sebagai bahan sharing bagi seluruh mahasiswa kesehatan By : Yohanes Oda Teda Ona
widarma
A. Pengertian.
Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatanan
tekanan vena. Varises ini merupakan suatu manifestasi yang dari sindrom insufiensi vena
dimana pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau
aliran balik menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti.
Bentuk ringan dari insufisiensi vena hanya menunjukkan keluhan berupa perasaan
yang tidak nyaman, menggangu atau penampilan secara kosmetik tidak enak, namun pada
penyakit vena berat dapat menyebabkan respon sistemuk berat yang dapat menyebabkan
kehilangan tungkai atau berakibat kematian.
Keadaan insufisiensi vena kronis akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan
kronis kulit dan jaringan lunak yang dimulai dengan bengkak ringan. Perjalanan sindrom ini
akhirnya akan menghasilkan perubahan warna kulit, dermatitis stasis, selulitis kronis atau
rekuren, infark kulit, ulkus, dan degenerasi ganas. Komplikasi berat yang dapat muncul
sebagai akibat dati insufisiensi vena dapat berupa ulkus pada tungkai yang kronis dan sulit
menyembuh, phlebitis berulang, dan perdarahan yang berasal varises, dan hal ini dapat diatasi
dengan penanganan dan koreksi pada insufisiensi vena itu sendiri.
Kematian dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang bersumber dari varises
vena friabel, tapi kematian yang diakibat oleh varises vena paling dekat dihubungkan dengan
adanya troboemboli vena sekunder. Pasien dengan varises vena mempunyai risiko tinggi
mengalami trobosis vena profunda (deep vein thrombosis,DVT) karena menyebabkan
gagguan aliran darah menjadi aliran darah statis yang sering menyebabkan phlebitis
superfisial kemudian berlanjut menjadi perforasi pembuluh darah vena termasuk pembluluh
darah vena profunda. Pada penatalaksaan penderita dengan varises vena perlu diperhatikan
kemungkinan adanya DVT karena adanya tromboemboli yang tidak diketahui dan tidak
diterapi akan meningkatkan terjadinya mortalitas sekitar 30-60%.
Varises vena baru mungkin dapat muncul setelah adanya episode DVT yang tidak
diketahui yang menyebabkan kerusakan pada katup vena. Pada pasien ini adanya faktor risiko
yang mendasari untuk terjadinya tromboemboli dan memiliki risiko tinggi untuk terjadi
rekurensi.
Klasifikasi
Vena varikosa diklasifikasikan (Sabiston 1994):
a. Vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial ekstremitas bawah
b. Vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda dan disertai
dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakp edema, perubahan kulit,
dermatitis stasis dan ulserasi.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Vena Safena Magna (VSM) berawal dari sisi medial kaki merupakan bagian dari
lengkung vena dan mendapat percabangan dari vena profunda pada kaki yang kemudian
berjalan keatas sepanjang sisi anterior malleolus medialis. Dari pergelangan kaki, VSM
berjalan pada sisi anteromedial betis sampai lutut dan ke bagian paha dimana terletak lebih
medial. Dari betis bagian atas sampai pelipatan paha VSM ditutupi oleh sebuah fasia tipis
dimana fasia ini berfungsi untuk mencegah agar vena ini tidak berdilatasi secara berlebihan.
Normalnya VSM memiliki ukuran normal 3-4 mm pada pertengahan paha.
Sepanjang perjalanannya sejumlah vena peforata mungkin menghubungkan antara
VSM dengan sistem vena profunda pada regio femoral, tibia posterior, gstrocnemius, dan
vena soleal (gambar 1). Antara pergelangan kaki dan lutut terdapat Cockett perforator, yang
merupakan kelompok vena perforata yang menghubungkan sistem vena profunda dengan
lengkung vena posterior yang memberikan percabangan ke v. Safena Magna dari bawah
pergelangan kaku dan berakhir di VSM di bawah lutut.
Gambar 1 Vena perforata sepanjang VSM
Selain vena perforata pada beberapa vena superfisial juga memberikan cabang ke
VSM. Sedikit di bawah Safenofemoral Junction (SFJ), VSM menerima percabangan dari
cabang kutaneus lateral dan medial femoral, vena iliaka sirkumfleksa eksterna, vena
episgatrika superfisialis, dan vena pudenda interna. Apabila vena-vena ini mengalami refluks
akan bermanifestasi pada paha bagian bawah dan btis bagian atas. Akhir dari perjalanan
VSM berakhir di vena femoralis bercabangan ini disebut dengan Safenofemoral junction.
pada pertemuan antara vena safena magna dengan vena femoralis terdapat katup terakhir dari
VSM
Gambar 2 Percabangan Mayor VSM
C. ETIOLOGI
Berbagai faktor intrinsik berupa kondisi patologis dan ekstriksi yaitu faktorlingkungan
bergabung menciptakan spektrum yang luas dari penyakit vena. Penyebab terbanyak dari
varises vena adalah oleh karena peningkatan tekanan vena superfisialis, namun pada beberapa
penderita pembentukan varises vena ini sudah terjadi saat lahir dimana sudah terjadi
kelenahan pada dinding pembuluh darah vena walaupun tidak adanya peningkatan tekanan
vena. Pada pasien ini juga didapatkan distensi abnormal vena di lengan dan tangan.
Herediter merupakan faktor penting yang mendasari terjadinya kegagalan katup
primer, namun faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab terhadap terjadi varises masih
belum diketahui. Pada penderita yang memiliki riwayat refluks pada safenofemoral junction
(tempat dimana v. Safena Magna bergabung dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki
risiko dua kali lipat. Pada penderita kembar monozigot, sekitar 75 % kasus terjadi pada
pasangan kembarnya. angka prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43 % sedangakan
pada laki-laki sebesar 19 %.
Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu lama akan memicu terjadinya peningkatan
tekanan hidrostatik dalam vena hal ini akan menyebakan distensi vena kronis dan inkopetensi
katup vena sekunder dalam sistem vena superfisialis. Jika katup penghubung vena dalam
dengan vena superfisialis di bagian proksimal menjadi inkopeten, maka akan terjadi
perpindahan tekanan tinggi dalam vena dalam ke sistem vena superfisialis dan kondisi ini
secara progresif menjadi ireeversibel dalam waktu singkat.
Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena, hal ini dikarenakan
pada wanita secara periodik terjadi distensi dinding dan katup vena akibat pengaruh
peningkatan hormon progrestron. Kehamilan meningkatkan kerentangan menderita varises
karena pengaruh faktor hormonal dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kehamilan.
Hormon ini akan meningkatkan kemampuan distensi dinding vena dan melunakkan daun
katup vena. pada saat bersaan, vena harus mengakomodasikan peningkatan volume darah
sirkulasi. Pada akhir kehamilan terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus yang
membesar. penekanan pada v. cava inferior selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena
dan distensi vena tungkai sekunder. berdasarkan mekanisme tersebut varises vena pada
kehamilan mungkin akan menghilang setelah proses kelahiran. pengobatan pada varises yang
sudah ada sebelum kehamilan akan menekan pembentukan varises pada vena yang lain
selama kehamilan.
Umur merupakan faktor risiko independen dari varises. Umur tua terjadi atropi pada
lamina elastis dari pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan otot polos
meninggalkan kelemahan pada vena sehingga meningkatkan kerentanan mengalami dilatasi.
Varises vena juga dapat terjadi apabila penekanan akibat adanya obstruksi. Obstruksi
akan menciptakan jalur baypass yang penting dalam aliran darah vena ke sirkulasi sentral,
maka dalam keadaan vena yang mengalami varises tidah dianjurkan untuk di ablasi.
Keterangan: Biasanya kerusakan diakibatkan kerena adanya suatu hambatan aliran darah
dan tekanan hidrostatik yang terlau besar.
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah vena naik
keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis
kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke
vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru. Vena superficial
terletak suprafasial, sedangkan vena vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Ven
perforate mengijinkan adanya aliran darah dari ven asuperfisial ke\ vena profunda.
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik keatas melawan
gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu mekanisme pompa otot.
Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5
atm tidak akan menimbulakan distensi pada vena profunda dan selain itu karena vena
profunda terletak di dalam fasia yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena
superficial normalnya sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang
berlebihan akan menyebabkan distensi dan perunbahan bentuk menjadi berkelok-kelok.
Keadaan lain yang meyebabkan vena berdilatasi dapat dilihat pada pasien dengan dialisis
shunt dan pada pasien dengan arterivena malformation spontan. Pada pasien tersebut terjadi
peningkatan tekanan dalam pembuluh darah vena yang memberikan respon terhadap vena
menjadi melebar dan berkelok-kelok. Pada pasien dengan kelainan heresiter berupa
kelemahan pada dinding pembuluh darah vena, tekanan vena normal pada pasien ini akan
menyebabkan distensi venambuluh vena paling sering dan vena menjadi berkelok-kelok.
Peningkatan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya insufisiensi vena
dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang inkompeten baik terjadi pada vena
profunda maupun pada vena superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga
dapat disesbabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh
karena thrombosis intravascular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah.
Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi pada
varisesnya karena segera menghilang setelah penyebab obstruksi dihilangkan.
Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena
peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena. Penyebab lain
yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena
adanya kelainan katup karena thrombosis. Bila vena superficial ini terpapar dengan adanya
tekanan tinggi dalam pembuluh darah , pembuluh vena ini akan mengalami dilatsi yang
kemudian terus membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu.
Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada katup-katup
lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam system vena superfisial akan
menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat local. Setelah beberapa katup vena
mengalami kegagalan, fungsi vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda
akan mengalami gangguan. Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena akan
mengalir karena adanya gradient tekanan dan gravitasi.
Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya perubahan
hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan katupnya menjadi lebih lunak dan
lentur, namun bila terbentuk bvarises selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih
lanjut untuk menyingkir adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.
Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan tekanan vena
dan volume darah vena yang melewati katup yang inkompeten. Sayangnya penampilan dan
ukuran dari varies yang terlihat tidak mencerminkan keadaan volume atau tekanan vena yang
sesungguhnya. Vena yang terletak dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut
darah dalam jumlah besar tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan tidak
terlalu besar akhirnya dapat menyebabkan dilatasi yang berlebihan.
Selain itu ada beberapa macam pemeriksaan klinis lainya, berikut dijabarkan beserta
penjelasannya.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik system vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar sistem
vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada system vena
superfisial harus mencerminkan keadaan sistem vena profunda secara tidak langsung.
Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi, palpasi, perkusi,
dan pemeriksaan menggunakan Doppler. Hasil pemeriksaan tersebut nantinya dibuatkan peta
mengenai gambaran keadaan vena yang di terjemahkan ke dalam bentuk gambar. Gambar ini
akan memberikan informasi mengenai penatalaksaan selanjutnya.
a. Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang. Region
perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada inspeksi juga dapat
dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema, brow spot, dermatitis,
angiomata, varises vena prominent, jaringan parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi
sklerotan sebelumnya. Setiap lesi yang terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan
didokumentasikan berupa pencitraan. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan
pergelangan kaki. Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada tungkai
biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit yang tipis vena
akan terlihat lebih jelas.
Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi medial
pergelangan kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan struktur kulit. Ulkus
dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi pada sisi media tungkai maka hal
ini disebabkan oleh adanya insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan
menunjukkan gejala berupa ulkus yang berloksi pada sisi lateral.
b. Palpasi
Palapsi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh permukaan kulit
dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak
terlihat ke permukaan kulit. Palpasi membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal
dan abnormal. Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan
vena superfisial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan
vena profunda.
Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan SVM
kemudian dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena nonsafena yang
merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan palpasi pada permukaan
posterior untuk meinail keadaan VSP. Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi
denyut arteri distal dan proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan
menghitung indeks ankle-brachial. Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu
penebalan, pengerasan, thrombosis vena. Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi
vena superfisialis yang mengalami thrombosis.
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial. Caranya dengan
mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena
di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan
dirasakan adanya gelombang tersebut.
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah
retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system vena yang
mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena profunda.
Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini
penting untuk menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan
terapi pembedahan maupun skeroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau
diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini
bertujuan untuk menekan vena superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan
atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif.
Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang
mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan
mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi.
Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien diposisikan
dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet terpasang. Obstruksi pada vena
profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali
ke ukuran semula.
Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks vena
superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan dengan
cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena
yang mengalami varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap
tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps
atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal,
namun apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup
vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya.
Pemeriksaan Imaging
Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan
seluruh area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam system vena superficial dan system
vena profunda. Pemeriksaan yang dapat dialkukan yaitu venografi dengan kontras, MRI, dan
USG color-flow dupleks. USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang
digunakan untuk diagnosis sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan terapi serta
pemetaan preoperasi. Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan
aliran darah dalam vena menggunakan pewarnaan yang berbeda. Pemeriksaan yang paling
sensitive dan spesifik yaitu menggunakan Magnetic Resonance venography (MRV)
digunakan untuk pemeriksaan kelainan pada sistem vena profunda dan vena superficial pada
tungkai bawah dan pelvis. MRV juga dapat mengetahui adanya kelainan nonvaskuler yang
menyebabkan nyeri dan edema pada tungkai. Venografi dengan kontras merupakan teknik
pemeriksaan invasive. Saat ini venografi sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan
pemeriksaan USG dupleks sebagai pemeriksaan rutin penyakit vena. Sekitar 15 % pasien
yang dilakukan pemeriksaan venografi ditemukan adanya DVT dan pembentukan trombosisi
baru setelah pemberian kontras.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi Non Operatif
Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik pasien
dengan varises vena dan mengilangkan edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30 mmHg
(grade II) memberikan hasil yang maksimal. Pada penelitian didapatkan sekitar 37-47 %
pasien yang menggunakan kaus kaki ini selama 1 tahun setelah menderita DVT mencegah
terjadi ulkus pada kaki. Kekurangan menggunakan kaos kaki ini adalah dari segi harga yang
relatif mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik. Pada penelitian
randomize controlled trial compression menggunakan stoking (grade I dan II) dibandingkan
dengan kontrol penggunaan kaus kaki ini mengurangi terjadinya refluks VSM dan
mengurangi keluhan dan gejala varises pada wanita hamil namun tidak ada perbedaan
terhadap pembentukan varises vena.
2. Skleroterapi
Teknik lama dalam stripping vena sudah ditinggalkan karena tingginya insiden
komplikaasi yang terjasi setelah dilakukan stripping, komplikasi ini meliputi kerusakan pada
nervus safena, yang berlokasi sangat dekat dengan vena pada regio lutut.
Komplikasi banyak terjadi pada bila VSP dikeluarkan, karena anatomi dan risiko
terjadinya cedera pada vena poplitea dan nerevus peroneal lebih besar. Safenopopliteal
junction harus diidentifikasi dengan pemeriksaan dupleks USG sebelum dilakukan deseksi,
dan visualisasi dari Safeno popleteal jungtion secara langsung yang adekuat sangat
pentingdilakukan. Setelah dilakukan ligasi dan pemisahan junction, sebiauh peralatan
stripping dimasukkan ke dalam vena sampai distal cruris dan dikeluarkan melalui pintu yang
dibuat dengan insisi (2 -4 mm). Selanjutnya stripper dikunci di proksimal vena dan dilakukan
invaginasi dan ditarik dari daerah lutut sampai daerah pergelngan kaki
Gamba
Tabel diatas menujukkan pilihan terapi yang dapat digunakan dapam penatalaksanaan varises
vena dan penggunaan anestesi yang diperlukan untuk menunjang prosedur terapi yang
dilakukan.
KOMPLIKASI
Lima sampai tujuh persen kasus mengalami cedera pada nervus cutaneus, keadaan ini
sering bersifat sementara namun dapat bersifat permanen. Inform konsen mengenai
komplikasi ini diperlukan sebelum dilakukan tindakan terapi. NHSLA melaporkan
komplikasi akibat cedera pada saraf pada 12 pasien dengan drop foot setelah dilakukan ligasi
safeno-popliteal. Komplikasi berupa terjepitnya vena dan arteri femoral juga tidak dapat
untuk dihindari.
Hematome dan infeksi pada luka relatif sering terjadi ( sampai dengan 10 %), dan
terjadi gangguan dalam aktivitas dan bekerja sehari-hari. Thromboembolism berpotensi
terjadi pada pembedahan varises vena, tetapi belum ada bukti yang menujukkan risiko ini
meningkat bila dilakukan pembedahan. Sebagian besar ahli bedah vaskuler melakukan
profilaksisi agar tidak terjadi komplikasi thomboemboli ini. Tabel 2 menunjukkan angka
komplikasi yang terjadi pada berbagai prosedur yang digunakan dalam terapi varises vena.
Tabel 2. Tingkat Komplikasi yang Terjadi Pada Setiap Prosedur Terapi
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
III. INTERVENSI