Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

A. Tinjauan Medis
1. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan Akut adalah pross inflamasi yang disebabkan oleh
virus, bakteri, atipikal ( mikoplasma ) atau aspirasi substansi asing, yang
melibatkan sesuatu atau semua bagian saluran pernafasan. ( Wong L. Donna,
2003).
ISPA adalah infeksi primer nasofaring dan hidung yang sering mengenai bayi
dan anak.( Ngastiyah, 2005).

2. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah virus dan alergi. Masa menular beberapa jam
sebelum gejala timbul sampai 1 2 hari sesudah gejala hilang. Komplikasi
timbul akibat invasi sekunder bakteri patogen seperti : pneumokokus,
streptokokus, Haemophilus influenzae atau stafilokokus.
Masa tunasnya adalah 1 2 hari, dengan faktor predesposisi kelelahan, gizi
buruk, anemia, dan kedinginan. Pada ummnya penyakit teradi pada waktu
pergantian musim ( Ngastiyah, 2005).

3. Fisiologis
Fisiologis dari Respirasi
Konsentrasi O2 menurun CO2 dan H+ naik

Chemo Reseptor pada cabang aorta dan karotid merangsang medula

Impuls melalui spina cord ke otot intercostalis kontraksi

Paru paru mengembang

1
Inhalasi

Dibawa ke alveoli

Difusi O2 dan CO2

Pernafasan pertama dari hidung menghirup O 2 dan mngeluarkan CO2, dari sini
konsentrasi O2 menurun CO2 dan H+ naik, setelah itu chemoreseptor pada cabang
aorta dan karotid merangsang medula dari situ melalui Impuls spina cord ke otot
respiratory untuk berkontraksi, dan diafragma melengkung ke otot inrcostalis
kontraksi dan paru paru dapat mengembang dan terjadi inhalasi, setelah itu dibawa
ke alveoli dan dufusi O2 dan CO2 melalui 2 jalan ; yang pertama melalui CO 2
dibuang via jalan nafas ( ekhalaisi / elspirasi ), dan yang kedua : melalui O 2 larut
dalam plasma dan Diikat Hb setelah itu diabawa sampai sel dan dapat berdifusi O 2
dan CO2 lagi

4. Patofisiologis
ISPA disebabkan oleh virus dan alergi dari sini dapat menyebabkan inflamasi dan
edema mukosa hidung. Dari inflamasi dapat meyebakan peningkatan produksi
sekret sehingga timbul ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan
sekresi dihidung, inflamasi juga menyebabkan proses infeksi sehingga timbul
hipertermi b/d proses aktivasi virus, inflamasi pada mukosa hidung. Edema mukosa
hidung menyebabkan meningkatkan mediator mediator nyeri sehingga dapat
meningkatkan prostaglandin di hipotalamus sehingga menyebabkan gangguan rasa
nyaman nyeri telan b/d proses inflamasi, edema di mukosa hidung.

5. Klasifikasi
ISPA meliputi : Sinusitis, Rhinitis, Pharyngitis, tonsilitis dan laringitis.
a) Pharyngitis
Adalah proses peradangan pada tenggorokan, etiologi : virus dan bakteri ( misal :
hemolytic stertcocy, Staphylococci, neisseria gonnorhoeae ), penularannya

2
melalui transmisi droplet dengan masa inkubasi waktu beberapa jam hari,
pemeriksaan : Ditemukan membran mukosa meradang atau hiperemi dan edema
dengan post nasal drips serta tonsil membesar. Manifestasi klinis : disfagia,
demam, batuk kering, plak putih pada amandel, tenggorokan edema atau
hiperemi ( Ngastiyah, 2005).
b) Sinusitis
Adalah radang sinus yang ada di sekitar hidung, dapat berupa sinusiotis
maksilaris atau sinusitis frontalis. Sinusitis dapat berlangsung akut atau kronik ;
ia dapat mengenai anak yang sudah besar, saat sinus parnasal sudah berkembang.
Sinusitis pada anak tersering dijumpai pada anak umur 6 11 tahun ( Ngastiyah,
2005).
c) Laringitis
Adalah radang pada laring yang disertai batuk keras, suara serak, sesak nafas dan
stridor disebabkan karena kuman Streptococcus hemolyticus, Streptococcus
viridans, pneumokokus, dan Haemofilus influenza ( Ngastiyah, 2005).

6. Manifestasi Klinis
a) Demam
Kecenderungan untuk mengalami peningkatan suhu disertai infeksi pada pasien
tertentu, dapat mencetuskan febris. ( Wong L, donna ; 2003 ).
b) Sumbatan Nasal
Dapat mempengaruhi pernafasan sehingga dapat menyebabkan otitis media dan
sinusitis.
c) Keluaran nasal :
Sering menyertai infeksi pernafasan, mungkin encer dan sedikit ( rinorea ) atau
kental pada purulen bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi berhubungan
dengan gatal. Dapat mengiritasi bibir atas dan kulit sekitar hidung ( Wong L,
Donna, 2003).

d) Batuk

3
Gambaran umum dari penyakit pernafasan dapat menjadi bukti hanya selama
fase akut, dapat menetap selama beberapa bulan setelah penyakit muncul ( Wong
L, Donna, 2003).
e) Bunyi pernafasan :
Bunyi yang berhubungan dengan penyakit pernafasan : batuk, suara sesak,
mengorok, stridor, mengi ( Wong L, Donna, 2003).
7. Pemeriksaan Penunjang
a) X Ray pada sinus :
Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengindentifikasi masalah masalah
struktur, malformasi rahang.
b) CT Scan sinus :
Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoidal dan etmoidal.
c) Darah Lengkap :
Mendeteksi adanya tanda tanda infeksi dan anemi. ( Marilyn Dongoes ; 2001)

8. Penatalaksanaan
Untuk batuk pilek tanpa komplikasi diberikan pengobatan simtomatis, misalnya
ekspektoransia untuk mengatasi bauk, sedatif untuk menenangkan pasien, dan anti
peiretik untuk menurunkan demam. Obstruksi hidung pada bayi sangat sukar
diobati. Batuk yang produktif ( pada bronkoinfeksi dan trakeitis ) tidak boleh
diberikan antitusif, misalnya : kodein, karena menyebabkan depresi pusat batuk dan
pusat muntah, penumpukan sekret hingga dapat meyebabkan bronkopneumonia.
Selain pengobatan tersebut, terutama yang kronik, dapat diberikan pengobatan
dengan penyinaran ( Ngastiyah, 2005).

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesa
Mengkaji dan mencatat vital sign, kondisi pasien ( warna, konsistensi, bau,
kotoran ) dari nasal.
Pemeriksaan fisik penting untuk membedakan infeksi virus dan bakteri.
b. Pemeriksaan Fisik

4
Pantau pernafasan untuk frekuensi, kedalaman, pola, adanya retraksi, dan
pernafasan cuping hidung.
Auskultasi paru : Evaluasi bunyi nafas ( tipe dan lokasi ), deteksi adanya
krekels atau mengi, deteksi area konsolidasi, eveluasi keefektifan fisioterapi
dada.
Nasofaring : infeksi virus, rinitis akut atau koriza, sama dengan pilek pada
orang dewasa, edema dan vasoilatasi mukosa. Anak yang lebih kecil sering :
demam, peka rangsang, kegelisahan, bersin, muntah dan atau diare, kadang
kadang.
Faringitis : Tenggorok ( termasuk tonsil ) adalah sisi anatomis yang terpenting
dari faringitis ( sakit tenggorok ), anak yang lebih kecil sering : demam,
malaise umum, anoreksia, sakit tenggorok sedang, sakit kepala, hiperemia
ringan sampai sedang.
Pantau frekuensi jantung dan keteraturannya ( Wong, L. Donna, 2003).

2. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan proses inflamasi
Batasan Karakteristik
1) Mayor :
Perubahan frekuensi pernafasan atau pola pernafasan,
Perubahan nadi ( frekuensi, irama, kualitas ).
2) Minor :
Ortopnea,
Takipnea,
hiperpnea,
hiperventilasi,
Irama pernafasan tidak teratur,
Pernafasan yang berat.
Tujuan :
Pasien menunjukkan fungsi pernafasan normal.
Kriteria Hasil :
a) Pernafasan tetap dalam batas normal
b) Pernafasan tidak sulit
c) Anak istirahat dan tidur dengan tenang.

5
Intervensi Keperawatan
1. Posisikan untuk ventilasi yang maksimum
R : Dengan jalan nafas terbuka akan memungkinkan ekspansi paru yang
maksimum.
2. Beri posisi yang nyaman
R : Dengan posisi tripod pada anak dengan epiglotis atau pertahankan
peninggian kepala sedikitnya 30.
3. Periksa posisi anak dengan sering untuk memastikan bahwa anak tidak
merosot.
R : Untuk menghindari penekanan diafragma.
4. Hindari pakaian atau bedong yang ketat, dan gunakan bantal dan bantalan
pada kepala.
R : Untuk mempertahankan agar jalan nafas tetap terbuka, dan untuk
menghindari penekanan diafragma.
5. Tingkatkan istirahat dan tidur dengan penjadwalan yang tepat
R : Untuk mempertahankan stamina dan kekuatan tubuh dapat kembali.
6. Ajarkan pada anak dan keluarga tentang tindakan yang mempermudah
upaya pernafasan.
R : Untuk memberi pengetahuan pada anak dan keluarga dalam mencegah
penyakit.
7. Beri peningkatan kelembaban dan oksigen sesuai indikasi.
R : Untuk meningkatkan oksigen dalam tubuh anak.

b. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis,
inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.
Batasan Karakteristik
1) Mayor :
Batuk tidak efektif
Tidak mampu mengeluarkan sekret di jalan nafas.

6
2) Minor :
Suara nafas tidak ada Jumlah,
irama,
kedalaman pernafasan tidak normal.
Tujuan :
Pasien dapat mempertahankan jalan nafas yang paten.
Kriteria Hasil :
o Jalan nafas tetap bersih
o Anak bernafas dengan mudah, pernafasan dalam batas normal
Intervensi Keperawatan
1. Posisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tepat.
R : Untuk memungkinkan ekspansi paru yang lebih baik dan perbaikan
pertukaran gas, serta mencegah aspirasi sekresi.
2. Hisap sekresi jalan nafas sesuai kebutuhan.
R : Untuk melakukan penghisapan selama 5 detik dengan selang waktu yang
cukup untuk memungkinkan reoksigenasi.
3. Lakukan fisioterapi dada.
R : Untuk mengeluarkan sekresi dengan berbagai posisi atau arah.
4. Beri ekspektoran sesuai ketentuan.
R : Untuk Mengencerkan sekresi atau dahak serta mengeluarkannya.
5. Bantu anak dalam menahan atau membebat area insisi.
R : Untuk memaksimalkan efek batuk dan fisoterapi dada.
6. Sediakan alat kedaruratan.
R : Untuk menghindari keterlambatan tindakan bila diperlukan.
c. Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan proses inflamasi, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2
Batasan Karakteristik
1) Mayor :
Pernafasan : Dispnea, Nafas pendek, Frekuensi nafas meningkat
berlebihan, Penurunan frekuensi.
Nadi : Lemah, Menurun, Peningkatan berlebihan, Perubahan irama, Gagal
untuk kembali ke tingkat sebelum aktivitas setelah 3 menit

7
2) Minor :
Kelemahan,
Kacau mental
Vertigo,
Pucat atau sianosis
Tujuan :
Pasien mendapatkan istirahat yang optimal.
Kriteria Hasil :
Anak bermain dan beristirahat dengan tenang serta melakukan aktivitas
yang sesuai dengan usia dan kemampuan.
Anak tidak menunjukkan bukti bukti peningkatan distress pernafasan.
Intervensi Keperawatan
1. Atur aktivitas agar waktu tidur maksimum, jangan melakukan tindakan
atau prosedur.
R : Untuk memaksimalkan istirahat pasien.
2. Jadwalkan tindakan atau aktivitas lain sesuai kebutuhan anak.
R : Untuk meminimalkan keletihan pasien.
3. Dorong periode istirahat yang sering dan waktu tidur yang teratur.
R : Untuk memenuhi istirahat pasien yang cukup.
4. Beri sedatif atau analgesik sesuai indikasi.
R : Untuk mengurangi kegelisahan dan nyeri.
5. Beri lingkungan yang tenang dan atur aktivitas agar tidur maksimum.
R : Dengan lingkungan yang tenang pasien dapat beristirahat dengan
maksimal.
d. Diagnosa Keperawatan
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terhadap
penyakit, tanda, dan gejala.
Batasan Karakteristik
1) Mayor :
Mengatakan kurangya pengetahuan, ketrampilan, meminta informasi,
Mengekspresikan persepsi yang tidak akurat terhadap kondisi
kesehatannya,

8
Menampilkan secara tidak tepat perilaku sehat yang diinginkan atau yang
sudah ditentukan.
2) Minor :
Kurang integrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari hari,
Menunjukkan atau mengekspresikan gangguan psikologis.
Tujuan :
Keluarga pasien dapat mengerti tentang penyakit yang dialami pasien.
Kriteria Hasil :
Keluarga pasien dapat paham entang penyakit, tanda dan gejala.
Keluarga pasien dapat mengatasi koping dengan baik sehubungan dengan
proses hospitalisasi.
Keluarga pasien tidak bingung lagi tentang penyakit, tanda, dan gejala.
Intervensi Keperawatan
1. Berikan informasi tentang penyakit, tanda, dan gejala penyakit pasien.
R : Untuk mengurangi ketidaktahuan keluarga pasien tentang penyakit.
2. Memberi penjelasan tentang dosis, obat selama di rumah sakit.
R : Untuk pelaksanaan bila pasien akan pulang atau sembuh kembali.
3. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dan
dukungan.
R : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua sehubungan dengan
penyakit anaknya.
4. Beri dukungan sesuai kebutuhan.
R : Untuk meningkatkan koping keluarga sehubungan hospitalisasi
anaknya.

3. Evaluasi
Pasien tidak menunjukkan adanya tanda tanda infeksi nosokomial.
Pasien dapat beraktivitas kembali sesuai tumbuh kembang anak.
Pasien dapat bernafas seperti semula tanpa ada gangguan.
Keluarga pasien dapat mencegah terjadinya penyakit yang berulang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylinn, E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC ; Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Diagnosa Keperawatan. Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

Hall & Guyton. ( 1997 ). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC ; Jakarta.

Mansjoer, Arief. ( 2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 jilid 2. Media Aesculapius ;
Jakarta.

10
Muscari, Mary E. ( 2005 ). Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. EGC ; Jakarta.

Ngastiyah. ( 2005 ). Perawatan Anak Sakit. EGC ; Jakarta.

Wong, Donna L. ( 2003 ). Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. EGC ; Jakarta

11

Anda mungkin juga menyukai