Anda di halaman 1dari 58

PENELITIAN KUANTITATIF

(METODE DAN DESAIN PENELITIAN, TEKNIK SAMPLING, SKALA


PENGUKURAN DAN INSTRUMEN PENILAIAN)

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Metodologi Penelitian Pendidikan IPA
Yang dibina oleh Dr. Munzil, M.Si dan Erni Yulianti, S.Pd., M.Pd.

Oleh :
Kelompok 2 Offering B

Nila Efrida Permatasari 140351601682


Novita Ratnasari 140351600729
Rodhiallah Mertiarti 140351604995
Shinta Kusuma Ayuningtyas 140351602331
Yustin Yudhistia Hariyanto 140351604759

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

MARET 2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Metode Penelitian 4
2.2 Desain Penelitian 8
2.3 Teknik Sampling 15
2.4 Skala Pengukuran Penelitian 27
2.5 Pengembangan Instrumen dalam Penelitian Kuantitatif 34

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 55

DAFTAR PUSTAKA 56

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metodologi penelitian merupakan hal esensial dalam usaha meningkatkan
susasan akademik di perguruan tinggi. Setiap mata kuliah diharapkan mampu
menumbuhkan kegairahan meneliti dan dapat memberikan pengalaman belajar yang
menumbuhkan sikap, kemampuan, dan keterampilan meneliti pada mahasiswa. Untuk
itu, penguasaan mahasiswa sebagai calon tenaga pengajar terhadap Metodologi
Penelitian merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan dipelajari,
dengan penguasaan Metodologi Penelitian yang optimal, diharapkan para mahasiswa
dapat menyertakan metode-metode penelitian serta hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian dalam bidang yang akan diajarkan nanti apabila sudah terjun sebagai
tenaga pengajar. Penelitian merupakan kegiatan yang terencana untuk mencari
jawaban yang obyektif atas permasalahan manusia melalui prosedur ilmiah. Pada
penelitian yang menggunakan metode penelitian kuantitatif pada umumnya akan
menggunakan sampel yang diambil dari suatu populasi tertentu yang dipilih oleh
peneliti.
Dalam penelitian kuantitatif, apalagi jika dirancang sebagai sebuah penelitian
survei (survey research), keberadaan populasi dan sampel penelitian tidak dapat
dihindarkan. Penelitian kuantitatif tidak akan terselesaikan jika tidak ada metode atau
teknik penelitian. Metode penelitian dalam penelitian kuantitatif sangat terkait dengan
populasi dan sampel yang merupakan sumber utama untuk memperoleh data yang
dibutuhkan dalam mengungkapkan fenomena atau realitas yang dijadikan fokus
penelitian.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam pengambilan sampel tidak dapat
dilakukan secara asal, karena pengambilan sampel harus disesuaikan dengan
karakteristik populasi yang telah peneliti tentukan. Oleh karena itu, kami akan

2
menjelaskan dalam makalah ini tentang metode, desain, teknik sampling, skala
pengukuran dan instrumen penelitian dalam penelitian kuantitatif.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana metode penelitian dalam penelitian kuantitatif?
2. Bagaimana desain penelitian dalam penelitian kuantitatif?
3. Bagaimana teknik sampling dalam penelitian kuantitatif?
4. Bagaimana skala pengukuran dalam penelitian kuantitatif?
5. Bagaimana instrumen penelitian dalam penelitian kuantitatif?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan metode penelitian dalam penelitian kuantitatif
2. Untuk menjelaskan desain penelitian dalam penelitian kuantitatif
3. Untuk menjelaskan teknik sampling dalam penelitian kuantitatif
4. Untuk menjelaskan skala pengukuran dalam penelitian kuantitatif
5. Untuk menjelaskan instrumen penelitian dalam penelitian kuantitatif

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Metode Penelitian


Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan
penelitian yang didasarkan oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis
dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi. McMillan dan Schumacher
dalam Sukmadinata (2015) mengemukakan bahwa dalam pendekatan kuantitatif
dibedakan pula antara metode-metode penelitian eksperimental dan
noneksperimental. Dalam penelitian kualitatif dibedakan antara kualitatif interatif
dengan noninteratif, sebagai berikut.

4
Pada penelitian kuantitatif berdasarkan filsafat positivisme menekankan
fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara kuantitatif. Ada beberapa macam
metode penelitian menurut Sukmadinata (2015), yaitu sebagai berikut.
1. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode penelitian
yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada dan yang
berlangsung saat ini atau saat lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi
atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi
apa adanya. Penggambaran kondisi bisa individual atau kelompok dan menggunakan
angka-angka. Penelitian deskriptif bisa mendiskripsikan sesuatu keadaan saja, tetapi
bisa juga mendeskripsikan keadaan dalam tahapan-tahapan perkembangannya, biasa
disebut penelitian perkembangan (developmental studies). Misalnya pada penelitian
perkembangan kemampuan berpikir anak, pada tahap atau masa bayi, anak kecil,
anak sekolah, remaja, adolesen, dewasa. Dalam penelitian perkembangan ini ada
yang bersifat longitudinal atau sepanjang waktu, dan ada yang bersifat cross sectional
atau dalam potongan waktu (Sukmadinata, 2015).
2. Penelitian Survai
Menurut Sukmadinata (2015) Survai (survey) digunakan untuk
mengumpulkan informasi berbentuk opini dari sejumlah besar orang terhadap topik
atau isu-isu tertentu. Ada tiga karakteristik utama survai, yaitu :
a. Informasi dikumpulkan dari sekelompok besar orang untuk mendeskripsikan
beberapa aspek atau karakteristik tertentu seperti: kemampuan sikap,
kepercayaan, pengetahuan dari populasi.
b. Informasi dikumpulkan melalui pengajuan pertanyaan dari suatu populasi.
c. Informasi diperoleh dari sampel, bukan dari populasi.
Tujuan utama survai adalah mengetahui gambaran umum karakteristik dari
populasi. Seperti halnya metode deskriptif, survai juga dapat bersifat longitudinal
dan cross sectional. Survai longitudinal digunakan untuk mengumpulkan informasi
atau perubahan yang berlansung dalam kurun waktu yang cukup panjang. Survai

5
cross sectional digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam suatu periode
waktu tertentu yang relatif lebih pendek (Sukmadinata, 2015).
3. Penelitian Ekspos Fakto
Penelitian ekspos fakto (expost facto research) meneliti hubungan sebab-
akibat yang tidak dimanipulasi atau diberi perlakuan (dirancang dan dilaksanakan)
oleh peneliti. Penelitian hubungan sebab-akibat dilakukan terhadap program, kegiatan
atau kejadian yang telah berlangsung atau telah terjadi. Adanya hubungan sebab
akibat didasarkan atas kajian teoretis, bahwa sesuatu variabel disebabkan atau
dilatarbelakangi oleh variabel tertentu atau mengakibatkan variabel tertentu.
Penelitian ini dapat dilakukan dengan baik dengan menggunakan kelompok
pembanding. Kelompok pembanding dipilih yang memiliki karakteristik yang sama
tetapi melakukan kegiatan, program atau mengalami kejadian yang berbeda
(Sukmadinata, 2015).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah kondisi yang sudah ada
bisa jadi menyebabkan perbedaan lanjutan dalam kelompok subjek. Dengan kata lain,
peneliti mengidentifikasi kondisi-kondisi yang sudah terjadi dan kemudian
mengumpulkan data untuk menyelidiki hubungan dari kondisi-kondisi yang beragam
tadi dengan perilaku lanjutan. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk
mencantumkan apakah perbedaan diantara kelompok (variabel terpisah) telah
menyebabkan perbedaan teramati pada variabel lain (Sukmadinata, 2015).
4. Penelitian Komparatif
Penelitian diarahkan untuk mengetahui apakah antara dua atau lebih dari dua
kelompok ada perbedaan dalam aspek atau variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini
pun tidak ada pengontrolan variabel, maupun manipulasi atau perlakuan dari peneliti.
Penelitian dilakukan secara alamiah, peneliti mengumpulkan data dengan
menggunakan instrumen yang bersifat mengukur. Hasilnya dianalisis secara statistik
untuk mencari perbedaan di antara variabel-variabel yang diteliti. Penelitian
komparatif juga dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya., selain karena
menggunakan instrumen yang sudah diuji, juga karena kelompok-kelompok yang

6
dibandingkan memiliki karakteristik yang sama atau hampir sama (Sukmadinata,
2015).
5. Penelitian Korelasional
Penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan
variabel-variabel lain. Hubungan antara satu dengan beberapa variabel lain
dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi (bivariat) dan keberartian
(signifikansi) secara statistik. Adanya korelasi antar dua variabel atau lebih, tidak
berarti adanya pengaruh atau hubungan sebab akibat dari suatu variabel terhadap
yang lain. Korelasi positif berarti nilai yang tinggi dalam suatu variabel berhubungan
dengan nilai yang tinggi pada variabel lain. korelasi negatif berarti nilai yang tinggi
dalam satu variabel berhubungan dengan nilai yang rendah dalam variabel lain
(Sukmadinata, 2015).
6. Penelitian Tindakan
Penelitian ini merupakan penelitian yang diarahkan pada mengadakan
pemecahan masalah atau perbaikan. Penelitian ini difokuskan kepada perbaikan
proses maupun peningkatan hasil kegiatan. Penelitian tindakan juga bisa dilakukan
dengan meminta bantuan seorang konsultan atau pakar dari luar. Penelitian tindakan
diklasifikasikan sebagai penelitian tindakan kolaboratif. Penelitian kolaboratif selain
diarahkan kepada perbaikan proses dan hasil juga bertujuan meningkatkan
kemampuan para pelaksana, sebab penelitian kolaboratif merupakan bagian dari
program pengembangan staf. (Sukmadinata, 2015).
7. Penelitian Eksperimental
Penelitian eksperimental merupakan penelitian yang paling murni
kuantitatif. Karena semua prinsip dan kaidah-kaidah penelitian kuantitatif dapat
diterapkan pada metode ini. penelitian eksperimental merupakan penelitian
laboratorium, walaupun bisa juga dilakukan di luar laboratorium, tetapi
pelaksanaannya menerapkan prinsip-prinsip penelitian laboratorium terutama
dalam pengontrolan terhadap hal-hal yang mempengaruhi jalannya eksperimen.
Metode ini bersifat menguji (Krathwohl 1997) yaitu menguji pengaruh salah satu atau
lebih variabel terhadap variabel lain. variabel yang mempengaruhi

7
dikelompokkan sebagai variabel bebas (independent variables) dan variabel yang
dipengaruhi dikelompokkan variabel terikat (dependent variables). (Sukmadinata,
2015)
Penelitian ini bersifat menguji, maka semua variabel yang diuji harus diukur
dengan menggunakan instrumen pengukuran atau tes yang sudah distandarisasikan
atau dibakukan. Pembakuan instrumen dan pengolahan hasil penelitian diolah
dengan menggunakan analisis statistik inferensial-parametrik (Sukmadinata, 2015).
Untuk menguji apakah perubahan yang terjadi pada variabel terikat itu
akibat dari perubahan pada variabel bebas, dan bukan karena variabel-variabel
lainnya, maka semua variabel lain diluar variabel bebas harus dikontrol.
Pengontrolan variabel dilakukan dengan menyamarkan karakteristik sampel dalam
variabel tersebut (Sukmadinata, 2015).

2.2 Desain penelitian


Dalam melakukan penelitian, terlebih lagi untuk penelitian kuantitatif, salah
satu langkah yang penting ialah membuat desain penelitian. Desain penelitian pada
hakikatnya merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah
ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses
penelitian (Nursalam, 2003). Menurut Sarwono (2006) desain penelitian bagaikan
sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya
proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,
tanpa desain yang benar seorang peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian
dengan baik karena yang bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah yang jelas.
Machfoedz (2007) menyatakan bahwa kualitas penelitian dan ketepatan
penelitian antara lain ditentukan oleh desian penelitian yang dipakai. Oleh karena itu
desain yang dipergunakan dalam penelitian harus desain yang tepat. Suatu desain
penelitian dapat dikatakan berkualitas atau memiliki ketepatan jika memenuhi dua
syarat yaitu dapat dipakai untuk menguji hipotesis (khusus untuk penelitian
kuantitatif analitik) dan dapat mengendalikan atau mengontrol varians.

8
Secara garis besar ada dua macam tipe desain, yaitu desain non-ekperimental
dan desain eskperimental. Faktor-faktor yang membedakan kedua desain ini ialah
pada desain pertama tidak terjadi manipulasi variabel bebas sedang pada desain yang
kedua terdapat adanya manipulasi variabel bebas. Jika dilihat dari sisi tingkat
pemahaman permasalahan yang diteliti, maka desain noneksperimental menghasilkan
tingkat pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan sedang desain
eksperimental dapat menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih mendalam.
Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut.
1. Desain Penelitian Non-eksperimen
a. Desain Penelitian Deskriptif
Menurut Nursalam (2003) penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan untuk
mendiskripsikan atau menggambarakan fakta-fakta mengenai populasi secara
sistematis, dan akurat. Dalam penelitian deskriptif fakta-fakta hasil penelitian
disajikan apa adanya. Hasil penelitian deskriptif sering digunakan, atau dilanjutkan
dengan dilakukannya penelitian analitik. Desain penelitian deskriptif dibedakan
menjadi dua yaitu desain penelitian studi kasus dan desain penelitian survai.
- Desain penelitian studi kasus
Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu
unit penelitian secara intensif, misalnya satu pasien, keluarga, kelompok,
komunitas, atau institusi. Karakteristik studi kasus adalah subjek yang diteliti
sedikit tetapi aspek-aspek yang diteliti banyak.
- Desain penelitian survai
Survai adalah suatu desain penelitian yang digunakan untuk menyediakan
informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antar
variable dalam suatu populasi. Karakteristik dari penelitian survai adalah
bahwa subjek yang diteliti banyak atau sangat banyak sedangkan aspek yang
diteliti sangat terbatas.

9
b. Desain penelitian korelasional
Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendetksi sejauh mana variasi-
variasi pada suatu factor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor
lain berdasarkan koefisien korelasi (Sumadi, 2000). Hubungan korelatif mengacu
pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang
lain dan dengan demikian dalam rancangan korelasional peneliti melibatkan paling
tidak dua variabel (Nursalam, 2003). Jika variabel yang diteliti ada dua, maka
masing-masing merupakan variabel bebas dan variabel terikat. Bila variabel yang
diteliti lebih dari dua, maka dua atau lebih variabel sebagai variabel bebas atau
prediktor dan satu variabel sebagai variabel terikat atau kriterium. Desain penelitian
korelasional dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut.

c. Desain Penelitian Kausal-komparatif


Penelitian kausal-komparatif difokuskan untuk membandingkan variable
bebas dari beberapa kelompok subjek yang mendapat pengaruh yang berbeda dari
variabel bebas. Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat terjadi bukan karena
perlakuan dari peneliti melainkan telah berlangsung sebelum penelitian dilakukan.
Desain penelitian kausal-komparatif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu desain
penelitian kohort dan desain penelitian kasus kontrol (Nursalam, 2003).
- Desain penelitian kohort
Pendekatan yang dipakai pada desain penelitian kohort adalah pendekatan
waktu secara longitudinal atau time period approach. Sehingga penelitian ini

10
disebut juga penelitian prospektif. Secara skematis desain penelitian kohort
dapat digambarkan seperti berikut.

- Desain penelitian kasus kontrol


Desain penelitian kasus kontrol merupakan kebalikan dari desain penelitian
kohort, dimana peneliti melakukan pengukuran pada variabel terikat terlebih
dahulu. Sedangkan variabel bebas dteliti secara retrospektif untuk menentukan
ada tidaknya pengaruh pada variabel terikat. Desain penelitian kasus control
secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut.

d. Desain Penelitian Tindakan


Penelitian tindakan atau action research merupakan penelitian yang bertujuan
mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru dan
untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di dunia kerja atau dunia
nyata yang lain (Sumadi, 2000). Penelitian tindakan mempunyai ciri-ciri:
1. Praktis dan langsung relevan untuk situasi aktual dalam dunia kerja,
2. Menyediakan kerangka kerja yang teratur untuk pemecahan masalah dan
perkembangan-perkembangan baru,
3. Fleksibel dan adaptatif, dan
4. Memiliki kekurangan dalam hal ketertiban ilmiah.

11
2. Desain Penelitian Eksperimen
a. Sistem notasi
Sebelum membicarakan desain dan eksperimental, sistem notasi yang
digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem notasi tersebut adalah sebagai
berikut (Sarwono, 2006) :
X: Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji
terhadap suatu perlakuan eksperimental pada variabel bebas yang kemudian efek
pada variabel tergantungnya akan diukur.
O: Menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap variabel
tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu.
R: Menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan secara
random.
b. Jenis-jenis desain ekperimental
Ditinjau berdasarkan tingkat pengendalian variable, desain penelitian
eksperimental dapat dibedakan menjadi yaitu desain penelitian pra-eksperimental,
desain penelitian eksperimental semu, dan desain penelitian eksperimental sungguhan
(Nursalam, 2003).
- Desain penelitian pra-eksperimental
Desain penelitian pra-eksperimental ada tiga jenis yaitu 1) one-shot case
study, 2) one-group pre-post tes design, dan 3) static group design (Sumadi,
2000).
a. One-shot case study
Prosedur desain penelitian one-shot case study adalah sebagai berikut.
Sekolompok subjek dikenai perlakuan tertentu (sebagai variable bebas)
kemudian dilakukan pengukuran terhadap variable bebas. Desain penelitian
ini secara visual dapat digambarkan sebagai berikut.

12
b. One group pretest-posttes design
Prosedur desain penelitian ini adalah : a) dilakukan pengukuran
variable tergantung dari satu kelompok subjek (pretest), b) subjek diberi
perlakuan untuk jangka waktu tertentu (exposure), c) dilakukan pengukuran
ke-2 (posttest) terhadap variable bebas, dan d) hasil pengukuran prestest
dibandingan dengan hasil pengukuran posttes. Prosedur one group pretest-
posttes design dapat digambarkan sebagai berikut.

c. Static Group Comparison


Desain ketiga adalah static group comparison yang merupakan
modifikasi dari desain b. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih
sebagai objek penelitian. Kelompok pertama mendapatkan perlakuan sedang
kelompok kedua tidak mendapat perlakuan.Kelompok kedua ini berfungsi
sebagai kelompok pembanding / pengontrol. Desainnya adalah sebagai
berikut.

- Desain penelitian eksperimen semu (quasy-experiment)


Desain penelitian eksperimen semu berupaya mengungkap hubungan
sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol dan kelompok
ekperimen tetapi pemilihan kedua kelompok tersebut tidak dilakukan secara
acak (Nursalam, 2003). Kedua kelompok tersebut ada secara alami. Desain
penelitian jenis ini dapat digambarkan sebagai berikut.

13
- Desain eksperimen sungguhan (true-experiment)
Desain ini memiliki karakteristik dilibatkannya kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen yang ditentukan secara acak. Ada tiga jenis desain
penelitian yang termasuk desain eksperimental sungguhan , yaitu : 1) pasca-
tes dengan kelompok eksperimen dan control yang diacak, 2) pra-tes dan
pasca-tes dengan kelompok eksperimen dan control yang diacak, dan 3)
gabungan desain pertama dan kedua (Nursalam, 2003).
1) Pasca-tes dengan pemilihan kelompok secara acak
Pada rancangan ini kelompok eksperimen diberi perlakuan sedangkan
kelompok kontrol tidak. Pengukuran hanya diberikan satu kali yaitu
setelah perlakuan diberikan kepada kelompok eksperimen. Desain ini
dapat digambarkan sebagai berikut.

2) Pra dan pasca tes dengan pemilihan kelompok secara acak


Dalam rancangan ini ada dua kelompok yang dipilih secara acak.
Kelompok pertama diberi perlakuan (kelompok Ekperimen) dan
kelompok kedua tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol). Observasi
atau pengkukuran dilakukan untuk kedua kelompok baik sebelum
maupun sesudah pemberian perlakuan. Desain ini dapat digambarkan
berikut ini.

14
3) Desain Solomon
Desain yang merupakan penggabungan dari desain 1 dan desain 2
disebut desain Solomon atau Randomized Solomon Four-Group Design.
Ada empat kelompok yang dilibatkan dalam penelitian ini. Yaitu dua
kelompok control dan dua kelompok eksperimen. Pada satu pasangan
kelompok eskperimen dan kontrol diawali dengan prates, sedangkan
pada pasangan yang lain tidak. Gambar dari desain Solomon adalah
sebagai berikut.

2.3 Teknik Sampling


Teknik sampling merupakan hal yang penting dalam sebuah penelitian.
Keterwakilan populasi oleh sampel sangat dipengaruhi oleh teknik pemilihan sampel
sangat dipengaruhi oleh teknik pemilihan sampel yang digunakan. Teknik pemilihan
sampel yang digunakan harus sesuai dengan kondisi populasi yang sebenarnya.
Kesalahan dalam pemilihan teknik sampling akan dapat memberikan hasil yang
kurang akurat. Apabila hal ini terjadi maka hasil penelitian akan diragukan
kebenarannya (Djaali, 2000).
Untuk mengentahui informasi yang paling akurat dari populasi, maka harus
mengumpulkan data dari seluruh anggota populasi tanpa kecuali sehingga tidak

15
terjadi bias pada hasil yang didapat tersebut. Cara pengumpulan data yang demikian
itu tidak mungkin dilakukan pada populasi yang memiliki jumlah sampel besar atau
area yang luas sedangkan waktu, tenaga dan biaya yang tersedia sangat terbatas.
Dalam hal yang demikian, maka pengambilan sampel dari anngota populsi menjadi
solusi yang tepat.
1. Populasi
Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau
individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan tersebut
dinamakan unit analisis, dan dapat berupa orang-orang, institusi-institusi, benda-
benda, dan lain-lain (Djarwanto, 1994).
Tujuan penarikan sampel dari populasi adalah memperoleh informasi
mengenai populasi tersebut, maka sangat penting agar individu yang dimasukkan ke
dalam sampel merupakan contoh yang representatif.

Populasi yang
Populasi Sasaran Sampel
dapat dijangkau

Hasil Penyelidikan

Hal penting dalam penarikan sampel adalah penetapan ciri-ciri (karakteristik)


populasi yang menjadi sasaran. Akan tetapi karena tidak mungkin mencapai seluruh
populasi sasaran, maka peneliti menetapkan ciri-ciri populasi terjangkau. Dari
populasi yang dapat dijangkau ini, peneliti menarik sampel bagi penelitiannya.
Sampel yang ditarik sedemikian rupa sehingga sampel tersebut mencerminkan
populasinya (Soekidjo, 2002).
Sebuah sampel haruslah dipilih sedemikian rupa sehingga setiap satuan
elementer mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih dan
besarnya peluang tersebut tidak boleh sama dengan 0 (nol). Disamping itu
pengambilan sampel secara acak (random) haruslah menggunakan metode yang tepat
yang sesuai dengan ciri-ciri populasi dan tujuan penelitian. Meskipun sebuah sampel
terdiri dari sebagian populasi, tetapi sebagian dari populasi itu tidak selalu dapat

16
disebut sebuah sampel apabila cara-cara pengambilannya tidak benar. Suatu metode
pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi.
2. Dapat menentukan presisi (precision) dari hasil penelitian dengan menentukan
penyimpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh.
3. Sederhana, sehingga mudah dilaksanakan.
4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-
rendahnya. (Sudjana, 2001)

2. Sampel
Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya
hendak diteliti. Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan pada
populasi, adalah sampel yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan
karakteristik populasi (Djaali, 2000).
Kriteria Sampel
Ada dua kriteria sampel yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Penentuan
criteria sampel diperlukan untuk mengurangi hasil peneliian yang bias.
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau yang akan diteliti. Sedangkan yang dimaksud dengan Kriteria
eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dari penelitian karena sebab-sebab tertentu (Sudjana, 2001).
Sebab-sebab yang dipertimbangkan dalam menentukan kriteria ekslusi antara
lain subjek mematalkan kesediannya untuk menjadi responden penelitian, dan subjek
berhalangan hadir atau tidak di tempat ketika pengumpulan data dilakukan (Sudjana,
2001).
Ukuran Sampel (Sample Size)
Sering timbul pertanyaan, berapa besarnya sampel (sample size) yang harus
diambil untuk mendapatkan data yang representatif. Beberapa peneliti menyatakan
bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10 persen dari populasi dan ada pula

17
peneliti lain menyatakan bahwa besarnya sampel minimum 5 persen dari populasi
dari jumlah satuan-satuan elementer dari populasi (Suharsimi, 2002).
Mengenai ukuran sampel atau besarnya sampel yang harus diselidiki dalam
suatu penelitian tergantung pada: (1) keragaman karakteristik populasi; (2) tingkat
presisi yang dikehendaki; (3) rencana analisis; dan (4) tenaga, biaya, dan waktu.
Secara rinci keempat faktor tersebut akan dibahas berikut ini (Sukardi, 2004).
(1) Derajat keragaman (degree of homonegity) dari populasi
Makin seragam populasi itu, makin kecil sampel yang dapat di ambil. Apabila
populasi itu seragam sempurna (completely homogeneous), maka satu satuan
elementer saja dari seluruh populasi itu sudah cukup representatif untuk diteliti.
Sebaliknya apabila populasi itu amat tidak seragam (completely heterogeneous),
maka hanya pencacahan lengkaplah yang dapat memberikan gambaran yang
representatif.
(2) Presisi yang dikehendaki dari penelitian
Makin tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, makin besar sampel yang
harus diambil. Jadi sampel yang besar cenderung memberikan penduga yang lebih
mendekati nilai yang sesungguhnya (true value). Pada sensus lengkap, presisi ini
menjadi mutlak karena nilai taksiran sama dengan nilai parameter. Dengan kata lain
dapat pula dikatakan bahwa antara besarnya sampel yang diambil dengan besarnya
kesalahan (error) terdapat hubungan yang negatif. Makin besar sampel yang di ambil,
makin kecil pula kesalahan (penyimpangan terhadap nilai populasi ) yang di dapat.
(3) Rencana analisis
Adakalanya besarnya sampel sudah mencukupi sesuai dengan presisi yang
dikehendaki, tetapi kalau dikaitkan dengan kebutuhan analisis, maka jumlah sampel
tersebut kurang mencukupi. Misalnya kita ingin menghubungkan tingkat pendidikan
responden dengan persepsi masyarakat dalam pemanfaatan air bersih. Kalau kita
membagi tingkat pendidikan responden secara terperinci, misalnya: belum sekolah,
belum tamat SD, tamat SD, belum tamat SMP, tamat SMP, dan seterusnya, mungkin
tidak cukup untuk mengambil 100 responden karena akan terdapat banyak sel-sel dari

18
matrik yang kosong. Begitu juga untuk perhitungan analisis yang menggunakan
perhitungan statistik yang rumit.
(4) Tenaga, biaya dan waktu.
Kalau menginginkan presisi yang tinggi maka jumlah sampel harus besar.
Tetapi apabila dana, tenaga dan waktu terbatas, maka tidaklah mungkin untuk
mengambil sampel yang besar, dan ini berarti bahwa presisinya akan menurun.
Walaupun besarnya sampel harus diambil dalam suatu penelitian didasarkan
atas keempat pertimbangan di atas, tetapi agar dapat menghemat waktu, biaya dan
tenaga, seorang peneliti harus dapat memperkirakan besarnya sampel yang diambil
sehingga presisinya dianggap cukup untuk menjamin tingkat kebenaran hasil
penelitian. Jadi peneliti sendirilah yang menentukan tingkat presisi yang dikehendaki,
yang selanjutnya berdasarkan presisi tersebut dapat menentukan besarnya sampel.
Besar ukuran sampel tergantung pada:
o Kadar pentingnya penelitian. Apabila hasil penelitian akan digunakan untuk
menentukan dasar kebijakan, lebih baik menggunakan sampel besar.
o Homogenitas unit-unit sampel. Secara umum makin mirip unit-unit sampel
dalam populasi, makin kecil sampel yang dibutuhkan untuk memperkirakan
parameter populasi.
o Derajat presisi, makin akurat hasil yang diharapkan, maka ukuran sampel
makin besar.
o Tingkat kepercayaan yang diinginkan. Makin tinggi tingkat kepercayaan yang
diinginkan makin besar ukuran sampel yang dibutuhkan.
o Analisis yang digunakan. Analisis multivariat membutuhkan sampel yang
lebih besar dari pada analisis bivariat.
o Jumlah variabel yang akan diteliti. Penelitian yang banyak melibatkan
variabel, memerlukan ukuran sampel yang besar.
o Jenis/desain penelitian. Penelitian korelasional memerlukan sampel lebih
besar (minimal 30 subyek), penelitian komparatif lebih kecil (minimal
masing-maisng 15 subyek tiap kelompok), penelitian eksperiman minimal 8-

19
10 subyek tiap kelompok. Sedangkan untuk penelitian deskriptif, dianjurkan
menggunakan ukuran sampel 10%-20% dari populasi yang terjangkau.
o Tingkat resiko. Percoban yang sifatnya merusak atau berbahaya, semakin
besar risiko, maka sampel semakin kecil.
o Metode penarikan sampel. Ukuran sampel pada penarikan sampel
berkelompok (cluster sampling) lebih besar dibandingkan dengan simpel
random sampling.
o Biaya, waktu, dan tenaga. Pemilihan sampel mempertimbangkan biaya,
waktu, dan tenaga.
Rancangan Penarikan Sampel
o Merumuskan persoalan yang ingin diketahui.
o Menentukan populasi penelitian
o Menentukan unit sampling. Unit sampling adalah satuan terkecil menjadi
anggota sampel. Misalnya untuk mengetahui tingkat pendidikan keluarga,
unitnya adalah ayah, ibu, dan anak (nenek tidak termasuk).
o Menentukan cara pengukuran dan penilaian. Misalnya untuk mengukur
tingkat kepuasan konsumen, perlu dirancang alat ukurnya.
o Menentukan cara pengumpulan data, apakah dengan wawancara, melakukan
tes, dsb.
o Menentukan metode analisis yang akan digunakan.
o Menentukan ukuran sampel. Jangan terlalu kecil, tetapi jangan terlalu besar.
o Menentukan teknik pengambilan sampel agar sampel representatif.
(Sukardi, 2004).
3. Teknik Penarikan Sampel
a. Pengertian teknik penarikan sampel
Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah teknik pengambilan
sampel dari populasi. Sampel yang merupakan sebagaian dari populasi tersebut.
Kemudian diteliti dan hasil penelitian (kesimpulan) kemudian dikenakan pada
populasi (generalisasi). Hubungan populasi, sample, teknik sampling, dan generasi
dapat digambarkan sebagai berikut (Sumadi, 2000).

20
b. Manfaat sampling
1) Menghemat beaya penelitian.
2) Menghemat waktu untuk penelitian.
3) Dapat menghasilkan data yang lebih akurat.
4) Memperluas ruang lingkup penlitian.
c. Syarat-syarat teknik sampling
Teknik sampling boleh dilakukan bila populasi bersifat homogen atau
memiliki karakteristik yang sama atau setidak-tidaknya hampir sama. Bila keadaan
populasi bersifat homogen, sampel yang dihasilkannya dapat bersifat tidak
representatif atau tidak dapat menggambarkan karakteristik populasi (Sumadi, 2000).
d. Jenis-jenis teknik sampling
1) Teknik sampling secara probabilitas
Teknik sampling probabilitas atau random sampling merupakan teknik
sampling yang dilakukan dengan memberikan peluang atau kesempatan kepada
seluruh anggota populasi untuk menjadi sampel. Dengan demikian sampel yang
diperoleh diharapkan merupakan sampel yang representatif. Teknik sampling
semacam ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut (Sumadi, 2000)..
a) Teknik sampling secara rambang sederhana.
Cara paling populer yang dipakai dalam proses penarikan sampel rambang
sederhana adalah dengan undian. Sampel random sederhana adalah sebuah sampel
yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer
dari populasi mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih sebagai
sampel. Misalnya jika banyaknya unit dalam populasi adalah N dan ukuran sampel

21
adalah n, maka besarnya peluang setiap unit elementer untuk terpilih sebagai sampel
adalah n/N. Ini berarti bahwa setiap (semua) unit elementer dalam populasi harus
dapat diidentifikasi dan termuat dalam kerangka sampling (Sumadi, 2000).
Metode pengambilan sampel dengan random sederhana dapat ditempuh
melalui cara undian, tabel bilangan random, atau dengan menggunakan komputer.
Suatu hal yang perlu dicatat adalah bahwa pengambilan sampel secara random dapat
digunakan apabila unit-unit elementer dalam populasi mempunyai karakteristik yang
homogen atau dapat dianggap homogen. Jika unit-unit elementer dalam populasi
tidak homogen, maka pengambilan sampel dengan random sederhana belum dapat
digunakan, dan mungkin kita menggunakan teknik lain, misalnya pengambilan
sampel dengan cara random distratifikasi (Sumadi, 2000).
b) Teknik sampling secara sistematis (systematic sampling).
Prosedur ini berupa penarikan sample dengan cara mengambil setiap kasus
(nomor urut) yang kesekian dari daftar populasi. Apabila banyaknya satuan elementer
dalam populasi cukup besar dan telah tersusun secara sistematik dalam suatu daftar
atau telah tersusun menurut pola atau aturan tertentu, maka cara pengambilan sampel
dengan random sederhana kurang tepat digunakan, yang sesuai adalah sistematik
random sampling (Sukardi, 2004).
Sistematik random sampling adalah cara pengambilan sampel, dimana hanya
unsur pertama yang dipilih secara random, sedang unsur-unsur berikutnya dipilih
secara sistematik menurut suatu pola tertentu.
Secara teknik pengambilan sampel dengan cara sistematik random dapat
dijelaskan sebagai berikut. Misalkan jumlah satuan-satuan elementer dalam populasi
adalah N dan ukuran sampel yang dikehendaki adalah n, maka hasil bagi N/n
dinamakan interval sampel dan bisanya diberi simbol k. Unsur pertama dalam sampel
dipilih secara random dari satuan elementer bernomor urut 1 sampai dengan k dari
populasi. Jika yang terpilih adalah satuan elementer bernomor urut s, maka unsur-
unsur selanjutnya dalam sampel ditentukan sebagai berikut:
Unsur pertama = s
Unsur kedua = s + k

22
Unsur ketiga = s + 2k
Unsur keempat = s + 3k, dan seterusnya.
Misalnya jumlah unit dalam populasi sebesar 200 unit, dan besar sampel yang
dikehendaki misalnya 40 unit. Berarti k = 200/40 = 5.
Unsur pertama dapat dipilih secara random dari nomor urut 1 5. Jika yang
terpilih adalah unit dengan nomor urut 3, unit-unit sampel berikutnya adalah (3 + 5) =
8, (3 + 10) = 13, (3 + 15) = 18, (3 + 20) = 23, dan seterusnya, sehingga diperoleh unit
sampel sebanyak 40 unit (Sukardi, 2004).
c) Teknik sampling secara rambang proportional.
Jika populasi terdiri dari subpopulasi-subpopulasi maka sample penelitian
diambil dari setiap subpopulasi. Adapun cara peng-ambilan- nya dapat dilakukan
secara undian maupun sistematis. Jika satuan-satuan elementer dalam populasi tidak
homogen, maka pengambilan sampel dengan cara random tidak dapat digunakan.
Oleh karena itu, pada kasus di mana karakteristik populasi tidak homogen, maka
populasi dapat distratifikasi atau dibagi-bagi ke dalam sub-sub populasi sedemikian,
sehingga satuan-satuan elementer dalam masing-masing sub-populasi menjadi
homogen. Kemudian pengambilan sampel dengan cara random dapat dilakukan pada
setiap sub-populasi. Perlu dipahami bahwa pengertian homogenitas dalam hal ini
terkait dengan variabel penelitian (Sukardi, 2004).
Misalnya, peneliti ingin meneliti pengetahuan metodologi Mahasiswa dalam
menyusun tugas akhir di Universitas Esa Unggul Jakarta. Populasinya adalah semua
Mahasiswa yang kuliah di universitas Esa Ungul. Jelas bahwa populasi tidak
homogen, karena di Universitas esa unggul misalnya terdapat lima program studi
dengan jurusan yang berbeda-beda. Untuk itu, populasi dibagi-bagi menjadi lima sub-
populasi, yaitu sub-populasi prodi 1, sub-populasi prodi 2, sub-populasi prodi 3, sub-
populasi prodi 4, dan sub-populasi prodi 5. Kemudian ditetapkan ukuran sampel
untuk masing-masing sub-populasi, boleh proporsional boleh juga tidak.
Jika tidak proporsional, misalnya dapat diambil 100 orang untuk setiap sub-
populasi, sehingga diperoleh 500 orang yang akan menjadi sampel penelitian.
Pengambilan 100 orang dari setiap sub-populasi tersebut dilakukan secara random.

23
Jika proporsional, misalnya populasi terdiri dari 5 kelompok prodi atau strata
yang mempunyai ciri berbeda, populasi memerlukan penarikan sampel yang diwakili
secara proporsional.
Misalnya
Prodi I : jumlah anggota populasi = 120 Mahasiswa
Prodi 2 : jumlah anggota populasi = 80 Mahasiswa
Prodi 3 : jumlah anggota populasi = 60 Mahasiswa
Prodi 4 : jumlah anggota populasi = 140 Mahasiswa
Prodi 5 : jumlah anggota populasi = 100 Mahasiswa
Proporsi jumlah anggota populasi tiap prodi = 120 : 80 : 60 : 140 : 100.
Apabila ukuran sampel yang dinginkan 50, maka:
120
Sampel dari prodi 1 = x 50 12 Mahasiswa
500
80
Sampel dari prodi 2 = x 50 8 Mahasiswa
500
60
Sampel dari prodi 3 = x 50 6 Mahasiswa
500
140
Sampel dari prodi 4 = x 50 14 Mahasiswa
500
100
Sampel dari prodi 5 = x 50 10 Mahasiswa
500
Pengambilan sampel di masing-masing prodi dilakukan secara acak.
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan metode
pengambilan sampel random distratifikasi, yaitu :
a. Ada kriteria yang jelas sebagai dasar untuk membuat stratifikasi, misalnya
pogram studi berbeda karena berbeda jurusan.
b. Kriteria yang digunakan tersebut berdasarkan data pendahuluan yang telah
diperoleh atau dapat juga berdasarkan pengetahuan teoretik.
c. Jika ukuran sampel proporsional, maka harus diketahui dengan tepat jumlah
satuan-satuan elementer yang ada di setiap sub-populasi.

24
Keunggulan metode pengambilan sampel ini adalah sangat mungkin semua
ciri dalam populasi yang heterogen dapat terwakili, dan dimungkinkan bagi peneliti
untuk menyelidiki perbedaan antara sub-sub populasi atau memasukkan sub-sub
populasi sebagai variabel moderator dari penelitian (Sudjana, 2001).
d) Teknik sampling secara rambang bertingkat.
Bila subpoplulasi-subpopulasi sifatnya bertingkat, cara pengambilan sampel
sama seperti pada teknik sampling secara proportional. Dalam praktek sering
dijumpai populasi yang letaknya sangat tersebar secara geografis, sehingga sangat
sulit untuk mendapatkan kerangka sampling dari semua unsur-unsur yang terdapat
dalam populasi. Untuk mengatasi hal ini, unit-unit analisis dikelompokkan ke dalam
gugus-gugus yang merupakan satuan-satuan dari mana sampel akan diambil.
Pengambilan sampel melalui tahap-tahap tertentu (Suharsimi, 2002).
Satu populasi dapat dibagi ke dalam gugus tingkat pertama; gugus-gugus
tingkat pertama dapat dibagi lagi ke dalam gugus-gugus tingkat kedua; gugus-gugus
tingkat kedua dapat dibagi lagi ke dalam gugus-gugus tingkat ketiga; dan seterusnya.
Sebagai contoh, jika kita mempunyai populasi warga masyarakat di Propinsi A,
populasi tersebut dapat dibagi kedalam kabupaten-kabupaten sebagai gugus tingkat
pertama, Kecamatan-kecamatan sebagai gugus-gugus tingkat kedua, dan desa-desa
sebagai gugus tingkat ketiga. Cara pengambilan sampel untuk contoh ini misalnya
sebagai berikut :
a. Dipilih lima Kabupaten secara random dari X Kabupaten di Propinsi A.
b. Dari masing-masing Kabupaten terpilih, dipilih tiga Kecamatan secara
random, sehingga diperoleh 15 Kecamatan sampel.
c. Dari masing-masing Kecamatan sampel dipilih lagi secara random dua desa,
sehingga diperoleh 30 desa sampel.
d. Semua warga masyarakat yang berada pada ke-30 desa sampel tersebut.

e) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling)


Ada kalanya peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi yang ingin
dijadikan subjek penelitian karena populasi tersebar di wilayah yang amat luas. Untuk

25
itu peneliti hanya dapat menentukan sampel wilayah, berupa kelompok klaster yang
ditentukan secara bertahap. Teknik pengambilan sample semacam ini disebut cluster
sampling atau multi-stage sampling (Suharsimi, 2002).
Sampai saat ini pembahasan yang dilakukan adalah mengenai metode
sampling di mana analisis atau satuan penelitian (misalnya orang, rumah, bidang
tanah, dan lain-lain) sudah tersusun dalam suatu daftar.
Dalam praktek peneliti sering kali dihadapkan dengan kenyataan di mana
kerangka sampling yang digunakan untuk dasar pemilihan sampel belum tersedia atau
tidak lengkap atau bahkan sangat sulit diperoleh. Untuk mengatasi hal tersebut, unit-
unit analisis dalam populasi dikelompokkan ke dalam gugus-gugus yang disebut
clusters dan ini akan merupakan satuan-satuan dari mana sampel akan diambil.
Pengambilan gugus yang akan menjadi sampel dilakukan secara random,
dengan catatan bahwa gugus-gugus yang ada dalam populasi mempunyai ciri yang
homogen. Semua unit analisis yang ada dalam gugus terpilih harus diselidiki.
Misalnya populasi penelitian adalah warga masyarakat di Kabupaten A, tetapi
daftar dari warga masyarakat tersebut sulit diperoleh. Dalam kasus ini, warga
masyarakat di Kabupaten A dikelompokkan ke dalam Kelurahan, kemudian dipilih
secara random 3 Kelurahan untuk menjadi sampel penelitian. Jadi sampel yang
diselidiki adalah semua warga masyarakat yang berada pada tiga Kelurahan sampel
tersebut
2) Teknik sampling secara nonprobabilitas.
Teknik sampling nonprobabilitas adalah teknik pengambilan sample yang
ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti atau menurut pertimbangan pakar.
Beberapa jenis atau cara penarikan sampel secara nonprobabilitas adalah sebagai
berikut (Sumadi, 2000).
a) Puposive sampling atau judgmental sampling
Penarikan sampel secara puposif merupakan cara penarikan sample yang
dilakukan memiih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang dietapkan peneliti.
b) Snow-ball sampling (penarikan sample secara bola salju).

26
Penarikan sample pola ini dilakukan dengan menentukan sample pertama.
Sampel berikutnya ditentukan berdasarkan informasi dari sample pertama,
sample ketiga ditentukan berdasarkan informasi dari sample kedua, dan
seterusnya sehingga jumlah sample semakin besar, seolah-olah terjadi efek bola
salju.
c) Quota sampling (penarikan sample secara jatah).
Teknik sampling ini dilakukan dengan atas dasar jumlah atau jatah yang telah
ditentukan. Biasanya yang dijadikan sample penelitian adalah subjek yang
mudah ditemui sehingga memudahkan pula proses pengumpulan data.
d) Accidental sampling atau convenience sampling
Dalam penelitian bisa saja terjadi diperolehnya sampel yang tidak
direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara kebetulan, yaitu unit atau subjek
tersedia bagi peneliti saat pengumpulan data dilakukan. Proses diperolehnya
sampel semacam ini disebut sebagai penarikan sampel secara kebetulan.

2.4 Skala Pengukuran Penelitian


Dalam penelitian kuantitatif, peneliti akan menggunakan instrumen untuk
mengumpulkan data, sedangkan dalam peneliti kualitatif-naturalistik peneliti akan
lebih banyak menjadi instrumen, karena dalam penelitian kualitatif peneliti
merupakan key instruments (Sugiyono, 2015).
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti.
Dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian akan
tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila variabel penelitiannya lima, maka
jumlah instrumen yang digunakan untuk penelitian juga lima. Instrumen-instrumen
penelitian sudah ada yang dibakukan, tetapi masih ada yang harus dibuat peneliti
sendiri. Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran
dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen
harus mempunyai skala. Bermacam-macam skala pengukuran akan dijelaskan berikut
ini (Sugiyono, 2015).

27
Macam-macam Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga
alat ukur tersebut jika digunakan akan menghasilkan data kuantitatif. Contohnya
timbangan emas sebagai instrument untuk mengukur berat emas, dibuat dengan skala
mg dan akan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan mg bila
digunakan untuk mengukur; meteran sebagai instrumen untuk mengukur panjang
dibuat dengan skala mm, dan akan menghasilkan data kuantitatif panjang dengan
satuan mm (Sugiyono, 2015).
Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan
instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat,
efisien dan komunikatif. Misalnya berat emas 19 gram, berat besi 100 kg. (Sugiyono,
2015).
Sedangkan skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian Administrasi,
Pendidikan dan Sosial antara lain adalah: skala Likert, skala Guttman, rating scale,
semantic diferential. Ke empat jenis tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
mendapatkan data interval atau rasio. Hal ini tergantung pada bidang yang diukur
(Sugiyono, 2015).
a. Skala Likert
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang
atau kelompok orang tentang fenomena atau gejala sosial yang terjadi. Hal ini sudah
sepesifik dijelaskan oleh peneliti. Yang selanjutnya disebut sebagai variable
penelitian. Kemudian dijabarkan melalui dimensi-dimensi menjadi sub-variabel,
kemudian menjadi indikator yang dapat dijadikan tolak ukur untuk menyusun item-
item pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan dengan variabel penelitian
(Sugiyono, 2015).
Pertanyaan atau pernyataan tadi kemudian direspon dalam bentuk skala likert,
yang diungkapkan melalui kata-kata antara lain:
a. Sangat setuju a. Selalu
b. Setuju b. Sering

28
c. Ragu-ragu c. Kadang-kadang
d. Sangat tidak setuju d. Tidak pernah

a. Sangat positif a. Sangat baik


b. Positif b. Baik
c. Negatif c. Tidak baik
d. Sangat negatif d. Sangat tidak baik
(Sugiyono, 2015).
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor,
misalnya:
a. Setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5
b. Setuju/sering/positif diberi skor 4
c. Ragu-ragu/kadang-kadang/ntral diberi skor 3
d. Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2
e. Sangat tidak setuju/tidak pernah diberi skor 1
Contoh:
Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara
memberi tanda () pada kolom yang tersedia.

SS = sangat setuju diberi skor 5


ST = setuju diberi skor 4
RG = ragu-ragu diberi skor 3
TS = tidak setuju diberi skor 2
STS = sangat tidak setuju diberi skor 1

29
Kemudian dengan teknik pengumpulan data angket, maka instrumen tersebut
misalnya diberikan kepada 100 orang karyawan yang diambil secara random. Dari
100 orang pegawai setelah dilakukan analisis misalnya:
25 Orang menjawab SS
40 Orang menjawab ST
5 Orang menjawab RG
20 Orang menjawab TS
10 Orang menjawab STS
Berdasarkan data tersebut 65 orang (40 + 25) atau 65% karyawan menjawab setuju
dan sangat setuju. Jadi kesimpulannya mayoritas karyawan setuju dengan adanya
metode kerja baru.
Data interval tersebut juga dapat dianalisis dengan menghitung rata-rata
jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden. Berdasarkan skor yang
telah ditetapkan dapat dihitung sebagai berikut:

Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 5 x 100 = 500 (seandainya semua
menjawab SS). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian = 350. Jadi berdasarkan
data itu maka tingkat persetujuan terhadap metode kerja baru itu = (350 : 500) x
100% = 70% dari yang diharapkan (100%).

30
Jadi, berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden maka rata-rata 350 terletak
pada daerah setuju (Sugiyono, 2015).
b. Skala Guttman
Menurut Sugiyono (2015), skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat
jawaban yang tegas, yaitu ya-tidak, benar-salah, pernah-tidak pernah, positif-
negatif dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio
dikotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala Likert terdapat 3, 4, 5, 6, 7 interval,
dari kata sangat setuju sampai sangat tidak setuju, maka pada skala Guttman
hanya ada dua interval yaitu setuju atau tidak setuju. Penelitian menggunakan
skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu
permasalahan yang ditanyakan. Contoh:
1. Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat pimpinan di perusahaan ini?
a. Setuju
b. Tidak setuju
2. Pernahkah pimpinan melakukan pemeriksaan di ruang kerja anda?
a. Tidak pernah
b. Pernah
Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda juga dapat dibuat
dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol.
Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0. Analisa
dilakukan seperti pada skala Likert.
Pernyataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk dalam skala
pengukuran interval dikotomi. Contoh:
1) Apakah tempat kerja anda dekat jalan protokol?
a. Ya
b. Tidak
2) Anda punya ijazah sarjana?
a. Tidak
b. Punya

31
c. Semantic Defferensial
Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan
ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban
sangat positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif
terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval,
dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang
dipunyai seseorang. Contoh:

Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif sampai
dengan negatif. Hal ini tergantung pada persepsi responden kepada yang dinilai
(Sugiyono, 2015).
Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti persepsi
responden terhadap pemimpin itu sangat positif, sedangkan bila memberi jawaban
pada angka 3, berarti netral, dan bila memberi jawaban pada angka 1 maka persepsi
responden terhadap pemimpinnya sangat negatif (Sugiyono, 2015).
d. Rating Scale
Dari ke tiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data yang
diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian di kuantitatifkan. Tetapi
dengan rating-scale data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan
dalam pengertian kualitatif (Sugiyono, 2015).
Responden menjawab senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju,
pernah atau tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala model rating
scale responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah
disediakan, tetapi menjawab dari salah satu dari jawaban kuantitatif yang telah

32
disediakan. Oleh karena itu rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk
pengukuran sikap saja tetapi untuk menukur persepsi responden terhadap fenomena
lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan,
pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain (Sugiyono, 2015).
Yang terpenting bagi penyusun instrumen rating scale adalah harus dapat
mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item
instrumen. Orang tertentu memilih jawaban angka 2, tetapi angka 2 oleh orang
tertentu belum tentu sama maknanya dengan orang lain yang juga memilih jawaban
dengan angka 2. Contoh:
Seberapa baik data ruang kerja yang ada di perusahaan A?
Berilah jawaban dengan angka:
4. bila tata ruang itu sangat baik
3. bila tata ruang itu cukup baik
2. bila tata ruang itu kurang baik
1. bila tata ruang itu sangat tidak baik
Jawablah dengan melingkari nomor jawaban yang tersedia sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.

Bila instrumen tersebut digunakan sebagai angket dan diberikan kepada 30


responden, maka sebelum dianalisis, data dapat ditabulasikan.

33
Jumlah skor kriterium (bila setiap butir mendapat skor tertinggi) = 4 x 10 x 30
= 1200. Untuk ini skor tertinggi tiap butir = 4, jumlah butir = 10 dan jumlah
responden = 30.
Jumlah skor hasil pengumpulan data = 818. Dengan demikian kualitas tata
ruang kantor lembaga A menurut persepsi 30 responden itu 818 : 1200 = 68% dari
kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai
berikut.

Nilai 818 termasuk dalam kategori interval kurang baik dan cukup baik. Tetapi
lebih mendekati cukup baik (Sugiyono, 2015).

2.5 Pengembangan Instrumen dalam Penelitian Kuantitatif


Setelah menentukan disain penelitian, langkah selanjutnya dalam penelitian
adalah membuat atau menetapkan instrumen penelitian. Dalam menentukan jenis
instrumen yang akan digunakan seorang peneliti harus mempertimbangkan beberapa
keadaan seperti jenis variable yang hendak diukur, jumlah sample penelitian, lokasi
responden, ada tidaknya staf peneliti yang terlatih, dana dan waktu yang tersedia serta
metode pengumpulan data yang dipilih.
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
variabel dalam rangka mengumpulkan data. Berhubung ada beberapa macam variabel
dan banyak metode untuk mengumpulkan data, maka jenis instrumen penelitiannya
juga banyak. Menurut jenis variabel yang akan diukur secara garis besar instrument
dapat dibedakan dua jenis yaitu :
1. Instrumen untuk mengukur variable dengan skala nominal dan ordinal (data
kualitatif)
2. Instrumen untuk mengukur skala interval dan rasio (data kuantitatif).

34
Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dengan skala interval dan
rasio biasanya merupakan alat standard dan sudah ditera. Contoh alat-alat dalam
golongan ini adalah timbangan, pengukur panjang, thermometer, tensimeter, alat-alat
laboratorium dan lain sebagainya.
Banyak diantara orang yang belum paham benar akan penelitian,
mengacaukan dua pengertian yang sering salah dilakukan yakni menyebutkan
metode pengumpulan data adalah pedoman wawancara . Jelas ini salah. Instrumen
adalah alat pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode, yang
kebetulan istilah bagi instrumennya memang sama dengan nama metodenya.
Contoh, instrumen untuk metode tes adalah tes atau soal tes, instrumen untuk metode
angket atau kuesioner adalah angket atau kuesioner, tiga instrumen untuk metode
observasi adalah check-list, instumen untuk metode dokumentasi adalah pedoman
dokumentasi atau dapat juga check-list.
Berbicara tentang jenis-jenis metode dan instrumen pengumpulan data
sebenarnya tidak ubahnya dengan berbicara masalah evaluasi. Mengevalusi tidak lain
adalah memperoleh data tentang status sesuatu dibandingkan dengan standar atau
ukuran yang telah ditentukan, karena mengevaluasi adalah juga mengadakan
pengukuran. Jadi mendasarkan pada pengertian ini, maka apabila kita menyebut jenis
metode dan alat atau instrument pengumpulan data, maka sama saja dengan
menyebut alat evaluasi, atau setidak-tidaknya hampir seluruhnya sama.

a. Keampuhan Instrumen
Di dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena
data merupakan penggambaran variable yang diteliti dan berfungsi sebagai alat
pembuktian hipotesis. Oleh karena itu benar tidaknya data, sangat menentukan
bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedangkan benar tidaknya data, tergantung dari
tidaknya instrumen pengumpul data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua
persyaratan penting yaitu valid dan reliabel. Validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu
instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen
yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sedangkan Realibilitas

35
menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.

b. Validitas Instrumen
Karakter pertama dan memiliki peranan sangat penting dalam instrument
evaluasi adalah valid. Suatu instrument dikatakan valid, seperti yang duterangkan
oleh Gay (1983) dan Johnson & Johnson (2002), apabila instrument yang digunakan
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Sukardi, 2008).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Scarvia B. Anderson (dalam
Arikunto, 1997) bahwa A test is valid if it measures what is purpose to measure.
Atau jika diartikan krang lebih, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut
mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia Valid disebut dengan
istilah Sahih.
Menurut Sukardi (2008: 31) validitas instrument suatu evaluasi, tidak lain
adalah derajat yang menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak
diukur. Validitas suatu instrument evaluasi mempunyai beberapa makna penting
diantaranya seperti berikut:
1) Validitas berhubungan dengan ketepatan interpretasi hasil tes atau instrument
evaluasi untuk group individual dan bukan instrument itu sendiri.
2) Validitas diartikan sebagai derajat yang menunjukkan kategori yang bisa
mencakup kategori rendah, menengah dan tinggi.
3) Prinsip suatu tes valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu
diperhatikan oleh para peneliti adalah bahwa Ia hanya valid untuk suatu tujuan
tertentu saja.
Macam-macam Validitas
Menurut Sukardi (2008) secara metodologis validitas suatu tes dapat
dibedakan menjadi empat macam, yaitu validitas isi, validitas konstruk, validitas
konkruen dan validitas prediksi. Macam-macam validitas tersebut akan diuraikan
sebagai berikut:

36
1) Validitas isi
Validitas isi ialah derajat dimana sebuah tes evaluasi mengukur cakupan
substansi yang ingin diukur. Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua spek
penting, yaitu valid isi dan valid teknik sampling.Valid isi mencakup khususnya, hal-
hal yang berkaitan dengan apakah item-item evaluasi menggambarkan pengukuran
dalam cakupan yang ingin diukur. Sedangkan validitas teknik sampling pada umunya
berkaitan dengan bagaimanakah baiknya suatu sampel tes mempresentasikan total
cakupan isi (Sukardi, 2008).
Sedangkan Arikunto (1997: 64) sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi
apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan. Oleh karena materi yang diberikan tertera dalam kurikulum maka
validitas isi juga disebut validitas kurikuler.
2) Validitas Konstruk
Validitas konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes mengukur
sebuah konstruk sementara atau Hyptotetical construct. Secara definitife, konstruk
merupakan suatu sifat yang tidak dapat diobservasi, tetapi kita dapat merasakan
pengaruhnya melalui salah satu atau dua indera kita (Sukardi, 2008).
Sedangkan Arikunto(1997: 64) sebuah tes dikatakan memiliki validitas
konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap
aspek berfikir seperti disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. Dengan kata lain
jika butir-butir soal mengukur aspek berfikir tersebut sudah sesuai dengan aspek
berfikir yang menjadi tujuan instruksional.
3) Validitas Konkruen
Validitas konkruen adalah derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan
dengan skor lain yang telah dibuat. Tes dengan validitas konkruen biasanya
diadministrasi dalam waktu yang sama atau dengan criteria valid yang sudah ada.
Sering kali juga terjadi bahwa tes dibuat atau dikembangkan untuk pekerjaan yang
sama seperti beberapa tes lainnya, tetapi dengan cara yang lebih mudah dan lebih
cepat. Validitas konkruen ditentukan dengan membangun analisis hubungan dan
perbedaan (Sukardi, 2008).

37
4) Validitas Prediksi
Validitas prediksi adalah derajat yang menunjukkan suatu tes dapat
memprediksi tentang bagaimana baik seseorang akan melakukan suatu prospek atau
tugas atau pekerjaan yang direncanakan. Validitas prediksi suatu tes pada umumnya
ditentukan dengan membangun hubungan antara skor tes dan beberapa ukuran
keberhasilan dalam situasi tertentu yang digunakan untuk memprediksi keberhasilan,
yang selanjutnya disebut sebagai predictor. Sedangkan tingkah laku yang diprediksi
disebut criterion (Sukardi, 2008).
Sedangkan menurut Arikunto(1997: 66) memprediksi artinya meramal, dan
meramal selalun mengenai hal yang akan datang jika sekarang belum terjadi. Sebuah
tes memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan
untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Validitas
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil tes evaluasi tidak valid.
Beberapa faktor tersebut secara garis besar dapat dibedakan menurut sumbernya,
yaitu faktor internal dari tes, faktor eksternal tes, dan faktor yang berasal dari siswa
yang bersangkutan.
1) Faktor yang berasal dari dalam tes
Arahan tes yang disusun dengan makna tidak jelas sehingga dapat mengurangi
validitas tes
Kata-kata yang digunakan dalam struktur instrument evaluasi, tidak terlalu sulit
Item tes dikonstruksi dengan jelas.
Tingkat kesulitan item tes tidak tepat dengan materi pembelajaran yang
diterima siswa.
Waktu yang dialokasikan tidak tepat, hal ini termasuk kemungkinan terlalu
kurang atau terlalu longgar.
Jumlah item terlalu sedikit sehingga tidak mewakili sampel
Jawaban masing-masing item evaluasi bisa diprediksi siswa
2) Faktor yang berasal dari administrasi dan skor tes.

38
Waktu pengerjaan tidak cukup sehingga siswa dalam memberikan jawaban
dalam situasi tergesa-gesa.
Adanya kecrangan dalam tes sehingga tidak membedakan antara siswa yang
belajar dengan melakukan kecurangan.
Pemberian petunjuk dari dari pengawas yang tidak dapat dilakukan pada semua
siswa.
Teknik pemberian skor yang tidak konsisten.
Siswa tidak dapat memngikuti arahan yang diberikan dalam tes baku.
Adanya joki (orang lain bukan siswa) yang masuk dalam menjawab item tes
yang diberikan.
3) Faktor yang berasal dari jawaban siswa
Seringkali terjadi bahwa interpretasi terhadap item-item tes evaluasi tidak valid,
karena dipengaruhi oleh jawaban siswa dari pada interpretasi item-item pada tes
evaluasi (Sukardi, 2008).
Cara Mengetahui Validitas Alat Ukur
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium,
dalam arti memilki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Teknik
yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah dengan teknik korelasi product
moment yang dikemukakan oleh pearson (Arikunto, 1997).

c. Reliabelitas Instrumen
Menurut Sukardi (2008: 43) relaibelitas adalah karakter lain dari evaluasi.
Reliabelitas juga dapat diartikan sama dengan konsistensi atau keajegan. Suatu
instrument evaluasi dikatakan mempunyai nilai reliabelitas tinggi, apabila tes yang
dibuat mempunyai hasil konsisten dalam mengukur yang hendak diukur.
Sehubungan dengan reliabelitas ini Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan
(dalam Arikunto, 1997) menyatakan bahwa persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan
reliabelitas ini penting. Dalam hal ini validitas lebih penting, dan reliabelitas ini
perlu, karena menyokong terbentuknya validitas. Sebuah tes mungkin reliable tapi
tidak valid. Sebaliknya tes yang valid biasanya reliable.

39
Tipe-tipe Reliabelitas
Menurut Sukardi (2008) Ada beberapa tipe reliabelitas yang digunakan dalam
kegiatan evaluasi dan masing-masing reliebelitas mempunyai konsistensi yang
berbeda-beda. Beberap tipe reliebelitas di antaranya: tes-retes, ekivalen, dan belah
dua yang ditentukan melalui korelasi.
Berbagai tipe tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1) Relibalelitas Dengan Tes-Retes
Reliabelitas tes-retes tidak lain adalah derajat yang menunjukkan konsistensi
hasil sebuah tes dari waktu ke waktu. Tes-Retes menunjukkan variasi skor yang
diperoleh dari penyelenggaraan satu tes evaluasi yang dilaksanakan dua kali atau
lebih, sebagai akibat kesalahan pengukuran. Dengan kata lain, kita tertarik dalam
mencari kejelasan bahwa skor siswa mencapai suatu tes pada waktu tertentu adalah
sama hasilnya, ketika siswa itu dites lagi dengan tes yang sama. Dengan melakukan
tes-retes tersebut. Seorang guru akan mengetahui seberapa jauh konsistensi suatu tes
mengukur apa yang ingin diukur (Sukardi, 2008).
Sedangkan Arikunto (1997: 88) Metode tes ulang (tes-retes) dilakukan untuk
menghindari dua penyusunan dua seri tes. Dalam menggunakan teknik atau metode
ini pengetes hanya memiliki satu seri tes tapi dicobakan dua kali. Oleh karena tesnya
satu dan dicobakan dua kali, maka metode ini dapat disebut juga dengan single-test-
double-trial-method.
Reliebelitas tes retes dapat dilakukan dengan cara seperti berikut:
Selenggarakan tes pada suatu kelompok yang tepat sesuai dengan rencana.
Setelah selang waktu tertentu, misalnya satu minggu atau dua minggu, lakukan
kembali tes yang sama dengan kelompok yang sama tersebut.
Korelasikan kedua hasil tes tersebut.
Jika hasil koefisien menunjukkan tinggi, berarti reliabilias tes adalah bagus.
Sebaliknya, jika korelasi rendah, berarti tes tersebut mempunyai konsistensi
rendah (Sukardi, 2008).

40
2) Reliabelitas Dengan Bentuk Ekivalensi
Sesuai dengan namanya yaitu ekivalen, maka tes evaluasi yang hendak diukur
reliabelitasnya dibuat identik dengan tes acuan. Setiap tampilannya, kecuali substansi
item yang ada, dapat berbeda. Kedua tes tersebut sebaliknya mempunyai karate yang
sama. Karakteristik yang dimaksud misalnya mengukur variabel yang sama,
mempunyai jumlah item sama, struktur sama, mempunyai tingkat kesulitan dan
mempunyai petunjuk, cara penskoran, dan interpretasi yang sama (Sukardi 2008).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Arikunto (1997: 87) tes paralel atau
equivalent adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran
dan susunan, tetapi butir-butirnya berbeda. Dalam istilah bahasa Inggris disebut
Alternate-forms method (parallel forms).
Tes reliabelitas secara ekivalen dapat dilaksanakan dengan mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
Tentukan sasaran yang hendak dites
Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran tersebut.
Administrasinya hasilnya secara baik.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan pengetesan yang kedua kalinya
pada kelompok tersebut
Korelasikan kedua hasil skor tersebut (Sukardi, 2008).
Perlu diketahui juga bahwa tes ekivalensi mempunyai kelemahan yaitu bahwa
membuat dua buah tes yang secara esensial ekivalen adalah sulit. Akibatnya akan
selalu terjadi kesalahan pengukuran (Sukardi, 2008). Pernyataan lain juga
disampaikan oleh Arikunto (1997: 88) kelemahan dari metode ini adalah pengetes
pekerjaannya berat karena harus menyusun dua seri tes. Lagi pula harus tersedia
waktu yang lama untuk mencobakan dua kali tes.
3) Reliebilitas Dengan Bentuk Belah Dua
Menurut Sukardi (2008: 47) Reliabilitas belah dua ini termasuk reliabilitas
yang mengukur konsistensi internal. Yang dimaksud konsistensi internal adalah salah
satu tipe reliabilitas yang didasarkan pada keajegan dalam setiap item tes evaluasi.
Relibilitas belah dua ini pelaksanaanya hanya satu kali.

41
Cara melakukan reliabilitas belah dua pada dasarnya dapat dilakukan dengan
urutan sebagai berikut:
Lakukan pengetesan item-item yang telah dibuat kepada subjek sasaran.
Bagi tes yang ada menjadi dua atas dasar dua item, yang paling umum dengan
membagi item dengan nomor ganjil dengan item dengan nomor genap pada
kelompok tersebut.
Hitung skor subjek pada kedua belah kelompok penerima item genap dan item
ganjil.
Korelasikan kedua skor tersebut, menggunakan formula korelasi yang relevan
dengan teknik pengukuran (Sukardi, 2008).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reliabilitas Instrumen
Menurut Sukardi (2008) koefisien reliabilitas dapat dipengaruhi oleh waktu
penyelenggaraan tes-retes. Interval penyelenggaraan yang terlalu dekat atau terlalu
jauh, akan mempengaruhi koefisien reliabilitas. Faktor-faktor lain yang juga
mempengaruhi reliabilitas instrument evaluasi di antaranya sebagai berikut:
1) Panjang tes, semakin panjang suatu tes evaluasi, semakin banyak jumlah item
materi pembelajaran diukur.
2) Penyebaran skor, koefisien reliabelitas secara langsung dipengaruhi oleh bentuk
sebaran skor dalam kelompok siswa yang di ukur. Semakin tinggi sebaran,
semakin tinggi estimasi koefisien reliable.
3) Kesulitan tes, tes normative yang terlalu mudah atau terlalu sulit untuk siswa,
cenderung menghasilkan skor reliabilitas rendah.
4) Objektifitas, yang dimaksud dengan objektif yaitu derajat dimana siswa dengan
kompetensi sama, mencapai hasil yang sama.

d. Langkah Penyusunan Instrumen


Untuk memahami konsep penyusunan dan pengembangan instrumen, maka di
bawah ini akan disajikan proses atau langkah-langkah yang ditempuh dalam
penyusunan instrumen dilengkapi dengan bagan proses penyusunan item-item

42
instrumen suatu penelitian. Menurut Muljono (2002) langkah-langkah penyusunan
dan pengembangan instrumen adalah sebagai berikut :
a) Berdasarkan sintesis dari teori-teori yang dikaji tentang suatu konsep dari
variabel yang hendak diukur, kemudian dirumuskan konstruk dari variabel
tersebut. Konstruk pada dasarnya adalah bangun pengertian dari suatu konsep
yang dirumuskan oleh peneliti.
b) Berdasarkan konstruk tersebut dikembangkan dimensi dan indikator variabel
yang sesungguhnya telah tertuang secara eksplisit pada rumusan konstruk
variabel pada langkah pertama.
c) Membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel spesifikasi yang
memuat dimensi, indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk setiap
dimensi dan indikator.
d) Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan
kontinum dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan, misalnya dari
rendah ke tinggi, dari negatif ke positif, dari otoriter ke demokratik, dari
dependen ke independen, dan sebagainya.
e) Menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk pernyataan atau
pertanyaan.Biasanya butir instrumen yang dibuat terdiri atas dua kelompok
yaitu kelompok butir positif dan kelompok butir negatif. Butir positif adalah
pernyataan mengenai ciri atau keadaan, sikap atau persepsi yang positif atau
mendekat ke kutub positif, sedang butir negatif adalah pernyataan mengenai
ciri atau keadaan, persepsi atau sikap negatif atau mendekat ke kutub negatif.
f) Butir-butir yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang harus melalui
proses validasi, baik validasi teoretik maupun validasi empirik.
g) Tahap validasi pertama yang ditempuh adalah validasi teoretik, yaitu
melalui pemeriksaan pakar atau melalui panel yang pada dasarnya menelaah
seberapa jauh dimensi merupakan jabaran yang tepat dari konstruk, seberapa
jauh indikator merupakan jabaran yang tepat dari dimensi, dan seberapa jauh
butir-butir instrumen yang dibuat secara tepat dapat mengukur indikator.

43
h) Revisi atau perbaikan berdasarkan saran dari pakar atau berdasarkan hasil
panel.
i) Setelah konsep instrumen dianggap valid secara teoretik atau secara
konseptual, dilakukanlah penggandaan instrumen secara terbatas untuk
keperluan ujicoba.
j) Ujicoba instrumen di lapangan merupakan bagian dari proses validasi
empirik. Melalui ujicoba tersebut, instrumen diberikan kepada sejumlah
responden sebagai sampel uji-coba yang mempunyai karakteristik sama atau
ekivalen dengan karakteristik populasi penelitian. Jawaban atau respon dari
sampel ujicoba merupakan data empiris yang akan dianalisis untuk menguji
validitas empiris atau validitas kriteria dari instrumen yang dikembangkan.
k) Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan kriteria baik kriteria
internal maupun kriteria eksternal. Kriteria internal, adalah instrumen itu
sendiri sebagai suatu kesatuan yang dijadikan kriteria sedangkan kriteria
eksternal, adalah instrumen atau hasil ukur tertentu di luar instrumen yang
dijadikan sebagai kriteria.
l) Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh kesimpulan mengenai valid atau
tidaknya sebuah butir atau sebuah perangkat instrumen. Jika kita
menggunakan kriteria internal, yaitu skor total instrumen sebagai kriteria
maka keputusan pengujian adalah mengenai valid atau tidaknya butir
instrumen dan proses pengujiannya biasa disebut analisis butir. Dalam kasus
lainnya, yakni jika kita menggunakan kriteria eksternal, yaitu instrumen atau
ukuran lain di luar instrumen yang dibuat yang dijadikan kriteria maka
keputusan pengujiannya adalah mengenai valid atau tidaknya perangkat
instrumen sebagai suatu kesatuan.
m) Untuk kriteria internal atau validitas internal, berdasarkan hasil analisis butir
maka butir-butir yang tidak valid dikeluarkan atau diperbaiki untuk diujicoba
ulang, sedang butir-butir yang valid dirakit kembali menjadi sebuah perangkat
instrumen untuk melihat kembali validitas kontennya berdasarkan kisi-
kisi. Jika secara konten butir-butir yang valid tersebut dianggap valid atau

44
memenuhi syarat, maka perangkat instrumen yang terakhir ini menjadi
instrumen final yang akan digunakan untuk mengukur variabel penelitian kita.

e. Jenis Istrumen dan Contoh


1. Instrumen Tes
a). Pengertian
Menurut (Arikunto: 2006) tes adalah seretetan pertanyaan atau latihan serta
alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Keunggulan
metode ini adalah a) lebih akurat karena test berulang ulang direvisi, b) instrument
penelitian yang objektif.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah a) hanya mengukur satu aspek data,
b) memerlukan jangka waktu yang panjang karena harus dilakukan secara berulang-
ulang, c) hanya mengukur keadaan siswa pada saat test itu dilakukan.
b). Jenis-Jenis Tes
1) Tes Intelegensi
Tes kemampuan intelektual, mengukur taraf kemampuan berfikir, terutama
berkaitan dengan potensi untuk mencapi taraf prestasi tertentu dalam belajar di
sekolah (Mental ability Test; Intelegence Test; Academic Ability Test; Scholastic
Aptitude Test). Jenis data yang dapat diambil dari tes ini adalah kemampuan
intelektual atau kemampuan akademik.
2) Tes Bakat
Tes kemampuan bakat, mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil
dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang
pekerjaan tertentu, lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (Test of
Specific Ability; Aptitude Test ). Kemampuan khusus yang diteliti itu mencakup
unsur-unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan kepribadian yang bersama-sama
memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang tertentu dan mengambil
manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu.

45
3) Tes Minat
Tes minat, mengukur kegiatan-kegiatan macam apa paling disukai seseorang.
Tes macam ini bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan
yang kiranya paling sesuai baginya (Test of Vocational Interest).
4). Tes Kepribadian
Tes kepribadian, mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat
kognitif, seperti sifat karakter, sifat temperamen, corak kehidupan emosional,
kesehatan mental, relasi-relasi social dengan orang lain, serta bidang-bidang
kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri. Tes Proyektif,
meneliti sifat-sifat kepribadian seseorangmelalui reaksi- reaksinya terhadap suatu
kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian, meneliti berbagai ciri
kepribadian seseorang dengan menganalisa jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah
pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi atau bereaksi
emosional, yang khas untuk orang itu. Kelemahan tes proyektif hanya diadministrasi
oleh seorang psikolog yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli
dalam menafsirkannya.
5. Tes Perkembangan Vokasional
Tes vokasional, mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal
kesadaran kelak akan memangku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation); dalam
memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan cirri-ciri kepribadiannya
serta tuntutan-tuntutan social-ekonomis; dan dalam menyusun serta
mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Kelebihan tes
semacam ini meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri bagi
partisipasinya dalam dunia pekerjaan (career maturity).
6) Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes yang mengukur apa yang telah dipelajari pada berbagai bidang studi,
jenis data yang dapat diambil menggunakan tes hasil belajar (Achievement Test) ini
adalah taraf prestasi dalam belajar.
Dalam penulisan soal penulis butir soal harus memperhatikan ketentuan atau
kaidah penulisan soal. Kaidah tersebut adalah sebagai berikut.

46
a) Pilihan Ganda
Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah a) soal harus sesuai dengan
indikator, b)setiap soal hanya ada satu jawaban, c) pengecoh harus berfungsi,
d) rumusan soal tegas dan jelas, e) pokok soal jangan memberi petunjuk kepada
jawaban, f) pokok soal jangan mengandung pernyataan negative ganda, g)
pilihan jawaban harus homogen dan logis, h) jawaban diurutkan dengan kaidah
dari kecil ke besar; dari a ke z., i) rumusan jawaban seharusnya relative sama
panjang, j) gunakan bahasa yang sesuai dengan EYD.
Perhatikan contoh soal berikut ini.
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan
bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan
gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan
fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi
aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi
kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan
sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap
permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e)
peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus
diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni :
kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.
Masalah utama yang dibahas dalam wacana di atas yang tepat adalah
A. Kanaikan air laut akibat pemanasan global.
B. Gangguan terhadap permukiman penduduk.
C. Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi
lingkungan bio-geofisik
D. Punahnya flora dan fauna tertentu.
E. Gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan
b) Esai/ bentuk isian
Kaidah penulisan soal esai yang baik adalah a) soal harus sesuai dengan
indicator, b) materi yang diukur sesuai dengan tubtutan jawaban, c) pernyataan

47
disusun denganbentuk pertanyaan langsung agar siswa lebih mudah
merumuskan jawaban, d) hindari pernyataan yang menggunakan kata-kata yang
langsung mengutip dari buku, e)jika jawaban yang dikehendaki adalah mentut
satuan urutan, maka ungkapkanlah secara rinci dengan pernyataan, f)bahasa
harus komunikatif sesuai dengan jenjang pendidikan siswa, g) gunakan bahasa
yang sesuai dengan EYD.
Perhatikan contoh soal berikut ini.
Perhatikan paragraf berikut!
Tanaman Kecipir sebenarnya sudah dikenal walaupun belum tersebar di
seluruh Indonesia. Ini disebabkan kecipir mempunyai nama khusus di masing-
masing daerah, misalnya di Jawa Barat diberi nama jaat, di Jawa Timur dan
Jawa Tengah disebut kecipir atau cipir, di Bali Diberi nama Kaongkang, di
Sumantra Barat namanya Kacang Belimbing, dan di Minahasa disebut dengan
biraw.
a. Tentukan ide pokok paragraf!
b. Tentukan ide penjelas paragraf!

2. Instrumen Nontes
a. Wawancara
Ada beberapa faktor penentu wujud metode dan teknik yang dapat digunakan
pada tahapan penyediaan data dalam wawancara, yaitu
1. pandangan peneliti terhadap dirinya dalam berhadapan dengan objek ilmiahnya
(bahasa);
2. jenis objek ilmiah (bahasa) yang diteliti;
3. watak objek dan tujuan penelitian (Sudaryanto dalam Mahsun, 2005: 85).
Faktor yang pertama lebih bersifat subjektif karena menyangkut penggunaan
bahasa ibu sebagai bahasa yang diteliti oleh peneliti itu sendiri. Ada dua macam
pandangan yang muncul berhubungan dengan faktor yang pertama (Sudaryanto
dalam Mahsun, 2005: 85), yaitu (1) peneliti dapat memandang dirinya hanya sebagai
pengamat, dalam arti tidak perlu terlibat dalam peristiwa penggunaan bahasa yang
diteliti; (2) peneliti dapat memandang dirinya di samping sebagai pengamat juga

48
terlibat dalam penggunaan bahasa yang diteliti karena dia sendiri memang menguasai
dan dapat menggunakan dalam bahasa yang diteliti.
Faktor kedua lebih bersifat objektif karena menyangkut penguasaan bahasa
secara aktif oleh peneliti. Kadar penguasaan tersebut bukan menurut anggapan si
peneliti, melainkan menurut kenyataan yang sesungguhnya, artinya bisa diteliti.
Setidaknya ada tiga jenis bahasa yang diteliti, yaitu (1) bahasa yang diteliti cukup
dekat, artinya bahasa tersebut sudah dikuasai aktif oleh peneliti. Hal ini bisa berkaitan
dengan bahasa ibu atau bahasa kedua yang telah dikuasai oleh si peneliti. (2) bahasa
yang diteliti cukup jauh, artinya bahasa tersebut belum dikuasai oleh peneliti, tetapi
tidak menutup kemungkinan untuk dikuasai. Hal ini bisa berkaitan dengan bahasa
asing yang belum dikuasai oleh peneliti. (3) bahasa yang diteliti sangat jauh, artinya
bahasa tersebut tidak mungkin dikuasai oleh peneliti. Hal ini berkaitan dengan
penelitian bahasa kuno yang dapat diambil dari naskah-naskah kuno.
Faktor ketiga berkaitan dengan ihwal perilaku struktural satuan lingual yang
menjadi objek penelitian tersebut, misalnya untuk objek penelitian adverbia yang
memiliki perilaku kurang wajar (letaknya bisa berpindah-pindah dalam deretan
struktur).
b. Metode dan Teknik Penyediaan Data
1) Metode Simak
Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap karena metode
ini pada hakikatnya diwujudkan dengan penyadapan. Ada beberapa teknik lanjutan
untuk metode ini, yaitu teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap.
Dalam teknik simak libat cakap, peneliti terlibat langsung dalam dialog. Dengan
demikian, dalam teknik ini, peneliti ikut berperan dalam pembentukan dan
pemunculan calon data. Sedangkan, dalam teknik simak bebas libat cakap, peneliti
hanya berlaku sebagai pengamat penggunaan bahasa dari informannya. Jadi, peneliti
sama sekali tidak berperan untuk memunculkan data. Data diharapkan muncul dengan
sendirinya.

49
2) Metode Cakap
Metode ini mengharuskan penelitinya melakukan kontak bahasa dengan
informannya. Metode cakap memunyai teknik dasar teknik pancing karena
percakapan tersebut diharapkan sebagai pancingan-pancingan yang memunculkan
gejala kebahasakan yang diharapkan oleh peneliti. Selanjutnya, teknik tersebut
dijabarkan dalam dua teknik lanjutan, yaitu teknik cakap semuka dan teknik cakap
tansemuka. Pada pelaksanaan teknik cakap semuka, peneliti terlibat langsung
bercakap-cakap dengan informan dengan bersumber pada pancingan atau spontanitas.
Sedangkan, teknik cakap tansemuka.
Selanjutnya, pelaksanaan teknik cakap tansemuka maksudnya adalah peneliti
tidak langsung melakukan percakapan dengan informan di lokasi penelitian, tetapi
melalui surat-menyurat atau peneliti mengirimkan instrumen penelitian berupa daftar
pertanyaan yang kemudian informan diminta untuk mengisi dan mengirimkannya
kembali kepada peneliti. Atau juga bisa saja melalui telepon.
3) Dokumentasi
Data dalam sebuah penelitian dapat pula berasal dari dokumentasi.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-barang tertulis, seperti
buku, majalah, notula, gambar, peraturan, dsb. Pemerolehan data dengan dokumentasi
sering dilakukan jika peneliti meneliti teks, baik fiksi maupun nonfiksi.
Contohnya, saat peneliti meneliti teks sastra, pemerolehan data tersebut dapat
diambil dengan cara dokumentasi. Tapi, dengan catatan, dokumen yang dipilih harus
memiliki kredibilitas yang tinggi. Kalau itu berupa teks sastra, hal itu berarti teks
tersebut harus memiliki unsur-unsur yang menarik untuk diteliti.
4) Observasi
Pengumpulan data dengan metode observasi , dokumentasi, wawancara, dan
kuesioner memerlukan instrumen yang berbeda-beda. Alat ini biasanya adalah alat
untuk mengukur data kualitatif dan data kualitatif yang dikuantitatifkan. Alat ukur
mutlak digunakan dalam penelitian, oleh karena itu dalam memilih alat ukur harus
serius dan hati-hati karena akan mempengaruhi keberhasilan dalam penelitian.

50
Notoatmodjo mendefinikan observasi sebagai jiwa secara aktif dan penuh
perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Rangsangan itu menyentuh indra dan
menimbulkan keinginan untuk melakukan pengamatan.
Dalam sebuah penelitian, yang dimaksud dengan pengamatan tidak hanya
sekedar melihat, melainkan perlu keaktifan untuk meresapi, mencermati, mamaknai,
dan akhirnya mencatat. Tindakan yang terakhir itulah yang perlu dan penting
dilaksanakan. Karena daya ingat manusia terbatas untuk menyimapan semua
informasi tentang apa yang diobservsasi dan hasil pengamatan. Catatan yang berisi
hal-hal yang harus diobservasi dinamakan panduan observasi. Sedangkan
catatan yang merekam hasil observasi dapat berupa gambar dan catatan panjang
sebagai potret saat observasi dilakuakan atau berupa sebuah check list yang berupa
suatu daftar yang berisi subjek dan gejala-gejala yang harus diamati berikut
penilaiannya dinamakan alat bantu observasi. Saat ini alat bantu tersebut dapat berupa
tape recorder, kamera, dan alat perekam elektronik lainnya.
Jadi, dalam metode observasi alat yang digunakan bisa berupa pedoman
observasi, catatan, check list, maupun alat perekam lainnya (kamera, tape recorder,
cideo recorder, dan sebagainya.).
Dilihat dari pelaksanaannya observasi dibedakan menjadi dua jenis
1. Observasi Nonsistemis
Pada observasi ini, pengamat tidak mempergunakan panduan observasi dan
alat perekam lainya. Seluruh hasil dari observasi dicatat setelah semua
observasi selesai dilaksanakan.
2. Observasi Sistemis
Dalam observasi ini pengamat mempergunakan pedoman observasi dan atau
alat perekam lainnya. Sudah tentu hasil yang diperoleh jauh lebih baik dari cara yang
pertama. Pada observasi sistemis ada kalanya dipakai suatu format rating scale
sebagai alat bantu observasi. Format ini mengandung topik yang diamati berikut
skalanya. Skala ini harus diisi nilainya menurut persepsi pengamat. Agar pengamatan
dapat dikuantitatifkan maka orang menggunakan skala Likert sehingga data
kuantitatif yang ada diubah menjadi data interval.

51
Contoh seorang peneliti ingin mengetahui ketrampilan dalam suatu
pelatihandengan menggunakan metode observasi. Salah satu aspek ketrampilan yang
diteliti adalah melakukan presentasi rating scale yang digunakan mempunyai 5
tingkat dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang terbaik. Nilai 1 dinyatakan
sebagai Tidak memuaskan, nilai 2 dinyatakan sebagai Kurang Memuaskan, niali
3 dinyatakan sebagai cukup Memuaskan, nilai 4 dinyatakan sebagai memuaskan,
dan nilai 5 dinyatakan sebagai Sangat Memuaskan. Pada check list ini peneliti
tinggal membubuhkan tanda check pada kolom penilaian yang dianggap cocok
Skala yang digunakandi sini adalah skala Linkert yang model
pengukurannya dianggap sama dengan skala interval.
Keterampilan Pengamatan
1 2 3 4 5
Menyamaikan Pengantar
Menyampaiakan Tujuan Penelitian
Manyampaikan Pertanyaan kepada
kelompok
Manyampaikan Pertanyaan kepada
individu
Mempergunakan Nama Peserta
Observasi sistematis dapat pula diterapkan pada studi perilaku seseorang
dalam pembelajaran, misalnya kita ingin tahu perilaku disiplin siswa, tangungjawab
siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Contoh lembar obeservasi studi perilaku seseorang dalam pembelajaran,
misalnya kita ingin tahu perilaku disiplin siswa, tangungjawab siswa dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia sebagai berikut.
Lembar Observasi
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Hari, tanggal :
Materi ; .. Observer :.
No Nama Disiplin Tanggung Jumlah Rata-rata
Siswa Jawab
1 2 3 4 5 6 7 8

52
Keterangan:
1. Tidak terlambat
2. Mengumpulkan tugas tepat waktu
3. Selalu memperhatikan dalam proses pembelajaran
4. Selalu mengerjakan tugas sesuai aturan yang disepakati
5. Berpakaian rapi.
6. Mandiri tidak berusaha minta bantuan kepada siswa lain
7. Mengumpulkan pekerjaan tepat waktu
8. Berani mempresentasikan hasil pekerjaan
Rentang nilai
Sangat baik :5
Baik :4
Cukup :3
Kurang :2
Sangat kurang : 1
Ada hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan observasi, yaitu sikap
peneliti yang tidak memata-matai dan tidak menimbulkan kecurigaan responden.
Sikap yang wajar akan sangat membantu pengamat dalam mendapatkan hasil yang
alami. Karena bila responden tahu sedang kita amati, makaakan timbul prilaku-
rilaku yang tidak wajar atau tidak alami, yang bukan sebagai suatu kebiasaannya.
Untuk itu diperlukan pendahuluan agar bisa tercipta suasana rapport ( suasana yang
merupakan hubungan erat dan bersahabat) anatara pengamat dan responden. Rapport
dapat tercipta dengan cara sebagai berikut ;
a. Ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan responden,
b. Menjadikan diri sendiri sebagai orang dalam, kawanan dari responden,
c. Sopan dan ramah menerangkan maksud kedatangannya dan menyatakan betapa
pentingnya informasi yang bakal diperoleh.
d. Perlu ada tokoh pengantar yang dikenal baik oleh responden sebagai penghubung.
Sesuai dengan etika penelitian, diharuskan terlehbih dahulu minta persetujuan
responden bahwa akan dilaksanakan penelitian terhadapnya. Karena hal ini sering

53
terjadi ppeneliti menggunakan kamera atau perekam secara tersembunyi, dan
kemudian hasilnya dipublikasikan, perbuatan ini sebetulnya tidak etis.
5) Angket
Angket sering disebut sebagai kuesioner. Angket merupakan teknik atau cara
pengumpulan data secara tidak langsung. Instrumen atau alat pendgumpulan datanya
juga disebut sebagai angket. Jenis angket sama dengan wawancara. Bentuknya bias
berupa pertanyaan terbuka, pertanyaan berstruktur dan pertanyaan tertutup.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan instrument angket atau
kuesioner adalah : a) buatlah pengantar atau petunjuk pengisian sebelum butir
pertanyaan, b) butir pertanyaan dirumuskan secara jelas, c) untuk setiap pertanyaan
terbuka dan bestruktur disediakan kolom untuk menuliskan jawaban.

54
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan


penelitian yang didasarkan oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan
filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi. Ada berbagai
macam metode penelitian menurut Sukmadinata yaitu penelitian deskriptif, survai,
ekspos fakto, komparatif, korelasional, tindakan, dan eksperimental.
Desain penelitian pada hakikatnya merupakan suatu strategi untuk
mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman
atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian. Secara garis besar ada dua
macam tipe desain, yaitu desain non-ekperimental dan desain eskperimental.
Populasi adalah objek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data. Sampel adalah sebagian dar individu yang diselidiki dari
keseluruhan individu penelitian. Sampel yang baik yaitu sampel yang memiliki
populasi atau yang representetif artinya menggambarkan keadaan populasi atau
mencerminkan populasi secara maksimal tetapi mewakili sampel bukan
merupakan duplikat dari populasi.
Cara pengambilan sampel penelitian yang dapat dilakukan yaitu peneliti
mencampurkan subjek-subjek didalam populasi sehingga semua objek dianggap
sama, sampel strata dilakukan jika ada perbedaan ciri antara strata yang ada, dan
masih ada cara-cara yang lain.
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur,
sehingga alat ukur tersebut jika digunakan akan menghasilkan data kuantitatif.
Skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian Administrasi,
Pendidikan dan Sosial antara lain adalah: skala Likert, skala Guttman, rating
scale, semantic diferential. Keempat jenis tersebut bila digunakan dalam
pengukuran akan mendapatkan data interval atau rasio.
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
variabel dalam rangka mengumpulkan data. Menurut jenis variabel yang akan
diukur secara garis besar instrument dapat dibedakan dua jenis yaitu Instrumen
untuk mengukur variable dengan skala nominal dan ordinal (data kualitatif) dan
Instrumen untuk mengukur skala interval dan rasio (data kuantitatif).

55
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara


Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta :
Rineke Cipta
Djaali, Pudji Muljono dan Ramly. 2000. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
Djarwanto. 1994. Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penulisan
Skripsi. Yogyakarta: Liberty.
Machfoedz, I. 2007. Statistika Deskriptif : Bidang Kesehatan, Keperawatan dan
Kebidanan (Bio Statistik). Yogyakarta : Fitramaya.
Muljono, Pudji. 2002. Penyusunan dan Pengembangan Instrumen Penelitian
Makalah disampaikan pada Lokakarya Peningkatan Suasana
Akademik Jurusan Ekonomi FIS-UNJ tanggal 5 sampai dengan 9 Agustus
2002.
Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sandjaja dan Albert Heriayanto. 2006. Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya
Safari. 2004. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas
Sevilla. Consuelo.G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. alih bahasa Alimuddin
Tuwu. Jakarta: UI Pres.
Soekidjo, Notoatmojo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta.
Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
IKAPI.
Suharsimi, A. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.

56
Suharsimi, A. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan : Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sumadi, Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

57

Anda mungkin juga menyukai