first pharmacist
DIABETES MILITUS
Published : 03.32 Author : nurwinda eka syaputri
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman era globalisasi saat ini ditemukan berbagai macam penyakit yang mematikan. Salah satu penyakit
yang sering dijumpai yaitu diabetes mellitus yang dapat menyerang segala macam kalangan, mulai dari anak-anak
sampai orang tua, bahkan pada orang lansia sekalipun. Diabetes melitus umumnya lebih banyak diderita oleh kaum
wanita terutama bagi mereka yang memiliki masalah pada berat badannya.
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah
akibat dari rusaknya sel beta pankreas yang menyebabkan defisiensi insulin baik secara relatif ataupun secara absolut.
Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi
CO2 dan air 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua
proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari
metabolisme protein dan lemak.
Pengobatan diabetes dapat dilakukan dengan cara pemberian insulin ataupun obat-obat hipoglikemik oral
seperti golongan sulfonilurea contohnya glibenclamide dan golongan biguanid seperti metformin.
Disamping pengobatan dengan obat modern diabetes dapat pula diobati dengan obat tradisional yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun mineral. Pengobatan secara tradisional memiliki efek samping yang kurang
dibanding obat modern.
Dalam percobaan ini akan dibandingkan efek anti-diabetes dari
obat golongan sulfonilurea(glibenclamide) dengan obat golongan biguanid (metformin) serta Na-CMC sebagai
kontrol, hal inilah yang menjadi latar belakang sehingga percobaan ini dilakukan.
glukosa seperti nasi, lauk, roti dan teh kotak lalu diukur glukosa darah menggunakan alat glukometer.
2. Penentuan kadar glukosa darah pada mencit yang dipuasakan 8 jam dan diinduksi glukosa 50% lalu diberi
obat-obat seperti metformin dan glibenclamide serta Na-CMC 1% sebagai kontrol kemudian diukur kadar gula
darah menggunakan alat glukometer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
Diabetes mellitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis yang khususnya menyangkut
metabolisme hidrat arang (glukosa) di dalam tubuh. Tetapi metabolisme lemak dan protein juga terganggu (Latin.
Diabetes= penerusan, mellitus=manis madu). Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya ialah glukosa bertumpuk di dalam
darah (hiperglikemia) dan akhirnya dieksresikan lewat kemih tanpa digunakan (glikosuria). Karena itu, produksi
kemih sangat meningkat dan pasien harus kencing, merasa amat haus, berat badan menurun dan berasa lelah (Tjay,
2002: 693).
Pankreas adalah suatu kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon peptide insulin, glukagon dan somatostatin,
dan suatu kelenjar eksokrin yang menghasilkan enzim pencernaan. Hormon peptide disekresikan dari sel-sel yang
berlokasi dalam pulau-pulau Langerhans (sel A atau B yang menghasilkan insulin , atau sel-A yang menghasilkan
glukogen, dan , atau sel-D yang menghasilkan somatostatin). Hormon-hormon ini memegang peranan penting dalam
pengaturan aktivitas metabolik tubuh, dan dengan demikian membantu memelihara homeostasis glukosa darah.
Hiperinsulinemia (misalnya, disebabkan oleh suatu insulinoma) dapat menyebabkan hipoglikemia berat. Umumnya,
kekurangan insulin relatif ataupun absolut (seperti pada diabetes mellitus) dapat menyebabkan hiperglikemia berat.
Pemberian preparat insulin atau obat-obat hipoglikemia dapat mencegah morbiditas dan mengurangi mentalitas yang
berhubungan dengan diabetes (Mycek, 2001: 231).
Pankreas adalah organ lonjong kira-kira 15 cm, yang terletak di belakang hati. Organ ini terdiri dari 98% sel-sel
dengan sekresi ekstren, yang memproduksi enzim-enzim cerna (pankreatin) yang disalurkan ke duodenum dengan
sekresi intern, yakni hormon-hormon insulin dan glukagon yang disalurkan langsung ke aliran darah (Tjay, 2002:
693).
Insulin merupakan protein kecil yang mengandung dua rantai polipeptida yang dihubungkan oleh ikatan
disulfida. Sekresi insulin diatur tidak hanya diatur oleh kadar glukosa darah tetapi juga hormon lain dan mediator
autonomik. Sekresi insulin umumnya dipacu oleh ambilan glukosa darah yang tinggi dan difosforilasi dalam sel
pankreas. Insulin umumnya diisolasi dari pankreas sapi dan babi, namun insulin manusia juga dapat menggantikan
hormon hewan untuk terapi. Insulin manusia diproduksi oleh strain khusus Escherichia coli yang telah diubah secara
genetik mengandung gen untuk insulin manusia. Insulin babi paling mendekati struktur insulin manusia, yang
dibedakan hanya oleh satu asam amino. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping yang paling umum dan serius
dari kelebihan dosis insulin. Reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi.Diabetes melitus ialah suatu
keadaan yang timbul karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Hiperglikemia timbul karena penyerapan
glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya diganggu. Dalam keadaan normal kira-kira 50% glukosa yang
dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40%
diubah menjadi lemak (Sherwood, 2001: 214).
Proinsulin disintesis dalam elemen poliribosom reticulum endoplasmic sel pancreas. Prohormon tersebut
ditransfer ke sistem retikulum endoplasma dan kemudian ke kompleks Golgi. Di tempat terakhir ini terjadi perubahan
proinsulin menjadi insulin. Granula yang mengandung insulin, proinsulin dalam jumlah kecil dan peptide-C kemudian
terlepas dari apparatus Golgi (Ganiswarna, 2007: 149).
Diabetes mellitus ialah suatu keadaan yang timbul karena defisiensi insulin relatif maupun absolut.
Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya diganggu. Dalam
keadaan normal kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO 2 dan air, 5%
diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes melitus semua proses tersebut
terganggu, glukosa tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan
lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi
hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang nyata berbahaya ialah gliosuria yang timbul, karena glukosa bersifat
diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai efektrolit. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati. Karena adanya
dehidrasi, maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk
setiap hari gram glukosa yang diekskresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus
oleh kurangnya pemakaian glukosa dikelenjar itu (Ganiswarna, 2007: 150).
Pada diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga energi
terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya,
kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang nyata berbahaya ialah
gliosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya
berbagai efektrolit. Hal ini yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita diabetes
yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi, maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia).
Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap hari gram glukosa yang diekskresi. Polifagia timbul karena perangsangan
pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu (Ganiswarna, 2007: 150).
Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi
dan mensintesa lemak. Akibatnya ialah glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya dieksresikan
lewat kemih tanpa digunakan (glikosuria). Karena itu produksi kemih sangat meningkat dan pasien harus kencing,
merasa amat haus, berat badan menurun dan berasa lelah (Tjay, 2002: 693).
Diabetes merupakan penyakit tunggal. Diabetes merupakan suatu grup sindrom heterogen yang semua gejalanya
ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebabkan oleh defisiensi insullin relatif atau absolut. Pelepasan
insulin yang tidak adekuat diperberat oleh glukagon yang berlebihan. Diabetes menimpa kira-kira 10 ribu individu
atau kira-kira 5% populasi Amerika Serikat, dan seperdelapan penyebab kematian di negara ini. Diabetes dapat dibagi
menjadi dua grop berdasarkan kebutuhan atas insulin: diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM atau tipe I) dan
diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM atau tipe II). Kira-kira satu sampai dua juta pasien menderita
IDDM: sisanya 80 sampai 90% penderita NIDDM (Mycek, 2001: 233).
Empat kategori agen anti-diabetik yang kini tersedia di Amerika Serikat: Sekretagog insulin (sulfonilurea,
meglitinide), biguanide, thiazolidinedione, dan penghambat glukosidase-alfa. Sulfonilurea dan biguanide yang
tersedia paling lama dan secara tradisional merupakan pilihan pengobatan awal untuk diabetes tipe II. Golongan
insulin sekretagog dengan kerja cepat yang baru, meglitinide, merupakan alternatif terhadap sulfonilurea golongan
tolbutamide dengan masa kerja pendek. Thiazolidinedione, yang sedang dalam perkembangan sejak awal tahun 1980-
an, adalah agen yang sangat efektif untuk menurunkan resistensi insulin (Sylvia, 2006: 114).
Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2000: 243).
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada
abad 21 WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah
150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kenudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi
300 juta orang (Sudoyo, 2007: 179).
Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya diganggu.
Dalam keadaan normal, kira-kira 50 % glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO 2 dan air
5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut
terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan
lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi
hiperosmotik terhadap cairan intra-sel yang nyata berbahaya ialah glikosuria yang timbul karena glukosa bersifat
diuretik osmotik sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati. Karena adanya
dehidrasi, maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia). Polifagia timbul karena
perangsangan pusat nafsu maka di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu (Ganiswarna, 1995:
151).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabollisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen degan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes
tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat di sebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi
penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa (Ganiswarna, 1995: 152).
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan
oleh destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel beta
dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin (Mansjoer, 2000: 244).
Diagnosis klinis diabetes umumnya akan dipikirkan bila ada gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia,
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (Mansjoer, 2000: 245).
Gejala lain yang mungkin dikeluhkan adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik digunakan sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM. Bila didapatkan kadar glukosa darah sewaktu kurang lebih 200 mg/dL dan kadar glukosa darah puasa
kurang lebih 126 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus (Sudoyo, 2007: 180).
Pada saat makanan masuk ke dalam tubuh kita, glukosa akan diabsorbsi oleh darah. Kemudian oleh kerja insulin
glukosa dibawa ke hati untuk disimpan dalam bentuk glikogen. Akan tetapi pada kondisi diabetes melitus terjadi
gangguan fungsi insulin sehingga glukosa banyak menumpuk di dalam darah. Keadaan ini disebut sebagai
hiperglikemik (Guyton dan Hall, 1996: 148).
B. Uraian Bahan
1. Aquadest (Dirjen POM. 1979:96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling, aquadest, air murni, air batering
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Rumus struktur : H
O O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna dan aaaaaaaaaaaaaaaaaaaai tidak mempunyai
rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Glukosa (Dirjen POM, 1979: 268)
Nama resmi : GLUCOSUM
Nama lain : Glukosa
Rumus molekul : C6H12O22H2O
Rumus struktur :
Pemerian : Hablur tidak berwarna serbuk hablur atau butiran aaaaaaaaaaaaaaaaaaa putih, tidak berbau,
rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa air mendidih, agak
sukar larut dalam etanol 95 % p aaaaaaaaaaaaaaaaaaa mendidih, sukar larut dalam etanol 95% p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Induksi pada mencit
3. Na-CMC (Dirjen POM. 1979: 401)
Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama lain : Natrium karboksimetilselulosa
Rumus molekul : C23H46N2O6.H2SO4.H2O
Berat molekul : 694,85
Rumus struktur :
Rumus struktur :
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu batang pengaduk, gelas kimia, glukometer,
sendok tanduk, spoit oral/kanula, dan timbangan analitik.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu air suling, glibenclamide, glukosa
50%, lauk, metformin, Na-CMC 1%, nasi, roti, dan teh kotak.
B. Cara Kerja
1. Pembuatan Na-CMC 1%
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 g
c. Dilarutkan Na-CMC dengan 100 ml air hangat sambil diaduk hingga jernih dan homogen
2. Pembuatan Glukosa 10%
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Ditimbang glukosa sebanyak 50 g, kemudian dilarutkan dalam 100 ml air panas
c. Diaduk hingga homogen
3. Pembuatan Suspensi Glibenclamide
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang Glibenclamide sebanyak 0,08 g
c. Dilarutkan dengan Na-CMC
d. Dicukupkan volumenya hingga 100 ml
e. Glibenclamide siap digunakan
4. Suspensi Metformin
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang Metformin sebanyak 0,2 g
c. Dilarutkan dengan Na-CMC
d. Dicukupkan volumenya hingga 100 ml
5. Perlakuan pada Probandus
a. Dipilih probandus
b. Diukur kadar gula awal setelah puasa 12 jam dengan alat glukometer
HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Pengamatan
1. Perlakuan pada Probandus
Kadar Gula Darah
Probandus Sebelum Sesudah
ST. Rahmah Akbar 42 mg/dL 94 mg/dL
Baso Arwan 68 mg/dL 105 mg/dL
Nikmawati 86 mg/ dL 100 mg/dL
HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Pengamatan
1. Probandus
N
o Probandus Ko Ki %T Perlakuan
2. Mencit
N
o Perlakuan Kn Ko Ki KG
B. Perhitungan
1. Glibenclamide
Dosis Etiket = 5 mg = 0,05 g
Bobot rata-rata tablet = 0,2372 g
DM = DE Fk
= 0,005 g 0,0026
= 0,00001 g
Berat yang ditimbang = bobot rata-rata tablet
= 0,2372 g
= 0,00195 g
Berat yang ditimbang = bobot rata-rata tablet
= 0,5761 g
nasi, lauk, roti, dan teh kotak pada probandus, kemudian diukur kadar gula probandus setelah 2 jam, setelah itu
dihitung %peningkatan kadar gula. Cara kerja pada mencit, yaitu pertama-tama disiapkan mencit, kemudian diukur
kadar gula awal, setelah itu diinduksikan 1 ml glukosa 50%, kemudian diukur kadar glukosa setelah 30 menit. Setelah
itu, diberikan Na-CMC, Glibenclamide dan Metformin secara peroral, kemudian diukur kadar gula setelah 1 jam
dan hitung %penurunan kadar gula darah mencit. Adapun hasil yang diperoleh yaitu perlakuan pada probandus 1
(Muhammad Abdullabib Fadullah). Kadar gula darah pada saat puasa yaitu 76 dan kadar gula darah setelah
makan nasi dan lauk yaitu 134 sehingga memberikan memberikan presentase kenaikan kadar gula darah
sebesar 76,315%. Pada probandus 2 (Resky Aulia), kadar gula darah pada saat puasa yaitu 109 dan setelah
minum teh kotak dan makan roti, yaitu 58 sehingga tidak terjadi peningkatan kadar gula darah. Hasil yang
didapatkan untuk mencit yang diberi Na-CMC 1%, kadar glukosanya meningkat signifikan, hal tersebut diakibatkan
Na-CMC merupakan suatu persenyawaan selulosa dimana selulosa merupakan poliskarida yang sangat mudah diubah
menjadi glukosa. Untuk mencit yang diberi glibenclamide, setelah diberi obat kadar gulanya terus meningkat. Sesuai
dengan literatur (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2012) obat glibenclamide merupakan obat turunan
sulfonilurea yang dapat merangsang sekresi insulin. Sehingga obat ini termasuk obat anti-diabetika. Obat-obat
golongan ini berguna dalam pengobatan pasien diabetes tidak tergantung insulin (NIDDM) yang tidak dapat
diperbaiki hanya dengan diet. Mekanisme kerja glibenclamide yaitu merangsang sekresi insulin dari granul ses-sel
langerhans pankreas. Ransangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitif K chanel pada membran selsel yang
menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion
Ca2+akan masuk sel- merangsang granula yang berisui insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah
ekuivalen dengan peptidaC. Kecuali itu sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar.
Pada pemberian obat Metformin, setelah diberi obat, kadar gulanya terus meningkat. Sesuai dengan literatur
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2012) obat metformin merupakan obat turunan biguanida yang tidak
dapat merangsang sekresi insulin. Sehingga obat ini digolongkan sebagai obat antihipoglikemi. Sehingga ada
kemungkinan seandainya pengukuran kadar gula darah dilanjutkan pada praktikum ini darah akan terus naik sampai
glukosa yang diinduksi ketubuh mencit habis bereaksi dengan insulin baru kadar gula darah kembali pada kadar gula
awal atau normal. Mekanisme kerja metformin yaitu berdaya mengurangi resisten insulin, meningkatkan sensitivitas
jaringan perifer untuk insulin.
Pada mencit yang diberikan obat kombinasi, ternyata terjadi hipoglikemia, hal tersebut dikarenakan terjadi dua
reaksi penurunan glukosa darah, golongan sulfonilurea (glibenclamide) merangsang stimulasi sekresi insulin di sel
beta pankreas dan golongan biguanid (metformin) menurunkan glukosa darah. Kombinasi obat ini secara terus-
menerus menurunkan glukosa darah dengan dua jalan tersebut. Kombinasi kedua obat ini jika digunakan dalam jangka
panjang dan dosis besar dapat menyebabkan koma bahkan kematian.
Adapun kesalahan yang terjadi pada percobaan ini yaitu ketidaklengkapan data yang diperoleh disebabkan pada
alat glukometer dan kurangnya strip yang digunakan pada saat praktikum.
Hubungan percobaan ini dengan farmasi yaitu mengetahui mekanisme kerja dan cara kerja obat-obat anti-
diabetik oral sehingga dapat meminimalisir gejala yang muncul dengan pemberian obat yang tepat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan pada praktikum antidiabetes maka dapat disimpulkan bahwa obat yang dapat
digunakan untuk mengurangi kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe II adalah anti-hiperglikemik oral
seperti obat-obat golongan sulfonilurea dan biguanid.
B. Saran
1. Untuk Laboratorium
Diharapkan kelengkapan alat-alat dan bahannya saat praktikum.
2. Untuk asisten
Diharapkan bimbingannya selalu kakak untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan yang biasa terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Guyton AC, Hall EJ., 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Tjay, Tan Hoan., & Kirana Raharja. 2008. Obat-Obat Penting Edisi VI. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.
FKUI.
LAMPIRAN
Skema Kerja
OLEH :
KELOMPOK : II (DUA)
GOLONGAN : FARMASI B2
Mengenai Saya
Bookmarks
Archive
2015 (15)
o Februari (15)
Tinjauan Anatomi Manusia
Laporan Sistem Saraf Otonom
Pengobatan Islami
Gugus Fungsi
Laporan Sistem saraf pusat II
Laporan Sistem Saraf Pusat I
Mikromeritik
Laporan Spektrofotometri UV VIS
DIABETES MILITUS
Laporan Antifertilitas
Laporan Penanganan Hewan Coba
Farmasetika Dasar
Virus
Struktur atom
Transpor Aktif
2014 (2)
Our Partners
Resources
Diberdayakan oleh Blogger.
Buy Idol Lash