Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KESEHATAN KESELAMATAN KERJA

PROGRAM ALIH JENIS 2016


SEMESTER I

ANALISA KASUS DAN INSTRUMEN INFEKSI KONTROL

DISUSUN OLEH : B19 AJ1

NADHIFATUL KAMILAH 131611123010


RINI PURWATI 131611123011
AHMAD EKO WIBOWO 131611123012
BAIQ SELLY SILVIANI 131611123022
KHOLIDATUL AZIZAH 131611123023
NUR SAYYID JR 131611123024
HARY BUDIARTO 131611123025
ERWIN PURWANTO 131611123026

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I : KASUS................................................................................................1
BAB II: PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Keselamatan Pasien...................................................................................6
B. Analisis Kasus...........................................................................................7
C. Jalur Infeksi...............................................................................................7
1. Faktor yang Berhubungan dengan Host..............................................7
2. Faktor yang Berhubungan dengan Alat...............................................7
3. Faktor yang Berhubungan dengan Staf Kesehatan..............................8
D. Tindakan yang Telah Dilakukan................................................................9
E. Tindakan yang Belum Dilakukan..............................................................9
1. Perawatan Drainase Kepala.................................................................9
2. Perawatan Ventilator............................................................................9
3. Perawatan CVC...................................................................................10
4. Perawatan IVL.....................................................................................11
5. Perawatan Kateter Urine......................................................................11
6. Dukungan Nutrisi................................................................................12
7. Perawatan Mata...................................................................................12

LAMPIRAN

2
BAB I
KASUS

Tn. S usia 24 tahun masuk RSUD Dr. Soetomo dengan kecelakaan,


sekarang klien dirawat di ruang observasi intensive pasca craniotomy hari ke-2.
Hasil pemeriksaan didapatkan klien mengalami penurunan kesadaran terpasang
ventilator.
Hasil pemeriksaan didapatkan :
TD = 123/82 mmHg, N = 87 kali/menit, S = 37c, RR = 14 kali/menit.
Terpasang ventilator mode PVC, FiO2 = 30%, PEEP = 5, SaO2 = 100%, TV =
500 cc, GCS = 1x4, drainage kepala 25cc warna merah, pupil anisokor. Diagnosa
medis : fraktur basis crania CH frontoparietal (D) + edema cerebri+fraktur impresi
sinus frontalis SDH temporal (D).
Hasil Laboratorium :
- Haemoglobin : 10,3 gr/dl
3
- Leukosit : 11,58x 10 / mm3
- Hact : 30,6 %
3
- Pit : 156x 10 / mm3
- BUN : 10 mg/dl
- Serum kreatinin : 0,59 mg/dl
- Kalium : 4,2 mmol/L
- Natrium : 146 mmol/L
- Clorida : 113 mmol/L
- Albumin : 2,8 g/dl
- BGA :
pH : 7,54
pO2 : 81,4
pCO2 : 28,4
HCO2 : 24,4
BE : 1,6
- SpO2 : 97,4

HASIL CT SCAN :
Fraktur ant. Wall sinus maxillaries D/5, SDH tipis region temporalis,
multipel haemorrage intra cerebral regio frontal.
Terapi yang diberikan :

1
- Ceftriaxone : 2x1 gr
- Metrodinazole : 3x500 mg
- NaCl : 2000 cc/24 jam
- Metamizole : 3x1 gr
- Ranitidine : 2x 50 mg
- Phenitoin : 3x 100 mg
- Manitol : 6x 100 cc bila osmolalitas < 320 mOs
- Program nebulizer dan suction setiap 6 jam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keselamatan Pasien
Terdapat 6 sasaran keselamatan pasien antara lain:
1. Ketetapan Identitas Pasien
Pada pasien Tn. S saat masuk di rumah sakit sudah dipasangkan gelang
berwarna biru (karena Laki-laki) dan perempuan berwarna pink di beri
klip berwarna. Didalam gelang tersebut tercantum nama pasien, tanggal
lahir, no RM, alamat, dan barcode.

Gambar 1: Gelang Identitas Pasien


Untuk pasien pada kasus tersebut identifikasi saat melakukan tindakan
tidak mungkin dilakukan dengan cara wawancara kepada klien secara
langsung karena GCS pasien mengalami penurunan, identifikasi pasien
dengan cara mencocokan gelang pasien atau dengan keluarga yang
menunggu dapat ditanyakan kepada keluarga.

2. Peningkatan Komunikasi Efektif


a. Sebelum menghubungi dokter untuk menyampaikan kondisi pasien
perawat harus mengkaji kondisi Tn. S , mengumpulkan data data
yang berkaitan dengan kondisi Tn. S saat ini.
b. Menjelaskan setiap tindakan apa saja yang sudah dan belum dilakukan
oleh perawat kepada pasien.
c. Untuk system pelaporan kepada dokter penanggung jawab pertelpon
bisa menggunakan teknik SBAR. Pelaporan kondisi berdasarkan pada
teknik SBAR yaitu:

3
1) Situation : menyebutkan nama dan nama departemen,
menyebutkan nama pasien Tn S, Umur Tn.S, Diagnosa medis dan
tanggal masuk, menjelaskan secara singkat kondisi pasien.
2) Background, latar belakang : menyampaikan data data yang
berkaitan dengan kondisi pasien saat ini misalnya obat obatan
dan infus yang digunakan Tn S, hasil laboratorium, tanda tanda
vital.
3) Assessment, penilaian : menyampaikan hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan pada Tn S
4) Recommendation : tindakan selanjutnya untuk mengatasi masalah
pasien.
d. Untuk system pelaporan sesama perawat bisa menggunakan metode
SOAPIE

3. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert)


a. Sebelum memberikan obat kepada pasien, perawat harus membaca
ulang yaitu nama obat, dosis, cara, expired date, dan identifikasi
pasien ulang.
b. Untuk pemberian obat high alert dilakukan double check
c. Menyimpan obat LASA & H.A disimpan dilemari sendiri dan kulkas

Perawat yang akan melakukan tindakan pemberian obat pada Tn. S


hendaknya melakukan cross check ulang identitas pasien, nama obat,
dosis, cara pemberian, dan waktu pemberian. Tidak lupa perawat melihat
expired obat yang akan diberikan.
Setelah obat diberikan, perawat memberikan paraf di form Rekam
Pemberian Obat sesuai tanggal pemberian.

4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi


Sebelum melakukan tindakan pre operasi dipastikan kembali tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.

4
Saat akan dilakukan operasi dilakukan sign in kembali untuk memastikan
tidak ada kesalahan, time out dilakukan saat akan di mulai operasi dan
sign out dilakukan setelah operasi.
Pada kasus Tn. S merupakan pasien pasca craniotomy hari ke-2.

5. Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


Saat perawat akan melakukan tindakan keperawatan seperti pemberian
obat, perawatan luka post operasi, suction dan sebagainya, hendaknya
perawat melakukan hand hygiene sebelum dan sesudah melakukan
tindakan guna mengurangi risiko infeksi terhadap pasien.

Gambar : langkah-langkah cuci tangan yang baik dan benar

Perawat harus melakukan hand hygien berdasarkan 5 moment, yaitu:


a. Sebelum menyentuh pasien
Untuk melindungi pasien terhadap infeksi eksogen, oleh kuman
berbahaya pada tangan.
b. Sebelum melakukan prosedur aseptik
c. Setelah terpapar cairan tubuh pasien
d. Setelah bersentuhan dengan pasien

5
e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien.

Gambar : 5 moment cuci tangan

Selanjutnya perawat menggunakan alat perlindungan diri, seperti sarung


tangan dan masker untuk meminimalisir penyebab terjadinya infeksi pada
pasien. Melakukan perawatan luka operasi dengan tekhnik aseptic

6. Pengurangan Resiko Pasien Jatuh


Pengkajian resiko jatuh dilakukan di awal pada kasus Tn.S kita
menggunakan skala morse karena pasien dewasa

6
B. Analisis Kasus
Pada analisis kasus Tn. S terdapat tanda-tanda infeksi yang dapat dibuktikan
dengan hasil Laboratorium , hasil CT Scan dan pemeriksaan lainnya:
1. Peningkatan suhu 37o
2. Peningkatan Leukosit 11,58x103 / mm3
3. Penurunan albumin 2,8 g/dL
4. Penurunan Hb : 10,3 gr/dL
5. Penurunan Hact: 30,6 %
6. Kemudian Tn. S terpasang drainase kepala dengan pengeluaran 25 cc
berwarna merah
7. SDH, HIS, CT Scan: edema cerebri

C. Jalur Infeksi
1. Faktor Yang Berhubungan Dengan Host.
Pasien pasca craniotomy 2 hari. Mengalami penurunan kesadaran
menyebabkan terjadinya distress pernafasan (RR = 14 x/menit). Tn. S
mendapatkan terapi ventilator, Metrodinazole, Phenitoin, dan Menitol (bila
osmolalitas <320 mOs).
Proses infeksi yang terjadi pada Tn. S, dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Salah satunya adalah faktor host, atau faktor akibat kondisi tubuh
yang terjadi pada Tn. S saat ini. Terjadi penurunan kesadaran pada Tn.S,
dapat mengakibatkan hilangnya reflex batuk dan reflek muntah. Ditambah
lagi dengan pemberian obat phenitoin, yang dapat menyebabkan
peningkatkan secret. Hal tersebut berkontribusi besar untuk terjadinya
resiko aspirasi dan peningkatkan resiko terjadinya VAP.

2. Faktor Yang Berhubungan Dengan Alat


a. Drainase Kepala
Tn. S terpasang drainase kepala dengan pengeluaran 25 cc berwarna
merah. Dari hasil CT Scan terdapat edema cerebri.
Drainase dapat menjadi salah satu portal keluar masuknya
mikroorganisme atau bakteri penyebab infeksi baik melalui perlukaan

7
post craniotomy maupun dari selang drainase itu sendiri, mengingat
darah merupakan tempat perkembangbiakan yang tepat bagi bakteri.
b. Ventilator
Pemasangan ventilator pada Tn. S dapat menimbulkan risiko infeksi,
jika tidak diperhatikan faktor kebersihannya, ditambah pula faktor
pemberian terapi Phenitoin yang memiliki efek samping terjadinya
peningkatan secret pada saluran pernafasan. Secret akan menumpuk
pada saluran pernafasan, selang ventilator, pipa endotrakeal, dan
sirkuit ventilator. Genangan secret di atas balon dari pipa endotrakeal
tube dan tekanan balon yang rendah dapat memicu mikroorganisme
dan bakteri di sekitar balon menyebar sampai ke paru.
c. IVL
Tn. S mendapatkan terapi cairan intra vena serta obat-obatan IV,
sehingga dilakukan pemasangan intra vena line. Pemasangan IVL
dapat juga menjadi salah satu portal masuknya infeksi, karena adanya
perlukaan pada bekas tusukan jarum. Apalagi jika proses pemasangan
pada IVL tidak sesuai dengan SOP, maka bakteri akan masuk dan
dapat terjadi proses infeksi.

3. Faktor Yang Berhubungan Dengan Staf Kesehatan


Pada kasus Tn.S infeksi didapat bukan hanya akibat dari pemasangan alat
yang digunakan saja, namun dapat juga didapat dari staf kesehatan
disekitar klien. Petugas kesehatan dapat menjadi agent penyebab infeksi,
petugas kesehatan dapat menyebarkan virus, bakteri maupun
mikroorganisme lain pada klien. Baik melalui tangan saat melakukan
perawatan luka atau tindakan perawatan lainnya, melalui pernafasan dan
lain sebagainya. Oleh karena itu prinsip bersih dan steril sangat
dibutuhkan utamanya dalam perawatan luka klien, perawat harus
melakukan teknik cuci tangan yang baik dan benar, serta memakai APD
sebagai tindakan pencegahan penyebaran kuman, baik dari perawat ke
pasien dan sebaliknya.

8
D. Tindakan yang Telah Dilakukan
Tindakan yang telah dilakukan perawat adalah kolaborasi pemberian terapi
Ceftriaxone 2x1 gr sebagai antibiotic dan Metrodinazole 3x500 mg sebagai
antimikroba. Untuk penanganan demam Tn. S diberikan terapi Metamizole
dengan dosis 3x1 gr. Tn. S juga diberikan terapi Phenitoin 3x100 mg untuk
mencegah terjadinya epilepsy.
Tindakan pencegahan risiko infeksi pada pemasangan ventilator yaitu perawat
memberikan terapi nebulizer dan suction setiap 6 jam.

E. Tindakan yang Belum Dilakukan


1. Perawatan Drainase Kepala
a. Lakukan rawat luka drain dengan menggunakan teknik aseptic;
b. Lakukan pengosongan container drain secara berkala;
c. Amati produksi drain meliputi: jumlah dan warna.

2. Perawatan Ventilator
Pasien terpasang ventilator berisiko terkena VAP, ditambah pemberian
Phenitoin yang meningkatan secret, maka tindakan pencegahan infeksi
sangat diperlukan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat untuk mencegah
resiko infeksi:
a. Humidifasi dan Suhu
Ventilasi mekanik yang melewati jalan nafas buatan dapat meniadakan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan,
sehingga pada proses ini harus ditambahkan pelembab atau humidifier
dengan pengontrol suhu yang diisi air sebatas level yang ditentukan
(system boiling water). Terjadi kondensasi air dengan penurunan suhu
untuk mencapai 37o C pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada
kebanyakan kasus suhu udara kurang lebih sama dengan tubuh pada
pasien hipotermi, suhu dapat dinaikkan >37o C-38o C, tetapi kenaikan
suhu ini harus diwaspadai karena dapat menyebabkan luka bakar pada
trakea, lebih mudah terjadi pengentalan sekresi dan akibatnya

9
obstruksi jalan nafas dapat terjadi. Sebaliknya, jika suhu < 36o C
membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman.
b. Perawatan Jalan Nafas
1) Suction dilakukan seperlunya, karena dapat membuat pasien tidak
nyaman dan resiko terjadinya infeksi. Perhatikan sterilisasi.
2) Fisioterapi dada sangat diperlukan untuk mengurangi atelectasis
dan dapat mempermudah pengambilan sekresi saat suction,
dilakukan dengan clupping, fibrasing, perubahan posisi tiap 2 jam
jika memungkinkan, hal ini dilakukan untuk mengurangi
perlengketan sekresi.
c. Perawatan selang endotrakeal
1) Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah
terjadinya migrasi, kingking dan terekstubasi untuk itu fiksasi
yang adekuat sangat diperlukan;
2) Penggantian plester fiksasi minimal 1 kali sehari
3) Perhatikan apakah ada tanda lecet atau iritasi pada kulit area
pemasangan selang endotrakeal
4) Jika pasien terpasang ventilasi mekanik dalam waktu lama perlu
dipertimbangkan penanganan braekeostomi
d. Tekanan Cuft endotrakeal
1) Dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan inflasi
dan kelebihan tekanan dinding trakea
2) Jika memungkinkan cuft di kempeskan secara periodic untuk
mencegah terjadinya nekrosis pada trakea.

3. Perawatan CVC
Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan CVC adalah kebersihan
kateter, kondisi kateter yang tidak tertekuk, rembesan darah dari
sambungan tutup kateter, kateter lepas atau berubah posisi, tanda tanda
peradangan dan keluhan pasien.
Prosedur perawatan kateter CVC antara lain:
a. Kaji warna kulit disekitar lokasi pemasangan, apakah ada kemerahan.

10
b. Kaji daerah lokasi penusukan, apakah ada tanda-tanda phlebitis seperti
kemerahan, nyeri, bengkak
c. Monitor respon pasien

4. Perawatan IVL
Penggunaan IVL yang tidak sesuai dengan prosedur yang baik dan benar
menjadi salah satu penyebab komplikasi seperti: infeksi lokal atau
sistemik termasuk septik thrombophleblitis, endocarditis, infeksi aliran
darah yang diakibatkan oleh terinfeksinya bagian tubuh tertentu karena
kateter yang terkolonisasi.
Prinsip perawatan IVL antara lain dilakukan dengan prinsip aseptik
(steril) seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
memakai handscoon tujuannya agar pasien terhindar dari infeksi
nasokomial.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan IVL:
a. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam
b. Evaluasi tanda infeksi
c. Observasi tanda/reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
d. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir saat melakukan
perawatan infus
e. Bersihkan lokasi penusakan dengan anti septik.
f. Mendokumentasikan waktu pemeriksaan kateter (terhadap adanya
embolus), serta reaksi klien (terhadap tempat/ lokasi vena perifer yang
sering digunakan pada pemasangan infus).

5. Perawatan Kateter Urine


Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan pada
saluran kemih bagian bawah dengan menyumbat saluran di sekeliling
uretra, mengiritasi mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur
masuknya kuman ke dalam kandung kemih. Pada pasien yang
menggunakan kateter, mikroorganisme dapat menjangkau saluran kemih
melalui tiga lintasan utama: (1) dari uretra ke dalam kandung kemih pada

11
saat kateterisasi; (2) melalui jalur dalam lapisan tipis cairan uretra yang
berada di luar kateter ketika kateter dan membran mukosa bersentuhan;
dan (3) cara yang paling sering melalui migrasi ke dalam kandung kemih
di sepanjang lumen internal kateter setelah kateter terkontaminasi
(Brunner & Suddarth, 2000).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merawat pasien yang terpasang
kateter:
a. Mengosongkan urine bag secara teratur
b. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar
urine tidak mengalir kembali ke buli-buli
c. Membersihkan darah, nanah, secret periuretra dan mengolesi kateter
dengan antiseptic secara berkala
d. Ganti kateter paling tidak 2 minggu sekali.

6. Dukungan Nutrisi
a. Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan resiko infeksi lebih tinggi pada
pasien terpasang ventilator. Pemasangan NGT untuk pemberian nutrisi
secara adekuat perlu dipertimbangkan
b. Jika NGT tidak memungkinkan untuk dipasang, maka nutrisi
diberikan secara parenteral

7. Perawatan Mata
a. Pada pasien yang kehilangan reflek berkedip, kelopak mata harus
diplester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma.
b. Atur posisi kepala ekstensi, karena pada pasien yang terpasang
ventilator dapat terjadi edema sclera bila tekanan vena meningkat.
c. Pada pasien yang masih ada reflek berkedip dapat diberikan zalf atau
tetes mata untuk menurunkan keringnya kornea mata.

12
LAMPIRAN

13
14
15
16

Anda mungkin juga menyukai