Anda di halaman 1dari 16

KONSEP KONSUMSI DAN TEORI PERMINTAAN

KONVENSIONAL DAN ISLAMI


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
DASAR - DASAR EKONOMI

Disusun oleh:

Dwi Rama Widayanti (210715051)


Eli Febriati (210715059)
Erica ayu krisnawati (210715050)

Dosen pengampu:
Husna Nimatul Ulya, M. E. Sy.

JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PONOROGO 2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

Sebagaimana kita pahami dalam pengertian ilmu ekonomi konvensional,


bahwa ilmu ekonomi pada dasarnya mempelajari upaya manusia baik sebagai
individu maupun masyarakat dalam rangka melakukan pilihan penggunaan
sumber daya yang terbatas guna memenuhi kebutuhan (yang pada dasarnya tidak
terbatas)akan barang dan jasa. Kelangkaan akan barang dan jasa timbul bila
kebutuhan (keinginan)seseorang atau masyarakat ternyata lebih besar daripada
tersedianya barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut.
Ilmu ekonomi konvensional tampaknya tidak membedakan antara
kebutuhan dan keinginan. Karena keduanya memberikan efek yang sama bila
tidak terpenuhi, yakni kelangkaan. Dalam kaitan ini, imam al-ghazali tampaknya
telah membedakan dengan jelas antara keinginan dan kebutuhan, sesuatu yang
tampaknya agak sepele tetapi memiliki konsekuensi yang amat besar dalam ilmu
ekonomi. Dari pemilahan antara keinginan dan kebutuhan, akan sangat terlihat
betapa bedanya ilmu ekonomi islam dengan ilmu ekonomi konvensional. Menurut
imam al-ghazali kebutuhan adalah keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu
yang diperlukan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
menjalankan fungsinya. Kita melihat misalnya dalam hal kebutuhan akan
makanan dan pakaian. Kebutuhan makanan adalah untuk menolak kelaparan dan
melangsungkan kehidupan, kebutuhan pakaian untuk menolak panas dan dingin.
Pada tahapan ini mungkin tidak bisa dibedakan antara keinginan dan kebutuhan
dan terjadi persamaan umum antara homo economicus dan homo islamicus.
Namun manusia harus mengetahui bahwa tujuan utama diciptakannya nafsu ingin
makan adalah untuk menggerakkannya mencari makanan dalam rangka menutup
kelaparan, sehingga fisik manusia tetap sehat dan mampu menjalankan fungsinya
secara optimal sebagai hamba allah yang beribadah kepadanya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. KONSEP PENTING DALAM KONSUMSI


Pada dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu, kebutuhan dan
kegunaan atau kepuasan. Secara rasional, seseorang tidak akan pernah
mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus
mendapatkan manfaat darinya. Dalam perspektif ekonomi Islam, dua unsure
ini mempunyai kaitan yang sangat erat (interdependensi) dengan konsumsi itu
sendiri. ketika konsumsi dalam islam diartikan sebagai penggunaan terhadap
komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang iharamkan, maka, sudah tentu
motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas konsumsi juga
harus sesuai dengan prinsip ekonomi itu sendiri. Artinya, karakteristik dari
kebutuhan dan manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi Islam.1
a. Kebutuhan (hajat)
manusia adalah makhluk yang tersusun dari berbagai unsur, baik ruh,
akal, badan maupun hati. Unsur-unsur ini mempunyai keterkaitan antar satu
dengan yang lain. Misalnya, kebutuhan manusia untuk makan, pada dasarnya
bukanlah kebutuhan perut atau jasmani saja, namun, selain akan memberikan
pengaruh terhadap kuatnya jasmani, makan juga berdampak pada unsur tubuh
yang lain, misalnya ruh, akal dan hati. Karena itu, islam mensyaratkan setiap
makanan yang kita makan hendaknya mempunyai manfaat bagi seluruh unsur
tubuh.2
Selain itu, dalam kapasitasnya sebagai khalifah di muka bumi, manusia
juga dibebani kewajiban membangun dan menjaga sebuah aktifitas
berkelanjutan dan terus berkembang yang menuntut seluruh potensinya

1 Abdullah, ekonomi islam, Situs resmi ponpes Darussalam banyuwangi


www.blokagung.net, 29 september 2015.

2 Syauqi Muhammad Dunya (Guru Besa Jurusan Ekonomi Islam Universitas King Abdul
Aziz Jeddah), perekonomian islam, (Jakarta: erlangga, 1985), 56.

3
disertai keseimbangan penggunaan sumber daya yang ada. Artinya, islam
memandang penting pengembangan potensi manusia selama berada dalam
batas penggunaan sumber daya secara wajar. Sehingga, kebutuhan dalam
perspektif islam adalah, keinginan manusia menggunakan sumber daya yang
tersedia, guna mendorong pengembangan potensinya dengan tujuan
membangun dan menjaga bumi dan isinya.
b. Kegunaan atau kepuasan (manfaat)
Sebagaimana kebutuhan diatas, konsep manfaat ini juga tecetak bahkan
menyatu dalam ekonomi itu sendiri. Para ekonomi menyebutkan sebagai
perasaan rela yang di terima oleh konsumen ketika mengkonsumsi suatu
barang. Rela yang dimaksud di sini adalah kemampuan seorang konsumen
untuk membelanjakan pendapatannya pada berbagai jenis barang dengan
tingkat harga yang berbeda.
Ada dua konsep penting yang perlu digaris bawahi dari pengertian rela di
atas, yaitu pendapat dan harga. Kedua konsep ini saling mempunyai
interdepensi antar satu dengan yang lain, mengingat kemampuan seseorang
untuk membeli suatu barang sangat tergantung pada pemasukan yang
dimilikinya. Kesesuaian di antara keduanya akan menciptakan kerelaan dan
berpengaruh terhadap penciptaan prilaku konsumsi itu sendiri. Konsumen
yang rasional selalu membelanjakan pendapatannya pada berbagai jenis
barang dengan tingkat harga tertentu demi mencapai batas kerelaan tertinggi.
Sekarang bagaimanakah Islam memandang manfaat, apakah sama dengan
terminologi yang dikemukakan oleh para ekonom pada umumnya ataukah
berbeda? Beberapa ayat al-quran3 mengisyaratkan bahwa manfaat adalah
antonim dari bahaya dan terwujudnya kemaslahatan. Sedangkan dalam
pengertian ekonominya, manfaat adalah nilai guna tertinggi pada sebuah
barang yang dikonsumsi oleh seorang konsumen pada suatu waktu. Bahwa
lebih dari itu, barang tersebut mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Jelas bahwa manfaat adalah terminologi islam yang mencakup
kemaslahatan, faidah dan tercegahnya bahaya. Manfaat bukan sekedar
kenikmatan yang hanya bisa dirasakan oleh anggota tubuh semata, namun

3 Al-araf:188.

4
lebih dari itu, manfaat merupakan cermin dari terwujudnya kemaslahatan
hakiki dan nilai guna maksimal yang tidak berpotensi mendatangkan dampak
negatif di kemudian hari.

2. KURVA KOMBINASI
a. Pengertian dan Sejarah Kurva kombinasi
Kurva Indiference adalah serangkaian titik, yang masing-masing mewakili
suatu kombinasi jumlah barang X tertentu dan jumlah barang Y tertentu, yang
semuanya menghasilkan jumlah utilitas total yang sama. Konsumen yang
digambarkan disini sama-sama menyukai antara kombinasi A dan B, B dan C,
serta A dan C.
Setiap konsumen memiliki sekelompok kurva indiference yang unik yang
disebut dengan peta preferensi. Kurva Indiference yang lebih tinggi
menunjukkan tingkat utilitas total yang lebih tinggi.
Teori kurva indeference dikembangkan oleh Francis Ysidro Edgeworth,
Vilfredo Pareto, dan kawan-kawan di awal abad ke-20. Teori ini diturunkan
dari teori utilitas ordinal, yang mengasumsikan bahwa setiap orang selalu
dapat mengurutkan preferensinya. Dengan kata lain, seseorang selalu dapat
menentukan bahwa ia lebih menyukai barang A dibanding barang B, dan lebih
suka barang B dibanding barang C, lebih suka barang C daripada barang D
dan seterusnya.
b. Peta dan ciri-ciri kurva indiference
Sebuah grafik dari kurva indiference untuk seorang konsumen
dihubungkan dengan tingkat utilitas/kepuasan berbeda disebut dengan peta
indiference. Titik kembalinya tingkat kepuasan yang berbeda setiap unitnya
dihubungkan dengan kurva indiference yang berbeda satu sama lain. Sebuah
kurva indiference menjabarkan sebuah himpunan preferensi pribadi dan bisa
berbeda pada orang satu dan lainnya.
Kurva indiference biasanya dijelaskan menjadi :
1. Dijabarkan hanya pada kuadran positif (+, +) diagram Cartesius dari
komoditas berdasarkan kuantitas.
2. Melengkung secara negatif. Sebagai Kuantitas yang dikonsumsi dari satu
barang (x) meningkat, kepuasan total akan naik jika tidak di kompensasikan
oleh sebuah penurunan dalam kuantitas yang dikonsumsi pada barang lain

5
(y). Sama dengan kekenyangan, dimana lebih dari barang (atau keduanya)
sama derajatnya di prefrensikan untuk tidak ditingkatkan, tidak
diikutsertakan. (jika utilitas U=f(x, y), U, dalam dimensi ke tiga, tidak
memiliki sebuah maksimum lokal untuk semua x dan y.)
3. lengkap, seperti semua titik dalam kurva indiferent dirangking sama besar
dalam hal selera dan dirangking baik lebih atau kurang di sukai dibandingkan
titik lainnya yang tidak ada dalam kurva. Jadi, dengan (2), tidak ada dua
kurva yang akan bersilangan (selain non-satiasi akan dilanggar).
4. Transitif dengan hubungan ke titik dalam kurva indiference yang berbeda. Itu
terjadi, jika tiap titik dalam I2 adalah selera (yang terbatas) pada tiap titik
dalam I1, dan tiap titik dalam I3 dihubungkan ke tiap titik dalam I2, tiap titik
dalam I3 dihubungkan ke tiap titik dalam I1. Sebuah lengkungan negatif dan
transitifitas tidak dimasukan persilangan kurva indiference, karena garis lurus
dari kedua sisi tersebut bersilangan akan memberi rangking prefrensi yang
tidak satu sisi dan intransitif.
5. (secara terbatas) convex (dijatuhkan dari bawah). Dengan (2), preferensi
convex menyebabkan sebuah pemunculan dari asal kurva indiference.
Sebagai konsumen menurunkan konsumsi dari satu barang dalam unit
suksesif, jumlah besar dari barang lainnya akan dibutuhkan untuk
mempertahankan kepuasan tidak berubah, efek substitusi.
Dari ciri yang tersisa diatas, seharusnya, ciri (5) (kofeksitas) telah dilanggar
oleh munculnya kurva indifferent keluar dari asal konsumen tertentu dengan
memberikan dorongan ke anggaran. Teori konsumen kemudian menyebabkan
konsumsi kosong untuk satu dari dua barang, katakanlah barang Y, dalam
ekuilibirium ke anggaran konsumen. Ini akan mencontohkan sebuah solusi
pojok. Lebih jauh, penurunan dalam harga barang Y diatas jarak tertentu
mungkin akan meninggalkan jumlah/kuantitas yang diminta tidak akan
berubah dari kosong (0) dan sesudahnya dimana penurunan harga selanjutnya
mengganti semua pendapatan dan konsumsi jauh-jauh dari X dan Y. Rasio
dari implikasi tersebut mensugestikan kenapa konfeksitas biasanya
diasumsikan juga.

6
Gambar 1. Kurva indiference

3. TEORI PERMINTAAN
Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu
harga dan waktu tertentu. Sedangkan pengertian penawaran adalah sejumlah
barang yang dijual atau ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu.
Contoh permintaan adalah di pasar kebayoran lama yang bertindak sebagai
permintaan adalah pembeli sedangkan penjual sebagai penawaran. Ketika
terjadi transaksi antara pembeli dan penjual maka keduanya akan sepakat
terjadi transaksi pada harga tertentu yang mungkin hasil dari tawar-menawar.4
a. Hukum Permintaan
Jika semua asumsi diabaikan (ceteris paribus) : Jika harga semakin
rendah/murah maka permintaan atau pembeli akan semakin banyak dan
sebaliknya. Jika harga semakin tinggi/mahal maka penawaran akan semakin
sedikit.
Semua terjadi karena semua ingin mencari kepuasan (keuntungan) sebesar-
besarnya dari harga yang ada. Apabila harga terlalu tinggi maka pembeli
mungkin akan membeli sedikit karena uang yang dimiliki terbatas, namun
bagi penjual dengan tingginya harga ia akan mencoba memperbanyak barang
yang dijual atau diproduksi agar keuntungan yang didapat semakin besar.

4 N. Gregory Mankiw, Pengantar Ekonomi mikro, (Jakarta: Erlangga, 1998), 65.

7
Harga yang tinggi juga bisa menyebabkan konsumen/pembeli akan mencari
produk lain sebagai pengganti barang yang harganya mahal.5
Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Permintaan
1. Perilaku konsumen / selera konsumen ,
2. Ketersediaan dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap
3. Pendapatan/penghasilan konsumen,
4. Perkiraan harga di masa depan,
5. Banyaknya/intensitas kebutuhan konsumen.
b. asumsi
1. Kita mengasumsikan bahwa analisis ini terbatas pada barang yang
menghasilkan utilitas marjinal positif, atau lebih sederhananya, "makin banyak
makin baik". Salah satu cara untuk menjustifikasi asumsi ini adalah
mengatakan bahwa jika sesuatu yang lebih banyak benar-benar membuat anda
lebih rugi, anda boleh membuangnya sama sekali. Ini disebut dengan "asumsi
pembuangan gratis".
2. Tingkat substitusi marjinal didefinisikan sebagai MUx/MUy atau rasio dimana
rumah tangga mau mengganti X dengan Y. Jika MUx/MUy sama dengan 4,
misalnya, saya bersedia menukar empat unit Y dengan satu unit tambahan X.
Kita mengasumsikan tingkat substitusi marjinal yang semakin menurun. Yaitu,
jika konsumsi X lebih banyak dan Y lebih sedikit, MUx/MUy akan turun.
Apabila anda mengkonsumsi lebih banyak X dan lebih sedikit Y, X menjadi
kurang bernilai dalam hitungan unit Y, atau Y menjadi lebih bernilai dalam
hitungan X.
3. Kita mengasumsikan bahwa konsumen memiliki kemampuan untuk memilih
antara kombinasi barang dan jasa yang tersedia. Ketika dihadapkan dengan
pilihan antara dua kombinasi barang dan jasa alternatif, yaitu A dan B, seorang
konsumen akan menanggapi dengan salah satu dari 3 cara: (1) ia lebih suka A
daripada B, (2) ia lebih suka B daripada A, atau (3) ia sama sukanya atas A
dan B yaitu, ia sama-sama suka A dan B.

5 T. Gilarso SJ, Pengantar ilmu Ekonomi Mikro, (Yogyakarta: Penerbit


Kanisius, 2003), 87.

8
Kita mengasumsikan bahwa pilihan konsumen konsisten dengan asumsi
sederhana tentang rasionalitas. Jika seorang konsumen memperlihatkan
bahwa ia lebih menyukai A daripada B dan kemudian memperlihatkan bahwa
ia lebih menyukai B daripada alternatif ketiga, C, maka ia harus lebih
menyukai A daripada C jika dihadapkan dengan pilihan di antara keduanya.
c. Permintaan menurut ekonomi konvensional
Konsep permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang yang
diminta (Qd) dengan harga (P) berbagai tingkat harga. Hukum permintaan
(law of demand) menerangkan bahwa dalam keadaan hal lain tetap (cateris
paribus) apabila harga naik, maka permintaan terhadap suatu barang akan
berkurang, dan sebaliknya apabila harga turun, maka permintaan terhadap
suatu barang akan meningkat.
Dalam pernyataan diatas menunjukkan bahwa pada saat harga turun dari
P1 ke P2, maka permintaan terhadap suatu barang meningkat dari Q1 ke Q2.
Pada dasarnya ada tiga alasan yang menerangkan hukum permintaan seperti
diatas, yaitu :
1. Pengaruh penghasilan (income effect)
Apabila suatu harga barang naik, maka dengan uang yang sama orang
akan mengurangi jumlah barang yang akan dibeli. Sebaliknya, jika harga
barang turun, dengan anggaran yang sama orang bisa membeli lebih banyak
barang.
2. Pengaruh substitusi (substitution effect)
Jika harga suatu barang naik, maka orang akan mencari barang lain yang
harganya lebih murah tetapi fungsinya sama. Pencarian barang lain itu
merupakan substitusi.

3. Penghargaan subjektif (Marginal Utility)


Tinggi rendahnya harga yang bersedia dibayar konsumen untuk barang
tertentu mencerminkan kegunaan atau kepuasan dari barang tersebut. Makin
banyak dari satu macam barang yang dimiliki, maka semakin rendah

9
penghargaan terhadap barang tersebut. Ini dinamakan Law of diminishing
marginal utility.
Perubahan pada tingkat harga akan memindahkan titik permintaan dalam
suatu kurva permintaan, sedangkan perubahan pada faktor selain harga
(misalnya pendapatan) akan menggeser kurva permintaan.
d. Permintaan menurut Ekonomi Islam
Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah hasrat terhadap
sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai. Diartikan juga
sebagai jumlah barang yang diminta. Secara garis besar, permintaan dalam
ekonomi islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-
prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam
keinginannya.
Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang yang halal dan
thayyib. Aturan islam melarang seorang muslim memakan barang yang haram,
kecuali dalam keadaan darurat dimana apabila barang tersebut tidak dimakan,
maka akan berpengaruh terhadapnya. Di saat darurat seorang muslim
dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya.
Selain itu, dalam ajaran islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak
diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan
dalam jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget
constrain) belum cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus
diperhatikan adalah bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf), dan harus
mengutamakan kebaikan (maslahah).
Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan
tujuan kemegahan, kemewahan dan kemubadziran. Bahkan islam
memerintahkan bagi yang sudah mencapai nisab, untuk menyisihkan dari
anggarannya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah.
1. Permintaan Terhadap Barang Halal
Permintaan terhadap barang halal sama dengan permintaan dalam
ekonomi pada umumnya, yaitu berbanding terbalik terhadap harga, apabila

10
harga naik, maka permintaan terhadap barang halal tersebut berkurang, dan
sebaliknya, dengan asumsi cateris paribus.6
2. Permintaan Barang Halal dalam Pilihan Halal-Haram
Apabila menghadapi pilihan antara barang halal dan haram, maka optimal
solutionnya adalah corner solution, yaitu keadaan dimana kepuasan maksimal
terjadi di kurva indiferen dengan konsumsi barang haramnya di titik 0.
Dengan kata lain, gunakan anggaran untuk mengkonsumsi barang halal
seluruhnya.
Apabila Y adalah barang haram dan X adalah barang halal, maka optimal
solutionnya adalah pada titik dimana konsumsi barang haram berada di titik O.
Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) dalam kitab Majmu Fatawa
menjelaskan, bahwa hal-hal yang mempengaruhi terhadap permintaan suatu
barang antara lain:
a. Keinginan atau selera masyarakat terhadap berbagai jenis barang yang berbeda
dan selalu berubah-ubah. Di mana ketika masyarakat telah memiliki selera
terhadap suatu barang maka hal ini akan mempengaruhi jumlah permintaan
terhadap barang tersebut.
b. Jumlah para peminat terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang
menginginkan suatu barang semakin banyak, maka harga barang tersebut akan
semakin meningkat. Dalam hal ini dapat disamakan dengan jumlah penduduk,
di mana semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah para
peminat terhadap suatu barang.
c. Kualitas pembeli. Di mana tingkat pendapatan merupakan salah satu ciri
kualitas pembeli yang baik. Semakin besar tingkat pendapatan masyarakat,
maka kualitas masyarakat untuk membeli suatu barang akan naik.
d. Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang. Apabila kebutuhan
terhadap suatu barang tinggi, maka permintaan terhadap barang tersebut
tinggi.
e. Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran. Apabila pembayaran
dilakukan dengan tunai, maka permintaan tinggi

6 A. Karim, ekonomi Mikro Islami (Jakarta : theIndonesia, 2003), 89.

11
f. Besarnya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi dari suatu barang rendah,
maka besar permintaan meningkat.

4. KURVA PERMINTAAN
Kurva Permintaan dapat didefinisikan sebagai : Suatu kurva yang
menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan
jumlah barang tersebut yang diminta para pembeli. Kurva permintaan
berbagai jenis barang pada umumnya menurun dari kiri ke kanan bawah.
Kurva yang demikian disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah
yang diminta yang mempunyai sifat hubungan terbalik.

Teori permintaan dapat dinyatakan: Perbandingan lurus antara permintaan


terhadap harganya yaitu apabila permintaan naik, maka harga relatif akan naik,
sebaliknya bila permintaan turun, maka harga relatif akan turun.
Faktor-faktor yang dapat menggeser kurva permintaan
a. Faktor harga
Perubahan sepanjang kurva permintaan berlaku apabila harga barang yang
diminta menjadi makin tinggi atau makin menurun.

12
b. Faktor bukan harga
Kurva permintaan akan bergerak kekanan, Perubahan sepanjang kurva
permintaan berlaku apabila harga barang yang diminta menjadi makin tinggi
atau makin menurun atau kekiri apabila terdapat perubahan-perubahan
terhadap permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor bukan harga,
sekiranya harga barang lain, pendapatan para pembeli dan berbagai faktor
bukan harga lainnya mengalami perubahan, maka perubahan itu akan
menyebabkan kurva permintaan akan pindah ke kanan atau ke kiri.

13
BAB III
KESIMPULAN

Perbedaan yang menjadi asumsi dasar konsep permintaan baik


konvensional maupun Islami memiliki keterkaitan langsung terhadap
implementasi konsep permintaan tersebut. Perbedaan yang perlu diperhatikan
terutama pada permintaan dalam islam adalah sumber hukum dan adanya batasan
syariah, sudut pandang barangnya, motif dari permintaan dan tujuannya.
Dengan asumsi bahwa tidak ada hubungan keterkaitan antara permintaan
dalam ekonomi konvensional dengan permintaan dalam ekonomi islam, maka kita
harus memilih salah satu dari keduanya. Oleh karenanya penulis mengharapkan
bahwa permintaan dalam eonomi islam ini benar-benar bisa diaplikasikan oleh
kita sehingga tercipta perekonomian masyarakat yang islami.

14
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman. 2001. Ekonomi Mikro Islami. IIIT Indonesia. Jakarta: press
Jakarta.
Nicholson, Walter. 1995. Mikroekonomi Intermediate Jilid Satu Edisi Kelima.
Jakarta: Binurupa Aksara.
N. Gregory Mankiw. 1998. Principle of Microeconomics. Jakarta: Erlangga
Rahardja dan Manurung. 2004. Uang, perbankan dan ekonmi moneter. Fakultas
Ekonomi UI. Jakarta.
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi & Makroekonomi). Edisi Ketiga. Jakarta: FEUI.
Syafii Antonio. 2001. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema Insani
Press. Jakarta.

15
T. Gilarso SJ. 2003. Pengantar ilmu Ekonomi Mikro. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.

16

Anda mungkin juga menyukai