Anda di halaman 1dari 7

Trakeostomi Dini (awal) VS Intubasi Endotrakea Berkepanjangan (terlalu lama)

pada Cedera Kepala Berat

Latar Belakang: untuk mengetahui apakah trakeostomi dini (hari kelima) dapat mengurangi
lamanya penggunaan ventilasi mekanik, lamanya pasien dirawat di ICU, kemungkinan
terjadinya pneumonia dan angka kematian dalam perbandingannya dengan intubasi yang
berkepanjangan (PI) pada pasien dengan cedera kepala.
Metode: pasien yang dapat dilibatkan dalam penelitian ini jika memenuhi beberapa kriteria
berikut: ISOLATED HEAD INJURY, tingkat kesadaran pasien (GCS) mencapai 8 pada hari
pertama dan kelima, dengan memar otak pada CT scan. Pada hari kelima, pembagian sampel
menjadi dua grup: grup trakeostomi dini (grup T, n=31) dan grup intubasi endotrakea
berkepanjangan (grup I, n=31). Kami mengevaluasi jumlah waktu dari ventilasi mekanik, lama
pasien dirawat di ICU, gejala pneumonia dan kematian.Segala komplikasi dari setiap teknik
dicatat.Data analisis dilaksanakan berdasarkan tes dari Yates dan Kruskall Walis.p <0.05
ditetapkan significant.
Hasil: dua grup tersebut dibandingkan berdasarkan umur, jenis kelamin dan SAPS (Simplified
acute Physiologic Score). Grup T memiliki waktu rata-rata dari penggunaan ventilasi mekanik
lebih pendek (14.5 7.3) dibandingkan pada grup I (17.5 10.6) (p = 0.02). Setelah penetapan
diagnosis pneumonia, penggunaan ventilias mekanik mencapai 6 4.7 hari pada grup ET,
dibandingkan 11.7 6.7 hari pada PEI grup (p = 0.01). Tidak ada perbedaan kemungkinan
terjadinya pneumonia ataupun kematian pada kedua grup.
Kesimpulan: pada penderita cedera kepala berat, trakeostomi menurunkan total hari dari
ventilasi mekanik atau waktu penggunaan ventilasi mekanik setelah perkembangan pneumonia.
Kata Kunci: Trakeostomi, Cedera Kepala, Intubasi, Nosocomial Pneumonia, ICU (Intensive
Care Unit).

Trakeostomi lebih sering dilaksanakan di ruang ICU.Banyak peneliti menyarankan untuk


menghindari terjadinya orofaringeal yang serius dan cedera pada pangkal tenggorok (larynx)
dari intubasi translaryngeal.Meskipun demikian, keuntungan dari trankeostomi di ICU belum
jelas.Meskipun sejarah panjang tentang trakeostomi, namun hanya beberapa data saja yang
tersedia untuk menjelaskan pengaruh dari trakeostomi dini pada lamanya ventilasi mekanik dan
rawat di ICU. Pada pasien yang menerima ventilasi mekanik, trakeostomi memberikan beberapa
keuntungan berikut: mempermudah perawatan, meningkatkan kenyamanan, tabung yang lebih
aman dengan meningkatnya gerakan pasien, diperbolehkan bicara, nutrisi oral dan pada
beberapa penelitian menyatakan penyapihan dini dari ventilasi mekanik. Sebaliknya, beberapa
penelitian menyatakan bahwa trakeostomi dapat meningkatkan resiko terjadinya nosocomial
pneumonia.
Pada tahun 1989, Konferensi consensus Amerika tentang saluran udara buatan menerbitkan
pernyataan bahwa trakeostomi dilaksanakan jika kebutuhan akan saluran udara buatan mencapai
21 hari. Pada tahun 1998, consensus Eropa sampai pada kesimpulan yang sama.
Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh trakeostomi dini (T)
terhadap lamanya (durasi) ventilasi mekanik, rawat ICU, nosocomial pneumonia dan kematian
dalam perbandingannya dengan perpanjangan intubasi endotrakea (I) pada pasien dengan cedera
kepala berat.

MATERIAL DAN METODE


Ini adalah studi prospektif acak yang dilakukan 2tahun setelah persetujuan komite CRB lokal .
Pasien yang dilibatkan dalam studi ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
cedera kepala pada daerah tertentu / isolated head injury(dengan nilai GCS mencapai 8).
memar otak pada CT scan
skor GCS < 8 pada hari kelima tanpa sedasi.
Pada hari kelima perawatan di rumah sakit, jika kriteria-kriteria tersebut muncul, pasien diambil
sebagai sample untuk: trakeostomi dini (T) atau perpanjangan intubasi endotrakeal (I). Pada
grup T, trakeostomi dilaksanakan pada hari kelima atau ke enam setelah penerimaan
penggunaan teknik standar di ICU oleh dokter perawatan kritis dengan tabung trakeostomi
bertekanan rendah.

Kami membandingkan waktu demografis, skor penerimaannya (input) dan kluarannya (output),
khusus evaluasi dari waktu dari ventilasi mekanik, SAPS (Simplified Acute Physiologic Score),
durasi rawat ICU, kemungkinan pneumonia dan kematian. Klinis tetapi komplikasi tidak
endoskopik untuk trakeostomi dan untuk intubasi endotrakeal berkepanjangan (PEI) mudah
diketahui.Penetapan diagnosis pneumonia menggunakan kriteria CDC.

STATISTIK
Semua data dicatat dalam sebuah PC dan dianalisis oleh Epi info 6.01.Hipotesis kami adalah
trakeostomi dapat mengurangi waktu penggunaan ventilasi mekanik sampai 25%.Kami
merngganti resiko pada 5% dan resiko pada 20%.Sehingga jumlah minimal untuk populasi
studi adalah 34. Pengambilan sample dilakukan table permutasi hazard.
Karakteristik pasien pada masing-masing grup dibandingkan menggunakan tes Chi 2 dengan
koreksi tes Fischer dan Yates ketika dibutuhkan untuk variabel kualitatif.Kami membandingkan
variable continuous menggunakan t tes siswa.p< 0.05 ditetapkan signifikan.
HASIL
Total 150 pasien dengan cedera kepala telah tercatat di ruang ICU kami selama masa studi.
Diantara pasien-pasien ini, 6 tidak termasuk karena alasan berikut:
1) peningkatan nilai GCS > 8 pada hari kelima (n = 2);
2) kematian pada minggu pertama perawatan di rumah sakit. (n = 4).

Dua grup dibandingkan berdasarkan usia, jenis kelamin dan SAPS (table 1).

Rata-rata waktu dari ventilasi mekanik lebih pendek pada grup T, dari pada di grup PEI
(table2).

Nosocomial pneumonia lebih jarang ditemukan di grup ET daripada di grup I (tabel 3).

Meskipun demikian, pneumoniadapat didiagnosis lebih cepat di grup PEI daripada grup T.

Setelah nosocomialpneumonia telah terindikasikan, jumlah hari untuk ventilasi mekanik lebih
banyak di grup I daripada di grup T.

Gram-negative basil, khususnya Acinetobacter dan Pseudomonas, adalah bakteri yang sering
terisolasi dalam nosocomialpneumonia (gambar 1).

Ada dua pendarahan dan infeksi stomal yang tidak mematikan pada grup T. Inspiratory dyspnea
muncul pada satu pasien di grup T dan 3 pasein di grup I.
Pemeriksaan laringotrakeal endoskopik menemukan satu trakeal stenosis pada grup T yang
membutuhkan tindakan pembedahan dan lima inflammasi granuloma pada grup I dengan
pemulihan yang bagus setelah terapi dengan corticosteroid.Tidak ada perbedaan dalam hal
angka kematian diantara dua grup (table 4).
Hipertensi intrakranial, acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan sepsis adalah penyebab
utama dari kematian dari kedua grup (tebel 5).

PEMBAHASAN
Meskipun trakeostomi sering disarankan pada pasien cereda kepala, ada beberapa studi
berkaitan dengan grup ini.Telah ada sedikit persetujuan mengenai waktu optimal dari prosedur
pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik.Konferensi consensus pada tahun 1989
menganjurkan pergantian ke trakeostomi jika antisipasi kebuthuhan ventilasi mekanik mencapai
> 21 hari. Beberapa studi telah mencoba menyelesaikan pertanyaan berikut: adakah manfaat to
melatih trakeotomi? Jika ya, kapan?

Beberapa studi yang metodenya dapat diterima, mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Rodriguez, dkk.menyatakan bahwa perlu adanya pengurangan pada durasi ventilasi mekanik,
rawat di ICU dan rumah sakit. Dia tidak memberi penjelasan tentang efek setelah intubasi
berkepanjangan dibandingkan dengan trakeostomi dini.

Dunham, dkk.dengan yakin menyatakan bahwa tidak ada perbedaan hasil klinis yang penting.
Walaupun begitu, mereka mencatat bahwa kemungkinan rusaknya laringotrakeal pada
trakeostomi dini maupun akhir adalah sama.

El-Naggard, dkk.menemukan persentase ekstubasi lebih besar dan kemungkinan akan luka
saluran udara pada grup trakeotomilebih rendah.

Dua retrospektif studi dilaksanakan oleh Lesnik, dkk dan Blot, dkk:

- Lesnik memeriksa ulang 101 pasien dewasa yang dirawat karena luka memar, 32
menjalani trakeostomi pada 4 hari pertama dan 69 pasien menjalani trakeostomi setelah
4 hari dirawat. Para peneliti menemukan waktu rata-rata penggunaan ventilator adalah 6
hari pada grup trakeostomi dini dibandingkan 20.6 hari pada grup trakeostomi akhir (p<
0.001).
- Blot, dkk. dalam studi retrospektifnya membandingkan trakeostomi dini (dalam 48 jam)
dengan trakeosomi akhir (> 7 hari) pada 56 pasien neutropenic. Kemungkinan
terjadinya nosocomialpneumonia, kematian di ruang ICU dan rumah sakit
perbedaannya tidak signifikan, tetapi lamanya perawatan di rumah sakit dan
penggunaan ventilasi mekanik pada grup trakeostomi dini jauh lebih lama (p < 0.05).

Meskipun demikian semua studi tersebut memiliki beberapa metodologi yang sedikit
menyimpang:
- Populasi tidak homogeny
- Studi retrospektif
- Tidak ada pengambilan sampel
- Ketika ada pengambilan sampel tetapi tidak sesuai standar, alokasi alternative, waktu/hari
penelitian tidak diperhatikan)
- Yang dibandingkan adalah trakeostomi dini dengan trakeostomi akhir, bukan dengan
intubasi endotrakea yang terlalu lama.

Oleh karena itu diperlukan kriteria penyertaan dan pengecualian yang spesifik:
- populasi yang homogen dan
- praktek penyapihan yang berdasarkan standar.
-

Menurut kami untuk menghindari metodologi yang sedikit menyimpang:


- pertama kita harus menggunakan populasi yang homogen berdasarkan patologi dan
grativitas.
- Kedua, populasi yang dipilih harus menggunakan ventilasi dalam jangka waktu yang
lama untuk menghindari penyalahgunaan trakeostomi (untuk pasien yang tidak
membutuhkannya).

Kami yakin bahwa populasi penelitian yang ideal adalah pasien dengan cedera kepala pada
daerah tertentu (isolated head injury) yang sesuai kriteria dengan metodologi kami.

Kami telah meneliti pasien dengan cedera kepala pada daerah tertentu (isolated head
injury)yang menggunakan ventilasi mekanik memiliki kemungkinan besar kegagalan ekstubasi
dan memerlukan trakeostomi.
Setelah minggu pertama, sebagian besar pasien tidak lagi membutuhkan bantuan ventilator
mekanik tetapi diintubasi untuk perlindungan saluran udara.

Trakeostomi dini dapat membantu teminasi bantuan ventilasi mekanik awal, sehingga
mengurangi durasi pasien dirawat di ICU maupun di rumah sakit.

Dalam pengalaman kami, dua hal klinis pada saat identifikasi bantuan intubasi tidak seperti saat
diekstubasi:
- pasien dengan nilai CGS < 8, deficit pada batang otak dan
- memar otak yang terlihat pada CT scan.

Oleh karena itu kami memilih kondisi yang sedemikian rupa sebagai salah satu kriteria dalam
studi kami.
Limitasi dari pendekatan ini adalah tingginya angka kematian selama minggu pertama
perawatan di rumah sakit.

Menurut kami, trakeostomi seharusnya tidak hanya didasarkan pada kemungkinan suksesnya
ekstubasi, tetapi juga pada kemungkinan pasien untuk bertahan hidup.

Oleh karena itu kami menghindari protokol trakeostomi pada pasien yang berpotensial
diekstubasi dini (nilai GCS > 8) dan pasien yang kemungkinan meninggal selama minggu
pertama dan tidak menguntungkan dari prosedur.

Akhir-akhir ini, sebagian besar dokter menentukan waktu trakeostomi pada pasien yang
menderita neorologi berdasarkan hasil dari observasi pasien yang menggunakan ventilasi
mekanik karena gangguan paru-paru.
Sebagian pasien dengan cedera kepala, sebagaimana terlihat pada studi kami, membutuhkan
intubasi paling tidak selama satu minggu tetapi tidak perlu ventilasi mekanik yang terlalu lama.
Walaupun demikian, proteksi saluran udara tetap diperlukan. Trakeostomi memberikan
alternatif dini untuk proteksi saluran udara dan kemungkinan mengurangi kebutuhan akan
bantuan ventilasi mekanik yang terlalu lama.
Kedua kalinya, pasien dengan cedera kepala membutuhkan waktu yang lama untuk pulih dan
reflek pelindung saluran udara tidak terlalu optimal.
Hal ini dibuktikan dengan tingginya kemungkinan intubasi ulang yag disebabkan kontrol yang
buruk terhadap aspirasi sekresi pada grup intubasi.
Kemungkinan dari nosocomial pneumonia lebih kecil dengan trakeostomi dini.Banyak studi
menegaskan temuan ini. Peneliti lain menyatakan bahwa trakeostomi meningkatkan
kemungkinan terjadinya pneumonia. Kami tidak menemukan perbedaan secara statistik
berkaitan tentang kemungkinan terjadinya pneumonia diantara dua grup tersebut.
Asosiasi antara resiko cedera laringotrakeal dan durasi intubasi adalah pertimbangan penting
lainnya dalam hal penetapan waktu trakeostomi.

Nowak, dkk.melaporkan resiko komplikasi trakea berat lebih tinggi pada pasien cedera kepala
bagian dalam (closed head injury) yang diintubasi selama > 14 hari, dibandingkan dengan
pasien yang diintubasi selama < 14 hari dan tidak ada perbedaan pada resiko terjadinya cedera
laringotrakeal dalam hari masa intubasi antara 0-6 hari dan 7-13.

Richard, dkk.mengevaluasi nilai kemungkinan terjadinya laringotrakeal stenosis pada 315


pasien penderita neurologi (cedera kepala, tetraplegia, ), resiko terjadinya laringotrakeal
stenosis tidak bergantung pada lamanya intubasi.

Penelitian kami tidak menemukan perbedaan mengenai komplikasi laringotrakeal diantara dua
grup.Meskipun demikian, kita harus ingat bahwa hanya gejala klinis yang dicatat dan
laringotrakeal endoskopi hanya dilaksanakan jika ada gejala klinis komplikasi
laringotrakeal.Menurut kami trakeostomi seharusnya dilakukan sebelum cedera laringorakeal
semakin parah, berdasarkan studi dari pasien penderita neurologi.

Kollef menyatakan bahwa pasien gangguan pernafasan yang menerima trakeostomi


mendapatkan hasil yang lbih menguntunkan daripada pasien yang tidak menerima
trakeostomi.Walaupun demikian, populasi penelitian ini tidak homogeny dan melibatkan
seluruh pasien ICU.Dalam pennelitian kami, angka kematian tidak berbeda diantara dua grup.

Kesimpulannya, trakeostomi dini dapat mengurangi jumlah hari / durasi penggunaan ventilasi
dan ventilasi mekanik setelah pneumonia pada cedera kepala pada daerah tertentu (isolated
head injury). Trakeostomi dini tidak mengurangi lamanya pasien dirawat di ICU maupun
kemungkinan pneumonia ataupun kematian.

Anda mungkin juga menyukai