Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati. Hutan
tropis di Indonesia menghasilkan produk berbagai jenis kayu maupun non-kayu. Saat ini
kondisi hutan yang semakin menurun menyebabkan produktivitas yang semakin menurun
juga terkhusus untuk hasil hutan kayunya padahal kebutuhan kayu semakin meningkat.
Industri pengolahan kayu saat ini banyak mengalami kekurangan bahan baku khususnya
dalam bentuk kayu bundar, karena kemampuan produksi kayu tersebut terutama dari
hutan alam semakin menurun dan terbatas. Melihat kondisi ini, berbagai upaya dilakukan
untuk tetap memenuhi kebutuhan masyarakat akan kayu maupun produk dari kayu. upaya
tersebut antara lain dengan pemanfaatan kayu yang lebih efisien, pemanfaatan kayu
secara total, dan mencari alternatif melalui pengembangan teknologi pengolahan kayu
dan bahan berlignoselulosa lainnya.
Pada industri pengolahan kayu, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mendorong peningkatan dalam permintaan terhadap material komposit. Di Indonesia
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pembuatan
berbagai macam material komposit untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan atau
tujuan telah banyak dilakukan baik dari kalangan pendidikan maupun perindustrian.
Berbagai penelitian mengenai material komposit telah banyak dilakukan, salah satunya
adalah penelitian mengenai bahan baku yang digunakan. Material komposit yang
menggunakan bahan baku serat menjadi satu objek yang banyak dikembangkan.
Ketersediaan bahan baku serat penguat yang melimpah baik dari serat penguat komposit
organik (serat bambu, nanas, tebu, pisang, dan ijuk) maupun serat penguat anorganik.
Salah satu serat alam yang banyak terdapat di Indonesia adalah serat ampas tebu
atau biasa disebut baggase. Selama ini pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku
pembuatan particle board, bahan bakar boiler, pupuk organik, dan pakan ternak yang
bersifat terbatas dan bernilai ekonomi rendah. Pemanfaatan serat ampas tebu sebagai serat
penguat material komposit akan mempunyai arti penting yaitu dari segi pemanfaatan
limbah industri pembuatan gula di Indonesia yang belum dioptimalkan dari segi ekonomi
dan pemanfaatan hasil olahannya.

1
Praktikum mata kuliah panel-panel kayu ini yaitu dengan membuat papan partikel
dengan bahan baku ampas tebu. Melalui pembuatan papan partikel dari ampas tebu
diharapkan terjadi peningkatan nilai tambah dari tanaman tebu.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:
1. Mahasiswa mengetahui proses pembuatan papan partikel.
2. Mahasiswa dapat memanfaatkan ampas tebu menjadi papan partikel
3. Mahasiswa mengetahui sifat fisik dan sifat mekanik dari papan partikel berbahan
baku ampas tebu.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Papan Partikel
Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang
terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat
dengan perekat atau bahan pengikat lainnya kemudian dikempa dengan panas Biasanya
bahan perekat yang digunakan adalah bahan perekat berbasis resin formaldehid seperti
urea formaldehid karena murah dan sifatnya yang baik sebagai perekat (H’ng et al.2011;
Shinta, 2015).
Dibandingkan dengan kayu asalnya, papan partikel mempunyai beberapa kelebihan
diantaranya yaitu papan partikel bebas mata kayu, ukuran dan kerapatannya dapat
disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan,
mempunyai sifat isotropis, kemudian sifat dan kualitasnya dapat diatur (Ivan, 2016).
Persyaratan penting bahan baku untuk dapat digunakan dalam pembuatan papan
partikel adalah lebih disukai jenis pohon berkerapatan rendah sampai sedang karena
semakin mudah dikempa, kontak antara permukaan partikel semakin sempurna dan panel
yang dibentuk semakin padat, sehingga kekuatannya semakin baik (Haygreen dan
Bowyer, 1996; Iskandar, 2011). Salah satu tahapan kegiatan yang dilakukan dalam proses
pembuatan papan partikel adalah pengempaan panas, untuk papan partikel yang
menggunakan perekat urea formaldehida menggunakan tekanan kempa 15 - 25 kg/cm
(Kliwon dan Iskandar, 2010). Pada saat dilakukan pengempaan, diperlukan energi listrik
untuk menggerakan mesin kempa. Makin tinggi besaran kempa makin besar energi yang
dibutuhkan dan sebaliknya.

2.2 Tanaman Tebu


Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan semusim yang
mempunyai sifat tersendiri karena pada batang terdapat zat gula. Tebu termasuk dalam
keluarga rumput-rumputan (famili Graminae). Akar tanaman tebu adalah akar serabut.
Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak.
Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batang dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Pada
batangnya terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan. Batangnya beruas-ruas

3
dengan panjang ruas 10-30 cm. daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan
yang berseling (Penebar swadaya, 2000)
Klasifikasi botani tanaman tebu
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Famili : Graminae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum
Tebu dapat hidup dengan bauk pada ketinggian tempat 5-500 meter di atas
permukaan laut (mdpl), pada daerah beriklim panas dan lembab dengan kelembaban
>70%, hujan yang merata setelah tanaman berumur 8 bulan dan suhu udara berkisar
antara 28-34°C (Slamet, 2004).
Tebu merupakan salah satu komoditi pertanian yang ada di Indonesia. Pada tahun
2012, luas areal perkebunan di nusantara seluas 451.255 ha dengan produksi tebu
sebanyak 2.591.687 ton.Produktivitas tebu pada tahun 2012 adalah sebanyak 5.770 kg/ha
(Kementerian Pertanian, 2012). Pengolahan tebu menjadi gula menghasilkan ampas tebu
sebesar 40% dari berat tebu. Jadi, apabila per tahunnya dihasilkan 2,5 juta ton tebu maka
dihasilkan sekitar 1 juta ton ampas tebu yang harus dioptimalkan. Salah satu manfaatnya
adalah sebagai bahan baku pembuatan papan partikel.
Komposisi kimia ampas tebu memiliki kandungan selulosa 32 - 48%, pentosan 27
- 29%, lignin 19 - 24%, abu 1,5 - 5% dan silica 0,7 - 3,5% (Rowell , 1977; Iskandar 2011),
sehingga berpotensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel.
Upaya untuk meningkatkan sifat mekanis ampas tebu dapat dilakukan dengan cara
menggabungkan partikel ampas tebu dengan partikel kayu berkerapatan tinggi, seperti
kayu mahoni. Berdasarkan beberapa penelitian kerapatan papan partikel ampas tebu
memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia dan Standar Jepang karena nilainya
berada di antara 0,50 - 0,90 g/cm serta Standar FAO karena nilainya berada di antara 0,40
- 0,80 g/cm . Kerapatan papan partikel ampas tebu (0,58 g/cm ) lebih rendah dibandingkan
dengan papan partikel sabut kelapa yaitu 0,92 g/cm (Iskandar dan Supriadi, 2010) dan
papan partikel serutan kayu gmelina yaitu 0,67 g/cm (Iskandar dan Supriadi, 2011).

4
Tabel 1. Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis papan partikel ampas tebu.

Sumber: Iskandar 2011

2.3 Perekat Asam Sitrat


Papan partikel umumnya menggunakan perekat berbasis formaldehida dalam
pembentukannya. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) (Ivan, 2016) contoh perekat
buatan yang sering digunakan adalah perekat isosianat (MDI), phenol formaldehida (PF)
dan urea formaldehida (UF). PF memiliki kelebihan yaitu sifat perekatan yang baik, tahan
terhadap cuaca, tahan terhadap temperatur yang tinggi, dan tahan terhadap bahan kimia
seperti minyak. Penambahan kadar perekat yang berbeda akan menghasilkan kualitas
papan yang berbeda. Perekat tersebut memiliki kandungan emisi formaldehida cukup
tinggi atau melebihi standar yang sudah ditetapkan, sehingga dapat mengganggu
kesehatan dan lingkungan.
Salah satu inovasi meminimalisir penggunaan perekat sintetik adalah membentuk
papan dengan sedikit atau bahkan tanpa menggunakan perekat sintetik (binderlessboard).
Binderlessboard sangat tergantung dari sifat kimia bahan bakunya karena ikatan

5
perekatan (self-bonding) papan tanpa perekat sintetik dihasilkan dari polimerisasi
kembali hasil degradasi komponen-komponen kimia selama proses pengempaan panas
(Widyorini et al., 2005a).
Asam sitrat (2-hydroxy1,2,3-propanetricarboxylic acid) merupakan asam organik
lemah yang terdapat pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan), yang
mengandung tiga gugus karboksil. Secara komersial, asam sitrat diproduksi melalui
fermentasi dari bahan yang mengandung glukosa dan sukrosa.
Umemura et al. (2011) (Ragil, 2012) menegaskan bahwa asam sitrat bertindak
sebagai agen perekat melalui ikatan kimia, dan mempunyai potensi sebagai perekat kayu
alami yang ramah lingkungan. Asam sitrat juga dapat berikatan dengan baik pada gugus
hidroksil dari kayu. Semakin banyak jumlah asam sitrat yang ditambahkan, semakin kuat
ketahanan terhadap air.

2.4 Sifat Fisik Kayu


Kondisi fisik kayu adalah merupakan salah satu sifat fisika kayu yang umumnya
tidak dapat diukur, tetapi hanya mencirikan kondisi fisik kayu tersebut secara
makroskopis (dapat ditangkap oleh panca indra kita seperti penglihatan, penciuman,
perabaan, dll).
Sifat fisika kayu ditentukan oleh faktor inheren (Melekat) pada struktur kayu yaitu
faktor yang tidak dapat diatur manusia dan sudah ada sejak kayu terbentuk. Adapun faktor
tersebut yaitu :
1. Banyaknya zat dinding sel yang ada pada kayu, dapat diketahui dari berat jenis
atau kerapatan kayu dan digunakan sebagai petunjuk untuk menduga kekuatan
kayu.
2. Susunan dan arah mikrofibril (orientasi material) dinding sel dan jaringan-
jaringannya. Faktor ini menyebabkan kayu bersifat anisotropis.
3. Susunan (komposisi) kimia zat dinding sel. Faktor ini menyebabkan variasi
dalam sifat kayu, antara lain warna, ketahanan kayu terhadap asam, serangga,
cuaca dan lain-lain.
4. Banyaknya air yg ada dalam dinding sel, hal ini mempengaruhi sifat-sifat fisika
secara keseluruhan krn selain air yang ditambahkan pada dinding sel akan

6
mengubah kerapatan dan dimensinya, air jg mempengaruhi platisitas kayu dan
transfer energi dalam sepotong kayu.
5. Jenis, Ukuran, Proporsi (Persentase) dan Komposisi sel Penyusun Kayu. Faktor
ini merupakan penyebab adanya sifat Anisotropik.

2.5 Sifat Mekanika Kayu


Sifat mekanis kayu adalah ketahanan kayu terhadap gaya yang berasal dari luar
yang cenderung mengubah bentuk aslinya (Tsoumis 1991). Sedangkan menurut
Haygreen dan Bowyer (1993), sifat mekanis kayu adalah sifat yang berhubungan dengan
kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya. Menurut
Tsoumis (1991) sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar air,
kerapatan, suhu, lama pembebanan, struktur kayu, dan cacat.
Kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan disebut sebagai
sifat-sifat mekaniknya (Haygreen dan Bowyer, 1993). Ketahanan terhadap perubahan
bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimanfaatkan, terpuntir, atau terlengkungkan
oleh suatu beban yang mengenainya. Perubahan-perubahan bentuk yang terjadi segera
sesudah beban dikenakan dan dapat dipulihkan jika beban dihilangkan disebut perubahan
bentuk elastis.

7
BAB III
METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktikum ini dilaksanakan pada 5 Desember 2017 sampai 10 Januari 2018 di
Workshop Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura untuk
membuat papan partikel dari ampas tebu. Pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan
di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura.

3.2 Bahan dan Alat


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kempa panas, oven, timbangan
elektrik, plat besi berukuran 25 cm x 25 cm x 1 cm, kertas teflon, kertas label, kantung
plastik putih, kaliper, gunting, beaker glass, batang pengaduk, kamera digital, kalkulator,
alat tulis, dan UTM (Universal Testing Machine). Sedangkan bahan yang digunakan
adalah ampas tebu (Saccharum officinarum) dan perekat asam sitrat.

3.3 Prosedur Kerja


Langkah-langkah pembuatan papan partikel yaitu:
1. Mengumpulkan bahan yang akan digunakan. Bahan yang digunakan adalah
ampas tebu. Membersihkan ampas tebu dari gabus tebu. Mengeringkan terlebih
dahulu ampas tebu pada ruangan terbuka atau dibawah sinar matahari.
2. Setelah ampas tebu kering, memotong ampas tebu dengan ukuran panjang 7
cm dan lebar 2 cm. Timbang bahan sesuai dengan keperluan untuk membuat 2
buah papan. Untuk membuat satu buah papan diperlukan bahan sebanyak 525
gram.
3. Menyiapkan larutan perekat. Perekat yang digunakan adalah asam sitrat 20%.
Dengan proses perhitungan diperlukan sebanyak 105 gram asam sitrat.
4. Larutan perekat dengan ampas tebu kemudian dicampurkan secara merata.
5. Setelah bahan dan perekat tercampur, bahan tersebut dipisahkan menjadi 3
bagian yakni face, core, dan back dengan perbandingan 25 % : 50 % : 25 %.
Memasukkan masing-masing bahan ke dalam plastik putih.

8
6. Menggunakan pencetak papan dan plat besi yang telah dilapisi kertas teflon,
kemudian bahan tersebut disusun secara bersilang (tegak lurus). Menekan
bagian atas pencetak yang telah disusun oleh bahan.
7. Mengambil pencetak, dan mengangkat plat besi tersebut kemudian
memindahkannya ke alat kempa panas. Tekanan kempanya adalah 25
kgf/cm2.Suhu yang digunakan adalah 90°C, dalam waktu 20 menit.
8. Setelah 20 menit, papan partikel yang telah jadi kemudian diangkat dan
dipindahkan. Melepas plat besi dengan papan tersebut. Mendinginkan papan
partikel tersebut.
9. Mengkondisian papan selama 14 hari pada suhu kamar dilakukan untuk
menyeragamkan kadar air papan partikel mencapai kesetimbangan dan
menghilangkan tegangan sisa yang terbentuk selama proses pengempaan
panas.
10. Memotongan contoh uji papan partikel yang telah mengalami conditioning
kemudian dipotong sesuai dengan tujuan pengujian yang dilakukan.

Pengujian Sifat Fisis Papan partikel


1. Kerapatan.
Pengujian kerapatan papan partikel dilakukan pada kondisi kering udara
kemudian ditimbang beratnya (M) dengan contoh uji 10 cm x 10 cm.
Selanjutnya diukur panjang rata-rata dengan dua titik pengukuran, dan arah
lebar dua titik pengukuran dan tebalnya dengan empat titik pengukuran untuk
menentukan volume contoh uji (V). Nilai kerapatan papan partikel dihitung
dengan rumus:
ρ=VM
Keterangan:
ρ = kerapatan (g/cm3)
M = berat contoh uji kering udara (g)
V = volume contoh uji kering udara (cm3)

9
2. Kadar air
Contoh uji ukuran 10 cm x 10 cm yang digunakan adalah bekas contoh uji
kerapatan.Contoh uji terlebih dahulu ditimbang untuk memperoleh berat awal
(BA), kemudian dioven pada suhu 103 ± 20C. Contoh uji didinginkan dalam
desikator kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering oven (BKO)
Nilai kadar air dihitung menggunakan persamaan:
𝐵𝐴 − 𝐵𝐾𝑂
𝐾𝐴 (%) = 𝑥 100%
𝐵𝐾𝑂
Keterangan
KA = kadar air (%)
BA = berat awal (g)
BKO = berat kering oven (g)

3. Pengembangan Tebal
Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm. Perhitungan pengembangan tebal
didasarkan pada selisih tebal sebelum (T1) dan setelah perendaman (T2)
dengan air dingin selama 2 jam kemudian diukur pengembangan tebal contoh
uji, dan selama 24 jam kemudian diukur pengembangan tebal contoh uji. Nilai
pengembangan tebal dihitung dengan rumus:
𝑇2 − 𝑇1
𝑇𝑆 (%) = 𝑥 100%
𝑇1
Keterangan:
DSA = daya serap air (%)
T1 = Tebal sebelum perendaman (g)
T2 = Tebal setelah perendaman (g)

Pengujian Sifat Mekanis Papan partikel


1. MOE (Modulus of Elasticity)
Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengijuan MOR dengan
pengujian 20 cm x 5 cm pada kondisi kering udara dibentangkan dengan
pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga. Kecepatan pembebanan
sebesar 10 mm/menit yang selanjutnya diukur besarnya beban yang dapat
ditahan oleh contoh uji tersebut sampai batas proporsi.

10
Nilai MOE dihitung dengan rumus:
∆𝑃𝐿3
𝑀𝑂𝐸 = 𝑥 100%
4∆𝑦𝑏ℎ3

Nilai MOR dihitung dengan rumus:


3𝑃𝐿
𝑀𝑂𝑅 =
2𝑏ℎ
Keterangan :
MOE = modulus of elasticity (kg/cm2)
MOR = modulus of rupture (kg/cm2)
ΔP = perubahan beban yang digunakan (kg)
P = beban maksimum (kgf) l = jarak sangga (16 cm)
L = panjang contoh uji (cm)
Δy = perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm)
b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
1. Kerapatan
Diketahui contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm, dan berat sebesar 15,82 gram.
𝑀
Dengan menggunakan rumus 𝜌 = , didapatkan nilai kerapatan sebesar 0,1582 gram/
𝑉

cm3.

2. Kadar Air
Diketahui berat awal contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm adalah 15, 82 gram.
Setelah dimasukkan ke dalam oven dan dikondiskan, didapatkan berat contoh uji sebesar
14,70 gram. Maka dengan menggunakan rumus akan didapatkan kadar air sebesar 7,6%.
𝐵𝐴 − 𝐵𝐾𝑂
𝐾𝐴 (%) = 𝑥 100%
𝐵𝐾𝑂
15,82 − 14,70
𝐾𝐴 (%) = 𝑥 100%
14,70
𝐾𝐴 = 7,6 %

3. Pengembangan Tebal
Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum (T1) dan setelah
perendaman (T2) dengan air dingin akan didapatkan nilai sebesar
𝑇2 − 𝑇1
𝑇𝑆 (%) = 𝑥 100%
𝑇1
5,3 − 5,1
𝑇𝑆 (%) = 𝑥 100%
5,1
𝑇𝑆 = 3,92 %

4. MOR (Modulus of Rufture)


Uji MOR ini dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Macine
(UTM). Nilai MOR papan partikel dapat dihitung menggunakan rumus:
3𝑃𝐿
𝑀𝑂𝑅 (𝑘𝑔𝑓/𝑐𝑚2 ) =
2𝑏ℎ

12
Keterangan:
P = Beban maksimum (kgf)
L = Panjang bentang (cm)
b = Lebar sampel (cm)
h = Tebal sampel (cm)

5. MOE
Uji MOE ini dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Macine (UTM).
Nilai MOE papan partikel dapat dihitung menggunakan rumus:
∆𝑃𝐿3
𝑀𝑂𝐸 (𝑘𝑔𝑓/𝑐𝑚2 ) =
4∆𝑦𝑏ℎ3
Keterangan:
∆P = Perubahan beban yang digunakan (kgf)
L = Panjang bentang (cm)
∆y = Perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm)
b = Lebar sampel (cm)
h = Tebal sampel (cm)

4.2 Pembahasan
Kerapatan
Kerapatan merupakan perbandingan antara berat atau massa dengan volume yang
dinyatakan dalam g/cm3. Kerapatan papan partikel merupakan salah satu sifat fisik yang
sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan mekanik lainnya. Kerapatan papan partikel
yang dihasilkan berkisar antara 0,1582 gram/ cm3. Kerapatan partikel yang dihasilkan
belum memenuhi standar JIS A 5808:2003 yang mensyarakatkan kerapatan papan
partikel berkisar anatara 0,4-0,9 g/cm3.
Kadar Air
Kadar air papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 7,6%. Kadar air papan
partikel yang dihasilkan nilainya berada diantara standar JIS A 5908:2003 yang
mensyaratkan kadar air papan partikel yang berkisar antara 5% - 13%. Kadar air pada
papan partikel yang rendah disebabkan oleh pada saat pengempaan oleh panas air yang
terkandung pada bahan telah menguap sehingga kadar air menjadi menurun. Kadar air

13
merupakan faktor penting dalam hal menjaga stabilitas dimensi papan. Fenomena yang
terjadi pada umunya adalah semakin tinggi kerapatan papan partikel, maka kadar air yang
terkandung di dalamnya akan semakin kecil (Setiawan 2008).
Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal merupakan sifat fisik untuk mengukur kemampuan papan
partikel dalam menjaga dimensinya selama direndam dalam air. Semakin tinggi nilai
pengembangan tebal maka semakin rendah kestabilan dimensinya. Pengembangan tebal
papan partikel yang dihasiljan setelah perendaman adalah 3,92%. Standar JIS 5908:2003
menetapkan bahwa pengembangan tebal maksimal papan partikel adalah 12%. Papan
partikel yang dihasilkan pada memenuhi syarat tersebut.

Sifat Mekanik Papan Partikel


MOR (Modulus of Rufture)
Keteguhan lengkung kayu dan produk-produk asal kayu biasanya dinyatakan dalam
istilah Modulus Patah (MOR). Keteguhan lengkung adalah kekuatan untuk menahan
gaya-gaya berusaha melengkungan kayu atau untuk menahan beban-beban mati ataupun
hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut, misalnya blandar. JIS
A 5908:2003 mensyaratkan bahwa nilai MOR papan partikel minimal 8N/mm2 atau
setara dengan 81,58 kgf/cm2.

MOE (Modulus of elasticity)


Salah satu aspek penting yang dipertimbangkan dalam penggunaan kayu dan
produk kayu adalah kemampuannya menahan beban dengan aman dalam jangka waktu
yang direncanakan (service live). Kemampuan menahan beban sering disebut dengan
kekakuan atau modulus of elasticity (MOE) kayu. .JIS A 5908:2003 mensyaratkan nilai
keteguhan lentur papan partikel minimal 200 N/mm2 atau setara dengan 20.394 kgf/cm2.
Nilai MOE papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 49,765-52,99 kgf/cm2. Nilai
MOE yang dihasilkan tersebut belum memenuhi standar yang ditetapkan okeh JIS
5908:2003.

14
BAB V
KESIMPULAN
Ampas tebu dapat dijadikan bahan baku pembuatan papan partikel karena memiliki
kandungan lignin dan selulosa. Ampas tebu yang digunakan untuk menghasilkan papan
partikel berkualitas baik memiliki kadar air yang tidak lebih dari 20%.
.Berdasarkan hasil analisis yang didapatkan baik sifat fisik maupun mekanik
umumnya belum memenuhi standar JIS A 5908:2003.Hal ini dapat terjadi karena nilai
kerapatan dan kadar air yang terlalu rendah sehingga mempengaruhi sifat lainnya. Selain
itu tidak dilakukannya perlakuan pendahuluan(pre-treatment) pada ampas tebu.

15
DAFTAR PUSTAKA
Febrianti, Shinta. 2015. Pembuatan Papan Partikel Dari Ampas Tebu (Saccharum
officinarum) Dengan Menggunakan Perekat Tapioka Dan Parafin. [Skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor
Iskandar, M.I. dan A. Supriadi. 2010. Pengaruh kadar perekat terhadap sifat papan
partikel tandan sawit. Buletin Penelitian Hasil Hutan 16(2): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan. Bogor
Iskandar, M.I., dan Achmad Supriadi. 2011. Pengaruh Besaran Kempa Terhadap Sifat
Papan Partikel Serutan Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (3). Pusat
Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
Kementerian Pertanian. 2012. http: // ditjenbun. pertanian. go.id/statis-37 produktivitas.
Diakses tanggal 15 Januari 2018.
Kliwon, S. dan M.I. Iskandar. 2010. Produk papan partikel datar berbasis bahan baku
kayu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan
Hasil Hutan. Bogor
Mikael, Ivan, Rudi Hartono, dan Tito Sucipto. Kualitas Papan Partikel Dari Campuran
Ampas Tebu Dan Partikel Mahoni Dengan Berbagai Variasi Kadar Perekat Phenol
Formaldehida. Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera
Utara. Medan
Widyorini R, Xu J, & Watanabe T. 2005a. Chemical Changes in Steam-Pressed Kenaf
Core Binderless Particleboard. J Wood Sci 51: 26–32.
Widyorini, Ragil., Tibertius Agus Prayitno, Ari Puspa Yudha, Bhaktiar Adi Setiawan,
dan Budi Hari Wicaksono. 2012. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dan Suhu
Pengempaan Terhadap Kualitas Papan Partikel dari Pelepah Nipah. Jurnal Ilmu
Kehutanan Volume VI (1). Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta
Yudo, Hartono dan Sukanto Jatmiko. 2008. Analisa Teknis Kekuatan Mekanis Material
Komposit Berpenguat Serat Ampas Tebu (Baggase) Ditinjau dari Kekuatan Tarik
dan Impak. KAPAL:Vol.5 (2). Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik.
Universitas Diponegoro

16
LAMPIRAN
Dokumentasi 1. Bahan

Dokumentasi 2. Pembuatan Papan

17
Dokumentasi 3. Pengujian Papan

18

Anda mungkin juga menyukai