Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN STUDI KASUS

PENATALAKSANAAN TERAPI DIIT PADA PASIEN ABSES DI KAKI RUANGAN


MELATI KAMAR B.4 RSUD ABUNAWAS KOTA KENDARI

Disusun untuk memenuhi tugas kegiatan PKL Proses Asuhan Gizi di RSUD Abunawas

Disusun Oleh :
POLINA SURUPIA RENJAAN
P00313013024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN GIZI
PRODI D IV
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk
membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya
fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh.
Status gizi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi
dengan kebutuhan nutrisi. Kekurangan nutrisi memberikan efek yang tidak di inginkan
terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh.
Kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit diadakan untuk memenuhi kebutuhan gizi
pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan untuk kepentingan metabolisme tubuh, dalam
rangka upaya preventif, kuratif dan rehabilitatif maupun promotif. Salah satu pelayanan
gizi terhadap pasien rawat inap untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien dengan
memberikan terapi diit. Terapi diit diberikan sesuai dengan kondisi tubuh dan keadaan
gizi pasien. Keadaan gizi sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan penyakit,
sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat pula berpengaruh terhadap keadaan gizi
pasien. Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk karena tidak diperhatikan
keadaan gizinya. Hal tersebut diakibatkan karena tidak tercukupinya kebutuhan gizi
untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi organ yang terganggu akan lebih terganggu lagi
dengan adanya penyakit dan kekurangan gizi. Oleh karena itu, dalam memenuhi
kebutuhan gizi pasien harus disesuaikan dengan kondisi pasien meliputi keadaan klinis,
status gizi, dan status metabolisme tubuh.
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)
yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh
bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau
jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan
subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004).
Penyebab abses kulit bisa terjadi setelah suatu infeksi, biasanya infeksi oleh
stafilokokus (paling sering Staphylococcus aureus). Abses kulit juga bisa terjadi setelah
suatu luka ringan, cedera atau sebagai komplikasi dari folikulitis atau bisul. Abses kulit
bisa timbul di setiap bagian tubuh dan menyerang berbagai usia. Abses kulit bisa
menyumbat dan mengganggu fungsi jaringan di bawahnya. Infeksi bisa menyebar, baik
secara lokal maupun sistemik. Penyebaran infeksi melalui aliran darah bisa menyebabkan
komplikasi yang berat.
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik. (Morison, 2003)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan penatalaksanaan diet pada penderita abses
dikaki.

2. Tujuan Khusus
a) Mampu mengkaji data dalam penentuan diagnosa pasien.
b) Mampu melakukan anamnesis gizi kepada pasien.
c) Mampu melaksanakan pengukuran antropometri dan penentuan status gizi pasien.
d) Mampu merencanakan terapi diit.
e) Mampu menghitung kebutuhan gizi pasien dalam sehari.
f) Mampu menghitung asupan makan pasien selama dirumah sakit.

C. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan perbaikan pelayanan gizi serta adanya pemantauan
intensif khususnya yang berhubungan dengan gizi pasien.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh serta
mendapatkan pengalaman kerja sebagai ahli gizi rumah sakit.

D. Metode Pelaksanaan
1. Tempat dan Waktu
Studi kasus dilaksanakan di RSUD Abunawas Kota Kendari ruangan melati
kamar B.4 dimulai pada tanggal 22 23 Februari 2017.
2. Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data yang dikumpulkan meliputi :
1) Data subyektif : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit gizi pasien dan kebiasaan pola makan pasien.
2) Data Sekunder
Data ini diperoleh dari buku rekam medis (RM) atau buku status pasien, yang
meliputi :
Data identitas pasien
Data hasil pemeriksaan laboratorium
Data periksaan fisik/klinis
Data hasil pemeriksaan penunjang
Data hasil diagnosa penyakit

E. Cara Pengumpulan Data


1. Wawancara
Dilakukan dengan pasien dan keluarga pasien untuk mendapatkan informasi
dan penjelasan tentang pola makan pasien sebelum masuk rumah sakit, alergi terhadap
makanan tertentu, pantangan makan, gangguan gastrointestinal dan asupan makan
sehari dengan recall 24 jam.
2. Pengamatan
Pengamatan secara langsung terhadap pasien untuk mendapatkan data-data
yang tidak dapat dikumpulkan dengan wawancara, antara lain keadaan fisik paien dan
sisa makan pasien.
3. Pengukuran
Hasil pengukuran dapat dilihat di rekam medis jika tidak ada maka dilakukan
pengukuran antropometri.
4. Pencatatan
Mencatat hasil pengumpulan data baik data umum, data subyektif dan obyektif.
F. Analisis Data
Data hasil penelitian secara deskriptif
G. Penyajian Data
Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan dan diuraikan secara deskriptif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik. (Morison, 2003)
Abses adalah kumpulan tertutup jaringan cair, yang dikenal sebagai nanah, di
suatu tempat di dalam tubuh. Ini adalah hasil dari reaksi pertahanan tubuh terhadap benda
asing.
Abses Kulit (Abses Kutaneus) adalah pengumpulan nanah yang disebabkan
infeksi bakteri. Ada dua jenis abses, septik dan steril. Kebanyakan abses adalah septik,
yang berarti bahwa mereka adalah hasil dari infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana
saja di tubuh. Hanya bakteri dan respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai
tanggapan terhadap bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs tersebut
dan mulai memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang menyerang bakteri dengan
terlebih dahulu tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri dan
menghancurkan mereka ke potongan-potongan kecil yang dapat berjalan di sistem
peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya, bahan kimia ini
juga mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri menghasilkan bahan
kimia yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-nanah kuning yang mengandung bakteri
mati, dicerna jaringan, sel-sel darah putih, dan enzim.

B. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak
steril.
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain.
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan.
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus.

C. PATOFISIOLOGI
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel
darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses dalam hal ini
merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah
di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001)

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan
menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah dan debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, terutama
apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan
dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain
dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan.
Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk
membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya
kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui
komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat
melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan
doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan
antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut
terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik tersebut
seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.
E. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk membantu menentukan
penyebabnya, bisa dilakukan pembiakan atau pemeriksaan cairan yang berasal dari luka di kulit.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAGIAN 1. ASSESMENT

A. Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. R No. RM : 05/41/16
Umur : 35 th Ruang : Melati kamar B.4
Sex : Laki-laki Tgl Masuk : 20-02-2017
Pekerjaan : Buruh Bangunan Tgl Kasus : 22-02-2017
Pendidikan : - Alamat : Jl. Konty Balano
Agama : Islam Diagnosa Medis : Abses dikaki
Sumber : buku rekam medis pasien

2. Berkaitan Dengan Riwayat Penyakit

Keluhan Utama Merasa nyeri pada kaki dan sakit pada kaki.
Riwayat penyakit
Abses di kaki
sekarang
Riwayat penyakit
-
dahulu
Riwayat penyakit
-
keluarga

3. Berkaitan Dengan Riwayat Gizi

Penghasilan :-
Data Sosio
Jumlah anggota keluarga :-
Ekonomi
Suku : Muna
Jumlah jam kerja :-
Aktifitas Fisik
Jenis olah raga :-
Makanan :-
Penyebab :-
Alergi Makan
Jenis diet khusus :-
Alasan : -
Jenis penyakit :-
Penyakit Kronik Modifikasi diet :-
Jenis dan lama pengobatan : -
Pola makan pasien sebelum sakit (selama dirumah) terbiasa
makan 3x/hari dengan makanan pokok nasi 1 piring, ikan hampir
Riwayat pola tiap hari 1 potong, tempe tahu jarang 1-2x/minggu 1 potong,
makan sayuran hampir tiap hari 1 mangkok, buah jarang 1-2x/minggu 1-
2 buah. Pola makan pasien baik yaitu 3x/hari. Kebiasaan Tn. R
merokok (1 bungkus/2 hari).

Kesimpulan :
Pasien mengelu sakit di bagian kaki, dan nyeri, terdiagnosa abses di kaki. Pasien
adalah seorang pekerja bangunan. Pola makan pasien selalu tepat.

B. Antropometri
TB : 172 cm
BB : 75 kg
Umur : 35 Tahun
BB 75 75 75
IMT : = = = =25,4( kelebi h an berat badantingkat ringan)
2
TB 172 2
1,72 x 1,72 2,95
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pengukuran antropometri diperoleh data pengukuran BB 75 kg
dan TB 172 cm. Status gizi berdasarkan IMT termasuk dalam kategori kelebihan berat
badan tingkat ringan.

C. Data Pemeriksaan Biokimia


Pemeriksaan Nilai normal/satuan Awal kasus Keterangan
WBC 10,5 4,0-10,00 103/ul Meningkat
RBC 4,67 4,50-5,50 106/ul Normal
HGB 11,5 11,0-17,9 g/dl Normal
HCT 37,5 37,0-48,0 % Normal
MCV 80,6 80,0-98,0 FL Normal
MCH 24,6 28,0-33,0 Pg Menurun
MCHC 30,6 31.9-37.0 g/dl Menurun
PLT 336 150-450 103/ul Normal
LYM # 2,2 0,6-3,5 103/ul Normal
MON# 0,6 0,1-0,9 103/ul Normal
GRA# 7,7 1,3-6,7 103/ul Meningkat
LYM % 21,0 20,0-40,0 % Normal
MON% 5,7 2,0-8,0 % Normal
GRA % 73,3 4,0-60,0 % Meningkat
RDW-CV 11,5-14,5 %
RDW-SD 47,0 27,0-64,0 FL Normal
PDW 20,3 6,0-23,0 Normal
MPV 11,9 4,0-15,2 FL Normal
P-LCR 0,110-0,450
PCT 0,436 0,1000-0,4000 % Menurun
LED L 10, P 20
perjam
CT 3-7 menit
BT 1-3 menit
Sumber : buku rekam medik pasien

D. Data Pemeriksaan Fisik Dan Klinis


Keadaan Umum : lemah

Vital Sign : a. Suhu 37,00C (normal)


b. Tensi 140/90 mmH
c. Respirasi 20x/menit
d. nadi 80x/menit
Kesimpulan : Keadaan umum pasien lemah, nyeri bagian kaki, dan sakit di bagian kaki.

E. Asupan Zat Gizi


Hasil Recall 24 jam : Rumah sakit
Diet RS : diet makan lunak

Energi (Kkal) Protein (gr) Lemak (gr) KH (gr)


Jumlah 131,9 8,5 7,8 24,3
Kebutuhan 2592 64,8 72 421,2
% kebutuhan 5,0 13,11 10,88 5,7
Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada awal kasus,
diketahui bahwa asupan pasien dipenuhi dengan pemberian makanan melalui
oral. Asupan makan pasien energy, protein, lemak dan KH defisit.
F. Identifikasi Masalah
a. Diagnosa : Abses di kaki
b. Biokimia : WBC 10,5 103/ul , MCH 24,6 Pg , MCHC 30,6 g/dl , GRA# 7,7 10 3/ul
, GRA % 73,3 % , PCT 0,436 % .
c. Fisik : KU lemah, nyeri pada leher, sakit pada saat menelan.
d. Klinis : demam
e. Intake makanan sekarang : Energi 131,9 kkal, protein 8,5 gr, lemak 7,8, KH 24,3.

BAGIAN 2. DIAGNOSA GIZI

NI-1.4 Kekurangan intake energi disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan zat gizi yang
di tandai hasil recall 24 jam energi 5,0 %.
NI-5.7.1 Kekurangan intake protein disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan zat gizi
yang di tandai dengan hasil recall 24 jam protein 13,11 %.
NI-51.1 kekurangan intake lemak disebabkan oleh pemilihan makanan yang kurang tepat yang
ditandai dengan hasil recall 24 jam lemak 10,88 %
NI-5.8.1 Kekurangan intake KH disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan zat gizi yang
di tandai dengan hasil recall 24 jam KH 5,7 %.
NC-2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait zat gizi khusus yang disebabkan oleh hasil
pemeriksaan fisik dan klinis ditandai dengan kondisi umum lemah, nyeri pada kaki,
demam, : WBC 10,5 103/ul , MCH 24,6 Pg , MCHC 30,6 g/dl , GRA# 7,7 10 3/ul ,
GRA % 73,3 % , PCT 0,436 % .

NI-1.5 kelebihan berat badan yang disebabkan oleh kurangnya asupan makan dan pengetahuan
makanan, zat gizi yang ditandai dengan perhitungan IMT 25,4 ( kelebihan berat badan
tingkat ringan).
BAGIAN 3. INTERVENSI GIZI

A. PLANNING
1. Terapi Diet
Jenis diet : TETP (Tinggi Energi Tinggi Protein)
Bentuk makanan : Lunak
Cara pemberian : Oral

2. Tujuan Diet :
a. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan
mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b. Menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal.
c. Mengurangi nyeri di kaki
3. Syarat Diet
1) Energi tinggi 40 kkal/kg BB = 2592 kkal/kg BB
a. Protein tinggi 2,0 g/kg BB (20%) = 129,6 g/kg BB
b. Lemak cukup 20 % = 64,8 gr
c. KH cukup 60 % = 421,2 gr
d. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal
e. Makanan yang diberikan dalam bentuk mudah dicerna.
4. Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi
BB = 75 kg, TB = 172 cm

2) IMT:

BB 75 75 75
= = = =25,4( kelebihan berat ba dan tingkat ringan)
2
TB 172 2
1,72 x 1,72 2,95
3) BBI : (TB-100) (TB-100) 10 %
: (172-100) (TB-172) 10 %
: 72 7,2
: 64,8 kg

4) Energi : 40 kkal x 64,8 kg = 2592 kkal/kg


129.6
5) Protein : 2,0 g x 64,8 kg = 129,6 g/kg = x 100=10
2592
10 x 2592
6) Protein : =64,8 gr
4
25 x 2592
7) Lemak : =72 gr
9
65 x 2592
8) KH : =421,2 gr
4
5. Rencana Monitoring dan Evaluasi
Indikator Yang di ukur Pengukuran Evaluasi / Target
Status gizi BB Awal dan akhir Mencapai normal
WBC,MCH,MCHC Pemeriksaan
Biokimia , GRA#, GRA %, Batas normal
Laboratorium
PCT
Setiap ada
Klinis - Batas normal
pemeriksaan
Asupan zat gizi E, P, L KH Setiap hari Kebutuhan normal
6. Rencana Konsultasi Gizi
a. Sasaran : Pasien dan Keluarga
b. Tempat : Ruang Rawat Inap Pasien
c. Media : Leaflet, Daftar Bahan Makanan Penukar
d. Waktu : Sebelum Pasien Pulang (Akhir Kasus)
e. Tujuan :
1) Memberikan informasi mengenai syarat dan prinsip diet TKTP sesuai
kebutuhan pasien.
2) Memberikan informasi mengenai bahan makanan yang di ajurkan dan yang
tidak di anjurkan untuk di konsumsi.
3) Mencapai perubahan perilaku sehat dalam pemilihan makanan sesuai diet
yang di anjurkan
f. Konseling Gizi :
1) Menginformasikan status gizi dan asupan zat gizi pasien (E,P,L,KH).
2) Menjelaskan tujuan dan dan prinsip diet TKTP
3) Menyampaikan informasi mengenai makanan yang di anjurkan dan yang
tidak di anjurkan untuk di konsumsi serta cara pengolahan yang tepat
4) Memotifasi pasien untuk meningkatkan asupan makanan.
B. IMPLEMENTASI INTERVENSI GIZI
1. Kajian Terapi Diet Rumah Sakit
Jenis Diet/ Bentuk Makanan/ Cara Pemberian : Diet BBS TKTP/ Bubur/ oral

Energi (Kkal) Protein (gr) Lemak (gr) KH (gr)


Jumlah 131,9 8,5 7,8 24,3
Kebutuhan 2592 64,8 72 421,2
% kebutuhan 5,0 13,11 10,88 5,7
Kesimpulan : Berdasarkan perhitungan dapat disimpulkan bahwa diet yang diberikan
di rumah sakit kurang baik, yang ditandai dengan hasil perhitungan % asupan energi
(5,0%) defisit, protein (13,11%) defisit, lemak (10,88%) defisit, dan karbohidrat
(5,7%) defisit.

2. Rekomendasi Menu

BAGIAN IV. MONITORING DAN EVALUASI

A. ANTROPOMETRI
Tanggal BB Status Gizi
22 Februari 2017 75 Lebih tingkat ringan
23 Februari 2017 75 Lebih tingkat ringan
Monitoring dan evaluasi data antropometri bertujuan untuk menilai dan memantau
status gizi pasien. Berdasarkan hasil pengukuran antropometri status gizi pasien pada saat
awal kasus dan akhir kasus yaitu status gizi lebih tingkat ringan.

B. BIOKIMIA
Pemeriksaan Nilai Awal kasus Keterangan
normal/satua
n
WBC 10,5 4,0-10,00 103/ul Meningkat Belum ada
RBC 4,67 4,50-5,50 106/ul Normal pemeriksaan
HGB 11,5 11,0-17,9 g/dl Normal kembali
HCT 37,5 37,0-48,0 % Normal
MCV 80,6 80,0-98,0 FL Normal
MCH 24,6 28,0-33,0 Pg Menurun
MCHC 30,6 31.9-37.0 g/dl Menurun
PLT 336 150-450 103/ul Normal
LYM # 2,2 0,6-3,5 103/ul Normal
MON# 0,6 0,1-0,9 103/ul Normal
GRA# 7,7 1,3-6,7 103/ul Meningkat
LYM % 21,0 20,0-40,0 % Normal
MON% 5,7 2,0-8,0 % Normal
GRA % 73,3 4,0-60,0 % Meningkat
RDW-CV 11,5-14,5 %
RDW-SD 47,0 27,0-64,0 FL Normal
PDW 20,3 6,0-23,0 Normal
MPV 11,9 4,0-15,2 FL Normal
P-LCR 0,110-0,450
PCT 0,436 0,1000-0,4000 % Menurun
LED L 10, P 20
perjam
CT 3-7 menit
BT 1-3 menit

C. FISIK KLINIS
Pemeriksaan 22 Februari 2017 23 Februari 2017
Keadaan umum nyeri pada kaki, lemah. Sakit pada kaki
Tekanan darah - -
Suhu - -
Respirasi - -
Kesimpulan : untuk keadaan umum pasien kurang baik karna sulit menelan dan merasa
nyeri pada leher. Untuk semua hasil pemeriksaan klinis tidak dilakukan.

D. ASUPAN MAKAN
Energi
Tanggal Protein (g) Lemak (g) KH (g)
(kcal)
22-03-2017 131,9 8,5 7,8 24,3
23-03-2017 131,9 8,5 7,8 24,3
Total asupan 263,8 17 15,6 48,6
Rata-rata 131,9 8,5 7,8 24,3
Kebutuhan 2592 64,8 72 421,2
% Asupan 2 hr 5,0 13,11 10.83 5,7
Kategori Defisit Defisit Defisit Defisit
Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengamatan 2 hari terhadap konsumsi makan pasien, rata-
rata asupan zat gizi (energi, protein, lemak dan KH) kurang.

BAB IV

PEMBAHASAN
A. Assasment Gizi
Tn. R adalah seorang pekerja bangunan, jl. Konty balano. Tn. R saat ini berusia 35 tahun ,
beragama Islam. Pada tanggal 20/02/17, Tn. R masuk rumah sakit dengan keluhan sakit dan
nyeri pada kaki, lemah, dan ada nanah dan memiliki kebiasaan merokok (1 bungkus / 2 hari).
B. Intervensi Gizi
Intervensi gizi yang diberikan adalah Diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP),
bentuk makanan Lunak dengan cara pemberian oral.
Tujuan memberi diet tersebut yaitu untuk Memenuhi kebutuhan energi dan protein
yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh, Menambah
berat badan hingga mencapai berat badan normal, Mengurangi nyeri di leher.
Syarat dan prinsip diet adalah berdasarkan hasil peritungan Energi 1476 kkal Protein
73,8 gr, Lemak 32,8 gr, KH cukup 60 % = 221,4 gr, Vitamin dan mineral cukup, sesuai
kebutuhan normal, Makanan yang diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Serta
memberikan konseling gizi kepada pasien atau keluarga pasien tentang diet yang sedang
dijalankan oleh pasien, dengan cara :

1. Menginformasikan status gizi dan asupan zat gizi pasien (E,P,L,KH).


2. Menjelaskan tujuan dan dan prinsip diet TKTP
3. Menyampaikan informasi mengenai makanan yang di anjurkan dan yang tidak di
anjurkan untuk di konsumsi serta cara pengolahan yang tepat
4. Memotifasi pasien untuk meningkatkan asupan makanan.

C. Monitoring dan Evaluasi


1. Antropometri
Berdasarkan hasil pengukuran antropometri status gizi pasien pada saat awal kasus
yaitu status gizi kelebihan berat badan tingkat ringan.

2. Biokimia
Dari pemeriksaan laboratorium yang diambil melalui rekam medik pasien
menunjukan bahwa Tn. R memiliki WBC meningkat, MCH menurun, MCHC
menurun, GRA# meningkat, GRA % meningkat, PCT menurun. Namun sampai pada
akhir studi kasus, belum dilakukan hasil pemeriksaan laboratorium kembali.
3. Fisik Klinis
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik klinis, keadaan pasien kurang baik karena pasien
merasa nyeri pada kaki, lemah, begitu pula hingga akhir kasus semua hasil
pemeriksaan klinis pasien masih merasa nyeri pada kaki.

4. Asupan Makanan
a. Asupan Satu Hari Sebelum Kasus
Asupan makan 1 hari sebelum kasus berdasarkan recall 24 jam yaitu semua
asupan makan defisit.

b. Asupan Rata-Rata di Rumah Sakit


Pemantauan makan terhadap konsumsi makanan pasien dilakukan dengan tujuan
untuk meniali asupan zat gizi yang dikonsumsi pasien dan seberapa besar daya
terima pasien terhadap diet yang diberikan. Pemenatauan asupan makan dilakukan
selama 2 hari yang kemudian dilakukan evaluasi terhadap asupan makannya.
Evaluasi tersebut dilakukan untuk mengetahui presentasi jumlah asupan makan
pasien yang kemudian dibandingkan dengan kebutuhan zat gizi sesuai hasil
perhitungan, di dapatkan hasil asupan rata-rata zat gizi energi 5,0 %, protein 13,11
%, lemak 10,83 %, KH 5,7 %. Berdasarkan hasil pemantauan 2 hari terhadap
konsumsi makan pasien, rata-rata asupan zat gizi (energi, protein, lemak dan KH)
pasien kurang.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Tn. R masuk rumah sakit dengan keluhan ada nanah, nyeri pada kaki, lemah. Menurut
rekam medik Tn. R didiagnosa Abses di kaki.
2. Berdasarkan hasil pengukuran antropometri diperoleh data pengukuran BB 75 kg dan
TB 172 cm. Status gizi berdasarkan IMT termasuk dalam kategori status gizi lebih
tingkat ringan.
3. Berdasarkan diagnosa yang telah ditentukan terapi diet yang anjurkan yaitu
Jenis diet : TETP (Tinggi Energi Tinggi Protein)
Bentuk makanan : Lunak
Cara pemberian : Oral

4. Berdasarkan hasil pengukuran antropometri status gizi pasien pada saat awal kasus dan
akhir kasus yaitu status gizi kurang.
5. Berdasarkan hasil pemantauan 2 hari terhadap konsumsi makan pasien, rata-rata
asupan zat gizi (energi, protein, lemak, dan KH) pasien kurang.

B. Saran
Dengan adanya Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) di RSUD Kota Kendari
diharapkan untuk tetap mempertahankan dan memperbaiki terus menerus pelayanan gizi
yang ada serta memantau perkembangan status gizi pasien dengan cara memberikan
informasi mengenai kebutuhan gizi pasien dan memotivasi pasien untuk meningkatkan
asupan makanannya.
DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L., dkk, BOEIS, Buku Ajar Penyakit THT, ed. 6, 1997, EGC, Jakarta.

Buku Rekam Medis Pasien Rumah Sakit Umum Kota Kendari, 2017.

Gotlieb, J, The Future Risk Of Child Hood Sleep Disordered Breathing, SLEEP, vol 28, No.7,
2005.

Anda mungkin juga menyukai