Anda di halaman 1dari 88

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MIKROKAPSUL


NATRIUM DIKLOFENAK MENGGUNAKAN HPMCP HP-55
DAN EUDRAGIT L 100-55 SEBAGAI SEDIAAN LEPAS
TUNDA

SKRIPSI

PURWINDA HERIN MARLIASIH


0706264936

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2011

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MIKROKAPSUL


NATRIUM DIKLOFENAK MENGGUNAKAN HPMCP HP-55
DAN EUDRAGIT L 100-55 SEBAGAI SEDIAAN LEPAS
TUNDA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi

PURWINDA HERIN MARLIASIH


0706264936

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2011
ii

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


iii

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


iv

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Sutriyo, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
skripsi ini;
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan
penelitian ini;
3. Dr. Iskandarsyah M.S., Apt. selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan bimbingan dan nasehat selama saya menempuh
pendidikan di Departemen Farmasi, FMIPA UI;
4. Amanah Amini, S. Farm., Apt. dan PT Jebsen & Jessen Chemicals
Indonesia, PT. Kalbe Farma, serta PT Lawsim Zecha yang telah
memberikan bantuan bahan baku untuk penelitian.
5. Seluruh staf pengajar, karyawan dan laboran Departemen Farmasi FMIPA
UI, terutama Mbak Deva, Pak Imi, Pak maruf dan Pak Suroto yang telah
banyak membantu saya selama pendidikan dan penelitian.
6. Segenap cinta dan kasih sayang untuk Bapak dan Ibu, Singgih serta
keluarga besar yang telah meluangkan waktu, perhatian, berusaha keras
memperjuangkan pendidikan saya, memberikan bantuan dukungan materi
dan moral hingga sampai ke perguruan tinggi. Semoga Allah memberikan
yang terbaik untuk kita.

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


7. Sahabat-sahabat Ruang 111, Laboratorium Fisika Medis, Yakub, Melati,
Evan, Diani, Kak Reta, dan Mbak Gati atas dukungan dan persahabatan
yang diberikan selama saya menempuh pendidikan maupun penelitian.
8. Khai, Tyas, Hana, Isna dan Mega yang telah menjadi teman-teman satu
bimbingan, di Laboratorium Teknologi Farmasetika serta teman-teman
Farmasi angkatan 2007 yang banyak memberikan bantuan kepada saya
selama pendidikan maupun penelitian.
9. Teman-teman kosan Kania No.7, Pondok Cina atas dukungan dan
persahabatan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan bantuan hingga terselesaikannya skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Penulis

2011

vi

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


vii

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


ABSTRAK

Nama : Purwinda Herin Marliasih


Program Studi : Farmasi
Judul : Pembuatan dan Karakterisasi Mikrokapsul Natrium
Diklofenak Menggunakan HPMCP HP-55 dan Eudragit L
100-55 Sebagai Sediaan Lepas Tunda

HPMCP HP-55 dan Eudragit L 100-55 adalah polimer sensitif pH yang dapat
menahan pelepasan obat pada pH asam dan melepaskan obat pada pH diatas 5,5
serta digunakan sebagai bahan penyalut dalam sediaan lepas tunda. Natrium
diklofenak merupakan golongan antiinflamasi AINS yang memiliki efek samping
mengiritasi mukosa lambung dipilih sebagai model obat. Mikrokapsul HPMCP
HP-55 dibuat dengan metode penguapan pelarut sedangkan mikrokapsul Eudragit
L 100-55 dengan metode semprot kering. SEM, PSA, sieve analizer, dan uji
pelepasan obat secara in vitro digunakan untuk mengkarakterisasi mikrokapsul.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikrokapsul HPMCP HP-55 terdistribusi
pada rentang 181-1180 m dan mikrokapsul Eudragit L 100-55 pada rentang 0,4-
20 m. Uji pelepasan natrium diklofenak dari mikrokapsul HPMCP HP-55
dengan rasio 1:2 dan 1:3 menunjukkan pelepasan sebesar 7,31 dan 5,75% dalam
medium HCl pH 1,2 serta 96,04% dan 93,27% dalam medium dapar fosfat pH
6,8. Sedangkan mikrokapsul Eudragit L 100-55 pada rasio 1:1 menunjukkan
pelepasan sebesar 0,47% dalam medium HCl pH 1,2 dan 88,75% dalam medium
dapar fosfat pH 6,8. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
mikrokapsul HPMCP HP-55 rasio 1:2 dan 1:3 serta mikrokapsul Eudragit L 100-
55 rasio 1:1, memenuhi persyaratan sebagai sediaan lepas tunda.

Kata kunci : HPMCP HP-55, Eudragit L 100-55, natrium diklofenak,


mikrokapsul, penguapan pelarut, semprot kering
xv + 74 halaman : 24 gambar; 13 tabel; 7 lampiran
Daftar acuan : 62 (1979-2010)

viii Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


ABSTRACT

Name : Purwinda Herin Marliasih


Program Study : Pharmacy
Judul : Preparation and Characterization Microcapsules Diclofenac
Sodium Using HPMCP HP-55 and Eudragit L 100-55 as
Delayed Release Dosage Form

HPMCP HP-55 and Eudragit L 100-55 are pH sensitive polymers which can
retain drug release at acidic pH, releases drug at pH above 5.5 and used as coating
material in the delayed release dosage form. Diclofenac sodium is an
antiinflammatory NSAID which has side effect irritating gastric mucosa, was
chosen as model drug. HPMCP HP-55 microcapsules prepared by solvent
evaporation method, while Eudragit L 100-55 microcapsules by spray-dry
method. SEM, PSA, sieve analyzer, and drug release test in vitro is used to
characterize microcapsules. The results showed that HPMCP HP-55
microcapsules distributed in range 181-1180 m and microcapsules Eudragit L
100-55 in range 0.4 to 20 m. The release test of diclofenac sodium microcapsules
HPMCP HP-55 with ratio 1:2 and 1:3 showed the release 7.31 and 5.75% in
medium HCl pH 1.2, 96.04% and 93.27% in the medium buffer phosphate pH 6.8.
Meanwhile, Eudragit L 100-55 microcapsules at ratio of 1:1 showed the release of
0.47% in acid medium pH 1.2 and 88.75% at phosphat medium pH 6.8. From the
results it is concluded that the HPMCP HP-55 microcapsules ratio 1:2 and 1:3 and
Eudragit L 100-55 microcapsules ratio 1:1, qualify as delayed release dosage
form.

Keywords : HPMCP HP-55, Eudragit L 100-55, diclofenac sodium,


microcapsules, solvent evaporation, spray dry
xv + 74 pages : 24 figures; 13 tables; 7 appendices
List of references : 62 (1979-2010)

ix Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4


2.1 Mikroenkapsulasi .............................................................................. 5
2.1.1 Morfologi Mikrokapsul ......................................................... 5
2.1.2 Tujuan Mikroenkapsulasi ........................................................ 5
2.2 Komponen Mikrokapsul .................................................................... 6
2.2.1 Bahan Inti ................................................................................ 6
2.2.2 Bahan Penyalut ........................................................................ 7
2.2.3 Metode Pembuatan Mikrokapsul ............................................ 7
2.3 Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikrokapsul .................................. 10
2.4 Evaluasi Mikrokapsul ........................................................................ 11
2.4.1 Bentuk dan Ukuran Mikrokapsul ............................................ 11
2.4.2 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul ................................. 12
2.4.3 Penentuan Kandungan Zat Aktif (Drug Loading)................... 12
2.4.4 Faktor Perolehan Kembali Proses ........................................... 13
2.4.5 Uji Pelepasan Obat .................................................................. 13
2.5 Natrium Diklofenak ........................................................................... 14
2.6 Hidroksi Propil Metil Selulosa Ftalat (HPMCP)............................... 14
2.7 Eudragit L 100-55 ............................................................................. 17
2.8 Sediaan Lepas Tunda ........................................................................ 19

BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................... 21


3.1 Lokasi ............................................................................................... 21
3.2 Bahan ................................................................................................ 21
3.3 Alat ................................................................................................... 21
3.4 Metode Pelaksanaan ......................................................................... 21
3.4.1 Optimasi Proses Mikroenkapsulasi sebagai Uji Pendahuluan 21
3.4.2 Pembuatan Mikrokapsul Kosong ........................................... 23
x Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


3.4.3 Pembuatan Mikrokapsul Mengandung Natrium Diklofenak .. 23
3.4.4 Pembuatan Mikrokapsul Eudragit L 100-55 Menggunakan
Metode Semprot Kering ......................................................... 24
3.4.5 Evaluasi Bentuk Mikrokapsul ................................................. 24
3.4.6 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 6,8 ................................ 26
3.4.7 Pembuatan Larutan Kalium Hidrogen Fosfat 0,2 M .............. 26
3.4.8 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan
Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak ..................................... 26
3.4.9 Prosedur Uji Pelepasan Natrium Diklofenak secara In Vitro . 27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 28


4.1 Optimasi Proses Mikroenkapsulasi HPMCP HP-55 sebagai Uji
Pendahuluan .................................................................................... 28
4.1.1 Optimasi Konsentrasi Emulgator ............................................ 28
4.1.2 Optimasi Kecepatan Pengadukan ........................................... 29
4.1.3 Optimasi Lama Pengadukan ................................................... 29
4.2 Pembuatan Mikrokapsul Kosong ..................................................... 31
4.3 Pembuatan Mikrokapsul Mengandung Natrium Diklofenak ............ 31
4.3.1 Formula Mikrokapsul ............................................................. 31
4.3.2 Pembuatan Mikrokapsul Mengandung Natrium Diklofenak .. 31
4.4 Pembuatan Mikrokapsul Eudragit L 100-55 Menggunakan Metode
Semprot Kering ................................................................................ 32
4.5 Evaluasi Mikrokapsul ........................................................................ 33
4.5.1 Pemeriksaan Bentuk Fisik Mikrokapsul ................................ 33
4.5.2 Faktor Perolehan Kembali Proses .......................................... 35
4.5.3 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul ............................... 36
4.5.4 Penentuan Efisiensi Penjerapan Kandungan Zat Inti dalam
Mikrokapsul ........................................................................... 37
4.5.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan
Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak pada Medium Dapar
Fosfat pH 6,8 ......................................................................... 38
4.5.6 Uji Pelepasan Obat Secara In Vitro ........................................ 38

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 42


5.1 Kesimpulan........................................................................................ 42
5.2 Saran ................................................................................................. 42

DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 43

xi Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Morfologi mikrokapsul .............................................................. 5


Gambar 2.2 Skema alat spray dry .................................................................. 8
Gambar 2.3 Skema metode penguapan pelarut .............................................. 10
Gambar 2.4 Skema pelepasan obat pada mikrokapsul ................................... 11
Gambar 2.5 Struktur kimia natrium diklofenak ............................................. 14
Gambar 2.6 Struktur kimia HPMCP HP-55 ................................................... 16
Gambar 2.7 Struktur kimia Eudragit L 100-55 .............................................. 17
Gambar 2.8 Pelepasan obat dari polimer sensitif pH ..................................... 18
Gambar 4.1 (a) Natrium diklofenak; (b) Eudragit L 100-55; (c)Hidroksi
Propil Metil Selulosa Ftalat (HPMCP HP-55); (d) Mikrokapsul
kosong HPMCP HP-55 ............................................................... 49
Gambar 4.2 Hasil optimasi waktu pengadukan: (a) Selama 1 jam tanpa
pemanasan; (b) Selama 2 jam tanpa pemanasan; (b) Selama 3
jam tanpa pemanasan .................................................................. 50
Gambar 4.3 Mikrokapsul mengandung natrium diklofenak : (a) HPMCP
HP-55 F1 (b) HPMCP HP-55 F2 (c) HPMCP HP-55 F3 (d)
Eudragit L 100-55 F1 (e) Eudragit L 100-55 F2 (f) Eudragit L
100-55 F3 .................................................................................... 51
Gambar 4.4 Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) mikrokapsul F1 :
(a) HPMCP HP-55 perbesaran 100 kali; (b) HPMCP HP-55
perbesaran 500 kali; (c) HPMCP HP-55 perbesaran 1000 kali;
(d) Eudragit L 100-55 perbesaran 1000 kali; (e) Eudragit L
100-55 perbesaran 2000 kali; (f) Eudragit L .............................. 52
Gambar 4.5 Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) mikrokapsul F2 :
(a) HPMCP HP-55 perbesaran 100 kali; (b) HPMCP HP-55
perbesaran 500 kali; (c) HPMCP HP-55 perbesaran 1000 kali;
(d) Eudragit L 100-55 perbesaran 1000 kali; (e) Eudragit L
100-55 perbesaran 2000 kali; (f) Eudragit L 100-55 perbesaran
3500 kali ..................................................................................... 53
Gambar 4.6 Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) mikrokapsul F3 :
(a) HPMCP HP-55 perbesaran 100 kali; (b) HPMCP HP-55
perbesaran 500 kali; (c) HPMCP HP-55 perbesaran 1000 kali;
(d) Eudragit L 100-55 perbesaran 1000 kali; (e) Eudragit L
100-55 perbesaran 2000 kali; (f) Eudragit L 100-55 perbesaran
3500 kali ..................................................................................... 54
Gambar 4.7 Spektrum serapan natrium dikloefenak pada panjang
gelombang maksimum dengan konsentrasi 10 ppm dalam
medium dapar fosfat pH 6,8 ....................................................... 55
Gambar 4.8 Spektrum serapan kalibrasi natrium dikloefenak pada panjang
gelombang maksimum dengan berbagai konsentrasi dalam
medium dapar fosfat pH 6,8 ....................................................... 55
Gambar 4.9 Kurva kalibrasi natrium diklofenak pada medium dapar fosfat
pH 6,8 ......................................................................................... 56
Gambar 4.10 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul Eudragit L 100-
55 formula F1 ............................................................................. 57
xii Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


Gambar 4.11 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul Eudragit L 100-
55 formula F2 ............................................................................. 58
Gambar 4.12 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul Eudragit L 100-
55 formula F3 ............................................................................. 58
Gambar 4.13 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul HPMCP HP-55 . 59
Gambar 4.14 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul Eudragit L 100-
55 ditinjau dari: (a) % volume (b) % luas permukaan ................ 59
Gambar 4.15 Profil uji pelepasan natrium diklofenak pada mikrokapsul
HPMCP HP-55 F1, F2 dan F3 dalam medium HCl pH 1,2
selama 2 jam dan dapar fosfat pH 6,8 selama 1 jam. Setiap titik
menggambarkan nilai rata-rata SD (n=3) ................................ 60
Gambar 4.16 Profil uji pelepasan natrium diklofenak pada mikrokapsul
Eudragit L 100-55 F1, F2 dan F3 dalam medium HCl pH 1,2
selama 2 jam dan dapar fosfat pH 6,8 selama 1 jam. Setiap titik
menggambarkan nilai rata-rata SD (n=3) ................................ 60

xiii Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Proses Mikroenkapsulasi dan Ukuran Partikel yang Dihasilkan .... 4
Tabel 3.1 Formula Mikrokapsul HPMCP HP-55 ............................................ 24
Tabel 3.2 Formula Mikrokapsul Eudragit L 100-55 ....................................... 24
Tabel 4.1 Formula Mikrokapsul HPMCP HP-55 Sebelum Optimasi ............. 61
Tabel 4.2 Formula Mikrokapsul HPMCP HP-55 Setelah Optimasi ............... 61
Tabel 4.3 Uji Perolehan Proses Mikrokapsul HPMCP HP-55 ........................ 61
Tabel 4.4 Uji Perolehan Proses Mikrokapsul Eudragit L 100-55 ................... 61
Tabel 4.5 Data Kalibrasi Natrium Diklofenak pada Medium Dapar pH 6,8.... 62
Tabel 4.6 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul HPMCP HP-55 ............... 63
Tabel 4.7 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Eudragit L 100-55 ........... 63
Tabel 4.8 Penetapan Kandungan Zat Aktif pada Mikrokapsul HPMCP HP-
55 ..................................................................................................... 64
Tabel 4.9 Penetapan Kandungan Zat Aktif pada Mikrokapsul Eudragit L
100-55 .............................................................................................. 64
Tabel 4.10 Hasil Uji Pelepasan Obat pada Mikrokapsul HPMCP HP-55 dan
Eudragit L 100-55 ........................................................................... 65

xiv Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan Perhitungan Kurva Kalibrasi Larutan Natrium


Diklofenak .................................................................................. 66
Lampiran 2 Rumus Perhitungan Uji Pelepasan Natrium Diklofenak ............ 67
Lampiran 3 Skema Alur Pelaksanaan Penelitian ........................................... 68
Lampiran 4 Sertifikat Analisis Natrium Diklofenak ...................................... 69
Lampiran 5 Sertifikat Analisis HPMCP HP-55 ............................................. 70
Lampiran 6 Sertifikat Analisis Eudragit L 100-55 ......................................... 71
Lampiran 7 Sertifikat Analisis Paraffin Cair ................................................. 73

xv Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengembangan inovasi bentuk sediaan farmasi yang dapat menunda
pelepasan obat merupakan hal yang mempunyai peluang besar, misalnya bentuk
sediaan farmasi dengan teknologi penyalutan. Contoh yang penting dari bentuk
sediaan ini adalah sediaan mikrokapsul (Chella, Yada, dan Vempati, 2010).
Mikroenkapsulasi merupakan teknologi yang berkembang pesat karena
menawarkan keuntungan dalam berbagai bidang diantarannya bidang farmasi,
teknologi pangan, dan industri kertas. Mikroenkapsulasi adalah teknologi
penyalutan yang tipis pada partikel-partikel kecil zat padat, cair maupun dispersi
dengan ukuran sampai 5000 m (Martin, Swarbrick, dan Cammarata, 1993). Pada
bidang farmasetika, mikroenkapsulasi digunakan untuk menutupi rasa atau bau,
memperpanjang waktu pelepasan obat, meningkatkan stabilitas molekul obat,
memperbaiki bioavailabilitas dan sebagai bentuk sediaan multi partikel untuk
memproduksi sistem penghantaran obat yang terkontrol dan menuju target
(Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994). Dalam metode mikroenkapsulasi, bahan
obat akan disalut dengan bahan polimer penyalut yang sesuai (Banker dan
Rhodes, 1989).
Hidroksi Propil Metil Selulosa Ftalat (HPMCP) HP-55 dan Eudragit L
100-55 adalah polimer sensitif pH yang biasa digunakan sebagai bahan penyalut
yang mampu terlarut pada pH di atas 5,5 (Kamal, et al, 2008) serta dapat menahan
pelepasan obat di lambung (Nair, Gupta, Kumria, Jacob, dan Attimarad, 2010).
HPMCP HP-55 merupakan polimer turunan selulosa yang tidak larut dalam air
dan secara luas digunakan dalam formulasi sediaan farmasi oral sebagai bahan
penyalut enterik untuk tablet maupun granul (Wade dan Weller, 1994).
Penggunaan campuran HPMCP HP-55, CAP dan Eudragit S 100 pada pembuatan
mikrokapsul metronidazol mampu menahan pelepasan obat hingga 9,53% (Reddy,
Gnanaprakash, Badarinath, dan Chetty, 2009) sedangkan pada pembuatan pelet
yang mengandung tamsulosin hidroklorida, penambahan HPMCP HP-55 35%

1 Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


2

pada penyalut Surelease mampu manahan pelepasan obat hingga 1,32% (Kim,
et al, 2007).
Eudragit L 100-55 merupakan kopolimer asam metakrilat, yang digunakan
sebagai bahan penyalut sensitif pH untuk menahan pelepasan obat di lambung dan
diprioritaskan pelepasannya di usus (Gangadhar, Sunder, Varma, Raju, dan Kiran,
2010); (Reddy, Gnanaprakash, Badarinath, dan Chetty, 2009). Penelitian
menunjukkan bahwa pada pembuatan mikrosfer indometasin, Eudragit L 100-55
dapat menahan pelepasan obat pada medium HCl kurang dari 10% pada rasio
penyalutan 1:1 (Gangadhar, Sunder, Varma, Raju, dan Kiran, 2010). Faktor
penting yang mempengaruhi kinerja polimer adalah nilai pH terjadinya disolusi.
Tidak ada pelepasan polimer pada pH rendah dalam lambung namun pelepasan
terjadi pada deudenum sehingga Eudragit L 100-55 dipilih sebagai polimer
penyalut (Rhom GmbH dan Co.KG, 2004). Hidroksi Propil Metil Selulosa Ftalat
HPMCP HP-55 dan Eudragit L 100-55 digunakan sebagai bahan penyalut untuk
mengurangi iritasi terhadap lambung.
Natrium diklofenak merupakan obat golongan analgesik antiinflamasi non
steroid (AINS) yang banyak dipakai untuk terapi penyakit inflamasi sendi seperti
artritis rheumatoid, osteoarthritis, dan penyakit pirai baik untuk kronis maupun
dalam keadaan akut. Narium diklofenak memiliki absorbsi yang lengkap dan
cepat pada saluran gastrointestinal (Gunawan dan Wilmana, 2007), tapi dalam
penggunaannya memiliki efek samping yaitu mengiritasi mukosa lambung,
pendarahan lambung, hingga kematian (Chuasuwan, et al, 2009). Oleh karena itu
pemakaian obat ini harus dibatasi terutama pada pasien yang memiliki riwayat
tukak lambung (Gunawan dan Wilmana, 2007).
Pada penelitian ini natrium diklofenak dimikroenkapsulasi agar dapat
menahan pelepasan obat dilambung dan dilepaskan di usus sehingga mengurangi
efek samping yang merugikan seperti iritasi terhadap lambung, khususnya pada
penderita dengan riwayat penyakit persendian yang mendapatkan terapi dengan
natrium diklofenak. Sistem pelepasan yang dikontrol oleh polimer tersebut
diharapkan dapat mengatur pelepasan natrium diklofenak pada organ yang tepat
yaitu pada usus.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


3

1.2 Tujuan Penelitian


1. Membuat dan mengkarakterisasi mikrokapsul lepas tunda natrium
diklofenak dengan penyalut HPMCP HP-55 dan Eudragit L 100-55.
2. Membandingkan pelepasan natrium diklofenak dari mikrokapsul HPMCP
HP-55 dan Eudragit L 100-55 secara in vitro.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi adalah teknologi penyalutan partikel-partikel inti berupa
padat, cair maupun dispersi menggunakan bahan penyalut yang dapat mengontrol
pelepasannya dari pengaruh kondisi tertentu. Ukuran mikrokapsul berkisar dari
satu sampai 5000 m. Mikrokapsul yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari
metode yang digunakan. Berikut ini ukuran mikrokapsul berdasarkan metode
pembuatannya (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994).

Tabel 2.1 Proses Mikroenkapsulasi dan Ukuran Partikel yang Dihasilkan

Proses mikroenkapsulasi Ukuran partikel (m)


Suspensi udara 35-5000
Pemisahan fase koaservasi 2-5000
Lubang ganda sentrifugal 1-5000
Penyalutan dalam panci 600-5000
Penguapan pelarut 5-5000
Semprot kering dan semprot beku 1-600
[Sumber : Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994]

Mikroenkapsulasi dapat digunakan untuk mengubah cairan menjadi zat


padat, mengubah sifat koloidal dan sifat-sifat permukaan, memberikan
perlindungan terhadap lingkungan, serta mengontrol pelepasan obat. Keunikan
dari mikroenkapsulasi adalah kecilnya partikel yang tersalut dan adaptasi terhadap
berbagai bentuk takaran penggunaan produk, yang tadinya belum dapat
dikerjakan. Partikel mikrokapsul yang kecil, mengakibatkan bagian-bagian obat
dapat didistribusikan secara merata melalui saluran cerna, sehingga menaikkan
potensi penyerapan obat (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994).

4 Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


5

2.1.1 Morfologi Mikrokapsul (Ghosh, 2006)


Morfologi mikrokapsul yang dihasilkan terutama tergantung pada bahan
inti dan proses pembentukan dinding mikrokapsul. Berdasarkan morfologinya,
mikrokapsul dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu mononuklear,
polinuklear, dan matriks.
Tipe mononuklear terdiri dari satu inti yang dikelilingi bahan penyalut
(dinding mikrokapsul), sedangkan tipe polinuklear terdiri dari banyak inti dalam
satu mikrokapsul. Pada tipe matriks, bahan inti terdistribusi secara homogen pada
bahan penyalut.

[Sumber : Ghosh, 2006]


Gambar 2.1. Morfologi mikrokapsul (telah diolah kembali)

2.1.2 Tujuan Mikroenkapsulasi (Deasy, 1984; Ghosh, 2006; Lachman, Herbert,


dan Kanig, 1994)
Proses mikroenkapsulasi memiliki beberapa tujuan, yaitu :
a) Mengubah bentuk cairan menjadi padatan.
b) Melindungi bahan inti yang sensitif atau tidak stabil dari pengaruh
lingkungan.
c) Memperbaiki kelarutan, kemampuan dispersi, dan sifat alir bahan inti.
d) Menutupi rasa dan bau yang tidak enak.
e) Mengatur pelepasan bahan inti.
f) Mengurangi iritasi bahan inti terhadap lambung dan saluran
pencernaan.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


6

Proses mikroenkapsulasi juga memiliki beberapa kerugian, antara lain


sebagai berikut (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994; Deasy, 1984):
a) Kadang-kadang penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna
atau tidak merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan zat inti dari
mikrokapsul.
b) Dibutuhkan teknologi mikroenkapsulasi.
c) Harus dilakukan pemilihan polimer penyalut dan pelarut yang sesuai
dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikrokapsul yang baik.

2.2 Komponen Mikrokapsul


Komponen mikrokapsul terdiri dari bahan inti dan bahan penyalut.
2.2.1 Bahan inti
Bahan inti merupakan bahan spesifik yang akan disalut, dapat berupa
padatan atau cairan (Ghosh, 2006; Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994).
Kemampuan memvariasikan komposisi bahan inti memungkinkan fleksibilitas
yang jelas dan penggunaan karakteristik tersebut sering memberikan rancangan
yang baik serta pengembangan sifat mikrokapsul yang diinginkan (Lachman,
Herbert, dan Kanig, 1994).
Inti zat padat dapat berupa campuran dari bagian-bagian yang aktif,
stabilisator, pengencer, pengisi, dan penghambat atau pemacu pelepasan
(Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994). Inti zat cair dapat terdiri dari senyawa polar
atau nonpolar sebagai bahan aktif atau sebagai media bagi bahan aktif dalam
bentuk larutan, suspensi, atau emulsi (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994; Jacob,
1999).
Kompatibilitas dari bahan inti dengan bahan penyalut menjadi kriteria
yang penting untuk meningkatan efisiensi mikroenkapsulasi. Bahan inti sebaiknya
tidak larut dan tidak bereaksi dengan bahan penyalut dan pelarut yang digunakan.
Ukuran bahan inti juga memegang peranan penting untuk difusi, permeabilitas,
dan pengendalian pelepasan bahan inti (Ghosh, 2006; Swarbrick dan Boylan,
1994). Mikrokapsul dapat mengandung bahan inti sampai 99% dihitung terhadap
berat mikrokapsul (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


7

2.2.2 Bahan penyalut


Bahan penyalut adalah bahan yang digunakan untuk melapisi bahan inti.
Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif
dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia dan tidak dapat bereaksi dengan
bahan inti, serta memberikan sifat penyalutan yang diinginkan, seperti kekuatan,
fleksibilitas, impermeabilitas, sifat-sifat optik, dan stabilitas (Lachman, Herbert,
dan Kanig, 1994). Umumnya bahan yang digunakan berasal dari karbohidrat,
protein, polimer alam maupun sintetis (Ghosh, 2006).
Jumlah polimer penyalut dapat bervariasi dari 1 hingga 70% dari berat
mikrokapsul, biasanya antara 3 hingga 30% dengan ketebalan 0,1 hingga 60 nm
(Swarbrick dan Boylan, 1994).

2.2.3 Metode Pembuatan Mikrokapsul


Ada banyak metode enkapsulasi yang dapat digunakan untuk membuat
mikrokapsul. Metode pembuatan mikrokapsul yang paling sering diterapkan
dalam bidang farmasi antara lain suspensi udara, pemisahan fase koaservasi,
semprot kering dan pembekuan, penyalutan dalam panci, proses multi lubang
sentrifugal, serta metode penguapan pelarut (Mathiowitz, Kreithz, dan Peppas,
1999).

2.2.3.1 Suspensi Udara (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994)


Prinsip metode ini adalah partikel inti didispersikan ke dalam arus udara
panas dan pada tempat-tempat tertentu mengalami penyalutan oleh larutan
penyalut yang disemprotkan secara periodik. Inti yang digunakan harus tahan
panas.

2.2.3.2 Pemisahan Fase Koaservasi (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994)


Secara garis besar, proses ini terdiri dari tiga tahapan. Pertama,
pembentukan tiga fase kimia yang tidak tercampurkan, meliputi fase cairan
pembawa, fase bahan inti, dan fase bahan penyalut. Kedua, fase penempatan
(deposisi) penyalut. Hal ini dikerjakan dengan pencampuran fisik yang terkontrol
dari bahan penyalut dan bahan inti pada cairan pembawa. Ketiga, pengerasan

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


8

penyalut yang biasa dilakukan dengan teknik panas atau ikatan silang untuk
membentuk suatu mikrokapsul.

2.2.3.3 Semprot Kering dan Semprot Beku (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994;
Thies, 1996)
Proses pengeringan semprot dan pembekuan semprot sama-sama meliputi
pendispersian bahan inti dalam bahan penyalut yang dicairkan dan
menyemprotkan campuran inti-penyalut ke dalam suatu kondisi lingkungan
sehingga terjadi pemadatan yang relatif cepat dan terbentuk mikrokapsul.
Perbedaan kedua metode ini adalah cara dilaksanakannya pemadatan penyalut.
Pada metode semprot kering, pemadatan penyalut dipengaruhi oleh penguapan
pelarut, sedangkan pada metode semprot beku, pemadatan penyalut dilakukan
dengan membekukan secara termal suatu bahan penyalut yang melebur.

Keterangan : 1) Blower + penyaring udara; 2) kompresor; 3) pemanas udara; 4)pompa


peristaltik; 5) pengontrol suhu; 6) inlet thermocouple ;7) alat penyemprot : a)
penekan udara, b) bahan mikroenkapsulasi; 8) tabung pengering; 9) pengumpul
produk yang telah kering
[Sumber : Rattes dan Oliviera, 2007]

Gambar 2.2 Skema alat spray dry (telah diolah kembali)

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


9

2.2.3.4 Penyalutan dalam Panci (Deasy, 1984)


Metode penyalutan dalam panci prinsipnya penyalut dilarutkan dalam
pelarut organik yang mudah menguap. Larutan tersebut disebarkan pada
permukaan partikel inti yang berada pada panci penyalut yang berputar, kemudian
dikeringkan dengan udara panas.

2.2.3.5 Proses Multi Lubang Sentrifugal (Lachman, Herbert, dan Kanig, 1994)
Southwest Research Institute (SWRI) telah mengembangkan proses
mekanik untuk memproduksi mikrokapsul yang menggunakan gaya sentrifugal
untuk melingkari suatu bahan inti melalui suatu lapisan membran
mikroenkapsulasi.

2.2.3.6 Metode Penguapan Pelarut


Metode penguapan pelarut merupakan metode mikroenkapsulasi yang luas
penggunaanya dengan bahan inti berupa zat padat atau cairan (Deasy, 1984).
Dalam metode ini bahan inti dilarutkan atau didispersikan dalam pelarut organik.
Fase organik kemudian diemulsifikasikan dalam fase pendispersi yang
mengandung surfaktan kemudian diaduk sehingga menghasilkan fase emulsi.
Fase pendispersi harus tidak dapat bercampur dengan pelarut organik yang
digunakan, biasannya berupa air yang mengandung koloid hidrofil atau surfaktan
anionik. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan tinggi dalam waktu yang lama
untuk meguapkan pelarut organik (Tewes, Boury, dan Benoit, 2006).
Pemanasan dapat dilakukan untuk mempercepat penguapan pelarut.
Ukuran tetesan-tetesan kecil yang terbentuk selama pengadukan akan
mempengaruhi ukuran mikrokapsul yang terbentuk (Deasy, 1984).
Penguapan pelarut organik akan menyebabkan terbentuknya lapisan film
di sekeliling inti, sehingga tetesan inti menjadi mikrokapsul. Mikrokapsul yang
terbentuk dipisahkan dengan penyaringan dan dicuci dengan larutan tertentu
untuk kemudian dikeringkan (Swarbrick dan Boylan, 1994).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


10

[Sumber : Benoit, Marchais, Rolland, dan Velde, 1996]

Gambar 2.3 Skema metode penguapan pelarut (telah diolah kembali)

2.3 Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikrokapsul


Pelepasan obat dari bentuk mikrokapsul dapat melalui berbagai cara, yaitu
melalui proses difusi melewati lapisan polimer, erosi dari lapisan polimer, atau
melalui kombinasi dari erosi dan difusi. Proses pelepasan obat yang umum terjadi
pada mikrokapsul adalah proses difusi. Cairan dari saluran pencernaan berdifusi
melalui membran ke dalam sel, kemudian obat akan berdifusi melalui membran
dari daerah berkonsentrasi tinggi di dalam mikrokapsul ke daerah berkonsentrasi
rendah pada cairan saluran pencernaan (Krowezynski, 1987).
Kemampuan membran sebagai barrier untuk menahan difusi merupkan
fungsi dari ketebalan dinding dan kandungan zat hidrofil dalam dinding. Semakin
tebal dinding mikrokapsul, difusi semakin lambat, sehingga pelepasan obat juga
menjadi lebih lambat. Demikian pula jika kandungan zat hidrofil dalam dinding
semakin kecil, difusi semakin lambat, sehingga pelepasan obat juga menjadi lebih
lambat (Yang dan Washington, 2006).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


11

Keterangan : A) Skema interpretasi pelepasan komponen terlarut dari dinding penyalut (B)
Difusi obat melalui pori-pori yang telah terbentuk
[Sumber : Krowezynski, 1987]

Gambar 2.4 Skema pelepasan obat pada mikrokapsul

2.4 Evaluasi Mikrokapsul


Setiap produk yang dibuat, termasuk mikrokapsul, tidak lepas dari proses
evaluasi untuk mengontrol kualitas produk dan mengetahui layak atau tidaknya
produk yang dibuat untuk digunakan dan dipasarkan. Evaluasi yang dilakukan
pada mikrokapsul meliputi pemeriksaan bentuk dan morfologi mikrokapsul,
ukuran dan distribusi ukuran mikrokapsul, faktor perolehan kembali, penentuan
kadar air, penentuan kandungan zat inti, efisiensi penjerapan, serta uji pelepasan
obat secara in vitro.

2.4.1 Bentuk dan Ukuran Mikrokapsul


Bentuk mikrokapsul dapat memberikan gambaran tentang sifat aliran,
selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang penglepasan zat aktif.
Mikrokapsul yang banyak mengandung pori atau lebih tipis selaput polimernya
akan lebih cepat terurai dalam tubuh, oleh karena itu struktur mikrokapsul dan
keadaan permukaan kapsul penting untuk diketahui. Bentuk mikrokapsul dapat
diamati dengan mikroskop, sedangkan keadaan permukaan mikrokapsul dapat
diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM) (Apparao, Shivalingam,
Reddy, Sunitha, Jyothibasu, dan Shyam, 2010).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


12

2.4.2 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul


Tujuan dari evaluasi sifat mikromeritik mikrokapsul adalah untuk
memperkirakan distribusi kuantitatif ukuran mikrokapsul. Evaluasi ini dilakukan
menggunakan sieve analyzer (Apparao, Shivalingam, Reddy, Sunitha, Jyothibasu,
dan Shyam, 2010).

2.4.3 Penentuan Efisiensi Penjerapan dan Penetapan Kadar Zat Aktif


Penentuan efisiensi penjerapan obat dalam mikrokapsul dilakukan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang dapat terenkapsulasi. Mikrokapsul dapat
mengandung bahan inti dihitung terhadap fraksi teoritis zat aktif dalam
mikrokapsul. Metode yang dapat digunakan tergantung dari kelarutan bahan
penyalut dan bahan inti. Jika bahan inti dan bahan penyalut larut dalam pelarut
bukan air, maka penentuan kandungan mikrokapsul dilakukan dengan melarutkan
mikrokapsul dalam pelarut organik yang sesuai dan kadar obat kemudian
ditentukan dengan metode analisis yang sesuai. Jika bahan inti saja yang larut
dalam air sedangkan bahan penyalutnya tidak larut maka dapat dilakukan
pelarutan mikrokapsul dalam air dengan pengadukan kecepatan tinggi, sehingga
bahan inti akan terlarut atau dapat pula dilakukan penggerusan mikrokapsul
sehingga penyalut pecah dan ini dapat terlarut dalam pelarut yang sesuai. Setelah
itu dilakukan penyaringan untuk menghilangkan polimer yang tidak larut. Bahan
inti selanjutnya ditentukan kadarnya dengan metode analisa yang sesuai
(Lachman, Herbert, dan Joseph, 1994).
Hasil dari penentuan kandungan obat dalam mikrokapsul yang diperoleh
dapat dihitung presentase zat aktif yang tersalut. Presentase zat aktif tersalut
dihitung dengan membagi fraksi zat aktif sesungguhnya dalam mikrokapsul
dengan fraksi teoritis zat aktif (Apparao, Shivalingam, Reddy, Sunitha,
Jyothibasu, dan Shyam, 2010).
(2.1)

Keterangan :
Fp = persentase zat aktif yang terlarut
Fm = fraksi zat aktif sesungguhnya

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


13

Ft = fraksi teoritis zat aktif

2.4.4 Faktor Perolehan Kembali Proses


Faktor perolehan kembali proses dilakukan untuk mengetahui besarnya
efisiensi proses pada metode yang digunakan dan ditentukan menggunakan rumus
sebagai berikut (Apparao, Shivalingam, Reddy, Sunitha, Jyothibasu, dan Shyam,
2010) :

(2.2)
Keterangan :
Wp = Faktor perolehan kembali proses
Wm = Bobot mikrokapsul yang diperoleh
Wt = Bobot bahan pembentuk mikrokapsul

2.4.5 Uji Pelepasan Obat


Uji pelepasan obat in vitro dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah
pelarutan obat dalam suatu medium, kemudian hasil uji disolusi tersebut dapat
memberikan gambaran profil pelepasan obat dari sediaan di dalam tubuh. Hasil
dari uji disolusi kemudian digunakan untuk mengetahui mekanisme pelepasan
obat dari sediaan.
Persamaan yang menggambarkan kecepatan pelepasan zat padat telah
dikembangkan oleh Noyes dan Whitney, yaitu (Martin, Swarbrick, dan
Cammarata, 1993) :

(2.3)

Keterangan :
dM/dt = laju disolusi
D = koefisien difusi zat yang terlarut dalam larutan
S = luas permukaan zat padat yang menyentuh larutan
h = ketebalan lapisan difusi
Cs = kelarutan zat padat
C = konsentrasi zat terlarut pada waktu t

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


14

2.5 Natrium Diklofenak

[Sumber : The United States Pharmacopeia 32th, 2008]

Gambar 2.5 Struktur kimia natrium diklofenak (telah diolah kembali)

Diklofenak sebagai garam natrium memiliki pemerian berwarna putih


kekuningan, hampir tidak berbau, dan berupa serbuk kristal sedikit higroskopis,
mudah larut dalam metanol, sedikit larut aseton, sedikit larut dalam air, sangat
sedikit larut dalam asetonitril, tidak larut dalam kloroform dan dalam 0,1 N asam
klorida. Berat molekulnya 318,14 (Galichet, 2005). Natrium diklofenak memiliki
waktu paruh singkat yaitu sekitar 1-3 jam, namun dapat diakumulasi di cairan
sinovial sehingga efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh zat
(Gunawan dan Wilmana, 2007).
Natrium diklofenak adalah obat golongan antiinflamasi non steroid
(AINS) turunan fenil asetat yang memiliki daya antiradang yang paling kuat
dengan efek samping yang kurang keras dibandingkan obat lainnya seperti
indometasin dan pirosikam (Tjay dan Rahardja, 2002). Natrium diklofenak
ditunjukkan dalam pengobatan osteoarthritis, rheumatoid arthritis dan ankylosing
spondylitis (Chuasuwan, et al, 2009).
Diklofenak bekerja dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase
(COX-2). Siklooksigenase terlibat dalam produksi berbagai zat kimia dalam
tubuh, beberapa diantaranya dikenal sebagai prostaglandin. Prostaglandin
diproduksi sebagai respon terhadap luka, rangsangan kimiawi, mekanis ataupun
fisika untuk menyebabkan rasa sakit, bengkak dan peradangan (Tjay dan
Rahardja, 2002).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


15

Sediaan salut enterik cocok dipakai untuk natrium diklofenak karena


mampu menahan pelepasan obat ketika melewati lambung dan melepaskan obat
ketika di usus. Selain itu, dapat menurunkan efek samping seperti iritasi lambung
apabila dipakai secara oral, sehingga pembuatan sediaan yang dapat menurunkan
efek samping ini masih tetap diperlukan. Absorpsinya panjang pada saluran
intestinal juga mendukung natrium dikofenak dibuat menjadi sediaan salut enterik
(Bai, Guo, dan Chaubal, 2006).
pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pelepasan obat.
Lambung memiliki pH sekitar 1,2 sedangkan usus memiliki pH yang lebih tinggi.
Pada duodenum pH antara 2-5, jejunum dan ileum 6,5-7,5, dan usus besar kira-
kira 7,5 (Bai, Guo, dan Chaubal, 2006). Jika dilihat dari sifat fisikokimia natrium
diklofenak dan keasaman pH saluran gastrointestinal, maka diperlukan polimer-
polimer yang sesuai untuk pembuatan sediaan salut enterik.

2.6 Hidroksi Propil Metil Selulosa Ftalat (HPMCP)


Hidroksi Propil Metil Selulosa Ftalat (HPMCP HP-55) merupakan senyawa
organik turunan derivat selulosa dengan substitusi gugus metoksi, gugus hidroksi-
propoksi dan ftalil. HPMCP HP-55 merupakan polimer yang tidak larut dalam air
yang secara luas digunakan dalam formulasi farmasi oral sebagai bahan penyalut
enterik untuk tablet maupun granul. Pada pH rendah (1-3) dalam lambung,
HPMCP HP-55 tidak terionisasi. Peningkatan pH menyebabkan gugus karboksil
mengalami disosiasi dan polimer menjadi larut dalam air (Wade dan Weller,
1994).
HPMCP HP-55 berupa serbuk berwarna putih dan hampir tidak berasa.
Secara umum HPMCP HP-55 praktis tidak larut dalam air dan etanol, larut dalam
cairan alkali, campuran aseton dan metanol, campuran diklormetan dan metanol,
serta larut dalam aseton. Ada tiga jenis HPMCP yaitu HP-50, HP-55, dan HP-55S.
Perbedaan dari ketiganya berdasarkan kandungan gugus hidroksipropoksi,
metoksi, ftalil serta berat molekulnya. Kode S pada HP-55S menunjukkan kelas
berat molekul tinggi, yang menghasilkan penyalut dengan resistensi yang lebih
besar untuk retak. Kandungan alkiloksi dan karboksibenzoilnya menentukan sifat-

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


16

sifatnya dan kelarutannya pada pH tertentu (Wade dan Weller, 1994; Hogan,
2002).

[Sumber : Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006]

Gambar 2.6 Struktur Kimia HPMCP HP-55

Tabel 2.2 Jenis HPMCP (Wade dan Weller, 1994)


pH Daya
Kadar Kadar Kadar Bobot
Jenis kelarutan Rentang
hidroksipropoksi metoksi ftalil molekul
Film
HP-50 6-10% 5-9% 5-9% 84.000 >/= 5,0 7,7
HP-55 20-24% 18-22% 18-22% 78.000 >/= 5,5 7,9
HP-55S 21-27% 27-35% 27-35% 132.000 >/= 5,5 8,5

[Sumber : Wade dan Weller, 1994]

Pada penelitian ini, HPMCP jenis HP-55 lebih cocok dipilih sebagai
polimer salut enterik, karena mampu terlarut pada pH yang lebih tinggi dan lebih
mendekati dengan pH cairan dalam usus. HP-55S merupakan polimer dengan
viskositas yang paling tinggi serta memiliki daya rentang film yang paling besar,
sehingga lebih cocok digunakan untuk mencegah cracking pada tablet atau granul
yang rapuh (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


17

HPMCP HP-55 digunakan sebagai pembentuk dinding mikrokapsul (wall


former) yang dapat menghambat larutnya obat dalam cairan lambung. HPMCP
HP-55 biasa digunakan sebagai polimer salut enterik karena sifatnya yang
terdegradasi pada pH diatas 5,5 (Wade dan Weller, 1994). Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa HPMCP HP-55 yang dipakai sebagai penyalut pada sediaan
salut enterik dengan metode semprot kering, dapat melindungi ketoprofen dengan
baik dari pengaruh pH lambung serta dapat terdegradasi dengan cepat pada pH
intestinal (Palmieri, Bonacucina, Martino, dan Martelli, 2002). Penelitian lain
yang menggunakan HPMCP HP-55 sebagai polimer sediaan lepas tunda adalah
mikroenkapsulasi metronidazol. Dalam penelitian ini, mikroenkapsulasi dibuat
dengan metode emulsi penguapan pelarut dan hasilnya menunjukkan bahwa
polimer HPMCP HP-55 dapat digunakan sebagai polimer sediaan lepas tunda dan
menunjukkan kerapuhan yang relatif kecil (Reddy, Gnanaprakash, Badarinath,
dan Chetty, 2009).

2.7 Eudragit L 100-55

[Sumber : Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006]


Gambar 2.7 Struktur Kimia Eudragit L 100-55

Eudragit L 100-55 adalah polimer turunan metakrilat yang mengandung


kopolimer anionik poli (asam metakrilat, etil akrilat) 1:1. Berbentuk serbuk
berwarna putih dengan kandungan polimer 95%. Eudragit L 100-55 larut dalam
metanol, etanol, isopropil alkohol dan aseton, serta praktis tidak larut dalam etil
asetat, metilen klorida, petroleum eter dan air (Skalsky, Felisiak, dan Petereit,
2009).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


18

Polimer penyalutan yang bergantung pH yang umum digunakan adalah


kopolimer asam metakrilat, salah satunya dikenal sebagai Eudragit L 100-55
(merek dagang terdaftar dari Rohm Farmasi, Darmstadt, Jerman) (Chourasia dan
Jain, 2003; Hogan, 2002).

Keterangan : (1) Perlindungan polimer terhadap obat (2) Kompleksasi polimer karena ikatan
hidrogen diantara ikatan polimer (3) Pelepasan obat pada duodenum (4)
Dekompleksasi dan pertambahan ukuran partikel yang terjadi karena pemutusan
ikatan hidrogen pada pH lebih tinggi
[Sumber : Peppas, Wood, dan Blanchette, 2004]

Gambar 2.8 Pelepasan obat dari polimer sensitif pH (telah diolah kembali)

Komposisi yang tepat pada derivat metakrilat digunakan untuk


menargetkan pelepasan obat pada lapisan pH tertentu. Eudragit L 100-55
dirancang untuk larut pada pH 5,5 di duodenum, Eudragit L 100 pada pH 6,0 di
jejunum, Eudragit S 100 pada pH 6,0-7,0 di ileum dan Eudragit FS30D pada pH
di atas 7,0 dirancang untuk pelepasan obat pada usus besar. Nilai-nilai ini
mengasumsikan bahwa pasien memiliki nilai-nilai pH yang khas atau daerah dari
saluran gastrointestinal yang mungkin diperlukan modifikasi untuk pasien tertentu
(Peppas, Wood, dan Blanchette, 2004; Singh, 2007).
Kopolimer asam metakrilat, juga diketahui digunakan sebagai bahan
penyalut yang sensitif pH untuk menjaga obat dan di prioritaskan pelepasannya di

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


19

usus. Faktor penting yang mempengaruhi kinerja dari polimer adalah nilai pH di
mana terjadi disolusi. Pada lambung, polimer Eudragit L 100-55 tidak tererosi,
namun erosi polimer terjadi pada deudenum (Dan, 2005).
Turunan metakrilat dengan substitusi yang berbeda-beda dipersiapkan
untuk evaluasi sebagai penyalut yang potensial untuk sistem penghantaran
penargetan pada usus (Rodriguez, Vila Jato, dan Torres, 1998).

2.8 Sediaan Lepas Tunda


Obat-obat golongan antiinflamasi non steroid (AINS) sering dikaitkan
dengan efek samping saluran pencernaan. Pengembangan obat AINS telah
berusaha meningkatkan efikasi terapetik dan mengurangi keparahan atau efek
samping melalui sediaan salut enterik (Davies, 1999). Hanya satu dari lima pasien
yang menderita efek samping terhadap saluran pencernaan yang mendapatkan
terapi dengan obat AINS. Tukak lambung dan perdarahan lambung terjadi sekitar
1% terhadap pasien yang mendapatkan terapi selama 3-6 bulan dan 2-4% pasien
yang menggunakan terapi selama satu tahun (Elizabeth, 2008).
Formulasi terapetik pada umumnya bertujuan untuk mengurangi efek
samping penggunaan obat, diantaranya adalah antiinflamasi non steroid yang
biasa diformulasikan menjadi sediaan lepas tunda. Sediaan lepas tunda merupakan
bagian dari sediaan pelepasan terkendali yang biasannya terdapat pada bentuk oral
(Speers dan Bonnano, 1999), dan dapat melepaskan obat pada waktu tertentu
setelah dikonsumsi (Malinowski dan Marroum, 1999).
Secara umum, tujuan penyalutan ada beberapa hal. Pertama, untuk
mengembangkan terapi yang memungkinkan pengiriman spesifik obat pada usus,
misalnya untuk pengobatan kondisi seperti kolitis ulserativa. Kedua, adanya
kemungkinan menggunakan usus sebagai tempat penghantaran untuk obat berupa
polipeptida dan protein ke dalam sistem vaskular. Ketiga untuk mencegah iritasi
terhadap lambung (Rhodes, 1952).
Beberapa faktor fisikokimia yang mengontrol penghantaran zat aktif pada
lokasi target dalam sediaan lepas tunda adalah (English dan Dang, 1999):
1. pH lokal pada lokasi target
2. Hidrofilisitas dan hidrofobisitas dari zat aktif

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


20

3. Kelarutan zat aktif pada lingkungan target


4. Kelarutan zat aktif dalam matriks pembawa
5. Permeabilitas pembawa terhadap zat aktif
6. Permeabilitas matriks pembawa terhadap zat aktif
7. Biostabilitas dari matriks pembawa

Multipartikulat sistem lepas tunda terdiri atas zat aktif sebagai inti, dan
membran penyalut seperti derivat selulosa asetat serta turunan metakrilat yang
telah banyak dikembangkan. Membran penyalut bersifat semipermeabel dan
bersifat permeabel setelah bagian zat aktif terbasahi, kemudian terbentuk pori-
pori pada penyalut yang menyebabkan tekanan gradien osmosis dan pemasukan
air. Jadi pelepasan obat dapat dikontrol oleh inti dan penyalutnya (Bodmeier,
1999).
Sediaan salut enterik memberikan efek pelepasan yang tertunda, biasanya
diaplikasikan untuk penyalutan yang tahan terhadap cairan lambung. Pada kasus
ini, lapisan penyalut diaplikasikan dalam bentuk sediaan multipartikulat atau
monolitik yang melindungi obat-obatan terhadap pengaruh cairan asam lambung.
Polimer penyalut yang digunakan sensitif terhadap pH, ketika berada pada pH
rendah tidak dapat tererosi, sedangkan pada pH tinggi seperti pada usus, dapat
tererosi dan melepaskan obat (Siahboomi, 2003).
Obat yang rentan terhadap hidrolisis asam lambung atau degradasi enzim
pada lambung disarankan untuk dibuat sistem sediaan lepas tunda, yang paling
tepat dengan penyalutan untuk mencegah pelepasan obat pada lambung dan lepas
pada tempat yang lebih cocok yaitu usus. Pendekatan ini terbukti efektif untuk
mencapai respon dinamik yang lebih stabil, tingkat penyerapan yang bervariasi
dan stabilitas obat di berbagai wilayah saluran gastrointestinal. Faktor lain yang
mendukung pelepasan obat di usus adalah obat yang tampak dari absorbsinya
yang mampu menentukan pada daerah mana obat menjadi potensial untuk diserap.
Waktu dan lokasi penyerapan obat diarahkan seefisien mungkin agar dapat lepas
pada tempat yang cocok sehingga mencapai efek pencernaan yang memadai.
Beberapa contoh formulasi oral menggunakan teknologi lepas tunda adalah
aspirin, omeprazol dan eritromisin (Fix, 1999).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu


Lokasi penelitian adalah di Laboratorium Formulasi Tablet dan
Laboratorium Farmasetika Departemen Farmasi Fakultas MIPA Universitas
Indonesia Depok. Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Februari-Mei 2011.

3.2 Bahan
Natrium diklofenak (Yung Zip Chemical, Taiwan), HPMCP HP-55
(ShinEtsu, Jepang), Eudragit L 100-55 (Evonik, Jerman), aseton, etanol, n-
Heksana, span 80 (diperoleh dari PT Brataco, Indonesia), paraffin cair (diperoleh
dari PT Brataco, Indonesia), HCl (Merck, Jerman), NaOH (Merck, Jerman), dan
KH2PO4 (Merck, Jerman).

3.3 Alat
Homogenizer (CKL Multimix, Amerika), penangas air (Maspion S-301,
Indonesia), timbangan analitik (Mettler Toledo, Amerika), kertas saring,
spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu UV tipe 1800, Jepang), alat uji dissolusi
(Electrolab TDT 08-L, Jerman), pH meter (Eutech Instrument pH 510), magnetic
stirrer (IKA C-MAG HS 7, Cina), oven (Memmert, Jerman), termometer,
Scanning Electron Microscope (JEOL-5310LV), Seive analyzer (Retsh, Jerman),
pengaduk ultrasonik (Bronson 3200), alat spray dry (Buchi mini spray dryer B-
290), mikroskop optik (Nikon Eclipse E200, Jepang), dan alat-alat gelas yang
umum digunakan di laboratorium.

3.4 Metode Pelaksanaan


3.4.1 Optimasi Mikroenkapsulasi Sebagai Uji Pendahuluan
3.4.1.1 Optimasi Konsentrasi Emulgator
Optimasi konsentrasi emulgator dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi
emulgator yang paling optimal. Konsentrasi untuk optimasi yang digunakan

21 Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


22

adalah 1%, 2%, dan 3%. Kecepatan pengadukan yang digunakan untuk optimasi
ini adalah 2000 rpm dan lama pengadukan 2 jam (Rahman, Islam, Sharmin,
Chowdhury, dan Jalil, 2010). Kecepatan dan lama pengadukan dipilih berdasarkan
literatur yang umum digunakan. Untuk optimasi, 2 gram HPMCP HP-55
dilarutkan dalam 5 ml aseton, kemudian diemulsikan ke dalam 10 ml paraffin cair
yang masing-masing mengandung emulgator sebanyak 1%, 2%, dan 3%. Setelah
itu dilakukan pengadukan hingga terbentuk emulsi. Pengadukan dilakukan selama
2 jam dengan kecepatan 2000 rpm, kemudian dilihat konsentrasi emulgator yang
menghasilkan emulsi paling optimal.

3.4.1.2 Optimasi Kecepatan Pengadukan


Optimasi emulgator yang optimal dari poin 3.4.1.1, digunakan untuk
melakukan optimasi konsentrasi kecepatan pengadukan. Dua gram HPMCP HP-
55, dilarutkan dalam 5 ml aseton, kemudian diemulsikan ke dalam 10 ml paraffin
cair yang mengandung emulgator optimum. Setelah itu dilakukan pengadukan
dengan kecepatan 2000 rpm. Jika mikrokapsul belum mencapai bentuk yang
optimum, maka kecepatan dapat dilakukan bervariasi dari rentang 500 rpm sampai
3000 rpm, kemudian dilihat kecepatan yang mampu menghasilkan mikrokapsul
paling optimal.

3.4.1.3 Optimasi Lama Pengadukan


Optimasi kecepatan pengadukan yang optimal dari poin 3.4.1.2, digunakan
untuk melakukan optimasi lama pengadukan. Dua gram HPMCP HP-55,
dilarutkan dalam 5 ml aseton, kemudian diemulsikan ke dalam 10 ml paraffin cair
yang mengandung emulgator optimum. Setelah itu, dilakukan pengadukan dengan
kecepatan yang diperoleh dari optimasi. Kemudian, diamati waktu pembentukan
mikrokapsul dari rentang waktu 30 menit hingga 5 jam. Apabila mikrokapsul
belum mencapai bentuk yang optimum, maka rentang waktu dapat ditingkatkan,
kemudian dilihat waktu pengadukan yang mampu menghasilkan mikrokapsul
paling optimal.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


23

3.4.2 Pembuatan Mikrokapsul Kosong


HPMCP HP-55 dilarutkan dalam pelarut organik, kemudian diaduk hingga
larut. Larutan polimer selanjutnya diemulsikan ke dalam paraffin cair yang
mengandung span 80. Larutan diaduk dengan kecepatan dan waktu dari hasil
optimasi, hingga pelarut seluruhnya menguap dan terbentuk mikrokapsul.
Mikrokapsul yang terbentuk kemudian didekantasi dan dicuci dengan n-Heksana
hingga paraffin cair hilang, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 40C
selama satu jam. Selanjutnya dilakukan evaluasi mikrokapsul.

3.4.3 Pembuatan Mikrokapsul Mengandung Natrium Diklofenak


3.4.3.1 Formula Mikrokapsul

Tabel 3.1 Formula mikrokapsul HPMCP HP-55

Bahan F1 F2 F3
HPMCP (HP-55) (g) 5 10 15
Natrium diklofenak (g) 5 5 5
Aseton (ml) 60 60 60
Paraffin cair mengandung 2% span 80 (ml) 100 100 100

Keterangan :
F1 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Tabel 3.2 Formula Mikrokapsul Eudragit L 100-55

Bahan F1 F2 F3
Natrium diklofenak (g) 8,00 4,00 2,67
Eudragit L 100-55 (g) 8,00 8,00 8,00
Amonia 0,037% (ml) 200 200 200

Keterangan :
F1 : Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 : Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 : Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


24

3.4.3.2 Proses Pembuatan Mikrokapsul HPMCP HP-55 Mengandung Natrium


Diklofenak (Najmuddin, Patel, Ahmed, Shelar, dan Khan, 2010;
Dalmono, 2009)
HPMCP HP-55 dilarutkan dalam aseton, kemudian diaduk hingga larut.
Natrium diklofenak didispersikan dalam larutan polimer dan diaduk hingga
homogen. Dispersi larutan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak selanjutnya
diemulsikan ke dalam paraffin cair yang mengandung span 80 sebanyak 2%.
Larutan diaduk dengan kecepatan dan waktu dari hasil optimasi hingga pelarut
seluruhnya menguap dan terbentuk mikrokapsul. Mikrokapsul yang terbentuk
kemudian didekantasi dan dicuci dengan n-Heksana untuk menghilangkan
paraffin cair, kemudian dikeringkan dengan udara selama 24 jam. Selanjutnya
dilakukan evaluasi mikrokapsul.

3.4.4 Pembuatan Mikrokapsul Eudragit L 100-55 Menggunakan Metode


Semprot Kering
Eudragit L 100-55 dilarutkan dalam amonia 0,037% di dalam beaker
dengan bantuan pengaduk magnetic stirrer selama 15 menit, kemudian natrium
diklofenak dimasukkan ke dalam larutan Eudragit L 100-55 dan diaduk kembali
selama 15 menit atau hingga tidak terlihat lagi gumpalan sisa natrium diklofenak.
Larutan ini kemudian di masukkan dalam alat spray dry yang telah disetting
dengan suhu masuk 150C, suhu keluar 90C dan diameter nozzle 2-30 m (Cruz,
et al, 2010).

3.4.5 Evaluasi Mikrokapsul


Secara umum evaluasi mikrokapsul meliputi pemeriksaan bentuk fisik,
penentuan kandungan zat aktif, perhitungan persentase zat aktif yang tersalut,
distribusi ukuran, pengukuran kecepatan aliran, dan uji disolusi.

3.4.5.1 Bentuk Mikrokapsul (Apparao, Shivalingam, Reddy, Sunitha, Jyothibasu,


dan Shyam, 2010)
Bentuk mikrokapsul diamati dengan mikroskop, sedangkan morfologi
permukaan mikrokapsul diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


25

3.4.5.2 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul (Apparao, Shivalingam, Reddy,


Sunitha, Jyothibasu, dan Shyam, 2010)
Ukuran dan distribusi ukuran mikrokapsul dievaluasi dengan ayakan
bertingkat (sieve shaker). Suatu seri dengan tujuh ayakan dengan nomor ayakan
16; 25; 35; 45; 60; 80; dan 120 disusun secara menurun dari ukuran lubang
ayakan yang paling besar. Lima gram mikrokapsul ditempatkan dalam ayakan
yang paling atas, kemudian mesin pengayak dijalankan selama 20 menit. Masing-
masing fraksi dalam ayakan ditimbang, dan dilakukan tiga kali tiap formula.
Distribusi ukuran partikel dapat pula dilakukan dengan alat Particle Size Analyzer
(PSA).

3.4.5.3 Penentuan Penjerapan dan Kandungan Zat Inti dalam Mikrokapsul


Sejumlah mikrokapsul dari formula yang terpilih digerus dan ditimbang
secara seksama, kemudian dilarutkan dalam labu ukur 50,0 ml menggunakan
larutan dapar fosfat, kocok hingga homogen. Sisanya ditampung dan diukur
serapnnya dengan spektrofotometer pada 276 nm (Rahman, Islam, Sharmin,
Chowdhury, dan Jalil, 2010).
Penentuan kandungan zat inti dalam mikrokapsul yang telah diperoleh
dapat dihitung presentase zat aktif yang tersalut. Presentase zat aktif tersalut
dihitung dengan membagi fraksi zat aktif sesungguhnya dalam mikrokapsul
dengan fraksi teoritis zat aktif (Apparao, Shivalingam, Reddy, Sunitha,
Jyothibasu, dan Shyam, 2010).

(3.1)

Keterangan :
Fp = persentase zat aktif yang terlarut
Fm = fraksi zat aktif sesungguhnya
Ft = fraksi teoritis zat aktif

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


26

3.4.5.4 Uji Perolehan Kembali Proses (Apparao, Shivalingam, Reddy, Sunitha,


Jyothibasu, dan Shyam, 2010)
Uji perolehan kembali proses ditentukan dengan membandingkan jumlah
mikrokapsul yang diperoleh terhadap semua bahan pembentuk mikrokapsul.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut
(3.2)

Keterangan :
Wp = Faktor perolehan kembali proses
Wm = Bobot mikrokapsul yang diperoleh
Wt = Bobot bahan pembentuk mikrokapsul

3.4.6 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 6,8 (Departemen Kesehatan RI,


1979)
Sebanyak 50 ml KH2PO4 0,2 M, ditambah 22,4 ml NaOH 0,2 N kemudian
diencerkan dengan air bebas CO2 hingga volumenya 200 ml.

3.4.7 Pembuatan Larutan KH2PO4 0,2 M (Departemen Kesehatan RI, 1979)


Sebanyak 27,218 gram KH2PO4 dilarutkan dalam air bebas CO2 kemudian
dicukupkan volumenya hingga 1000 ml.

3.4.8 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva


Kalibrasi Natrium Diklofenak (The United States Pharmacopeia 32th,
2008)
Ditimbang dengan seksama 50 mg standar natrium diklofenak, kemudian
dimasukkan dalam labu ukur 50,0 ml dan ditambahkan 10 ml larutan dapar fosfat
pH 6,8, kemudian dikocok hingga larut. Setelah larut, ditambahkan dapar fosfat
pH 6,8 hingga didapatkan konsentrasi sebesar 1000 ppm. Larutan ini kemudian
diencerkan hingga didapat konsentrasi sebesar 100 ppm dan dilakukan
pengenceran kembali sehingga didapatkan konsentrasi: 4; 8; 10; 16; 20; 24; dan
28 ppm. Masing-masing larutan diukur pada panjang gelombang 276 nm

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


27

menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Untuk pengukuran panjang gelombang


maksimum, pengukuran serapan dilakukan dengan larutan konsentrasi 10 ppm.

3.4.9 Prosedur Uji Pelepasan Natrium Diklofenak Secara In Vitro (Departemen


Kesehatan RI, Farmakope Indonesia edisi Keempat, 1995; Apparao,
Shivalingam, Reddy, Sunitha, Jyothibasu, dan Shyam, 2010)
Uji pelepasan in vitro dilakukan menggunakan metode disolusi dayung
dalam dua medium.

3.4.9.1 Uji Pelepasan Natrium Diklofenak pada Medium HCl pH 1,2


Uji pelepasan natrium diklofenak mula-mula dilakukan pada medium HCl
pH 1,2. Dimasukkan 750 ml asam klorida 0,1 N ke dalam tabung dan dipasang
alat. Kemudian, media dibiarkan hingga mencapai suhu 37 0,5C dengan
kecepatan pengadukan 50 rpm. Mikrokapsul yang setara dengan 25 mg natrium
diklofenak dimasukkan ke dalam alat, kemudian tabung ditutup dan alat
dijalankan selama 2 jam. Sepuluh mililiter sampel diambil dari dalam media
disolusi dalam interval waktu 30, 60, 90, dan 120 menit kemudian larutan yang
diambil diganti dengan medium HCl pH 1,2 dan diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Setelah dua jam,
dilanjutkan perlakuan pada medium dapar fosfat pH 6,8.

3.4.9.2 Uji Pelepasan Natrium Diklofenak pada Medium Dapar Fosfat pH 6,8
Uji pelepasan natrium diklofenak pada medium dapar fosfat pH 6,8
dilakukan dengan cara adjust pH. Ditambahkan 250 ml larutan KH2PO4 0,2M ke
dalam medium HCl pH 1,2 pada suhu 37 0,5C dengan kecepatan 50 rpm. Jika
perlu ditambahkan larutan HCl 2N atau larutan NaOH 2N hingga pH 6,8 0,05.
Alat kemudian dijalankan selama 45 menit. Sepuluh mililiter sampel diambil dari
dalam media disolusi dalam interval waktu 5, 10, 15, 25, 35 dan 45 menit,
kemudian larutan yang diambil diganti dengan medium dapar fosfat pH 6,8 dan
diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum menggunakan
spektofotometer UV-VIS. Pengaturan pH tidak boleh lebih dari 5 menit.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Optimasi Proses Mikroenkapsulasi HPMCP HP-55 Sebagai Uji


Pendahuluan
Sebelum melakukan pembuatan mikrokapsul, perlu dilakukan uji
pendahuluan. Uji pendahuluan diperlukan untuk mengetahui kondisi paling
optimum pembuatan mikrokapsul. Optimasi yang diperlukan diantaranya optimasi
konsentrasi emulgator, kecepatan pengadukan, lama pengadukan serta
perbandingan pelarut dengan polimer. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi
keberhasilan pembentukan mikrokapsul dan hasil mikrokapsul yang diperoleh.

4.1.1 Optimasi Konsentrasi Emulgator


Tahap awal yang dilakukan adalah optimasi konsentrasi emulgator.
Emulgator yang dipakai dalam pembuatan mikrokapsul ini adalah span 80. Span
80 diketahui cukup kuat untuk memertahankan droplet-droplet yang telah
terbentuk sehingga tidak meyatu lagi menjadi gumpalan polimer. Optimasi
dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi emulgator paling baik yang dapat
mempertahankan droplet-droplet, dan sekecil mungkin menghindari busa yang
terbentuk. Konsentrasi untuk optimasi yang digunakan adalah 1%, 2%, dan 3%.
Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 2000 rpm, lama pengadukan 2 jam
serta pelarut yang digunakan sebanyak 5 ml aseton (Rahman, Islam, Sharmin,
Chowdhury, dan Jalil, 2010). Kecepatan, lama pengadukan dan banyaknya pelarut
yang digunakan dipilih berdasarkan literatur.
Hasil optimasi menunjukkan bahwa penggunaan span 80 1% kurang
mampu mempertahankan droplet. Setelah pendiaman selama 2 jam, droplet
mengendap, saling menyatu dan menempel di dasar beaker. Konsentrasi span 80
2% menunjukkan hasil yang lebih baik dari konsentrasi span 80 1%. Setelah
pendiaman selama dua jam droplet yang terbentuk tidak menyatu kembali dan
busa yang terbentuk tidak terlalu banyak. Untuk konsentrasi emulgator 3%,
droplet yang terbentuk dapat dipertahankan, namun busa yang terbentuk lebih

28 Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


29

banyak. Hal ini akan menyulitkan pengamatan pembuatan mikrokapsul selama


proses pengadukan. Oleh karena itu, dari optimasi yang diperoleh, disimpulkan
bahwa konsentrasi emulgator 2% merupakan konsentrasi yang terbaik untuk
mempertahankan droplet mikrokapsul.

4.1.2 Optimasi Kecepatan Pengadukan


Konsentrasi span 80 sebesar 2% yang diperoleh dari uji pendahuluan
konsentrasi emulgator, dipakai untuk optimasi kecepatan pengadukan. Kecepatan
pengadukan mempengaruhi ukuran mikrokapsul yang terbentuk. Ukuran
mikrokapsul dipengaruhi oleh pembentukan droplet pada saat pengadukan.
Larutan polimer yang diemulsikan dalam paraffin cair diaduk dengan kecepatan
tinggi sehingga larutan polimer membentuk droplet. Pembentukan droplet
mengikuti teori pembentukan emulsi yaitu pemecahan polimer yang dipengaruhi
oleh penggunaan energi mekanik, kecepatan penambahan fasa dan suhu. Energi
mekanik merupakan salah satu faktor yang sangat dominan dalam pembentukan
droplet mikrokapsul. Droplet yang telah terbentuk mengalami proses stabilisasi
oleh agen pengemulsi yaitu span 80 (Eccleston, 2007). Waktu dan penambahan
suhu pada saat pengadukan dimaksudkan untuk menguapkan aseton yang
digunakan sebagai pelarut polimer.
Pada pembuatan mikrokapsul, pengadukan dilakukan mulai dari kecepatan
500; 1000; 1500; 2000 dan 3000 rpm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa,
pada pengadukan 500-1500 rpm, droplet mikrokapsul yang terjadi berbentuk bulat
pipih dan berukuran lebih besar. Pada pengadukan dengan kecepatan 2000 rpm,
mikrokapsul yang dihasilkan berbentuk bulat hingga lonjong dan ukurannya lebih
kecil dari mikrokapsul dengan kecepatan pengadukan 500-1500 rpm, sedangkan
pada pengadukan dengan kecepatan 3000 rpm, mikrokapsul yang dihasilkan
berbentuk lonjong dengan ujung yang lebih runcing dan ukurannya lebih kecil
daripada mikrokapsul dengan kecepatan pengadukan 2000 rpm. Berdasarkan hasil
optimasi, mikrokapsul dengan kecepatan pengadukan 2000 rpm dianggap
menghasilkan mikrokapsul dengan ukuran yang paling baik, karena ukurannya
tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar serta memiliki bentuk yang paling baik
yaitu lonjong hingga bulat.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


30

4.1.3 Optimasi Lama Pengadukan


Hasil optimasi konsentrasi emulgator dan kecepatan pengadukan
digunakan untuk melakukan optimasi lama pengadukan. Pengamatan terhadap
waktu pembentukan mikrokapsul dilakukan dari rentang waktu 1 hingga 5 jam.
Setelah dilakukan pengadukan selama satu jam, larutan polimer telah membentuk
droplet-droplet. Hasil pengadukan dibiarkan selama satu jam sehingga droplet
seluruhnya mengendap dan busa yang terbentuk hilang, kemudian didekantasi.
Hasilnya, droplet yang terbentuk menggumpal dan menyatu. Hal ini dikarenakan
aseton pada droplet belum seluruhnya menguap, sehingga permukaan droplet
masih basah oleh aseton dan bersifat lengket. Akibatnya, ketika droplet
bersentuhan dengan droplet yang lain, droplet-droplet tersebut akan menempel
dan menyatu membentuk gumpalan yang lebih besar (Gambar 4.2).
Waktu pengadukan mikrokapsul kemudian ditingkatkan menjadi dua, tiga
dan empat jam. Waktu pengadukan ini ternyata masih belum cukup untuk
menghasilkan mikrokapsul. Droplet yang terbentuk kembali menyatu membentuk
gumpalan yang lebih besar. Waktu pengadukan mikrokapsul ditingkatkan menjadi
lima jam. Setelah disaring, droplet yang terbentuk tidak menyatu dan terbentuk
butir-butir mikrokapsul. Hasil optimasi menunjukkan bahwa waktu pengadukan
selama lima jam dapat membentuk mikrokapsul.
Pengadukan selama lima jam dianggap cukup lama. Untuk mempersingkat
waktu, pengadukan dilakukan menggunakan pemanasan. Pertama, dilakukan
pengadukan selama dua jam tanpa pemanasan kemudian ditambah satu jam
pemanasan dengan suhu 50C. Sehingga total waktu yang diperlukan adalah tiga
jam. Setelah tiga jam pengadukan terbentuk mikrokapsul dengan konsistensi yang
kurang keras. Hal ini kemungkinan karena aseton pada polimer belum menguap
sempurna, akibatnya mikrokapsul kurang kaku dan masih bersifat lembek. Kedua,
dilakukan pengadukan selama tiga jam tanpa pemanasan kemudian ditambah satu
jam pemanasan dengan suhu 50C, sehingga total waktu yang diperlukan adalah
empat jam. Setelah empat jam pengadukan, terbentuk mikrokapsul dengan
konsistensi yang cukup keras dan tidak lembek dengan bentuk lonjong hingga
bulat, berwana putih serta ukuran yang hampir seragam. Hasil optimasi
menunjukkan bahwa, waktu pengadukan selama tiga jam tanpa pemanasan

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


31

ditambah dengan satu jam pemanasan dengan suhu 50C, menghasilkan


mikrokapsul paling baik.

4.2 Pembuatan Mikrokapsul Kosong


Pada pembuatan mikrokapsul kosong HPMCP HP-55, bahan polimer
HPMCP HP-55 yang digunakan sama seperti pembuatan mikrokapsul HPMCP
HP-55 menggunkan natrium diklofenak. Proses pembuatannya mengacu seperti
pada uji pendahuluan, yaitu konsentrasi emulgator span 80 sebesar 2%, dengan
kecepatan pengadukan sebesar 2000 rpm dan waktu pengadukan selama tiga jam
tanpa pemanasan ditambah satu jam dengan pemanasan dengan suhu 50C.
Mikrokapsul kosong yang terbentuk berwarna putih, dengan ukuran antara 250-
355 m. Hasil mikrokapsul kosong dapat dilihat pada Gambar 4.1.

4.3 Pembuatan Mikrokapsul Mengandung Natrium Diklofenak


4.3.1 Formula Mikrokapsul
Mikrokapsul natrium diklofenak dibuat tiga formula dengan perbedaan
rasio zat aktif dengan penyalut. Formula mikrokapsul dibuat dengan rasio 1:1; 1:2;
dan 1:3. (Tabel 3.1 dan Tabel 4.1)

4.3.2 Pembuatan Mikrokapsul HPMCP HP-55 Mengandung Natrium


Diklofenak
Pembuatan mikrokapsul mengandung natrium diklofenak diawali dengan
optimasi kekentalan campuran larutan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak.
Pada awal pembuatan, F1, F2 dan F3 masing-masing dibuat menggunakan aseton
sebanyak 60 ml dengan konsentrasi polimer yang berbeda. Pada pembuatan F1,
larutan polimer 8,3% tidak dapat mendispersikan natrium diklofenak dengan
sempurna, melainkan membentuk gumpalan berwarna putih dan aseton terlihat
terpisah. Hal ini kemungkinan dikarenakan larutan polimer yang terlalu encer,
sehingga tidak mampu mendispersikan natrium diklofenak. Oleh karena itu,
dilakukan optimasi kekentalan polimer dengan natrium diklofenak.
Optimasi mikrokapsul mengandung natrium diklofenak F1 dengan
konsentrasi larutan polimer sebesar 8,3% b/v, HPMCP HP-55 sebanyak satu gram

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


32

dilarutkan dengan aseton sebanyak 12 ml. Kemudian larutan yang terbentuk


ditambahkan natrium diklofenak sebanyak satu gram. Hasil yang terbentuk adalah
larutan membentuk gumpalan dan tidak terdispersi dengan sempurna. Kemudian
dilakukan lagi dengan konsentrasi 10%; 20%; dan 25%. Pada konsentrasi 10%
dan 20%, hasil yang terbentuk adalah larutan masih membentuk gumpalan dan
tidak terdispersi dengan sempurna serta masih ada sedikit aseton yang terpisah.
Pada konsentrasi 25%, tidak terlihat gumpalan dan tidak terlihat lagi aseton yang
terpisah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi larutan polimer 25%
dapat digunakan untuk mendispersikan natrium diklofenak.
Setelah didapatkan larutan polimer yang optimal, dilakukan pembuatan F1,
F2 dan F3 dengan konsentrasi larutan polimer sebesar 25%. Campuran yang
mengandung natrium diklofenak berwarna lebih putih dibandingkan dengan
larutan polimer tanpa natrium diklofenak. Campuran ini selanjutnya dibuat
mikrokapsul dengan metode dari hasil optimasi. Dihasilkan mikrokapsul yang
berwarna putih kekuningan, berbentuk lonjong hingga bulat serta ukuran yang
hampir seragam (Gambar 4.3). Setelah mikrokapsul terbentuk, selanjutnya
dilakukan evaluasi mikrokapsul.

4.4 Pembuatan Mikrokapsul Eudragit L 100-55 Menggunakan Metode


Semprot Kering
Pada rencana awal, mikrokapsul Eudragit L 100-55 dibuat menggunakan
metode penguapan pelarut, tapi setelah dilakukan optimasi maupun pembuatan
mikrokapsul dengan zat aktif menggunakan metode penguapan pelarut, droplet
mikrokapsul tidak mampu terbentuk, melainkan membentuk gumpalan seperti
karet. Hal ini disebabkan karena belum ditemukanya formulasi kekentalan,
maupun campuran bahan yang sesuai untuk membentuk droplet mikrokapsul
Eudragit L 100-55. Selanjutnya, untuk pembuatan mikrokapsul eudrgait, metode
yang dipilih adalah semprot kering. Metode ini lebih mudah dan efisien, selain itu
mampu menghasilkan pengeringan bahan dengan cepat tanpa merusak sifat bahan
yang dikeringkan, juga dapat menghasilkan serbuk dengan ukuran sangat kecil
(Deasy, 1984).

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


33

Proses pembuatan mikrokapsul secara semprot kering dimulai dengan


mendispersikan serta menghomogenkan polimer dan zat aktif dalam medium yang
sesuai, dalam penelitian ini digunakan 0,037% NH4OH. Setelah itu, campuran
polimer dan zat aktif mengalami proses atomisasi yaitu pengeringan pelarut
dengan udara pemanas pada alat penyemprot. Serbuk yang telah kering
dikumpulkan pada suatu wadah pengumpul (Deasy, 1984).
Pada proses pembuatan, sebelumnya dilakukan orientasi terhadap suhu
penyemprotan agar mikrokapsul yang dihasilkan cukup kering dan tidak saling
menempel karena akan mengakibatkan aglomerasi partikel. Suhu masuk yang
dipilih adalah 150oC dengan suhu keluar 90oC karena pada suhu ini dihasilkan
serbuk yang cukup kering dan tidak saling menempel. Selain itu, diatur kecepatan
penyemprotan 10 ml/menit dengan tekanan penyemprotan sebesar 4-6 bar.
Kecepatan penyemprotan dan besarnya tekanan yang dipilih akan mempengaruhi
kuantitas mikrokapsul yang diperoleh. Semakin tinggi kecepatan penyemprotan
yang dipilih, maka kuantitas mikrokapsul yang dihasilkan akan semakin kecil
walaupun waktu pengerjaan semakin cepat.
Secara organolepstis, mikrokapsul Eudragit L 100-55 yang terbentuk dari
metode semprot kering adalah berwarna putih, berbentuk serbuk serta tidak
berbau. Ketika masih berbentuk campuran, larutan ini berbau NH4OH, namun
setelah disemprot dengan suhu masuk 150C, amoniak dapat menguap dan tidak
meninggalkan bau lagi.

4.5 Evaluasi Mikrokapsul


Evaluasi mikrokapsul yang dilakukan adalah pemeriksaan bentuk fisik,
penentuan perolehan kembali proses, penentuan efisiensi penjerapan dan
kandungan zat aktif, distribusi ukuran, dan uji pelepasan obat secara in vitro.

4.5.1 Pemeriksaan Bentuk Fisik Mikrokapsul (Apparao, Shivalingam, Reddy,


Sunitha, Jyothibasu, dan Shyam, 2010)
Secara organoleptis, mikrokapsul HPMCP HP-55 terlihat berbentuk
lonjong hingga bulat, dan berwarna putih kekuningan. Perbedaan bentuk partikel
kemungkinan dipengaruhi oleh banyaknya polimer yang digunakan. Pada

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


34

penyalutan menggunakan polimer yang lebih sedikit, mikrokapsul yang dihasilkan


akan mengikuti bentuk partikel inti. Jika polimer yang digunakan semakin
banyak, maka seluruh permukaan partikel inti dapat disalut oleh polimer dan
mampu menutupi cekungan mikropartikel yang terdapat pada permukaannya
sehingga bentuk mikrokapsul bisa bulat. Kemungkinan kedua, perbedaan bentuk
partikel disebabkan karena perbedaan kecepatan penguapan pelarut. Pada satu sisi
mikrokapsul, pelarut sudah menguap secara sempurna dan bersifat kaku, namun
pada sisi lain masih ada kemungkinan pelarut belum sepenuhnya menguap. Pada
proses pengadukan, bagian yang belum menguap sempurna masih bersifat
reversibel, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan bentuk menjadi lonjong
atau oval.
Bentuk dan morfologi mikrokapsul dianalisis menggunakan alat Scanning
Electron Microscope (SEM). Hasil SEM menunjukkan dinding mikrokapsul
HPMCP HP-55 pada formulasi F1 terlihat kasar, terdapat bentuk serat-serat
panjang, dan terlihat lubang yang sangat jelas pada perbesaran 1000 kali.
Sedangkan untuk formulasi F2 dan F3, dindingnya terlihat lebih halus dan merata.
Untuk mikrokapsul F2, pada perbesaran 1000 kali terlihat adanya serat-serat pada
permukaan mikrokapsul namun lebih sedikit, sedangkan pada F3, permukaan
lebih halus dan hanya nampak sedikit serat-serat pendek yang menempel pada
permukaan mikrokapsul. Semakin banyak polimer yang digunakan, serat-serat
yang terlihat terlihat semakin sedikit dan permukaan mikrokapsul HPMCP HP-55
semakin halus. Polimer yang lebih banyak mampu menutupi lubang-lubang serta
serat yang terdapat pada permukaan mikrokapsul. Dari hasil yang diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa banyaknya jumlah penyalut mempengaruhi morfologi
permukaan mikrokapsul.
Secara organoleptis mikrokapsul Eudragit L 100-55, terlihat berbentuk
serbuk berwarna putih dan tidak terlihat butiran seperti pada mikrokapsul HPMCP
HP-55. Ukuran mikrokapsul Eudragit L 100-55 yang relatif kecil karena alat
penyemprot pada spray dry berukuran antara 2-30 m, sehingga mikrokapsul
yang dihasilkan ukurannya lebih kecil. Pada pengamatan menggunakan SEM,
mikrokapsul Eudragit L 100-55 berbentuk bulat sempurna dengan ukuran yang
tidak seragam. Pada perbesaran 3500 kali, permukaan mikrokapsul Eudragit L

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


35

100-55 terlihat halus dan merata serta tidak terlihat lubang maupun serat seperti
pada mikrokapsul HPMCP HP-55 (Gambar 4.4; Gambar 4.5; dan Gambar 4.6).
Bentuk bulat sempurna dari mikrokapsul Eudragit L 100-55 kemungkinan karena
penguapan pelarut yang sangat cepat dan merata pada saat pembentukan
mikrokapsul pada alat penyemprot. Ketika dispersi polimer disemprotkan, droplet
yang terbentuk akan masuk ke dalam tabung pengering bersuhu 150C sehingga
pelarut dapat menguap dengan cepat. Ukuran droplet yang relatif kecil juga
mendukung pengeringan yang lebih cepat.

4.5.2 Uji Perolehan Kembali Proses (Apparao, Shivalingam, Reddy, Sunitha,


Jyothibasu, dan Shyam, 2010)
Nilai uji perolehan kembali proses dihitung dengan membandingkan bobot
awal keseluruhan bahan yang digunakan dalam pembuatan mikrokapsul,
dibandingkan dengan bobot mikrokapsul kering yang diperoleh. Persentase
mikrokapsul HPMCP HP-55 yang diperoleh dari F1, F2 dan F3 berturut-turut
adalah 82,6967%; 87,2123%; dan 91,8228%. Berat akhir mikrokapsul natrium
diklofenak sangat dipengaruhi oleh perbandingan antara natrium diklofenak dan
HPMCP HP-55 karena semakin sedikit polimer, maka zat aktif akan semakin
mudah lepas, semakin banyak polimer maka zat aktif yang terjerap akan semakin
banyak. Hal ini secara visual juga ditunjukkan dari warna paraffin cair sisa
pengadukan. Paraffin cair pada F1 terlihat berwarna paling putih, sedangkan
paraffin cair pada F3 berwarna paling jernih. Warna paraffin cair yang lebih putih
menunjukkan bahwa konsentrasi natrium diklofenak yang tidak terjerap dan
terdapat pada paraffin cair lebih banyak daripada warna paraffin cair yang lebih
jernih.
Untuk mikrokapsul Eudragit L 100-55, persentase perolehan kembali
proses yang diperoleh dari F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 40,56%, 51,92%,
dan 57,26%. Hal ini menunjukkan hasil yang kurang baik, karena pada umumnya
uji perolehan kembali yang diperoleh dari proses mikroenkapsulasi menggunakan
spray dry dapat mencapai lebih dari 85%. Pada mikrokapsul Eudragit L 100-55,
semakin rendah viskositas larutan, efisiensi perolehan kembali prosesnya semakin
besar. Jika viskositas larutan semakin rendah, aliran larutan menjadi semakin

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


36

mudah serta semakin sedikit yang menempel pada dinding-dinding alat. Oleh
karena itu, droplet yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Viskositas larutan
yang lebih tinggi menyebabkan proses pengeringan menjadi sulit dan
membutuhkan waktu pengerjaan yang lambat. Hal ini memungkinkan lebih
banyak bahan menempel pada alat dan sukar mengalir untuk disemprot, sehingga
uji perolehan kembali proses yang diperoleh menjadi kecil.
Jika dibandingkan dengan mikrokapsul HPMCP HP-55, hasil perolehan
kembali proses mikroenkapsulasi Eudragit L 100-55 lebih kecil dibandingkan
dengan perolehan kembali proses mikroenkapsulasi HPMCP HP-55. Hal ini
dikarenakan pada waktu proses pembuatan mikrokapsul Eudragit L 100-55,
banyak material pembuat mikrokapsul yang menempel di dinding tabung spray
dry yang tidak dapat diambil, sedangkan pada pembuatan mikrokapsul HPMCP
HP-55, presentase perolehan kembali prosesnya lebih besar karena alat yang
digunakan lebih sederhana dan lebih mudah untuk mengumpulkan hasil
mikrokapsul yang telah terbentuk.

4.5.3 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul (Apparao, Shivalingam, Reddy,


Sunitha, Jyothibasu, dan Shyam, 2010)
Distribusi ukuran partikel mikrokapsul HPMCP HP-55 diukur
menggunakan ayakan bertingkat pada rentang 0 hingga 1180 m. Dari hasil
evaluasi, didapatkan modus 356-500 m. Pada formula mikrokapsul HPMCP HP-
55 F1; F2; dan F3 mikrokapsul yang terdistribusi sebanyak 60,00; 69,33; dan
75,27%. Pada ayakan dengan ukuran lebih dari 1180 m, pada F1 terdapat
mikrokapsul sebesar 0,67%, sedangkan untuk F2 dan F3, bernilai nol persen. Hal
ini menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel pada F1 kurang merata.
Distribusi ukuran partikel yang tidak merata disebabkan karena kecepatan
penguapan pelarut yang berbeda, sehingga dapat terjadi penggumpalan yang
menyebabkan mikrokapsul membentuk droplet yang tidak seragam.
Distribusi ukuran partikel mikrokapsul Eudragit L 100-55 diukur
menggunakan particle size analyzer (PSA). Mikrokapsul yang diperoleh dari hasil
PSA menunjukkan hasil yang bervariasi. Hasil distribusi ukuran partikel dari
mikrokapsul Eudragit L 100-55 terdapat pada Tabel 4.6; 4.7 dan Gambar 4.13;

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


37

4.14. Untuk mikrokapsul Eudragit L 100-55, partikel yang dihasilkan terdistribusi


pada ukuran 0,4-20 m. Mikrokapsul yang dihasilkan jauh lebih kecil daripada
mikrokapsul HPMCP HP-55. Hal ini dipengaruhi oleh metode yang digunakan.
Pada metode spray dry, alat penyemprot berukuran 2-30 m, sehingga partikel
yang terbentuk berada pada rentang yang sesuai dengan alat penyemprot atau
lebih kecil.

4.5.4 Penentuan Efisiensi Penjerapan dan Kandungan Zat Inti dalam


Mikrokapsul
Uji penentuan efisiensi penjerapan dilakukan dengan cara membandingkan
kadar zat inti sebenarnya terhadap kadar zat inti teoritis, tujuannya untuk
mengetahui jumlah obat yang terjerap dalam mikrokapsul. Dari ketiga formula
mikrokapsul HPMCP HP-55 yang dibuat, diketahui bahwa F3 merupakan formula
yang paling besar persentase efisiensi penjerapannya yaitu sebesar 99,86% dan F1
merupakan formula yang paling kecil persentase efisiensi penjerapannya yaitu
sebesar 84,45%. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah polimer. Formula
yang polimernya lebih banyak, kekuatan untuk penahanan zat aktif ketika proses
pengadukan lebih besar, sehingga penjerapan zat aktif menjadi lebih besar. Pada
mikrokapsul Eudragit L 100-55, efisiensi penjerapan pada F1 memperoleh nilai
yang paling besar yaitu 113,16%. Hal ini dipengaruhi oleh metode yang
digunakan. Pada pembuatan mikrokapsul Eudragit L 100-55 dengan metode spray
dry, reprodusibel dari alat spray dray dapat dikatakan bagus. Selain itu, ada
kemungkinan polimer tertahan pada nozzle sehingga natrium diklofenak yang
ukurannya lebih kecil, dapat lolos dan menjadi mikrokapsul (Tabel 4.7).
Penentuan kandungan zat inti dilakukan untuk mengetahui perbandingan
antara zat inti terhadap bobot keseluruhan mikrokapsul, sehingga dapat diketahui
jumlah zat inti yang terdapat pada sejumlah mikrokapsul. Pada mikrokapsul
HPMCP HP-55 maupun mikrokapsul Eudragit L 100-55 kandungan zat inti
berkisar antara 24,09-56,56%. F1 merupakan formula yang memiliki persentase
kandungan zat inti yang paling banyak dan F3 merupakan formula yang memiliki
persentase terkecil. Perbandingan banyaknya zat inti yang terkandung dalam
mikrokapsul dipengaruhi oleh perbandingan antara bahan inti dan penyalutnya.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


38

4.5.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva


Kalibrasi Natrium Diklofenak Pada Medium Fosfat pH 6,8 (The United
States Pharmacopeia 32th, 2008)
Penentuan panjang gelombang maksimum dan pembuatan kurva kalibrasi
natrium diklofenak dibuat pada medium dapar fosfat pH 6,8. Untuk pengukuran
hasil uji pelepasan obat pada asam pH 1,2, kurva kalibrasinya menggunakan kurva
kalibrasi pada medium dapar fosfat pH 6,8 karena pada pH asam, kelarutan
natrium diklofenak sangat kecil sehingga data yang diperoleh kurang kuantitatif.
Adapun penggunaan etanol, aquadest, dan penambahan tween 80 masih kurang
berhasil untuk membantu meningkatkan kelarutan. Pada penggunaan etanol dan
air, kelarutannya masih kecil, sedangkan penggunaan tween 80, menggeser
puncak gelombang ke arah kiri hingga 280 m (batokromik, yaitu bertambah
besarnya panjang gelombang dibandingkan seharusnya akibat pengaruh
perubahan pelarut atau pH) (Harmita, 2006).
Persamaan garis pada kurva kalibrasi natrium diklofenak yang digunkan
untuk penetapan kandungan zat inti, penentuan persentase zat inti yang tersalut
dan uji pelepasan in vitro adalah y = 0,0293x + 0,0059, dengan koefisien relasi (r)
= 0,9998. Hasilnya dapat dikatakan baik (Tabel 4.5 dan Gambar 4.9).

4.5.6 Uji Pelepasan Obat Secara In Vitro (Farmakope Indonesia Ed.VI, 1995;
Apparao, 2010)
4.4.6.1 Pelepasan pada Medium HCl pH 1,2
Pada uji pelepasan in vitro dalam medium HCl pH 1,2, mikrokapsul
HPMCP HP-55 pada F1; F2; dan F3 berturut-turut yang terlepas sebanyak
11,596%; 7,3067%, dan 5,5759%. Perbedaan banyaknya natrium diklofenak yang
dilepaskan dipengaruhi oleh banyaknya jumlah polimer pada setiap formula.
Semakin banyak jumlah polimer, maka penahanan pelepasan di asam akan
semakin besar, karena dinding mikrokapsul semakin tebal. Pada F1 natrium
diklofenak yang terlepas paling banyak sedangkan jumlah polimernya paling
sedikit dibandingkan F2 dan F3 (Gang, Feng, Mei, Jin, Xiu, dan Yun, 2004).
Pengaruh permukaan morfologi mikrokapsul juga mempengaruhi
pelepasan obat. Pada mikrokapsul HPMCP HP-55 F1, pada perbesaran 1000 kali

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


39

terlihat adanya pori-pori yang lebih besar, hal ini akan meningkatkan penetrasi
medium ke dalam mikrokapsul dan meningkatkan laju pelepasan obat. Sedangkan
pada F2 pori-pori mikrokapsul terlihat lebih kecil jika dibandingkan dengan F1,
sedangkan F3 hampir tidak terlihat adanya pori-pori pada permukaan
mikrokapsul. Pada kasus ini penahanan pelepasan natrium diklofenak pada F1
lebih kecil dibandingkan F2 dan F3.
Pelepasan natrium diklofenak secara umum mengikuti persamaan
Washburn yaitu:

(4.1)

(4.2)

dengan t adalah waktu penetrasi, h adalah panjang lintasan penetrasi, adalah


viskositas medium, adalah tegangan permukaan, adalah sudut kontak dan D
adalah diameter pori-pori (Hanzic, Kosec, dan Anzel, 2009). Pada mikrokapsul
HPMCP HP-55 F1, terlihat pori-pori yang cukup besar sehingga nilai D juga
besar, selain itu jumlah polimer lebih sedikit sehingga dinding mikrokapsul juga
tipis artinya nilai h akan semakin kecil. Nilai viskositas medium, sudut kontak dan
tegangan permukaan dianggap sama, maka panjang lintasan penetrasi akan
berbanding terbalik dengan diameter pori-pori. Jika panjang lintasan penetrasi
kecil dan diameter por-pori besar, maka waktu yang diperlukan untuk melepaskan
natrium diklofenak akan semakin cepat. Semakin tipis dinding penyalut, maka
natrium diklofenak yang dilepaskan akan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan
hasil uji pelepasan obat pada mikrokapsul HPMCP HP-55 F1, F2 dan F3.
Pada mikrokapsul Eudragit L 100-55, hasil pelepasan obat pada medium
HCl pH 1,2 formula F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 0,47; 0,31; dan 0,29%.
Perbedaan banyaknya pelepasan natrium diklofenak dikarenakan banyaknya
jumlah polimer pada setiap formula. Semakin banyak jumlah polimer, maka
penahanan pelepasan di asam akan semakin besar, karena dinding mikrokapsul
semakin tebal. Namun, pada mikrokapsul Eudragit L 100-55, perbedaan rasio
polimer penyalut dengan zat aktif tidak secara signifikan mempengaruhi
pelepasan natrium diklofenak pada medium HCl pH 1,2. Selain itu, pada hasil

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


40

SEM, morfologi permukaan mikrokapsul Eudragit L 100-55 terlihat halus dan rata
serta tidak terlihat pori-pori seperti pada mikrokapsul HPMCP HP-55. Keadaan
morfologi mikrokapsul Eudragit L 100-55 memberikan pengaruh peningkatkan
penahanan permeasi pada medium asam.
Secara keseluruhan, jika dibandingkan dengan hasil pelepasan obat pada
mikrokapsul HPMCP HP-55, nilai pelepasan mikrokapsul Eudragit L 100-55
lebih kecil. Hal ini dipengaruhi oleh ketebalan dinding mikrokapsul yang
dipengaruhi banyaknya polimer, pori-pori permukaan mikrokapsul dan jenis
polimer yang digunakan. HPMCP HP-55 merupakan polimer semi sintetis turunan
selulosa dengan substitusi gugus ftalat yaitu gugus fungsi yang berperan dalam
penahanan permeasi medium asam. Ditinjau dari kandungan gugus ftalat pada
HPMCP HP-55 (18-22%) (Wade dan Weller, 1994), kemungkinan derajat
substitusi gugus ftalat dalam polimer HPMCP HP-55 kurang mencukupi untuk
menahan permeasi medium asam. Selain itu, ada kemungkinan terjadinya
degradasi gugus ftalat sehingga kadar ftalat kurang dari 18%. Sedangkan Eudragit
L 100-55 merupakan polimer sintetis turunan metakrilat yang mengandung
kopolimer anionik poli (asam metakrilat, etil akrilat) 1:1, yang dirancang dengan
komposisi yang tepat untuk penargetan obat pada suasana pH di atas pH 5,5.
Banyaknya komposisi akrilat pada Eudragit L 100-55 telah dipersiapkan untuk
evaluasi sebagai penyalut yang potensial untuk sistem penghantaran penargetan
yang tepat (Rodriguez, Jato, dan Torres, 1998).

4.4.6.2 Uji Pelepasan Pada Medium Dapar Fosfat pH 6,8


Uji pelepasan pada medium dapar fosfat pH 6,8 dilakukan dengan cara
adjust pH menggunakan KH2PO4 dan NaOH terhadap 750 ml medium disolusi
HCl pH 1,2, hingga medium disolusi mencapai pH 6,8. Untuk mencapai nilai pH
6,8, ditambahkan KH2PO4 0,2M 250 ml dan NaOH 2N sebanyak 48 ml.
(Departemen Kesehatan RI, 1995). Jumlah NaOH yang diperlukan diperoleh dari
hasil optimasi.
Pada uji pelepasan in vitro dalam medium dapar fosfat pH 6,8 mikrokapsul
HPMCP HP-55 mengalami peningkatan pelepasan natrium diklofenak pada menit
ke-0 hingga menit ke-45. Pada formula F1, F2; dan F3, setelah menit ke-45 obat

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


41

yang dilepaskan berturut-turut sebanyak 97,53; 96,04; dan 93,27%. Terdapat


perbedaan pelepasan antara F1; F2; dan F3, namun tidak terlalu signifikan. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena HPMCP HP-55 cenderung mudah larut pada
medium yang memiliki pH di atas 5,5 sehingga dalam waktu 45 menit, polimer
hampir semuanya telah terdegradasi (Wade dan Weller, 1994), selain itu
perbedaan jumlah obat yang dilepaskan juga dipengaruhi oleh ketebalan dinding
mikrokapsul serta pori-pori permukaan seperti pada medium asam. F1 merupakan
mikrokapsul yang paling banyak melepaskan natrium diklofenak, karena jumlah
polimer yang digunakan paling sedikit dan pori-pori permukaan mikrokapsulnya
paling besar.
Pada mikrokapsul Eudragit L 100-55, hasil pelepasan obat pada medium
dapar fosfat pH 6,8 formula F1, F2 dan F3 setelah 45 menit berturut-turut adalah
88,75; 71,97; dan 70,34%. Terdapat perbedaan pelepasan antara F1; F2; dan F3.
Hal tersebut disebabkan karena penurunan resistensi lapisan dinding mikrokapsul
karena peningkatan ketebalan dinding mikrokapsul. Semakin sedikit jumlah
polimer, maka waktu pelepasan di medium dapar fosfat pH 6,8 akan semakin
cepat dan natrium diklofenak yang dilepaskan semakin banyak. Pelepasan natrium
diklofenak dari mikrokapsul Eudragit L 100-55 juga mengikuti persamaan Lucas-
Washburn. Pada mikrokapsul Eudragit L 100-55 F1, F2, dan F3, tidak terlihat
pori-pori seperti mikrokapsul HPMCP HP-55, sehingga nilai D (diameter pori-
pori) sangat kecil. Selain itu jumlah polimer yang berbeda pada formula
mempengaruhi panjang lintasan medium penetrasi. Pada Eudragit L 100-55 F3
dinding mikrokapsul lebih tebal artinya lintasan penetrasi mediumnya (h) semakin
besar. Panjang lintasan penetrasi medium akan berbanding terbalik dengan
diameter pori-pori. Jika lintasan penetrasi medium besar dan diameter pori-pori
kecil, maka waktu yang diperlukan untuk melepaskan natrium diklofenak akan
semakin lama. Semakin tebal dinding penyalut, maka natrium diklofenak yang
dilepaskan akan semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan hasil uji pelepasan obat
pada mikrokapsul Eudragit L 100-55 F1, F2 dan F3.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Perbandingan obat dengan polimer pada mikrokapsul HPMCP HP-55
mempengaruhi pelepasan natrium diklofenak dari uji pelepasan obat pada
medium HCl pH 1,2.
2. Formula mikrokapsul HPMCP HP-55 dengan rasio 1:2 (F2) dan 1:3 (F3)
serta Eudragit L 100-55 dengan rasio 1:1 (F1) memenuhi persyaratan
sebagai sediaan lepas tunda, dengan jumlah pelepasan obat pada medium
HCl pH 1,2 sebesar 7,31%; 5,58% dan 0,47% setelah dua jam, serta pada
medium dapar fosfat pH 6,8 sebesar 96,04%; 93,27% dan 88,75% setelah
45 menit.
3. Mikrokapsul natrium diklofenak dengan penyalut Eudragit L 100-55
memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dengan ukuran 0,41-20 m,
dibandingkan dengan mikrokapsul dengan penyalut HPMCP HP-55
dengan modus ukuran 355-500 m.

5.2 Saran
1. Perlu metode dan zat aktif lain untuk mikroenkapsulasi HPMCP HP-55
dan Eudragit L 100-55.
2. Perlu dilakukan mikroenkapsulasi dengan kombinasi polimer HPMCP HP-
55 dan Eudragit L 100-55 untuk meningkatkan penahanan permeasi
mikrokapsul HPMCP HP-55 pada medium HCl pH 1,2.

42 Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


DAFTAR ACUAN

Apparao, B., Shivalingam, M., Reddy, Y. K., Sunitha, N., Jyothibasu, T., dan
Shyam, T. (2010). Design and Evaluation of Sustain Release Microcapules
Containing Diclofenac Sodium. International Journal of Pharmaceutical
and Biomedical Research, 1(3), 90-93.
Bai, J. P., Guo, J. H., dan Chaubal, M. V. (2006). Use of Nanoactive
Pharmaceutical Excipients ini Oral Drug Formulation : Biopharmaceutical
Classification System Consideretions. Dalam A. Katdare, dan M. V.
Chaubal, Excipient Development for Pharmaceutical, Biotechnology, and
Drug Deivery Systems (hal. 181-190). New York: Informa Healthcare
USA, Inc.
Banakar, U. (1992). Pharmaceutical Dissolution Testing. New York: Marcel
Dekker, Inc.
Banker, G., dan Rhodes. (1989). Modern Pharmaceutics 2nd Rd. New York:
Marcel Dekker, Inc.
Benoit, J. P., Marchais, H., Rolland, H., dan Velde, V. V. (1996). Biodegradable
Michrospheres : Advances in Production Technology. Dalam S. Benita,
Microencapsulation, Methods and Industrial Application (hal. 42-49).
New York: Marcel Dekker, Inc.
Bodmeier, R. (1999). Nondegradable polymers for Drug delivery. Dalam E.
Mathoiwitz, Encyclopedia of Controled Drug Delivery Volumes 1&2 (hal.
664-674). 1999: John Wiley dan Son, Inc.
Chella, N., Yada, K. K., dan Vempati, R. (2010). Preparation and Evaluation of
Ethyl Cellulose Microspheres Containing Diclofenac Sodium by Novel
W/O/O Emulsion Method. Journal of Pharmaceutical Science and
Research., Vol.2 (12), 884-888.
Chourasia, M., dan Jain, S. (2003). Pharmaceutical Approaches to Colon Targeted
Drug Delivery System. J. Pharm Pharmaceutical Science, 40-43.
Chuasuwan, B., Binjesoh, V., Polli, J. E., Zhang, H., Amidon, G. L., Junginger, H.
E., et al. (2009). Biowaiver Monographs for Immediate Release Solid Oral

43 Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


44

Dosage Forms : Diclofenac Sodium and Diclofenac Potassium. Journal of


Pharmaceutical Science, Vol. 99 No. 4, April, 1206-1219.
Cruz, L., Assumpcao, E., Andrade, S. F., Conrado, D. J., Kulkamp, I. C.,
Guterres, S. S., et al. (2010). Gastroresistant microparticles containing
sodium alendroate prevent the bone loss in ovariectomized rats. European
Journal of Pharmaceutical Sciences, 40, 441-447.
Dalmono, A. (2009). Enteric Microparticles Coated with Smart Polymers for
Controled Drug Delivery Applicatios. Ingegneria Chimica. 58-59: Tesis
Universitas Degli.
Dan Li. (2005). Microencapsulation of Protein with Eudragit S 100 Polymer.
Adelaide: A Thesis for the degree of Master of Applied Science
Enginering, University of Adelaide.
Davies, N. M. (1999). Sustain Release and Enteric Coated NSAIDs: Are They
Really GI Safe? J Pharm Pharmaceut Sci 2 (1), 5-14.
Deasy, P. (1984). Microencapsulation and Related Drug Processes. New York:
Marcel Dekker Inc. 1-60, 85-116.
Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi Ketiga. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia edisi Keempat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1022-1030; 1084-1085.
Dubey, R., Shami, T., dan Rao, K. B. (2009). Microencapsulation Technology and
Applications. Defence Science Journal, Vol 59, no.1, 82-95.
Eccleston, G. M. (2007). Emulsions and Microemulsions. In J. Swarbrick,
Encyclopedia of Pharmaceutical Technology 3th edition (pp. 1548-1549).
New York: Informa Health Care USA, Inc.
Elizabeth, A. (2008, Januari). Diclofenac Sodium Tablet, Delayed Release.
Dipetik Januari 20, 2011, dari Daily Med Current Medication Information:
http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/drugInfo.cfm?id=7378
English, J. P., dan Dang, W. (1999). Febrication of Controled-Delivery Devices.
Dalam Mathiowitz, Encyclopedia of Controled Drug Delivery Volumes 1
dan 2 (hal. 349). Canada: John Wiley dan Sons, Inc.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


45

Fix, J. (1999). Oral Drug Delivery, Small Intestine dan Colon. Dalam E.
Mathiowitz, Encyclopedia of Controled Drug Delivery Volume 1 dan 2
(hal. 698-701). Canada: John Wiley dan Sons, Inc.
Galichet, L. Y. (2005). Clarke's Analysis of Drugs and Poisons 3rd. London:
Pharmaceutical Press.
Gang Cheng, Feng An, Mei Juan Zou, Jin Sun, Xiu Hua Hao, dan Yun Xia He.
(2004). Time and pH dependent colon specific drug delivery for orally
administered diclofenac sodium and 5-aminosalicylic acid. World Journal
of Gastroenterology, 10(12), 1769-1774.
Gangadhar, C., Sunder, S., Varma, V. K., Raju, S., dan Kiran, S. (2010).
Formulation and Evaluation of Indomethacin Microspheres using natural
and synthetic polymers as Controlled Release Dosage Forms.
International Journal of Drug Discovery, 2(1), 08-16.
Ghosh, S. (2006). Microencapsulation : A General Perspective. Dalam S. Ghosh,
Functional Coating by Polymer Microencapsulation (hal. 1-20).
Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH dan Co. KGaA.
Gunawan, S. G., dan Wilmana, P. F. (2007). Analagesik-Antipiretik Analgesik
Anti-inflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam D.
F. Indonesia, Farmakologi dan Terapi (hal. 230-258). Jakarta: Gaya Baru.
Hanson, W. (1990). Handbook of Dissolution Testing. California: Aster
Publishing Corporation. 27-41.
Hanzic, L., Kosec, L., & Anzel, I. (2009, October 17). Capilary absorbtion in
concentrate and the Lucas Washburn equation. Cement and Concrete
Composites, 32, 84-91.
Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Jakarta: Cipta Kreasi Bersama,
26-28.
Hogan, J. E. (2002). Film Coating materials and their properties. Dalam G. Cole,
Pharmaceutical Coating Technology (hal. 1-20). London: Taylor dan
Francis Ltd.
Jacob, J. S. (1999). Characterization of Delivery Systems, Microscopy. Dalam E.
Mathiowitz, Encyclopedia of Controled Drug Delivery Vol.1dan2 (hal.
233-320). New York: John Wiley dan Sons.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


46

Kamal, M. M., Ahmed, M., Wahed, M. I., Amran, M. S., Shaheen, S. M., Rashid,
M., et al. (2008, June). Development of Indomethacin Sustained Release
Microcapsules using Ethyl Cellulose and Hydroxy Propyl Methyl
Cellulose Phtalate by O/W Emulsification. Journal Pharmacy Science,
7(1), 83-88.
Kinam Park, dan Yoon Yeo. (2007). Microencapsulation Technology. Dalam J.
Swarbrick, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology 3th Edition Vol.1
(hal. 2315-2326). New York: Informa, Healthcare.
Krowezynski, L. (1987). Extended-Release Dosage Forms. Boca Raton: CRC
Press, Inc. 31-34, 122-124.
Lachman, L., Herbert, L., dan Kanig, J. L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri edisi 2. Terjemahan dari The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy. oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. 861-889.
Malinowski, H. J., dan Marroum, P. J. (1999). Food and Drug Administration
Requirements for Controled Release Products. Dalam E. Mathiowitz,
Encyclopedia of Controled Drug Delivery Volume 1 dan 2 (hal. 381-384).
Canada: John Wiley dan Son, Inc.
Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A. (1993). Dasar-dasar farmasi fisik
dalam ilmu farmasetik edisi ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia UI
Press.
Mathiowitz, E., Kreithz, M. R., dan Peppas, L. B. (1999). Microencapsulation.
Dalam E. Mathiowitz, Encyclopedia of Controled Drug Delivery Vol.1&2
(hal. 493-533). New York: A Wiley-Interscience.
Min Soo kim, Jeong Soo Kim, Ho Sun Kang, Hee Yeon Yoo, Sibeum Lee, Jeong
Sook Park, et al. (2007). Influence of Water Soluble Additives and
HPMCP on Release from Surelease Coated Pellets Containing Tamsulosin
Hydrochloride. Archives of Pharmacal Research, 30(8), 1008-1013.
Nair, A. B., Gupta, R., Kumria, R., Jacob, S., dan Attimarad, M. (2010).
Formulation and Evaluation of Enteric Coated Tablets of Proton Pump
Inhibitor. Journal of Basic and Clinical Pharmacy, 001(004), 215-221.
Najmuddin, M., Patel, V., Ahmed, A., Shelar, S., dan Khan, T. (2010).
Preparation and Evaluation of Flurbiprofen Microcapsule for Colonic

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


47

Drug Delivery System. International Journal of Pharmacy and


Pharmaceutical Sciences, 2, 83-87.
Palmieri, G. F., Bonacucina, G., Martino, P. D., dan Martelli, S. (2002). Gastro
Resistant michrospheres containing ketoprofen. J. Microencapsul, 111-
119.
Peppas, N. A., Wood, K. M., dan Blanchette, J. O. (2004). Hydrogels for Oral
Delivery of Therapetic Proteins. Expert Opin. Biol. Ther 4(6), 1-7.
Rahman, M. M., Islam, M. S., Sharmin, N., Chowdhury, J. A., dan Jalil, R. u.
(2010, Juni). Preparation and Evaluation of Cellulose Acetate Phtalate and
Ethyl Cellulose Based Microcapsules of Diclofenac Sodium Using
Emulsification and Solvent Evaporation Method. J. Pharm. Sci, 9(1), 39-
46.
Rattes, A. L., dan Oliviera, W. P. (2007). Spary drying and encapsulating
composition effects on formation and properties of sodium diclofenac
microparticles. Powder Technology Elseiver 171, 7-14.
Reddy, J. K., Gnanaprakash, K., Badarinath, A. V., dan Chetty, C. S. (2009).
Formulation and Evaluation of Microparticles of Metronidazole. Journal
of Pharmaceutical Science and Research, 1(x), 131-136.
Rhodes, C. (1952). Coatings. Dalam E. Mathiowitz, Controled Drug Delivery
(hal. 304-307). New York: John Wiley dan Sons.
Rhom GmbH dan Co.KG. (2004). Paten No. 25212-88-8. Jerman.
Rodriguez, M., Jato, J. V., dan Torres, D. (1998). Design of a new
multiparticulate system for potential site spesific and controlled drug
delivery to the colonic region. J. Control Release, 67-77.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Owen, S. C. (2006). Handbook of
Pharmaceutical Excipients. London: Pharmaceutical Press and American
Pharmacist Association.
Shargel, L., Pong, S. W., dan Yu, A. B. (2004). Applied Biopharmaceutical dan
Pharmacokinetics 5th Ed. McGraw-Hill's Acces Pharmacy.
Shincheng Yang, dan Washington, C. (2006). Drug Release from Microparticulate
System. Dalam S. Benita, Microencapsulation Methods and Industrial
Application 2nd Vol 158 (hal. 182-186). Boca Raton: CRC Press.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


48

Shin-Etsu Chemical Co., L. (2002). Paten No. 100-0004. Jepang.


Siahboomi, A. R. (2003). An Overview of Current Oral Modified Release
Technologies. Business Briefing: Pharmatech, 181-183.
Singh, B. N. (2007). Modified Release Solid Formulations for Colonic Delivery.
Recent Patents on drug delivery dan Formulation I, 53-63.
Speers, M., dan Bonnano, C. (1999). Economic Aspects of Controled Drug
Delivery. Dalam E. Mathiowitz, Encyclopedia of Controled Drug Delivery
(hal. 341-347). Canada: John Wiley dan Sons, Inc.
Swarbrick, J., dan Boylan, J. (1994). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology
Vol.9. New York: Marcel Dekker, Inc.
Tewes, F., Boury, F., dan Benoit, J. P. (2006). Biodegradable Microspheres :
Advances in Production Technology. Dalam S. Benita,
Microencapsulation Methods and Industrial Applications 2nd Vol 158
(hal. 2-4). Boca Raton: CRC Press.
Thies, C. (1996). A Survey of microencapsulation Processes. Dalam S. Benita,
Microencapsulation Methods and Applications (hal. 1-20). New York:
Marcel Dekker, Inc.
Tjay, T., dan Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek samping. Jakarta: PT Elex media Komputindo, kelompok Gramedia.
313-314.
United States Pharmacopoeial Convention. (2008). The United States
Pharmacopeia 32th. Mack publ.Co.Easton. 100-103.
Wade, A., dan Weller, P. (1994). Handbook of Pharmaceutical Excipients 2nd.
London: Pharmaceutical Press and American Pharmacist association. 233-
237.

Universitas Indonesia

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


49

(a) (c)

(b) (d)

Gambar 4.1 (a) Natrium diklofenak; (b) Hidroksi Propil Metil Selulosa
Ftalat HPMCP HP-55; (c) Eudragit L 100-55; (d) Mikrokapsul kosong
HPMCP HP-55

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


50

(a) (b)

(c)

Keterangan : setelah dibiarkan selama satu jam, droplet yang terbentuk kembali menggumpal dan
membentuk massa seperti jeli.

Gambar 4.2 Hasil optimasi waktu pengadukan: (a) Selama 1 jam tanpa
pemanasan; (b) Selama 2 jam tanpa pemanasan; (b) Selama 3 jam tanpa
pemanasan

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


51

(a) (d)

(b) (e)

(c) (f)

Gambar 4.3 Mikrokapsul mengandung natrium diklofenak : (a) HPMCP


F1 (b) HPMCP F2 (c) HPMCP F3 (d) Eudragit L 100-55 F1 (e) Eudragit L
100-55 F2 (f) Eudragit L 100-55 F3

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


52

(a) (d)

(b) (e)

(c) (f)

Gambar 4.4 Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) mikrokapsul F1 :


(a) HPMCP HP-55 perbesaran 100 kali; (b) HPMCP HP-55 perbesaran 500
kali; (c) HPMCP HP-55 perbesaran 1000 kali; (d) Eudragit L 100-55
perbesaran 1000 kali; (e) Eudragit L 100-55 perbesaran 2000 kali; (f)
Eudragit L 100-55 perbesaran 3500 kali

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


53

(a) (d)

(b) (e)

(c) (f)

Gambar 4.5 Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) mikrokapsul F2 :


(a) HPMCP HP-55 perbesaran 100 kali; (b) HPMCP HP-55 perbesaran 500
kali; (c) HPMCP HP-55 perbesaran 1000 kali; (d) Eudragit L 100-55
perbesaran 1000 kali; (e) Eudragit L 100-55 perbesaran 2000 kali; (f)
Eudragit L 100-55 perbesaran 3500 kali

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


54

(a) (d)

(b) (e)

(c) (f)

Gambar 4.6 Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) mikrokapsul F3 :


(a) HPMCP HP-55 perbesaran 100 kali; (b) HPMCP HP-55 perbesaran 500
kali; (c) HPMCP HP-55 perbesaran 1000 kali; (d) Eudragit L 100-55
perbesaran 1000 kali; (e) Eudragit L 100-55 perbesaran 2000 kali; (f)
Eudragit L 100-55 perbesaran 3500 kali

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


55

Gambar 4.7 Spektrum serapan natrium dikloefenak pada panjang


gelombang maksimum dengan konsentrasi 10 ppm dalam medium dapar
dapar fosfat pH 6,8

Gambar 4.8 Spektrum serapan kalibrasi natrium dikloefenak pada panjang


gelombang maksimum dengan berbagai konsentrasi dalam medium dapar
dapar fosfat pH 6,8

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


56

Keterangan : a = 0,0059
b = 0,0293
y = 0,0293x + 0,0059,
dengan koefisien relasi (r) = 0,9998

Gambar 4.9 Kurva kalibrasi natrium diklofenak pada medium dapar fosfat
pH 6,8

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


57

Gambar 4.10 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul Eudragit L 100-


55 formula F1

Gambar 4.11 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul Eudragit L 100-


55 formula F2

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


58

Gambar 4.12 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul Eudragit L 100-


55 formula F3

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


59

Gambar 4.13 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul HPMCP HP-55

Gambar 4.14 Grafik distribusi ukuran partikel mikrokapsul Eudragit L 100-


55 ditinjau dari: (a) % volume (b) % luas permukaan

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


60

Gambar 4.15 Profil uji pelepasan natrium diklofenak pada mikrokapsul


HPMCP HP-55 F1, F2 dan F3 dalam medium HCl pH 1,2 selama 2 jam dan
medium dapar fosfat pH 6,8 selama 1 jam. Setiap titik menggambarkan nilai
rata-rata SD (n=3)

Gambar 4.16 Profil uji pelepasan natrium diklofenak pada mikrokapsul


Eudragit L 100-55 F1, F2 dan F3 dalam medium HCl pH 1,2 selama 2 jam
dan dalam medium dapar fosfat pH 6,8 selama 1 jam. Setiap titik
menggambarkan nilai rata-rata SD (n=3)

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


61

Tabel 4.1 Formula Mikrokapsul HPMCP HP-55 Sebelum Optimasi

Bahan F1 F2 F3
HPMCP HP-55 (g) 5,00 10,00 15,00
Natrium diklofenak (g) 5,00 5,00 5,00
Aseton (ml) 20 40 60
Paraffin cair mengandung 2% span 80 (ml) 100 100 100

Keterangan :
F1 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Tabel 4.2 Formula Mikrokapsul HPMCP HP-55 Setelah Optimasi

Bahan F1 F2 F3
HPMCP HP-55 (g) 5,00 10,02 15,01
Natrium diklofenak (g) 5,00 5,00 5,00
Aseton (ml) 20 40 60
Paraffin cair mengandung 2% span 80 (ml) 100 100 100

Keterangan :
F1 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


62

Tabel 4.3 Uji Perolehan Proses Mikrokapsul HPMCP HP-55

Keterangan F1 F2 F3
HPMCP HP-55 (gram) 5,00 10,02 15,01
Natrium Diklofenak (gram) 5,00 5,00 5,00
Massa teoritis (gram) 10,00 15,02 20,01
Massa yang terbentuk (gram) 8,27 13,10 18,38
% Perolehan proses 82,69 87,21 91,82

Keterangan :
F1 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Tabel 4.4 Uji Perolehan Proses Mikrokapsul Eudragit L 100-55

Keterangan F1 F2 F3
Eudragit L 100-55 (gram) 8,00 8,00 8,00
Natrium Diklofenak (gram) 8,00 4,00 2,67
Massa teoritis (gram) 16,00 12,00 10,67
Massa yang terbentuk (gram) 6,49 6,23 6,11
% Perolehan proses 40,56 51,92 57,26

Keterangan :
F1 : Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 : Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 : Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Tabel 4.5 Data Kalibrasi Natrium Diklofenak pada Medium Dapar pH 6,8

Konsentrasi (ppm) Serapan (nm)


4,024 0,131
8,048 0,236
10,060 0,297
16,096 0,473
20,120 0,603
24,144 0,712
28,168 0,831

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


63

Tabel 4.6 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul HPMCP HP-55


Ukuran % Volume
partikel
(m) F1 F2 F3
>1180 0,67 0,94 0 0 0 0
710-1180 13,33 0,94 2,67 0,94 2 0
501-710 20,00 0 13,33 0,94 14 0
356-500 60,00 0 69,33 0,94 75,27 1,04
251-355 0,00 0 7,3 0,94 2 1,63
181-250 0,00 0 2,6 0,94 0 0
126-180 0,00 0 0 0 0 0
0-125 0,00 0 0 0 0 0

Keterangan :
F1 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 : Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Tabel 4.7 Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul Eudragit L 100-55


Ukuran F1 F2 F3
partikel % % Luas % % Luas % % Luas
(m) Volume Permukaan Volume Permukaan Volume Permukaan
< 0,40 0,3 1,25 0,26 1,08 0,19 0,88
0,41-1,00 21,3 50,95 18,64 44,72 15,11 38,72
1,01-2,00 22,4 26,6 25,8 30,1 24,4 30,7
2,01-4,00 22 12,8 28 16,9 33,2 21,1
4,01-6,00 13,9 4,7 11,6 3,9 16,5 6,1
6,01-8,00 7,6 1,8 8 1,9 6,6 1,8
8,01-10,00 4,7 0,8 6,3 1,2 2,4 0,5
10,01-20,00 7,8 1,1 1,4 0,2 1,6 0,2

Keterangan :
F1 : Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 : Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 : Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


64

Tabel 4.8 Penetapan Efisiensi Penjerapan dan Kandungan Zat Inti pada
Mikrokapsul HPMCP HP-55

Formula Efisiensi penjerapan (%) Kandungan zat inti (%)


F1 84,45 5,50 42,21 2,75
F2 97,96 0,31 32,62 0,15
F3 99,86 0,69 24,96 0,31

Keterangan :
F1 = Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 = Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 = Perbandingan HPMCP HP-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Tabel 4.9 Penetapan Efisiensi Penjerapan dan Kandungan Natrium


Diklofenak pada Mikrokapsul Eudragit L 100-55

Formula Efisiensi penjerapan (%) Kandungan zat inti (%)


F1 113,16 0,86 56,56 0,43
F2 99,90 1,34 33,27 0,51
F3 96,35 2,19 24,09 0,51

Keterangan :
F1 = Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:1)
F2 = Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:2)
F3 = Perbandingan Eudragit L 100-55 dan natrium diklofenak (1:3)

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


Tabel 4.10 Hasil Uji Pelepasan Obat pada Mikrokapsul HPMCP HP-55 dan Eudragit L 100-55

Jumlah kumulatif natrium diklofenak terlarut (%)


Waktu
Medium HPMCP HP-55 Eudragit L 100-55
(menit)
F1 F2 F3 F1 F2 F3
pH 1,2 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
30 8,63 0,45 5,81 0,78 4,14 0,56 0,52 0,05 0,17 0,09 0,18 0,13
60 10,42 0,48 6,70 0,06 4,90 0,46 0,27 0,09 0,01 0,00 0,38 0,05
90 10,97 0,14 7,02 0,09 5,54 0,25 0,25 0,16 0,11 0,08 0,32 0,08
120 11,60 0,35 7,31 0,17 5,58 0,31 0,47 0,26 0,31 0,21 0,29 0,10
pH 6,8 125 28,20 1,94 23,12 2,46 24,52 0,69 43,53 2,01 7,76 2,15 2,39 2,10
130 57,58 0,79 46,67 1,72 51,13 1,68 60,08 1,85 27,33 2,64 16,83 1,76
135 73,71 0,91 66,83 1,35 67,96 2,41 72,20 2,44 40,02 2,63 24,13 1,18
145 85,73 1,47 79,66 1,97 80,13 2,31 83,17 2,54 50,37 2,82 47,94 2,46
155 96,06 2,15 90,06 2,23 87,17 1,67 87,00 1,27 62,37 0,49 62,57 0,62
165 97,53 1,90 96,04 1,70 93,27 1,29 88,75 1,06 71,97 0,29 70,34 2,76
180 101,03 2,51 100,35 1,45 98,38 2,10 91,14 1,05 80,43 0,66 77,58 3,50

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


66

Lampiran 1. Bagan Perhitungan Kurva Kalibrasi Larutan Natrium


Diklofenak

Larutan induk
(1000 ppm)

Pipet 10,0 ml
Ad 100,0 ml
(100 ppm)

Pipet 4,0 ml Pipet 4,0 ml Pipet 10,0 ml Pipet 4,0 ml Pipet 10,0 ml Pipet 6,0 ml Pipet 14,0 ml
Ad 100,0 ml Ad 50,0 ml Ad 100,0 ml Ad 25,0 ml Ad 50,0 ml Ad 25,0 ml Ad 50,0 ml

Perhitungan kurva kalibrasi larutan standar natrium diklofenak


Larutan induk :
Natrium diklofenak = =1000 ppm

x 1000 ppm = 100 ppm

Konsentrasi untuk kurva kalibrasi:

a. Pipet 4,0 ml : x 100 ppm = 4 ppm

b. Pipet 4,0 ml : x 100 ppm = 8 ppm

c. Pipet 10,0 ml : x 100 ppm = 10 ppm

d. Pipet 4,0 ml : x 100 ppm = 16 ppm

e. Pipet 10,0 ml : x 100 ppm = 20 ppm

f. Pipet 6,0 ml : x 100 ppm = 24 ppm

g. Pipet 14,0 ml : x 100 ppm = 28 ppm

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


67

Lampiran 2. Rumus Perhitungan Uji Pelepasan Natrium Diklofenak

Persamaan garis yang diperoleh dari y = a + bx


Perhitungan kandungan zat dalam sampel

Kadar (mg) =

Jumlah pelepasan natrium diklofenak (mg):


Pada medium HCl pH 1,2

Menit ke-30 =

Menit ke-60 = +

Menit ke-90 = + +

Menit ke-120 = + + +

Pada medium dapar fosfat pH 6,8

Menit ke-125 = + + ... +

Menit ke-130 = + + ... +

Menit ke-135 = + + ... +

Menit ke-145 = + + ... +

Menit ke-155 = + + ... +

Menit ke-165 = + + ... +

Keterangan: y = serapan natrium diklofenak


x = konsentrasi natrium diklofenak (ppm)
fp = faktor pengenceran
M = volume medium
S = volume sampling
a = koefisien intersep
b = slope

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


68

Lampiran 3. Skema Alur Pelaksanaan Penelitian

Mikroenkapsulasi Eudragit Mikroenkapsulasi HPMCP

Optimasi HPMCP

Optimasi Konsentrasi Optimasi Kecepatan Optimasi Waktu


Emulgator Pengadukan Pengadukan

1% 2% 3% Rentang 500-3000 Rentang 30


rpm menit 5 jam

Nilai optimum

Pembuatan mikrokapsul mengandung natrium diklofenak

Rasio 1:1 Rasio 1:2 Rasio 1:3

Evaluasi Mikrokapsul

Bentuk mikrokapsul

Distribusi Ukuran Partikel

Penentuan efisiensi penjerapan


dan kandungan zat inti

Faktor perolehan kembali proses

Uji pelepasan obat

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


69

Lampiran 4. Sertifikat Analisis Natrium Diklofenak

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


70

Lampiran 5. Sertifikat Analisis HPMCP HP-55

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


71

Lampiran 6. Sertifikat Analisis Eudragit L 100-55

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


72

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011


73

Lampiran 7. Sertifikat Analisis Paraffin Cair

Pembuatan dan..., Purwinda Herin Marliasih, FMIPA UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai