Anda di halaman 1dari 23

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Game Online

a. Definisi Game online

Game on line adalah permainan yang dapat diakses dengan banyak

permainan, dimana mesin-mesin yang digunakan dihubungkan oleh

internet. (Gaol, 2012). Game online merupakan aplikasi permainan yang

berupa petualangan, pengaturan strategi, simulasi dan bermain peran yan

gmemilki aturan main dan tingkat-tingkatan tertentu. Bermain game

online membuat pemain merasa senang karena mendapat kepuasan

psikologis.

b. Jenis-Jenis Game Online

Menurut Harsono (2012) jenis game online dapat dikategorikan menjadi

beberapa jenis yaitu :

1) Fun Games

Fan Games adalah permainan seperti : skate board, Bilyard, Catur,

Puzle, Tetris, Golf dan semua permainan yang animasinya sedikit

dan pembuatannya relatif mudah. Permaianan semacam ini terlihat

mudah dari segi grafiknya, tetapi biasanya sulit dalam algoritma.

Game ini juga sangat baik untuk melatih otak karena permainannya

yang sederhana tapi membutuhkan pemikiran yang cukup ekstra.

10
11

2) Arcade Games

Arcade Games adalah semua permainan yang mudah dimengerti,

menyenangkan dan grafiknya bagus walau biasanya sederhana.

Tujuan game mudah di mengerti dan menyenangkan dikarenakan

permainana ini hanyalah berkisar pada hal-hal yang disenagi umum

seperti pukul-memukul, tembak-menembak, tusuk-menusuk, kejar-

mengejar, dan semua yang mudah dan menyenangkan. Yang

termasuk kedalam jenis permainan ini adalah : Sreet Fighter, Point

Blank, Call of Duty, Smack Down, Takken

3) Starategic game

Strategic game biasanya permainan strategi perang atau biasa juga

permaninan lain tetapi tetapi tetap saja memerlukan strategi unutk

memenangkannya, seperti strategi bisnis dan strategi politik, contoh

dari game ini adalh Clas of Clan, Get Rich dan beberapa game

online lainnya yang mebutuhk an strategi untuk memenangkannya.

Game on line ini biasanya paling disenangi anak remaja karena dapat

memusakan secara psikologis.

4) Advanture Game

Adventure Game adalah salah satu game online dengan karakteristik

berpetualangan seperti peran sebuh tokoh dalam film. Jenis

permainan ini biasanya menantang dan di sukai oleh pemainnya.

Permainan ini juga menggambarkan aksi pukul-memukul, tembak

menembak, hingga aksi membunuh untuk melewati berbagai macam


12

rintangan untuk melewati setiap level permainan (Hasan, 2014).

Adapun jenis permainan

c. Kecanduan Game online

Menurut Bobongtong dkk (dalam Sutjipto, 2005) kecanduan

dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu : kecanduan yang dikatakan sehat

(helathy) kecanduan tidak sehat (unhealthy) dan kecanduan yang

merupakan kombinasi dari keduanya. Young ( dalam sutjipto 2005)

mengkategorikan kecanduan internet dalam lima kategori yaitu :

1) Cybersexual addication, yaitu seseorang melakukan penelusuran

situs-situs porno atau cybersex secara kompulsif

2) Cyber-relationship addication yaitu seseorang yang hanyut dalam

pertemanan melalui dunia maya.

3) Net compulsion, yaitu seseorang yang terobsesi pada situs-situs

perdagangan (cyber shoppung atau day trading) atau perjudian

(cyber casino)

4) Information overload, yaitu seseorang yang menelusuri situs-situs

informasi secara kompulsif.

5) Computer addication, yaitu seseorang yang terobsesi pada

permainan-permainan online (onlain games).

Defenisi kecanduan adalah suatu kelekatan yang kompleks, progresif

dan berbahaya zat psikoaktif (alkohol, heroin, zat adiktif lainnya) atau

perilaku (sex, kerja, judi). Kecanduan juga dapat diartikan sebagai suatu

sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang


13

sangat banyak dan tidak mampu mengontrol kegiatannya tersebut.

kecanduan yang tidak dapat dikontrol atau tidak mempunyai kekuatan

untuk menghentikan kegiatan tersebut dapat mengakibatkan individu

menjadi lalai terhadap kegiatan lain (Gaol, 2012). Kecanduan bermain

game online menimbulkan berbagai kerugian bagi keluarga , individu,

berdampak buruk bagai prestasi akdemik, kerja, kondisi finansial dan

kehidupan sosial

Menurut Lee (dalam Gaol 2012) Terdapat empat komponen

kecanduan game online yakni excesive use, withdrawal symptoms,

tolerance, dan negatif repercussions. Excessive use terjadi ketika bermain

game online menjadi aktifitas yang paling penting dalam kehidupan

individu. Komponen ini mendominasi pikiran individu (preokupasi atau

gangguan kognitif), perasan (meras sangat butuh) dan tingkah laku

(kemunduran dalam perilaku sosial)

Tolerance merupakan proses dimana terjadi peningkatan jumlah

penggunaan game online utntuk mendapatkan efek perubahan dari mood.

Kepuasan yang diperoleh dalam menggunakan game online akan

menurun apabila digunakan secara terus menerus dalam jumlah waktu

yang sama. Permainan tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan

yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai

waktu yang lama. Oleh karena itu untuk memperoleh pengaruh yang

sama kuatnya dengan sebelumnya jumlah penggunaan harus ditingkatkan

agar tidak terjadi toleransi.


14

Withdrawal symptom adalah perasaan yang tidak menyenangkan

karena penggunaan game online dikurangi atau tidak dilanjutkan. Gejala

ini kan berpengaruh pada fisik pemain. Perasaan dan efek antara perasaan

dan fisik akan timbul seperti pusing dan insomnia. Gejala ini juga

berpengaruh pada psikologisnya atau moodiness.

Komponen negative repercussions mengarah pada dampak negatif

yang terjadi antara pengguna game online dengan lingkungan sekitarnya.

Komponen ini juga berdampak pada tugas lainnya seperti pekerjaan, hobi

dan kehidupan sosial. Dampak yang terjadi pada diri pemain dapat

berupa komplik intra fisik atau merasa kurangnya kontrol yang

diakibatakan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain game

online.

d. Indikator kecanduan Game Online

Para ahli menjelaskan beberapa krateria kecanduan terhadapa

internet sebagai berikut :

Menurut Young, Freitag dan Weaver (dalam Sutjipto, 2005) menyatakan

gejalagejala dari kecanduan internet adalah:

1) Keasyikan dengan internet dan selalu memikirkannya selagi offline

(internet preoccupation)

2) Selalu menambah waktu online.

3) Tidak mampu untuk mengontrol penggunaan internet.

4) Lekas marah dan gelisah bila tidak sedang online.

5) Menggunakan internet sebagai pelarian dari masalah.


15

6) Membohongi keluarga atau teman mengenai jumlah waktu yang

digunakan untuk online.

7) Kehilangan teman, pekerjaan, ataupun kesempatan pendidikan dan

karir karena penggunaan internet.

8) Terus menggunakan internet walaupun dana untuk online menipis.

9) Depresi, kemurungan, kegelisahan, dan kecemasan meningkat jika

tidak menggunakan internet.

10) Mengalami gangguan tidur atau perubahan pola tidur akibat

penggunaan internet.

11) Merasa bersalah dan penyesalan yang dalam akibat penggunaan

internet.

Sedangkan menurut Babington dkk. (2002) menggolongkan

gejalagejala yang nampak pada orang yang kecanduan internet menjadi

dua golongan, yaitu :

1) Gejalagejala fisik yang terdiri dari

a) berkurangnya perhatian terhadap kebutuhankebutuhan pribadi

dan kesehatan,

b) masalah pada neuromuscular akibat penggunaan komputer yang

berlebihan, dan

c) penyakitpenyakit lain akibat penggunaan komputer yang

berlebihan. Termasuk dalam kriteria ini adalah gangguan atau

berkurangnya waktu tidur, berubahnya pola makan, sulit


16

berkonsentrasi, gangguan pada mata dan tulang belakang, dan

agitasi psikomotorik (cybershake)

2) Gejalagejala psikologis dan sosial, termasuk diantaranya:

a) penggunaan komputer secara kompulsif dan kelewatan dalam

hal waktu penggunaannya,

b) mengalami euforia saat sedang online,

c) ketidakmampuan untuk mengontrol perilaku, seperti tidak dapat

berhenti atau mematikan komputer bila sudah online,

d) walupun mencoba untuk berhenti tapi selalu saja kembali

melakukannya,

e) menyangkal bahwa dirinya sudah kecanduan walaupun

gejalanya sudah jelas,

f) menarik diri dari lingkungan sosial, dikarenakan merasa cemas

dan depresi bila jauh dari komputer dalam jangka waktu

tertentu,

g) mendapat masalah dengan keluarga, pekerjaan, dan teman

teman, dan

i. mengulang-ulang aktivitas dengan komputer dalam rangka

melepaskan diri dari masalah atau kecanduan yang lain

2. Perilaku Kekerasan.

a. Definisi

Menurut Videbeck (2011), kemarahan adalah respon manusia normal,

ketidaknyamanan ataupun respon emosiomal yang kuat terhadap


17

provokasi respon yang nyata. Marah dapat terjadi dikia seseorang

frustasi, tersakitti atau karena ketakutan. Kemarahan. Bila ditangani

dengan tepat, kemarahan bisa menjadi kekuatan yang positif yang

membantu seseorang untuk menyelesaikan konflik, memcahkan masalah

dan membuat keputusan. Kemarahan dapat mengaktifkan kekuatan fisik

tubuh untuk pertahanan diri, ketika dibutuhkan saat Fight or flight

(hadapi atau tinggalkan) sebagai mekanisme respon sistem saraf

simpati.

Permusuhan, juga dikenal sebagai serangan verbal, adalah ekspresi emosi

melalui kekerasan verbal, kurang kerjasama, yang melanggar aturan atau

norma-norma atau perilaku mengancam. Perilaku bermusuhan

dimaksudkan untuk mengintimidasi atau menimbulkan bahaya emosional

yang lain, dan dapat menyebabkan serangan fisik. Sedangkan Serangan

fisik adalah perilaku di mana seseorang menyerang dan melukai orang

lain atau yang melibatkan perusakan harta benda. Kedua agresi verbal

dan fisik dimaksudkan untuk menyakiti atau menghukum orang lain atau

memaksa seseorang untuk memenuhi keinginannya.

Menurut Keliat ( dalam Lelono 2015) perilaku kekerasan adalah suatu

bentuk perilaku yang bertujuan melukai seseorang baik secara fisik,

maupun psikologis, Stuart (2009) mengemukan perilaku agresif adalah

suatu kondisi dimana seseorang mengabaikan hak orang lain, dia

menganggap bahwa harus berjuang untuk kepentingan dan

mengharapkan prilaku yang sama dari orang yang lain, bagi dia hidup
18

adalah pertempuran yang dapat mengakibatkan kekerasan fisik atau

verbal. Perilaku agresif sering terjadi akibat kurang kepercayaan diri.

b. Tahap Perilaku Kekerasan

Menurut Videbeck (2011) ada enam tahap perilaku kekerasan yaitu :

1) Tahap Pemicu yaitu suatu kejadian atau keadaan lingkungan yang

memicu respon klien, untuk marah dan merasa benci, ditandai

dengan kurang istirahat, merasa cemas, mudah tersinggung, otot-otot

menjadi tegang, nafas cepat, mondar-mandir, suara mengeras

2) Tahap peningkatan ialah tanggapan klien memperlihatkan perilaku

yang semakin yang menunjukkan gerakan hilangnya kontrol diri

ditandai dengan wajah memerah, mengoceh, mencaci maki, gelisah,

mengancam, menuntut, tinju terkepal, gerakan mengancam,

hilangnya kemampuan untuk memecahkan masalah atau berpikir

jernih

3) Tahap Krisis yaitu periode krisi dan emosi tahap ini klin kehilang

kontrol, ditandai dengan melempar, menendang, memukul, meludah,

menggigit, berteriak, menjerit-jerit, dan saat ini klien tidak mampu

berkomunikasi

4) Tahap pemulihan yaitu klien mampu mengontrol diri dan prilaku

ditandai dengan volume suara menurun, penurun ketegangan otot,

komunikasi lebih rasional, fisik lebih rileks


19

5) Tahap pasca krisis yaitu klien mencoba berdamai dengan orang lain

dan kembali ke tingkat sebelum agresif dan ditandai dengan rasa

penyesalan, mita maaf, menangis, berdiam diri, menarik diri.

c. Rentang Respon Perilaku Kekerasan

Gambar 2.1
Rentang Respon Perilaku Kekerasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Pasif Agresif

1) Asertif

Perilaku asertif adalah menyampaikan suatu perasaan diri dengan

pasti, dan berperilaku menghormati orang lain. orang yang asertif

berbicara dengan jelas dengan menggunakan kata-kata yang dapat

di mengerti, kontak mata baik tetapi tidak mengancam, postur

tubuh tegakdan santai. Individu yang asertif dapat menolak

permintaan yang tidak beralasan dan menyampaikan rasionalnya

kepada orang lain. sebaliknya imdividu juga dapat menerima dan

tidak merasa bersalah bila permintaannya ditolak orang lain.

Individu yang asertif ingat untuk mengungkapkan kasih sayang

kepada siapa saja yang dekat, pujian diberikan sepatutnya.


20

2) Pasif

Individu yang pasif sering menyampingkan haknya dari

persepsinya terhadap hak orang lain. ketika seseorang yang pasif

marah maka dia akan berusaha menutupi kemarahannya sehingga

meningkatkan tekanan pada dirinya. Polainteraksi seperti ini

dapat menyebabkan gangguan perkembangan interpersonal.

Perilaku pasif dapat diekspresikan secara non verbal, seseorang

yang pasiv biasanya bicara pelan, sering berprilaku kekankak-

kanakan dengan kontak mata yang sedikit. Individu tersebut

mungkin dalam posisi membungkuk tangan menahan dekat

dengan tubuh (Lelono dkk, 2015)

3) Agresif

Individu yang agresif tidak menghargai hak orang lain. Individu

merasa harus bersaing untuk mendapatkan apa yang di

inginkannya. Seseorang yang agresif di dalam hidupnya selalu

mengarah pada kekerasan fisik dan perbal. Perilaku agresif pada

dsasarnya disebabkan karena menutupi kurangnya rasa percaya

diri. Prilaku agresif juga dapat di tunjukkan secara non verbal,

seseorang yang agresif melanggar batas pribadi orang lain,

bicaranya keras dan lantang, biasanya kontak mata yang

berlebihan dan mengganggu, fostur kaku dan tampak mengancam

(Lelono dkk. 2015)


21

d. Faktot Predisposisi

Adapun faktor predisposisi perilaku kekerasan dibagi menjadi tiga

(Lelono dkk, 2015) :

1) Faktor biologi

Faktor biologi secara alamiah dapat menjadi salah satu faktor

penyebab atau predisposisi atau menjadi faktoro pencetus

(presipitasi) terjadinya prilaku kekerasan pada individu. Faktor

predisposisi yang dapat berperan mempengaruhi peran manusia

dalam menghadapi stersol yaitu:

a) Struktur otak

Tiga area otak dalam prilaku agresif adalah sistem limbik, lobus

prontal, dan hipotalamus. Perusakan dalam sistem limbik dan

lobus frontal serta lobus temporal otak dapat mengubah

kemampuan individu untuk memodulasi agresi sehingga memicu

perilaku kekerasan. Sistem limbik dikaitkan dengan mediasi

dorong dasar dan ekspresi emosi serta tingkah laku manusia

seperti makan agresi. Sintetis informasi ke dan dari area lain di

otak mempunyai pengaruh pada emosional dan perilaku.

Perubahan sistem limbik dapat menyebabkan peningkatan atau

penurunan perilaku agresif (Lelono dkk, 2015).

Lobus frontal berperan penting dalam mediasi tingkah laku

yang berarti dan berpikir rasional. Lobus ini merupakan bagian

otak dimana pikiran dan emosi berinteraksi. Kerusakan pada


22

lobus ini dapat mengakibatkan gangguan penilaian perubahan

kepribadian pengambilan keputusan ketidak sesuaian dalam

hubungn dan l;edakan agresif (Lelono dkk, 2015)

b) Genetik

Secara genitik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6

sehingga individu menglami skizofrenia. Sedangkan kromosom

lain yang berperan yang menyebabkan skizofrenia adalah

kromosom 4, 8, 15, dan 22. Ketidak normalan pada kromosom

ini dapat menjadi faktor predisposisi atau sebagai pencetus

terjadinya gangguan pada otak (Lelono dkk, 2015).

c) Neurotransmiter

Neurotransmiter adalah zat kimia otak yang di transmisikan

dari dan ke seluruh sinafsis otak sehingga menghasilkan

komunikasi antara otak dan struktur otak lainnya. Peningkatan

atau penurunan zat ini dapat memperburuk atau mengahambat

perilaku agreif. Rendahnya neurotransmitter serotonin dikaitkan

dengan perilaku yang mudah marah, hipersentivitas terhadap

provokasi, dan prilaku amuk. Individu dengan prilaku implusif,

bunuh diri, dan melakukan pembunuhan, mempunyai jumlah

serotonin jenis 5-HIAA (5-Hidroksxyinnoleacetik) lebih rendah

dari pada produk serotonin lainnya. Serotonin bentuk lain

berkaitan dengan perilaku agresif adalah dopamin, norepinefrin,


23

acetylcolib serta asam amino gamma-aminobutyruc acid

(GABA).

2) Fakktor Psikologis

Faktor psikologis merupakan salah satu faktor predisposisi atau

presipitasi dalam terjadinya perilaku agresif/kekerasan. Menurut

Stuart (dalam Lelono dkk 2015) yang termasuk dalam faktor

psikologis diantaranya keperibadian , penglama masa lalu, konsep

diri dan pertahanan psikologi.

a) Teori Psikoanalitik

Suatu pandangan psikologi tentang perilaku agresif menyatakan

bahwa pentingnya mengetahui prdisposisi faktor perkembangan

atau pengalaman hidup yang membatasi kemampuan individu

untuk memilih koping mekanisme koping nonviolence sebagai

berikut (Stuart dan Laraia, 2009): gangguan otak organik,

retradasi mnental, ketidak mampuan belajar karena kapasitas

bertindak secara efektif bertindak secara efektif terhadap

prustasi, depresi emosianal yang berat atau penolakan terhadap

anak, orang tua yang terlalu penyayang dan kontribusi pada rasa

kurang percaya dan harga diri rendah, mengalami kekerasan

bertahun-tahun, korban kekerasan pada anak atau sering melihat

kekerasan dalam keluarga dapat menanamkan pola kekerasan

sebagai cara menyelesaikan masalah


24

b) Teori Pembelajaran

Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa perilaku

agresif dipelajari melalui proses sosialisasi sebagai hasil dari

pembelejaran internal terjadi selama internal dan eksternal.

Pembelajaran internal terjadi saat individu mendapat penguatan

pribadi ketika melakukan perilaku agresif, kemungkinan sebagai

kepuasan dalam mencapai tujuan atau pengalaman perasaan

penting, mempunyai kekuatan dan kontrol terhadap orang lain.

Pembelajaran eksternal terjadi ketika selama obsrvasi seperti

peran orang tua, teman sebaya, saudara, olahraga, atau tokoh

hiburan (Lelono dkk, 2015).

Menurut teori pembelajaran sosial, perilaku imitasi/meniru

perilaku agresif sebagai perilaku yang dapat diterima untuk

memecahkan masalah dan sesuai setatus sosial. Menurut

Fountaine (2009), ketika individu belajar melakukan perilaku

agresif akan membuat individu tersebut merasa lega dan menjadi

adiktif/kecanduan untuk melakukan perilaku kekerasan sebagai

cara untuk memcahkan masalah dan mengatasi prustasi. Peran

pemodelan merupakan salah satu bentuk pembelajaran terkuat,

model pada tahap anak diawal kehidupan adalah orang tua,

bagaimana orang tua dan orang terdekat mengekspresikan marah

menjadi contoh anak dalam mengekspresikan amarahnya

(Townsand dalam Lelono, 2015).


25

e. Faktor Presipitasi

1) Faktor Biologi

Steresor presipitasi adalah stimuli yang diterima individu sebagi

tantangan, ancaman, dan tuntutan. Stresor presipitasi perilaku

kekerasan dari faktor biologi dapat disebabkan oleh gangguan

umpan balik diotak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses

informasi. Stimuli penglihatan dan pendengaran pada awalnya

disaring oleh hipotalamus dan dikirim untuk di prosese di lobus

frontal dan bila informasi yang disampaikan terlalu banyak pada

suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus frontal

mengirimkan pesan terlalu berlebihan ke ganglia basal dan di

ingatkan lagi oelh hipotalaamus untuk memperlambat transmisi ke

lobus frontal (Lelono dkk, 2015). Dengan ketidak seimbangan sistem

regalasi dalam pemerosesan informasi ini akan menyebabkan

sesorang dalam gangguan perilaku seperti munculnya perilaku

kekerasan.

2) Faktor Psikologis

Pemicu perilaku kekerasan dapat diakibatkan oleh toleransi terhadap

frustasi yang rendah, koping individu yang tidak efektif, implusiv

dan membahayakan dirinya, dan kehidupannnya. Dalam ruang

keperawatan perilaku kekerasan dapat terjadi karena provokasi

petugas, perawat yang cenderung mengatur dan memiliki sikap

otoriter dan klien tidak mampu melakukannya, seperti menyuruh


26

klien untuk minum obat sehingga hal ini akan memicu pertentangan

antara klien dan perawat (Fountain, 2009)

3) Faktor Sosial Budaya

Menurut Stuart dan Laraia (2009 dalam Lelono dkk ) banyak faktor

sosiokultural yang mencetuskan perilaku kekerasan. Berdasarkan

sebuah penelitian telah di kemukakan bahwa insiden kekerasan lebih

besar terjadi ketika klien dipindahkan dalam kelompok yang besar

dan penuh sesak, kurang privasi dan kurang bebas. Pemahaman

terhadap situsia dan penerimaan lingkungan, kognitif dan srtres

komunikasi serta respon afektif klien perlu di identifikasi oleh

petugas untuk menghindari terjadinya perilaku kekerasan (Stuart dan

Laraia, 2005).

f. Penilaian Stresor

Gejala Perilaku kekerasan pada klien skizofrenia berkembang

berdasarkan hubungan antara jumlah stres dalam pengalaman seseorang

dan toleransi internal terhadap ambang stres. Ini adalah model penting

karena mengintegrasikan faktor budaya, bilogis, psikologis dan sosial.

Penilaian seseorang terhadap stresor dan masalah terkait dengan koping

untuk mengatasi stres dapat memprediksi timbulnya gejala perilaku

kekerasan (Lelono dkk, 2015).

g. Sumber Koping.

Sumber koping adalah pilihan atau strategi yang membantu menentukan

apa yang bisa dilakukan serta apa yang dipertaruhkan. Sumber koping
27

adalah salah satu pilihan strategi tertentu untuk dapat mengatasi masalah

secara efektif. Sumber koping merupakan salah satu faktor pelindung.

Adapun sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan

keterampilan, dukungan sosial, dan motivasi, dan menggabungkan semua

tingkat jenjang strata sosial. Hubungan antara individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat merupakan salah satu sumber koping paling

penting. Sumber koping lain termasuk, kesehatan dan energi, dukungan

spiritual, keyakinan positif, pemecahan masalah dan keterampilan sosial,

sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik (Stuart, 2013)

h. Mekanisme koping

Mekanisme koping adalah merupakan suatu upaya pada penatalaksanaan

stresor yang dapat bersifat konstruktif atau destruktif. Mekanisme koping

berfokus pada upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah,

menyelesaikan konflik, dan medapatkan kebutuhan. Dalam model stres

adaptasi (Sturat 2013) ada tiga type mekanisme koping adalah sebagai

berikut.

a. Mekanisme koping berfokus terahadap masalah, hal ini menyangkut

persoalan dan upaya langsung yang dilakuakan untuk mengatasi

stresor, mekanisme koping seperti ini bisa berupa negosiasi,

confrontasi, dan mencari saran/ nasehat dari orang lain

b. Mekanisme koping berfokus pada perialku, dimana seseorang

berupaya mengontrol diri dalam memaknai masalah dan

menetraslisirnya. Mekanisme koping seperti ini berupa


28

membandingkan terhadap sisi yang positif, mengesampingkan

masalah dengan cara memilih jalan terbaik, menggantikan dengan

sesuatu yang menyenangkan, dan menurunkan nilai yang ada pada

objek (hal-hal) yang diinginkan.

c. Mekanisme koping berfokus terhadap emosional, biasanya hal ini

terjadi pada pasien yang mengarah pada keadaan emosi dalam

tingkat sedang. Contohnya termasuk dalam menggunakaan

mekanisme pertahan ego seperti penolakan, penindasan, dan

proyeksi..

B. Penelitian Terkait.

1. Gaol pada tahun 2012 dengan judul penelitian dengan judul Hubungan

Kecanduan Game Online Dengan Prestasi Akademik Mahasiswa di

Fakultas Tekhnik Universitas Indonesia dengan metodologi penelitian

deskriptif korelatif yang menggunakan tekhnik purpossive sampling.

Jumlah responden penelitian adalah 106 orang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan antara game online dengan prestasi

akademik mahasiswa di fakultas tekhnik Universitas Indonesia.

2. Dani (2012) Fenomena kecanduan game Online pada siswa Studi kasus

pada siswa SMK Negeri 2 Jember. Metode pengumpulan data yang

digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini

menggunakan analisis data deskriptif kualitatif dengan cara menelaah data,

mereduksi data, menyusun data dalam satuan-satuan, mengkategorisasi

data, menentukan keabsahan data, dan menafsirkan data.Hasil penelitian


29

menunjukkan bahwa terdapat dampak positif dan negatif akibat kecanduan

game online terhadap pola perilaku akademis siswa dan hasil belajar

siswa. Dampak positif dari kecanduan game online yaitu semangat belajar

meningkat, konsentrasi meningkat sehingga hasil belajar yang diperoleh

siswa juga meningkat. Dampak negatif dari kecanduan game online yaitu

siswa menjadi malas belajar, sulit konsentrasi, serta malas sekolah

sehingga hasil belajar yang diperoleh menurun. Untuk mengurangi

kecanduan game online pada siswa, dibutuhkan bimbingan dari guru BK

SMK Negeri 2 Jember.

3. Nando (2011) Hubungan antara perilaku menintin film kekerasan dengan

perilaku agresi pada remaja. Metode penelitian yang digunakan.

pendekatan penelitian kuantitatif dengan desain survei deskriptif

korelasional. Haisl penelitian didapatkan nilao p sebesar 0.034 (p value <

=0,05) kesimpulan penelitian adalah ada hubungan yang signifikan antara

perilaku menintin film kekerasan dengan perilaku agresi pada remaja

4. Penelitian Luqman Syarif (2013) hubungan kebiasaan menonton tayangan

kekerasan di televisi dengan perilaku agresif pada anak pra sekolah di TK

Islam Terpadu Al Akhyar Kabupaten Kudus. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kebiasaan menonton tayangan kekerasan di televise

pada anak prasekolah di TK Islam Terpadu Al Akhyar Kabupaten Kudus

sebagian besar dalam kategori baik yaitu sebanyak 40 responden (64,5%).

dan Islam Terpadu Al Akhyar Kabupaten Kudus sebagian besar dalam

kategori tidak agresif yaitu sebanyak46 responden (74,2%). Hasil uji


30

statistik menunjukkan bahwa ada hubungan kebiasaan menonton tayangan

kekerasan di televise dengan perilaku agresif pada anak pra sekolah di TK

Islam Terpadu Al Akhyar Kabupaten Kudus, dengan nilai p value (0,000)

< (0,05).

5. Malikhah (2012) Tentang Korelasi Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap

Perkembangan Perilaku Negatif Anak Usia Dini (Studi Pada Kelompok B

Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus. Hasil penelitian

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengaruh tayangan

televisi (X) dengan perkembangan perilaku negatif anak (Y) di Taman

Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal V Kudus dengan hasil yang

menunjukkan bahwa korelasi antara variable x dan y tergolong cukup.

Nilai signifikan F hitung (38,019) > dari nilai F table (2,31) atau

signifikan (0.00) < alpha (0.05), menunjukkan bahwa ada hubungan

signifikan antara variabel x dan y


31

C. Kerangka Teori
32

D. Kerangka Konsep.

Menurut Notoadmodjo (2010), kerangka konsep penelitian adalah suatu

uraian dan visualisasi hubungan antara variabel yang satu dengan variabel

yang lain dari masalah yang akan diteliti. Variabel dalam penelitian ini

adalah :
Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku kekerasan Kecanduan Game Online


E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Notoatmodjo, 2010).

Hipotesis Penelitian ini adalah

Ha : Ada hubungan kecanduan bermain game online dengan perilaku

kekerasan pada siswa SMP Negeri 2 Pardasuka Kabupaten Pringsewu

Lampung tahun 2016

H0 : Tidak ada hubungan kecanduan bermain game online dengan perilaku

kekerasan pada siswa SMP Negeri 2 Pardasuka Kabupaten Pringsewu

Lampung tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai