dominan pada tingkat semai adalah D. aromatica dengan INP 43,17%, S. multiflora dengan
INP 36,91% dan S. leprosula dengan INP 26,2,6%. S. leprosula dengan INP 42,24% dan
Coelodepos glanduligeum dengan INP 19,45% adalah jenis yang mendominasi pancang.
Jenis S. leprosula dengan INP 74,51%, D. aromatica dengan INP 25,07%, dan S. multiflora
dengan INP 25,04% yang mendominasi tingkat tiang. Tingkat pohon didominasi oleh jenis D.
aromatica dengan INP 74,22%, S. multiflora dengan INP 42,89%, dan D. grandiflorus
dengan INP 22,19%.

Pohon inti jenis komersial ditebang pada area Hutan Hujan Dataran Rendah, HPH PT
Hugurya, Aceh adalah jenis S. leprosula, Dryobalanops aromatica, Dipterocarpus
grandiflorus, dan Scapium macropodum. Jumlah pohon jenis komersial ditebang yang
berdiameter 20 cm ke atas pada hutan primer adalah 141 pohon/hektar. Sedangkan jumlah
pohon jenis komersial ditebang yang berdiameter 20 cm ke atas pada hutan dua tahun setelah
penebangan adalah 96 pohon/hektar. Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) menyatakan
bahwa jumlah pohon inti yang harus ditinggalkan dan tidak boleh ditebang adalah 25
pohon/hektar dari pohon yang berdiameter 20-49 cm.

Melihat keadaan permudaan alam di Hutan Primer, jenis komersial ditebang tingkat
semai mempunyai jumlah individu/ha 4.964 dengan penyebaran 89%, tingkat pancang
mempunyai nilai jumlah individu/ha 1.042 dengan nilai penyebaran 84%, tingkat tiang

4
mempunyai nilai jumlah individu/ha 158 dengan nilai penyebaran 70% dan tingkat pohon
mempunyai nilai jumlah individu/ha 140 dengan nilai penyebaran 100%.

Sedangkan keadaan permudaan alam di Hutan Bekas Tebangan, jenis komersial


ditebang tingkat semai mempunyai jumlah individu/ha 4.759 dengan penyebaran 79%,
tingkat pancang mempunyai nilai jumlah individu/ha 712 dengan nilai penyebaran 74%,
tingkat tiang mempunyai nilai jumlah individu/ha 187 dengan nilai penyebaran 77% dan
tingkat pohon mempunyai nilai jumlah individu/ha 96 dengan nilai penyebaran 100%.

Kesimpulan Penelitian

Dari keadaan hutan yang meliputi jumlah pohon inti dan keadaan permudaan alam di
muka dapat diketahui bahwa hutan primer memenuhi persyaratan sebagaimana digariskan
dalam Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Jumlah pohon inti dan keadaan permudaan
alam yang cukup baik pada tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon dari kelompok jenis
Dipterocarpaceae dan kelompok jenis pohon komersial ditebang menunjukkan bahwa hutan
bekas tebangan dalam keadaan yang masih baik. Penerapan Tebang Pilih Tanam Indonesia
(TPTI) dan pembebasan permudaan alam dari tumbuhan pengganggu, baik pembebasan
vertikal maupun pembebasan horizontal akan dapat menghasilkan tegakan yang lestari dari
hutan produksi, khususnya jenis-jenis pohon dari famili Dipterocarpaceae.

5
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis jurnal penelitian mengenai Penerapan Sistem Silvikultur Tebang


Pilih Tanam Indonesia (TPTI) Pada Hutan Dipterocarpaceae, Hutan Hujan Dataran Rendah
Di HPH PT. Hugurya, Aceh dilihat dari tujuan penelitian sesuai dengan hasil penelitian yang
dijelaskan. Peneliti menggunakan hipotesis awal dimana penerapan sistem silvikultur Tebang
Pilih Tanam Indonesia (TPTI) akan digunakan pada Hutan dataran rendah di Aceh tepatnya
HPH PT. Hugurya, Aceh. Dan dengan identifikasi dan pengelompokkan pohon inti jenis
komersil ditebang tepat dan cukup rinci jumlah dan persen penyebarannya. Peneliti juga
dengan sangat jelas memaparkan data penelitian yang telah dilakukan di dua hutan dengan
kondisi hutan yang berbeda. Peneliti melakukan penelitiannya pada hutan primer dan hutan
bekas tebangan yang telah berumur 2 tahun. Pohon inti jenis komersial ditebang yang
didapatkan peneliti pada HPH PT. Hugurya, Aceh adalah di dominasi oleh famili
Dipterocarpaceae. Pohon inti jenis komersial ditebang pada area Hutan Hujan Dataran
Rendah, HPH PT Hugurya, Aceh adalah jenis S. leprosula, Dryobalanops aromatica,
Dipterocarpus grandiflorus, dan Scapium macropodum.

B. Penelitian Lanjutan

Berdasarkan penelitian dari jurnal yang dianalisis, penelitian ini mengarah pada
penerapan sistem silvikultur untuk memanfaatkan hasi hutan kayu dan pengelolaan
berkelanjutan dari hutan hujan dataran rendah. Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan
menurut saya adalah mengarah pada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti tanaman
obat, tumbuhan penghasil buah, pohon penghasil getah, rotan, bambu, dll, di Hutan Hujan
Dataran Rendah HPH PT. Hugurya, Aceh. Dengan konsep penelitian lanjutan ini adalah
mengidentifikasi hasil hutan bukan kayu yang terdapat di hutan tersebut dan
mengelompokkannya kedalam golongan tanaman obat, tumbuhan penghasil buah, pohon
penghasil getah, rotan, dan bambu. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan hasil
hutan yang maksimal pada Hutan Hujan Dataran Rendah di HPH PT. Hugurya, Aceh dan
dapat menjadi alternatif lain masyarakat untuk mendapatkan pendapatan tambahan untuk
mensejahterakan desa atau daerah disekitar HPH PT. Hugurya, Aceh.

Anda mungkin juga menyukai