PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Konsumsi merupakan pemakaian atau penggunaan manfaat dari
barang dan jasa. Sehingga konsumsi merupakan tujuan yang penting dari
produksi tetapi tujuan yang utama adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup
seseorang. Islam adalah agama komprehensif dan mencakup seluruh aspek
kehidupan, yang mengatur segala tingkah laku manusia, bahkan tidak ada satu
sistem kemasyarakatan, baik modern atau lama, yang menetapkan etika untuk
manusia dan megatur segala aspek kehidupan manusia sampai pada persoalan
yang detail selain Islam, termasuk dalam hal ini konsumsi.
Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau mengkonsumsi
barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam Islam,
karena kenikmatan yang dicipta Allah untuk manusia adalah ketaatan kepada-
Nya Yang, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an: " ...dan makanlah
barang-barang yang penuh nikmat di dalamnya (surga) sesuai dengan
kehendakmu ...," dan yang menyuruh semua umat manusia: "Wahai umat
manusia, makanlah apa yang ada di bumi, dengan cara yang sah dan baik".
2
PEMBAHASAN
31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)
mesjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
1 Ilfi Nur Diana, Hadits-hadist Ekonomi (Malang: UIN Malang Press, 2008), 57.
3
2 Muhammad Djakfar, Etika Bisnis (Bogor: Penebar Plus Imprit, 2001), 150.
4
keserakahan dalam segala hal di duinia ini. Berlebihan dalam apa pun,
berarti seseorang berada dalam titik ekstrem yang seringkali menimbulkan
kesenjangan di tengah kehidupan. Berlebihan dalam hal makanan berarti
seseorang dikendalikan oleh nafsu perut. Bila berkelanjutan, nafsu ini akan
merambah pada nafsu ingin berkuasa, karena dengan kekuasaan seseorang
akan berlimpah fasilitas. Dengan fasilitas yang berlebih seseorang akan
mudah mengumpulkan harta yang bisa memfasilitasi keinginan nafsu perut
dan seksualnya. Demikian seterusnya srikulasi kehidupan bisnis
(produsen), bukanlah mustahil ia akan memperlakukan konsumen hanya
untuk mengeruk keuntungan diri sendiri. Di sinilah relevasi perlunya Islam
melarang seseorang berlebihan dalam hal makanan dan minuman. Tentu
saja larangan ini bisa kita eksplanasikan pada kebutuhan yang lain.3
4. Prinsip kemurahan hati
Dengan mentaati perintah Islam, maka tidak aka nada bahaya
maupun dosa dalam mengonsumsi makanan dan minuman halal yang
dikaruniakan Tuhan karena kemurahan-nya. Pada hakikatnya semua rezeki
yang kita konsumsi adalah anugerah Allah. Apa yang kita konsumsi pada
hakikatnya adalah milik Allah yang diamanatkan kepada manusia dimuka
bumi. Sangatlah logis jika kita dalam memiliki dan mengonsumsi harta
tidak boleh berlebihan karena di dalam apa yang kita miliki itu ada hak
orang lain yang harus ditunaikan. Hak-hak itu secara umum bisa berupa
zakat, infak dan shadaqah. Namun, dalam hal-hal khusus bagi seorang
pelaku bisnis mekurahan hati itu bisa diwujudkan dalam bentuk melindungi
konsumen dari segala modus kecurangan, seperti harga yang pantas,
kualitas barang yang wajar, takaran yang jujur, dan lain sebagainya. Sikap
murah hati merupakan salah satu sifat Allah SWT yang harus dibumikan
oleh manusia di dunia sebagai wujud ajaran Islam sebagai rahmatan
lilalamin.
5. Prinsip Moralitas
Berakhlak dalam Islam tidak hanya dialamatkan kepada sesame
manusia, tetapi juga kepada diri sendiri, lingkungan (alam) sekitar, dan
bahkan terhadap Tuhan sekalipun. Wujud terima kasih kepada Tuhan di
dalam mengelola dan mengonsumsi harta hendaknya kita mengikuti
petunjukNya. Apa yang kita makan dan minum yang di peroleh dengan cara
3 Ibid., 151.
5
yang halal sama halnya dengan menghargai diri sendiri dan hormat kepada
Tuhan. Menjaga lingkungan alam karena sebagian telah kita konsumsi
sama halnya dengan menghargai lingkungan dan mentaati ajaran Tuhan.
Dalam kita mengkonsumsi dituntut agar selalu ingat kepadaNya, karena
Islam menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual secara
simultan.4
4 Ibid., 152.
5 Yusuf Qardhawi, Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam (Jakarta: Robbani press, 1997),
262.
6 Ibid., 263.
6
7 Ibid., 210.
7
8 Ibid., 211.
8
9 Ibid., 211.
10 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2006), 50.
9
11 Ibid.,10.
10
cukup luas, mulai dari penggunaan bahan baku, proses produksi, proses
distribusi, desain produk, hingga mengenai ganti rugi yang diterima oleh
konsumen bila terjadi kerugian karena mengkonsumsi produk yang tidak
sesuai.
2. Perlindungan terhadap mengedarkan produknya, mulai dari kegiatan
promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, hingga layanan
penjualan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Dalam ekonomi islam konsumsi dikendalikan oleh lima
prinsip dasar:
1. Prinsip keadilan
2. Prinsip kebersihan
3. Prinsip kesederhanaan
4. Prinsip kemurahan hati
5. Prinsip moralitas
Sasaran islam dalam pembatasan konsumsi adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan moral
2. Pendidikan sosial
3. Pendidikan kesehatan dan jasmani
4. Pendidikn kemiliteran dan politik
Menurut Yusuf Qardhawi ada beberapa norma dasar yang menjadi landasan dalam
berperilaku konsumsi bagi seorang muslim, yaitu:
1. Pembelanjaan pada hal-hal yang baik dan memerangi kebakhilan serta
kekikiran
2. Memerangi kemegahan, kemewahan, dan kemubadziran
Perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 20 April 1999 telah
mensahkanUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Sebenarnya sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsumen
diundangkan, hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha secara tidak
langsung telah diatur dan tersebar di dalam berbagai peraturan yang dapat
dikelompokkan ke dalam empat bagian besar, yakni perindustrian, perdagangan,
kesehatan dan lingkungan hidup.
Daftar Pustaka
Diana, Ilfi Nur . Hadits-Hadist Ekonomi. Malang: UIN Malang Press, 2008.
Djakfar, Muhammad. Etika Bisnis. Bogor: Penebar Plus Imprit, 2001.
13