Anda di halaman 1dari 5

M.

Umer Chapra adalah seorang ekonom kelahiran Pakistan, pada 1


Februari 1933. Dia meneruskan pendidikan strata satu dan magister di Karachi,
Pakistan. Kemudian meraih gelar Ph.D pada bidang ekonomi pada tahun 1961
dengan predikat cum laude di Universitas Minnesota, Minneapolis, Amerika
Serikat. Kemudian dia kembali ke negara asalnya dan bergabung dengan Central
Institute of Islamic Research di tahun yang sama. Selama 2 tahun berada di dalam
lembaga tersebut Chapra aktif melakukan penelitian kajian yang sistematis
terhadap gagasan-gagasan dan prinsip-prinsip tradisi islam untuk mewujudkan
sistem ekonomi yang sehat. Hasil kajian itu, dia tuliskan dan dibukukan dengan
judul The Economic System of Islam: A Discussion of Its Goals and Nature,
(London, 1970). Selain itu, dia juga menjabat sebagai ekonom senior dan
Associate Editor pada Pakistan Development Review di Pakistan Institute of
Economic Development.
Chapra ingin menegaskan (dengan membuat pemaparan cukup
komprehensif terutama atas dasar dan dengan landasan filosofis dan teoritis),
bahwa umat Islam tidak usah berpaling ke Timur atau ke Barat dalam
mewujudkan kesejahteraan, khususnya dalam bidang ekonomi tetapi berpaling
pada Islam. Dia mengamati bahwa banyak negara-negara Islam atau yang
berpenduduk mayoritas Islam telah mengambil pendekatan pembangunan
ekonomi dari Barat dan Timur, dengan menerapkan system kapitalis, sosialis atau
Negara kesejahteraan.
Chapra menekankan bahwa selama negara-negara Muslim terus
menggunakan strategi kapitalis dan sosialis, mereka tidak akan mampu, berbuat
melebihi negara-negara kapitalis dan sosialis, mencegah penggunaan sumber-
sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dengan demikian akan
ditekan secara otomatis, menjadikannya sulit untuk merealisasikan maqashid
meskipun terjadi pertumbuhan kekayaan.1 Disamping itu, Chapra menegaskan
pula bahwa kewajiban negara Islam dalam mewujudkan negara sejahtera adalah
menciptakan standar hidup yang layak bagi rakyatnya dan membantu mereka

1 Umer Chapra. Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), p.
304.
yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Namun, konsepsi Islam
dalam pemeratan pendapatan dan distribusi kekayaan tidak menyamaratakan
kepemilikan bagi semua orang, tetapi mengakui perbedaan yang dibatasi oleh hak-
hak kaum miskin dengan zakat untuk mewujudkan keadilan. Untuk melaksanakan
kewajiban tersebut, maka negara memerlukan adanya sumber-sumber
penghasilan. Sumber-sumber tersebut antara lain: zakat,2 penghasilan dari sumber
alam, pemungutan pajak dan pinjaman. Makna dari sejahtera haruslah diperjelas.
Menurut Chapra, sejahtera bukan berarti yang kaya namun yang ideal yaitu
keadaan dimana terjadi keseimbangan antara keadaan material dan spiritual yang
diperoleh dari sumber-sumber daya yang ada. Oleh karena itu, negara Islam dapat
dikatakan menjadi negara yang sejahtera atau ideal bilamana martabat batin dan
moral masyarakat meningkat, kewajiban-kewajiban masyarakat sebagai khalifah
di bumi terhadap sumber daya alam telah ditunaikan, dan tegaknya keadilan serta
lenyapnya penindasan. Negara Sejahtera menurut Islam, bukanlah Negara
kapitalis ataupun sosialis, akan tetapi negara dengan konsep islam dan kehidupan
Islami.3
Sementara itu konsep Negara Sejahtera, yang mencoba menggabungkan
mekanisme harga dengan sejumlah perangkat lainnya. Terutama pembiayaan
kesejahteraan oleh negara untuk menjamin keadilan, pada mulanya menimbulkan
sebuah euphoria4, tetapi yang ternyata tidak. Penambahan pengeluaran untuk
sektor publik tidak dibarengi dengan suatu pengurangan ganti rugi dalam klaim-
klaim lain atas sumber-sumber, dengan defisit anggaran yang membengkak
meskipun telah ditetapkan beban pajak yang berat. Keadaan itu menimbulkan
pemakaian sumber-sumber daya semakin memburuk, meningkatkan ketidakseim-
bangan internal dan eksternal. Masalah kemiskinan dan ketercabutan tetap ber-
lanjut dan bahkan semakin dalam. Kebutuhan-kebutuhan tetap tak terpenuhi.
Ketidak adilan justru semakin bertambah. Problem yang dihadapi Negara
Sejahtera adalah bagaimana menghapuskan ketidakseimbangan yang
2M. Umer Chapra, Tariqullah Khan, Regulasi dan Pengawasan Bank Syariah, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2008) h. 111
3 Ibid, h. 418
4 sebuah rasa bahwa masalah alokasi dan distribusi telah diatasi secara ideal
diciptakannya. Sistem ini tidak memiliki mekanisme filter yang disepakati selain
harga untuk mengatur permintaan secara agregat, dunia hanya bersandar
sepenuhnya kepada mekanisme pasar untuk menghapuskan ketidakseimbangan
yang ada.5
KAMI SETUJU DENGAN PENDAPAT CHAPRA, YAITU DENGAN
KEMBALI KE AGAMA ISLAM YANG KOMPREHENSIF, TERMASUK DI
DALAMNYA PERIHAL MUAMALAH, DAN TIDAK MENGIKUTI
CARA/SISTEM EKONOMI KARYA BARAT, MAKA AKAN TERCIPTA
KESEJAHTERAAN YANG SEBENARNYA. KARENA DI DALAM EKONOMI
ISLAM, MENGHENDAKI PEMERATAAN KEKAYAAN ANTARA YANG
KAYA DAN YANG MISKIN MELALUI ZISWAF. DISAMPING ITU, DI
DALAM EKONOMI ISLAM, TERDAPAT ETIKA DALAM SEGALA LINI
EKONOMI, BAIK ITU PRODUKSI, DISTRIBUSI, DAN KONSUMSI
SEHINGGA TIDAK MENIMBULKAN KETIMPANGAN EKONOMI
SEBAGAIMANA EFEK DARI SISTEM EKONOMI KONVENSIOAL. ETIKA
TERSEBUT JUGA MENGANTARKAN MANUSIA SEBAGAI PELAKU
EKONOMI UNTUK TIDAK HANYA BERORIENTASI PADA DUNIA
MELAINKAN JUGA BERORIENTASI PADA KEHIDUPAN AKHIRAT. DI
DALAM EKONOMI ISLAM, TIDAK DIKENAL DENGAN SCARCITY ATAU
KELANGKAAN. HAL ITU DIKARENAKAN DI DALAM ISLAM, SEMUA
KEBUTUHAN MANUSIA (REZEKI) SUDAH TERJAMIN OLEH ALLAH
SWT DARI LAHIR SAMPAI MENINGGAL DUNIA. KELANGKAAN
TIMBUL DISEBABKAN KETIDAKMERATAAN DISTRIBUSI KEKAYAAN
ATAU HARTA HANYA BERPUTAR DI KALANGAN KELAS EKONOMI
ATAS. MESKIPUN BEGITU, EKONOMI ISLAM TIDAK MENGHENDAKI
ADANYA PRAKTEK EKSPLOITASI PRODUKSI, NAMUN MENGHENDAKI
KESEIMBANGAN DENGAN ALAM BERDASARKAN KEBUTUHAN
BUKAN KEINGINAN.

5 Umer Chapra. Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), p.
373-374.
OLEH KARENANYA DIPERLUKAN KESADARAN DARI UMAT
ISLAM SENDIRI GUNA MENINGKATKAN PROGRESIFITAS EKONOMI
ISLAM, SEHINGGA MENJADI PRIBADI YANG KAFFAH DALAM ISLAM.
DITAMBAH TIDAK MEMERLUKAN PERDEBATAN KESYARIAHAN
YANG KONTRAPRODUKTIF BAHKAN MENIMBULKAN DEGRADASI
PEREKONOMIAN DAN BAHKAN CITRA AGAMA ISLAM ITU SENDIRI.
KESEJAHTERAAN MERUPAKAN REAKSI YANG DIDAPATKAN
DARI AKSI KESEIMBANGAN ANTARA BATIN, BERUPA SPIRITUAL,
DENGAN FISIK, BERUPA MATERIAL. ARTINYA DI DALAM EKONOMI
ISLAM TIDAK MENGHENDAKI SIKAP TERLALU MENCINTAI DUNIA
NAMUN JUGA TIDAK MENGHENDAKI SIKAP APATIS TERHADAP
DUNIA.
OLEH KARENANYA, DARI PEMIKIRAN CHAPRA INI, DAPAT
MENJADI DASAR DALAM PENGHITUNGAN PENDAPATAN NASIOANAL.
DI DALAM EKONOMI KONVENSIONAL, PENDAPATAN PERKAPITA
DIHITUNG DARI GNP YANG DIBAGI JUMLAH PENDUDUK. DARI SINI
MUNCUL MASALAH, KARENA JUMLAH PENDUDUK YANG
DIGUNKANA SEBAGAI PEMBAGI GNP TIDAK DIKLASIKFIKASIN,
MANA YANG PRODUKTIF MANA YANG PENGANGGURAN, SEHINGGA
TIDAK DAPAT MENCERMINAKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
SECARA REALISTIS. DISAMPING ITU, MASIH BANYAK FAKTA
KELEMAHAN-KELAMAHAN PENGHITUANGAN PENDAPATAN
NASIOANL MELALUI MODEL EKONOMI KONVENSIOANL, ANTARA
LAIN:
1. Masih banyaknya kekurangan dalam penghitungan pendapatan perkapita pada
suatu negara, dalam pengukuran kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi negara
tersebut hanya dihitung dari pendapatan riil saja. faktanya banyak cendikiawan
ekonomi mengatakan kurang sempurnanya penghitungan pendapatan perkapita.
2. Kenaikan pendapatan perkapita yang dihitung sering tidak dibarengi dengan
peningkatan kesejahteraan penduduknya, dari pada itu tidak semua penduduk ikut
terhitung pendapatan pekerjaannya seperti tukang becak, tukang ojek dan
pekerjaan selain PNS.
3. Penghitungan pendapatan perkapita belum bisa mengukur penyebaran
pendapatan individu rumah tangga. Jika penyebaran pendapatan individu secara
nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah dikenali seberapa
besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dari pada itu
pengitungan tersebut tidak dapat menjelaskan komposisi dan distribusi nyata dari
output per kapita.
4. Penghitungan pendapatan perkapita belum bisa Mengukur Produksi Di Sektor
Pedesaaan.

Anda mungkin juga menyukai