Anda di halaman 1dari 29

Irigasi dan Bangunan Air II.

ADHITYA D11103022

BAB IV . PERENCANAAN KOLAM OLAKAN.


IV.1 BEBERAPA PRINSIP PERENCANAAN KOLAM OLAKAN...........................................62

IV.1.1 Prinsip peredaman energi pada bendung . 62

IV.1.2 Aliran Di Kaki Bendung. 63

IV.1.3 Hal Yang Penting Mengenai Air Loncat. 64

IV.1.4 Lengkung Debit Air Dihilir Bendung. 66

IV.2 BENTUK-BENTUK KOLAM OLAKAN.......................................................................67

IV.2.1 Kolam loncat air. 67

IV.2.2 Kolam olakan Vlughter. 69

IV.2.3 Kolam olakan USBR. 71

IV.2.4 Kolam olakan SAF. 76

IV.3 PEREDAM ENERGI BAK TENGGELAM...................................................................78

IV.3.1 Jenis bak tenggelam. 78

IV.3.2 Dasar perencanaan bak bercelah. 80

IV.3.3 Perencanaan Bak Tenggelam type Padat. 83

IV.3.4 Contoh Perhitungan Bak Tenggelam Padat. 85

IV.3.5 Perencanaan bak tenggelam bercelah. 87

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


61
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

BAB IV

PERENCANAAN KOLAM OLAKAN.


IV.1 BEBERAPA PRINSIP PERENCANAAN KOLAM OLAKAN.

IV.1.1 Prinsip peredaman energi pada bendung .

Aliran yang melimpah diatas mercu bendung akan mengalir dengan kecepatan yang
cukup tinggi menuju kaki bendung. Kecepatan yang cukup tinggi ini dapat menimbulkan
kerusakan dinding atau dasar saluran karena gerusan yang ditimbulkannya. Dikaki bendung,
kecepatan yang cukup tinggi ini harus diredam agar tidak mengakibatkan gerusan dikaki
bendung. Dengan adanya peredaman ini aliran dihilir bendung diharapkan sudah
mempunyai kecepatan yang cukup kecil sehingga tidak terjadi lagi pada dasar dan dinding
saluran dihilir bendung.

Peredaman energi tersebut dapat mengikuti salah satu prinsip dari beberapa prinsip
peredaman energi berikut ini :

a. Prinsip Air Loncat.

Peredaman energi menurut prinsip ini adalah merubah aliran superkritis menjadi
aliran subkritis yang dilakukan pada kolam olakan. Aliran super kritis yaitu aliran dengan
bilangan Freude diatas 1 , akan terjadi pada aliran dari mercu yang cukup tinggi. Sedangkan
aliran subkritis yang diharapkan terjadi adalah aliran dihilir bendung. Dengan adanya
perubahan tersebut, terdapat peralihan yang berbentuk air loncat. Untuk memperbesar
effek peredaman, di bagian hilir kolam olakan dilengkapi dengan ambang.

Beberapa kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah :


- Vlughter.
- Kolam Loncat Air ( Foster dan Kunde )
Lebih detail, kolam olakan dengan prinsip ini akan dibahas kemudian.

Prinsip mercu bendung akan mengalir dengan kecepatan yang cukup tinggi menuju
kaki bendung. Kecepatan yang cukup tinggi ini dapat menimbulkan kerusakan dinding atau
dasar saluran karena gerusan yang ditimbulkannya. Dikaki bendung, kecepatan yang cukup
tinggi ini harus diredam agar tidak mengakibatkan gerusan dikaki bendung. Dengan adanya
peredaman ini aliran dihilir bendung diharapkan sudah mempunyai kecepatan yang cukup
kecil sehingga tidak terjadi lagi pada dasar dan dinding saluran dihilir bendung.

b. Prinsip memperbesar gesekan.

Gesekan antara aliran air dengan dasar saluran, dapat dilakukan dengan memasang
gigi-gigi atau blok-blok beton pada dasar saluran atau kolam olakan. Dengan adanya gigi-
gigi atau blok-blok tersebut terjadi peredaman energi. Kolam olakan yang menggunakan
prinsip ini adalah kolam olakan USBR. Pembahasan lebih detail mengenai kolam olakan ini
juga akan dibahas kemudian.

c. Prinsip membentuk pusaran air.

Dengan membentuk pusaran air, maka akan terjadi benturan antara molekul-molekul
air. Benturan-benturan molekul air itulah yang akan meredam energi yang dihasilkan oleh
aliran dari atas mercu. Kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah kolam olakan
dengan bak tenggelam, baik bak bercelah maupun tidak bercelah. Pembahasan me-ngenai
peredam energi dengan prinsip ini juga akan dibahas kemudian.

d. Prinsip membenturkan aliran ke badan yang kuat atau ke air.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


62
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Peredam energi dengan prinsip ini, dilakukan dengan melontarkan atau menjatuhkan
atau mengalirkan air dari mercu bendung ke badan masif yang kuat atau ke bantalan air
yang cukup dalam. Kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah Sky Jump Spillway
dimana air diloncatkan jauh kehilir menjauhi tubuh bendung sehingga tidak membahayakan
konstruksi bendung. Aliran yang diloncatkan tersebut dijatuhkan pada kolam yang
mempeunyai bantalan air yang cukup. Selain itu ada juga dikenal Impact Stilling Basin
dimana aliran air dari mercu dibenturkan kedinding beton yang vertikal dan digantung
diatas kolam olakan yang menghadang aliran air dari mercu. Karenanya terjadi benturan
dan pusaran yang meredam energi aliran dari mercu. Pembahasan mengenai kolam olakan
yang menganut prinsip ini tidak dilakukan dalam tulisan ini, karena tidak sesuai untuk
bendung sederhana.

IV.1.2 Aliran Di Kaki Bendung.

Secara teoritis kecepatan aliran dikaki bendung dapat dihitung menurut rumus
sebagai berikut :
Gambar IV.1 Aliran dikaki
bendung
V1 2g( Z +H a - y1 )

dimana :
Z = tinggi jatuh diukur dari muka air hulu ke lantai kaki
bendung.
Ha = tinggi energi.
y1 = kedalaman aliran di kaki bendung.

Namun pada kenyataannya kecepatan yang terjadi


tidak demikian. Penyimpangan terhadap nilai teoritis akan
semakin besar untuk tinggi energi yang kecil dan tinggi jatuh yang besar. Direktorat Irigasi
dalam bukunya Standar Perencanaan Irigasi KP-02, menyampaikan rumus untuk menghitung
kecepatan aliran dikaki bendung sebagai berikut :

V1 2g( 1/2 . H 1 +z )

dimana :
z = tinggi jatuh ( m ), diukur dari mercu ke dasar lantai kolam olakan.
H1 = tinggi energi diukur dari mercu.
Gambar IV.2. Bagian air loncat
Selain kecepatan dan kedalaman air
dikaki bendung, perlu juga dihitung besarnya
bilangan Freude, yaitu perbandingan antara
gaya inersia dengan gaya tarik bumi. Besarnya
bilangan Freude ini dapat dihitung menurut
rumus :

V1
Fr
g. y 1

dimana :

y1 = kedalaman aliran dikaki bendung.


Fr = bilangan Freude.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


63
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Untuk aliran dengan nilai Fr < 1, aliran merupakan aliran subkritis, sedangkan untuk
Fr = 1, merupakan aliran kritis. Dan untuk aliran dengan nilai F r > 1, aliran merupakan
aliran superkritis. Aliran dikaki bendung umumnya aliran superkritis, kalau aliran bersifat
subkritis, tidak diperlukan kolam olakan. Sedangkan untuk aliran superkritis, nilai F r ini akan
menjadi pedoman pemilihan bentuk kolam olakan.

IV.1.3 Hal Yang Penting Mengenai Air Loncat.

Proses terbentuknya air loncat, sesuai dengan gambar berikut ini :

Hubungan antara kedalaman air


dihulu dan dihilir air loncat adalah
sebagai berikut :
y2 1
1 8 Fr2 1
y1 2
dimana :
y2 = Kedalaman air dihilir air loncat.
Gambar IV.2 Kedalaman air dihulu dan dihilir
y1 = Kedalaman air dihulu air loncat.
air loncat
Fr = Bilangan Freude.

Kedalaman berpasangan.

Dari persamaan tersebut, besarnya bilangan Freude tergantung dari kecepatan dan
kedalaman air dihulu air loncat ( V 1 dan y1 ). Untuk nilai V1 tertentu setiap nilai y 1 hanya
akan mempunyai satu nilai y2. Karenanya nilai y1 dan nilai y2 itu berpasangan. Sering
disebut y2 itu kedalaman berpasangan dari y 1.

Seperti pada contoh berikut ini, dimana debit persatuan lebar yang dialirkan oleh
kolam olakan adalah 15 m3/detik/meter.

y1 V1 Fr Y2 y1 V1 Fr Y2

0.3 50.00 29.16 12.37 1.9 7.89 1.82 4.91

0.5 30.00 13.55 9.58 2.2 6.81 1.46 4.56

1 15.00 4.79 6.77 2.5 6.00 1.21 4.28

1.3 11.53 3.23 5.94 2.8 5.35 1.02 4.04

1.6 9.37 2.36 5.35 2.842 5.27 1.00 4.01

Sedangkan nilai V1 besarnya tergantung pada besarnya H 1 karena nilai z tetap.


Besarnya H1 tergantung dari debit yang dialirkan. Oleh karenanya untuk setiap debit, hanya
akan ada satu nilai V 1 dan y1. Sehingga pada suatu bendung tetap, dimana z tetap, untuk
setiap setiap debit hanya akan ada satu nilai y 1 , V1 , dan y2. Kalau kedalaman air hilir
sama dengan kedalaman berpasangan, maka air loncat akan terjadi tepat dikaki bendung.

Tapi kalau kedalaman air hilir lebih kecil dari kedalaman berpasangan, maka terlebih
dahulu akan terjadi kenaikan kedalaman air hulu, sebelum terjadi air loncat. Akibatnya
terbentuknya air loncat akan bergeser kehilir. Tapi kalau kedalaman air hilir lebih tinggi,

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


64
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

maka terjadinya air loncat akan maju kehulu, sehingga terbentuk air loncat yang tenggelam,
seperti pada gambar berikut ini. Pergeseran terbentuknya air loncat kearah hilir, tentu tidak
dikehendaki.

Sesuai dengan contoh diatas, kalau V 1 yang terjadi dikaki bendung adalah 30
m/detik, maka y1 = 0,5 meter. Untuk ini maka kedalaman berpasangannya adalah 9,58
meter. Kalau kedalaman air hilir juga sama dengan 9,58 meter, maka air loncat terjadi dikaki
bendung. Tapi kalau kedalaman muka air hilir sama dengan 5,35 meter, maka air loncat
akan bergeser kehilir yaitu ketika kedalaman di kaki bendung sudah naik menjadi 1,6 meter
yang merupakan kedalaman berpasangan dari 5,35 meter.

Dalam perencanaan bendung, kalau kondisi air loncat bergeser kehilir tersebut terjadi
pada debit banjir rencana, maka lantai kolam olakan perlu diturunkan. Dengan penurunan
itu diharapkan ketinggian muka air hilir menjadi sesuai dengan muka air kedalaman
berpasangan.

Gambar IV.1 Berbagai kemungkinan terjadinya air loncat.

Panjang air Loncat.


Secara teoritis, panjang air loncat dalam perbandingan terhadap kedalaman hilir air
loncat ( y2 ) dan sesuai dengan besarnya bilangan Freude ( F r ), adalah seperti pada grafik
berikut ini .

Gambar IV.2 Panjang air loncat.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


65
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa bilangan Freude aliran dikaki bendung,
sebaiknya bernilai 4,5 sampai 9 karena dengan nilai ini air loncat terbentuk secara nyata.

Untuk nilai bilangan Freude yang lebih kecil, yaitu antara 2,5 sampai 4,5, terdapat
semburan berosilasi menyertai dasar loncatan bergerak kearah permukaan dan kembali lagi
tanpa perioda tertentu. Setiap osilasi menghasilkan gelombang tidak teratur yang besar,
seringkali menjalar sampai beberapa mil jauhnya dan menyebabkan kerusakan tak terbatas
pada tanggul-tanggul dari tanah dan batu lapis lindung. Loncatan ini disebut loncatan
berosilasi.

Untuk nilai yang lebih kecil lagi, yaitu antara 1,7 sampai 2,5 air loncat yang terjadi
hanya berupa gulungan ombak pada permukaan loncatan, tetapi permukaan air di hilir tetap
halus. Secara keseluruhan kecepatannya seragam dan peredaman energinya kecil, loncatan
ini dinamakan loncatan lemah.

Untuk bilangan Freude yang tinggi, diatas 9 kecepatan semburan yang tinggi akan
memisahkan hempasan gelombang gulung dari permukaan loncatan, menimbulkan
gelombang-gelombang hilir, jika permukaannya kasar aka mempengaruhi gelombang yang
terjadi. Loncatan ini disebut loncatan kuat. Dari nilai bilangan Freude tersebut, yang masih
dapat diterima untuk diredam pada kolam olakan adalah untuk bilangan Freude 9 sampai
13. Untuk nilai yang lebih tinggi, memerlukan kolam olakan yang mahal.

IV.1.4 Lengkung Debit Air Dihilir Bendung.

Dalam perencanaan kolam olakan, elevasi muka air dihilir pada berbagai debit
sangat diperlukan. Untuk mendapat gambaran dari hubungan antara elevasi muka air hilir
dengan debit sungai, maka perlu dibuat lengkung debit air dihilir. Setiap elevasi muka air
sungai dihilir bendung akan membentuk penampang basah sungai dan pada setiap
penampang basah, sesuai dengan kecepatan yang terjadi akan memberi suatu nilai debit.

Dengan demikian hubungan antara elevasi muka air dihilir dengan besarnya debit,
dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.

Rumus debit : Q=V.A

dimana :
Q = Besarnya debit dalam m3/detik.
V = Kecepatan aliran dalam meter/detik.
A = Luas penampang basah sungai dalam m2.
Sedangkan untuk menghitung besarnya kecepatan digunakan rumus Chezy seperti
berikut ini.

V = C.R
.I

dimana :
C = Koeffisien Chezy.
R = Jari-jari hidrolis dalam meter = A/P
A = Luas penamoang basah dalam m2.
P = Keliling basah dalam meter.
I = Kemiringan memanjang sungai.
Besarnya koeffisien Chezy menurut Ganguillet - Kutter yang dalam satuan Inggris
adalah seperti berikut ini :

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


66
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

0.0281 1,811
41,65
C S n
atau dalam metrik adalah :
n
0.00281
1 41,65
S R
0.00155 1
23
C S n
0.00155 n
1 23
S R

( Theory & Design of Irrigation Structures oleh R.R. Varshney dkk ).

Sedangkan besarnya nilai n adalah seperti dalam daftar berikut ini :


No. Dispripsi saluran Nilai n
1 Tanah, lurus dan seragam.
a. Bersih lurus dan seragam 0,016 sampai 0,020
b. bersih setelah pembersihan 0,018 sampai 0,025
c. Rumput pendek dengan sedikit gulma. 0,022 sampai 0,033
2 Galian batu.
a. halus dan seragam 0,025 sampai 0,040
b. Tidak beraturan 0,035 sampai 0,050
( Theory & Design of Irrigation Structures oleh R.R. Varshney dkk ).

Dengan demikian sesuai dengan profil sungai yang ada dihilir bendung, akan didapat
luas penampang basah ( A ) serta keliling ( P ) basah pada setiap kedalaman sungai ( h ).
Berdasar nilai A dan P tersebut dapat dihitung besarnya jari-jari hidraulis ( R ). Dengan
menggunakan nilai R tersebut serta nilai C yang didapat dari rumus diatas serta kemiringan
sungai ( I ) akan didapat perkiraan kecepatan aliran ( V ). Dengan mengalikan besarnya V ini
dengan luas penampang basah, maka akan didapat nilai debit sungai ( Q ). Kalau dibuat
grafik dengan debit ( Q ) pada sumbu datar dan kedalaman ( h ) pada sumbu tegak, maka
akan didapat lengkung debit.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa seringkali bentuk penampang sungai tersebut
merupakan bentuk yang tidak beraturan, sehingga perhitungan luas dan keliling basah
harus dihitung berdasar kondisi yang ada. Sedangkan kemiringan memanjang sungai haru
mempertimbangkan kemungkinan terjadi degradasi ( penurunan ) dasar sungai.

IV.2 BENTUK-BENTUK KOLAM OLAKAN.

IV.2.1 Kolam loncat air.

Menurut Direkorat Irigasi dalam perencanaan kolam olakan yang menganut prinsip
air loncat, mengembangkan kolam loncat air. Dalam perencanaan kolam loncat air ini, dari
setiap debit dihitung besarnya kecepatan dan kedalaman aliran dikaki bendung ( V 1 dan
y1 ). Dari nilai tersebut dihitung kedalaman berpasangannya. Muka air sungai dihilir pada
debit yang bersangkutan, harus selalu lebih tinggi dari muka air dari kedalaman
berpasangan yang dihitung dan diplot.

Kalau ternyata muka air hilir lebih rendah, maka lantai kolam olakan harus diturunkan
sampai didapat kondisi dimana pada setiap debit yang mungkin terjadi, muka air hilir selalu
lebih tinggi dari muka air kedalaman berpasangan. Penentuan muka air hilir harus
memperhatikan kemungkinan terjadinya degradasi atau penurunan dasar sungai.

Degradasi harus dicek kalau :

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


67
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

a) bendung dibangun di sudetan.


b) sungai itu sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan terhadap erosi.
c) terdapat waduk di hulu sungai.

Bila degradasi sangat mungkin terjadi, tetapi tidak ada data yang pasti yang
tersedia, maka besarnya degradasi diambil sebesar 2 m dalam perencanaan. Dengan
prinsip ini maka metoda perencanaan kolam loncat air adalah seperti pada grafik berikut ini.

Gambar IV.3 Metoda perencanaan air loncat.

Dengan adanya perkiraan degradasi ini maka ketinggian muka air hilir harus dihitung
berdasar ketinggian dasar sungai setelah terjadi degradasi yang akan lebih rendah dari
muka air sungai yang ada. Dengan demikian pada kondisi sebelum terjadi degradasi, olakan
akan tenggelam dan kalau benar-benar terjadi degradasi, maka kolam olakan masih aman
karena olakan masih tetap terjadi pada kolam olakan.

Kolam loncat air yang disarankan oleh Direktorat Irigasi tersebut, dilengkapi dengan
ambang ujung yang tingginya adalah n. Sedangkan untuk hubungan antara bilangan Freude
( Fr ), perbandingan kedalaman berpasangan dengan kedalaman air di kaki bendung ( y 2 /
y1 ), serta perbandingan tinggi ambang ujung dengan kedalaman air dikaki bendung
( n/y1), Direktorat Irigasi menggunakan grafik Foster dan Skrinde, 1950 berikut ini.

Sedangkan untuk panjang kolam loncat air ini, Direktorat Irigasi mengajukan rumus :

Lj = 5 ( n + y2 ).

dimana :

Lj = Panjang kolam, m.

n = tinggi ambang ujung, m.

y2 = Kedalaman air diatas ambang, m.

Besarnya y2 dalam rumus tersebut adalah nilai y 2 dari grafik tersebut diatas.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


68
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Gambar IV.4 Hubungan Fr , y2 / y1 dan n pada kolam loncat air.

Dengan demikian parameter - parameter loncat air ini adalah seperti gambar berikut
ini. Dari gambar tersebut kita lihat bahwa dengan sudut runcing, kemiringan hilir bendung
harus diambil 2 : 1 . Tapi kalau digunakan sudut bulat dengan r 0,5 H1, maka
kemiringan hilir bendung dapat diambil 1 : 1 .

Gambar IV.5 Parameter kolam loncat air.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


69
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

IV.2.2 Kolam olakan Vlughter.

Kolam olakan Vlughter pada dasarnya sama dengan kolam loncat air yang telah
diuraikan diatas. Bentuk kolam olakan Vlughter ini adalah seperti pada gambar berikut ini.

Dari gambar tersebut kita lihat bahwa kolam olakan Vlughter ini dilengkapi dengan
ambang hilir yang tingginya sebesar a dan panjangnya 2a. Kolam olakan Vlughter ini hanya
boleh digunakan untuk D ( jarak antara mercu ke kolam olakan ) sampai 8 meter dan
besarnya Z ( perbedaan tinggi energi dihulu dan dihilir ) kurang dari 4,50 meter. Selain itu
kolam olakan Vlughter ini hanya dapat digunakan untuk sungai yang tidak banyak
membawa batu-batu yang besar.

Bentuk hidrolis kolam olakan Vlughter ini dapat dihitung menurut rumus :

4 z
Untuk : 10
3 H

D = L = R = 1,1 Z + 0,6 H e

He
a 0,15 H e
Z

1 z 4
Untuk :
3 H 3

D = L = R = 1,4 Z + 0,6 H e

He
a 0,20 H e
Z

Gambar V.8. Kolam olakan Vlughter.

Berdasar penyelidikan laboratorium, kolam olakan Vlughter ini telah terbukti tidak
handal untuk dipakai pada tinggi air hilir diatas dan dibawah muka air yang sudah diuji di
Laboratorium. Karenanya kolam olakan Vlughter ini tidak lagi dianjurkan jika debit selalu
mengalami fluktuasi misalnya pada bendung di sungai.

Contoh Perhitungan :
Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak
70
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

1. Debit Banjir Rencana = 661 m3/detik.


2. Lebar sungai = 50 meter.
3. Ketinggian mercu = + 382,55 meter.
4. Ketinggian dasar sungai = + 379,20 meter.
5. Ketinggian muka air banjir = + 386,05 meter.
6. Jarijari mercu = 2,50 meter.
7. Lebar kolam olakan = 50 meter.
8. Tinggi energi ( ha ) = 0,13 meter.

H1 = ( 386,05 382,55 ) + 0,19 = 3,69 meter.

Z = ( 386,05 + 0,13 ) 381,2 = 4,98 meter. q = 661/50 = 13,22 ;

2
13,22
h 3 2,61 m.
c 9,8

Z/hc = 1,67 t = 2,4 . 2,61 + 0,4 . 4,98 = 8,25 m.

a = 0,28 . 2,61 ( 2,61/4,98 ) = 0,53 m.

Elevasi kolam olakan = 318,2 t a = 318,2 - 8,25 0,53 = 309,42 m.

D = 328,55 309,42 = 19,13 meter.

Kontrol terhadap air loncat :

V1 = ( 2 . 9,8 . ( . 3,63 + 4,98 ) = 11,5 m ; y 1 = Q /( V1 x b ) = 661/( 11,5 . 50 ) = 1,15 ;

Fr = 11,5/(9,8 . 1,15) = 3,42 ;


1,15
y2 [ 1 8.3,422 1 ] 5,01 m.
2
t + a = 8,25 + 0,53 = 8,78 ternyata t + a lebih besar dari y 2 sehingga air loncat agak
bergeser kehulu, sehingga aman.

Dari grafik untuk Fr = 3,42 didapat L/ y 2 = 5,6 sehingga L = 5,6 . 5,01 = 28,05 meter.
Ternyata kolam olakan Vlughter kurang panjang.

IV.2.3 Kolam olakan USBR.

United States Department of Interior, Bureau of Reclamation ( USBR ),


mengembangkan kolam olakan yang menganut prinsip air loncat, namun untuk
memperpendek panjang kolam olakan, kolam olakan dilengkapi dengan blok-blok serta gigi
untuk memperbesar gesekan.

Ada 4 type yang penggunaannya terutama tergantung pada bilangan Freude aliran
dikaki bendung.

Type I :

Type ini digunakan untuk bilangan Freude dibawah 2,5. Karena air loncat yang terjadi
pada bilangan Fruede ini berupa air loncat yang lemah, maka untuk aliran seperti ini belum
diperlukan blok-blok atau gigi. Pada kolam olakan type ini peredaman energi semata-mata
Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak
71
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

dilakukan oleh proses air loncat. Yang penting adalah muka air hilir masih lebih tinggi dari
muka air kedalaman berpasangan dan panjang kolam olakan masih lebih panjang dari
panjang air loncat.

Type II :

Type ini digunakan untuk bilangan Freude diatas 4,5, dengan kecepatan dikaki
bendung tidak lebih dari 50 feet per detik ( sekitar 15 meter perdetik ). Type ini dilengkapi
ambang bergerigi ( dentated sill ) dan blok luncur ( chute block ), untuk mengurangi panjang
kolam olakan. Namun demikian peredaman energi terutama masih mengandalkan
terbentuknya air locat.

Gambaran kolam olakan USBR Type II ini adalah seperti pada gambar berikut ini.

Gambar IV.6 Kolam olakan USBR Type II.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


72
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Dalam gambar tersebut, d 1 adalah kedalaman aliran dikaki bendung dan d 2 adalah
kedalaman berpasangan dari d 1. Ukuran blok luncur disesuaikan dengan tinggi kedalaman
aliran dikaki bendung ( d 1 ), sedangkan ukuran ambang hilir yang bergerigi disesuaikan
dengan besarnya kedalaman berpasangan ( d 2 ).

Kedalaman air hilir ( tail water depth ) harus lebih tinggi 5 % dari kedalaman
berpasangan untuk keamanan terhadap gerusan hilir, atau TW/d 2 = 1,05. Sedangkan
panjang kolam olakan, tergantung pada besarnya bilangan Freude dan dapat dihitung
berdasar grafik C, yang dinyatakan dalam perbandingannya terhadap kedalaman
berpasangan ( d2 ).

Type III.

Kolam olakan type ini juga untuk bilangan Freude diatas 4,5, tapi untuk kecepatan
dikaki bendung kurang dari 50 feet per detik atau 15 meter perdetik.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


73
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Gambar IV.7 Kolam olakan USBR Type III.

Type ini juga dilengkapi dengan blok luncur ( chute block ), namun ambang hilir
dibuat masif tidak bergerigi. Selain itu kolam olakan type ini, dilengkapi pula dengan blok
halang ( baffle block ) ditengah kolam sejajar dengan ambang hilir. Seperti yang nampak
pada gambar berikut ini. Muka air hilir pada type ini diambil sama dengan muka air
kedalaman berpasangan atau TW/d 2 = 1.

Tinggi dan jarak blok muka atau blok luncur pada type ini sama ukurannya dengan
blok luncur pada Type II. Namun tinggi ambang hilir (h 4), tingginya tergantung dari besarnya
kedalaman berpasangan. Demikian pula ukuran-ukuran blok halang ( baffle block ), juga
tergantung pada tingginya kedalaman berpasangan.

Hubungan tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Gambar IV.8 Grafik kolam olakan USBR type III

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


74
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Dengan adanya balok halang tersebut, maka peredaman energi tidak hanya
mengharapkan oleh terbentuknya air loncat tapi juga oleh gesekan yang terjadi gesekan
akibat adanya blok halang. Karena gesekan pada kolam olakan type ini mengharapkan
benturan aliran pada balok halang ( baffle block ), maka kolam olakan type ini tidak dapat
digunakan untuk kecepatan aliran dikaki bendung yang tinggi.

Kecepatan yang diijinkan hanya sampai 50 feet per detik atau 15 meter perdetik.
Panjang kolam olakan pada berbagai bilangan Freude dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Dibanding dengan USBR Type II, kolam olakan type III ini lebih pendek karena adanya balok
halang ( baffle blok ).

Type IV.

Kolam olakan type ini digunakan untuk bilangan Freude antara 2,5 sampai 4,5.
Seperti yang telah dibahas terdahulu, air loncat yang terbentuk pada bilangan Freude ini
merupakan air loncat yang berosilasi, maka pembentukan air loncat disini belum sempurna.

Kolam olakan ini mirip dengan kolam olakan type II, nahya bedanya ambang hilir
pada type ini tidak bergerigi tapi masih seperti pada type III. Dibanding dengan type II
maupun III, jarak balok muka atau balok luncur lebih jarang, namun lebih tinggi. Karena
dikhawatirkan terjadi penyapuan ( sweep-out ) pada bagian hilir, muka air hilir pada kolam
olakan ini harus lebih tinggi 10 % dibanding dengan muka kedalaman berpasangan, atau
TW/d2 = 1,1.Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini. Sedangkan panjang
kolam olakan dapat diambil dari grafik berikutnya.

Gambar IV.9 Gambar V.12. Gambar kolam olakan USBR Type IV.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


75
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Contoh Perhitungan.
1. Debit Banjir Rencana = 661 m3/detik.
2. Lebar sungai = 50 meter.
3. Ketinggian mercu = + 382,55 meter.
4. Ketinggian dasar sungai = + 379,20 meter.
5. Ketinggian muka air banjir = + 386,05 meter.
6. Jarijari mercu = 2,50 meter.
7. Lebar kolam olakan = 50 meter.
8. Tinggi energi ( ha ) = 0,13 meter.

H1 = ( 386,05 382,55 ) + 0,19 = 3,69 meter.

Z = ( 386,05 + 0,13 ) 381,2 = 4,98 meter

V1 = ( 2 . 9,8 . ( . 3,63 + 4,98 ) = 11,5 m ;

y1 = Q /( V1 x b ) = 661/( 11,5 . 50 ) = 1,15

Fr = 11,5/(9,8 . 1,15) = 3,42 ;

1,15
y2 [ 1 8.3,422 1 ] 5,01 m.
2

Untuk bilangan Froude sebesar itu maka kolam olakan yang digunakan adalah USBR
Type IV. Dari gambar V.12 kita ambil : tinggi gigi = 2,50 m sedangkan jarak gigi diambil 2
meter dan jarak gigi 5 meter seperti pada gambar berikut ini.

Sedangkan panjang air loncat untuk bilangan Froude 3,42 didapat L/d2 = 5,45
sehingga panjang kolam olakan = 5,45 x 5,01 = 27,3 meter. Dibanding dengan panjang air
loncat dari grafik V.5. untuk Fr = 3,42 didapat L/ y 2 = 5,6 sehingga L = 5,6 . 5,01 = 28,05
meter. Ternyata kolam olakan USBR dengan adanya gigi dan blok lebih pendek dari panjang
kolam olakan.

Gambar IV.10 Gambar hasil contoh perhitungan kolam olakan USBR Type IV.

IV.2.4 Kolam olakan SAF.

Kolam olakan SAF ( Saint Anthony Fall ), telah dikembangkan oleh Laboratorium
Hidrolika Terjunan St. Anthony, Universitas Minnesota untuk dipergunakan pada struktur
Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak
76
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

drainasi kecil, seperti yang dibangun oleh Badan Konservasi Tanah Amerika Serikat. Data-
data mengenai rancangan ini didapatkan dari penemunya Balisdell adalah sebagai berikut :

1. Panjang kolam olakan untuk bilangan Freude antara Fr = 1,7 dan Fr = 17 dihitung dari

persamaan : LB = 4,5 y2 /Fr0,26.

2. Tinggi blok luncur ( chute block ) dan blok lantai adalah sama dengan kedalaman aliran

dikaki bendung = y1 , sedangkan lebar dan jaraknya sekitar 0,75 y 1.

3. Jarak ujung hulu kolam olakan sampai ke blok lantai adalah LB /3.

4. Tidak ada blok yang diletakkan dengan jarak ke dinding samping lebih kecil dari 3/8 y 1.

5. Blok-blok dasar harus diletakkan ke arah hilir darilubang di antara blok-blok luncur

saluran curam.

6. Blok dasar harus meliputi antara 40 sampai 55 % lebar kolam olakan.

7. Lebar dan selang blok-blok dasar untuk kolam olakan pembagi harus diperbesar

sebanding dengan pertambahan lebar kolam olakan pada blok dasar.

8. Tinggi ambang ujung adalah setinggi c = 0,007 y 2 dimana y2 adalah kedalaman

berpasangan teoritis dari y1.

9. Tinggi muka air hilir dari dasar kolam adalah y 2', dihitung berdasar rumus

y2' = ( 1,10 - Fr2/120 ) y2 untuk Fr = 1,7 sampai 5,5.

y2' = 0,85 y2 untuk Fr = 5,5 sampai 11.

y2' = ( 1,10 - Fr2/800 ) y2 untuk Fr = 11 sampai 17.

10. Tinggi dinding samping lebih tinggi dari muka air hilir maksimum berlaku selama umur

komstruksi, diambil sebesar z = 1/3 y 2.

11. Dinding sayap harus sama tinggi dengan dinding samping kolam olakan. Puncak dinding

sayap harus mempunyai kemiringan 1 : 1.

12. Dinding sayap harus membentuk sudut 45 o dengan sumbu outlet.

13. Dinding samping kolam olakan dapat diletakkan sejajar ( pada kolam olakan persegi

panjang ) atau dapat menyempit sebagai perpanjangan dari dinding peralihan samping (

pada kolam olakan trapesium ).

14. Dinding pondasi hilir ( cut-off wall ) pada kedalaman nominal, harus diletakkan pada

ujung kolam olakan.

15. Pengaruh masuknya udara diabaikan pada perancangan kolam olakan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


77
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Gambar IV.11 Gambar V.13. Kolam olakan type SAF.

IV.3 PEREDAM ENERGI BAK TENGGELAM.

IV.3.1 Jenis bak tenggelam.


Ada dua jenis bak tenggelam :
a. Bak tenggelam padat ( Solid bucket ).
Bak ini mempunyai satu lengkungan dengan jari-jari R dan ambang yang mempunyai
kemiringan 1 : 1 dan tinggi 0,6 R.
b. Bak tenggelam bercelah ( Slotted Bucket ).

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


78
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Bak tenggelam ini selain mempunyai lengkungan dengan jari-jari R, juga dilengkapi
dengan gigi-gigi yang lebarnya 0,125 R dan berjarak 0,05 R, serta dihilir gigi ini masih ada
bidang miring selebar 0,5 R.

Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar V.14. Bentuk dari bak tenggelam.

Sedangkan pusaran yang terjadi pada bak tenggelam ini ada dua :
a. Pusaran pertama : Pusaran permukaan.
Pusaran ini terjadi diatas lengkungan bak, bergerak berlawanan dengan jarum jam dan
mengarah keatas.
b. Pusaran kedua : Pusaran dasar.
Pusaran ini terjadi dihilir bak, bergerak searah jarum jam dan mengarah kebawah. Untuk
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar V.15. Pusaran yang terjadi pada bak tenggelam.

Seperti yang kita lihat pada gambar diatas, maka bentuk pusaran pada kedua jenis
bak pada dasarnya sama, hanya ada sedikit perbedaan :

Pada bak padat :


Aliran meninggalkan lengkungan bak kearah atas dengan kecepatan tinggi, sehingga
menimbulkan gelembung-gelembung udara pada permukaan air. Pusaran dasar yang terjadi
akan cukup kuat menarik material lepas yang ada didasar sungai kearah udik menuju bak,
tetapi material ini akan dikembalikan lagi oleh pusaran permukaan kearah hilir sehingga
dengan demikian keadaan dasar sungai tetap stabil.

Pada bak bercelah :


Aliran meninggalkan lengkungan bak melalui celah-celah gigi dengan sudut yang
lebih datar, dan hanya sebagian dari aliran yang berkecepatan tinggi yang sampai
kepermukaan air, sehingga aliran yang berkecepatan tinggi ini tidak terkonsentrasi dan hal
ini mengakibatkan aliran dihilir menjadi lebih tenang. Penggunaan bak padat membawa
kerugian yaitu tergerusnya ambang oleh material yang hanyut keudik, sedangkan aliran
yang berkecepatan tinggi yang sampai kepermukaan akan menghasilkan pusaran-pusaran
vertikal yang dapat merusak tebing sungai. Sedangkan penggunaan bak bercelah walaupun
peredaman energinya menjadi lebih baik, tetapi pada kedalaman air hilir dibawah minimum,
akan terjadi penggerusan agak jauh dihilir bak. Demikian pula kalau aliran sungai tersebut
membawa butiran batu, maka butir-butir batu tersebut akan merusak gigi-gigi dari bak
bercelah tersebut.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


79
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

IV.3.2 Dasar perencanaan bak bercelah.

Menurut USBR dalam bukunya " Design of Small Dam ", dasar perencanaan bak
bercelah ini, bertolak dari kenyataan bahwa aliran melalui bak bercelah pada berbagai
keadaan muka air hilir, adalah seperti digambarkan pada gambar berikut ini.
Gambar IV.12 Kondisi A terjadinya gerusan pada bak tenggelam.

Pada kondisi ini muka air hilir tidak cukup tinggi sehingga lebih rendah dari muka air
hilir, sehingga aliran terlempar keluar bak dan pusaran permukaan permukasan maupun
pusaran dasar tidak terbentuk. Akibatnya terjadi aliran yang cukup deras sehingga
menimbulkan gerusan dihilir. Kalau kedalaman muka air hilir bertambah lagi maka timbul
keadaan yang tidak stabil dimanapenggerusan dan penimbunan terjadi bergantian. Kondisi
yang diharapkan adalah kondisi B berikut ini.
Gambar IV.13 Kondisi B terjadinya gerusan pada bak tenggelam.

Pada kondisi ini pusaran dasar maupun pusaran permukaan terjadi dengan
sempurna. Dan kalau kedalaman air hilir bertambah terus, maka akan terjadi aliran curam.
Pada kondisi ini pancaran yang dihasilkan bak tidak segera naik keatas, tapi menghasilkan
aliran curam yang menggerus dasar sungai dihilir bak. Keadaan ini menghasilkan aliran
seperti kondisi C dan D berikut ini.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


80
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Gambar IV.14 Kondisi C terjadinya gerusan pada bak tenggelam.

Gambar IV.15 Kondisi D terjadinya gerusan pada bak tenggelam.

Dari keempat kondisi tersebut, kondisi B merupakan kondisi yang harus dapat
dicapai.

Untuk itu bak bercelah ini harus direncanakan agar pada setiap debit yang mungkin
terjadi, baik maximum atau minimum, maupun debit-debit diantaranya, memenuhi kriteria
sebagai berikut :

1. Bak harus mempunyai jari-jari kelengkungan ( R ) lebih besar dari jari-jari minimum
( Rmin ) yang besarnya tergantung dari besarnya enersi ( E t ) dan bilangan Freude ( Ft )
dari aliran yang jatuh di kaki bendung.

V12
Et d t ; Ft V1 g.d 1
2g
dimana dt adalah kedalaman aliran dikaki bendung. Besarnya jari-jari minimum pada
berbagai harga Et dan Ft seperti pada grafik (d) pada grafik kriteria perencanaan untuk
bak bercelah berikut ini.
2. Muka air hilir harus lebih dalam dari kedalaman yang mengakibatkan terjadinya
gerusan dihilir ( tailwater sweep out depth ). Untuk itu maka muka air hilir harus lebih
tinggi dari elevasi Ts, sedangkan harga Ts dapat diambil dari grafik (c) dari grafik berikut
ini, dalam hubungan Tmin/dt dengan R/Et pada berbagai harga Ft.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


81
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Gambar IV.16 Grafik Kriteria Perencanaan untuk bak bercelah.

3. Selain itu elevasi muka air hilir ini juga harus lebih tinggi dari elevasi muka air
hilir minimum ( T min) agar kondisi Bdiatas dapat tercapai. Harga T min ini dapat
diambil dari grafik (b) dari grafik V.16 berikut ini untuk berbagai harga F t.

4. Akan tetapi muka air hilir itu juga tidak boleh lebih tinggi dari air maksimum yang
mengakibatkan gerusan dihilir bak, seperti keadaan C dan D diatas. Harga T max ini
dapat diambil dari grafik (a) dari grafikV.16 berikut ini, dalam hubungan T max /dt dengan
R/Et pada berbagai harga Ft.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


82
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Grafik kriteria perencanaan bak bercelah seperti yang dimaksud diatas adalah seperti
pada gambar V.16.
Dari grafik tersebut dapat dilihat :
Grafik (a) : Batas maksimum muka air hilir.
Grafik (b) : Batas minimum muka air hilir.
Grafik (c) : Kedalaman yang mengakibatkan gerusan dihilir.
Grafik (d) : Jari-jari minimum.
Keadaan muka air yang disyaratkan tersebut, dapat digambarkan seperti gambar
berikut ini .

Gambar IV.17 Kondisi muka air yang disyaratkan.

Seperti yang kita lihat pada grafik diatas, grafik tersebut hanya dapat digunakan
pada bilangan Freude yang cukup tinggi. Untuk jari-jari minimummisalnya, bilangan Freude
terendah adalah 3 sedangkan untuk Ts, T min dan Tmax harga Ft paling kecil adalah 2,1.
Dengan demikian grafik tersebut tidak dapat digunakan pada bilangan Freude yang rendah.

IV.3.3 Perencanaan Bak Tenggelam type Padat.

Menurut Standar Perencanaan Irigasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal


Pengairan, bak tenggelam type padat ini sangat berhasil digunakan pada bendung-bendung
rendah. Kriteria perencanaanya, diambil dari bahan-bahan oleh Peterka dan hasil-hasil
penyelidikan dengan model. Bahan ini telah diolah oleh Institut Teknik Hidrolika di Bandung
guna menghasilkan serangkaian kriteria perencanaan untuk kolam dengan tinggi enersi
rendah ini.

Parameter-parameter dasar untuk perencanaan tipe bak tenggelam sebagaimana


diberikan oleh USBR ( Peterka, 1974 ), sulit diterapkan bagi perencanaan bendung dengan
tinggi energi rendah.

Oleh sebab itu, parameter-parameter dasar ini seperti jari-jari bak, tinggi energi dan
kedalaman air telah dirombak kembali menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan
membaginya dengan kedalaman kritis :

q2
hc 3
g
dimana :
hc = kedalaman air kritis, m.

q = debit per satuan lebar, m 3/dt.m.


g = percepatan gravitasi, sekitar 9,8 m/dt.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


83
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Gambar IV.18 Kriteria perencanaan bak tenggelam padat.

a. Jari-jari minimum yang diijinkan ( R min ).

Besarnya jari-jari minimum yang diijinkan dapat ditentukan berdasar gambar berikut
ini, dimana grafik ini merupakan penggabungan antara kriteria USBR ( yang dinyatakan
dengan garis menerus ) dandan hasil penyelidikan oleh IHE ( yang dinyatakan sebagaiu
garis putus ). Penggabungan ini dilakukan karena USBR tidak memberikan hasil percobaan
untuk harga H/h c dibawah 2,5. Grafik berikut ini memberikan kriteria yang bagus untuk jari-
jari minimum bak yang diijinkan bagi bangunan-bangunan dengan tinggi energi rendah.

Gambar IV.19 Grafik R minimum perencanaan bak tenggelam padat.

b. Batas minimum tinggi muka air hilir.

Batas minimum tinggi muka air hilir dapat ditentukan berdasar gambar berikut ini,
dimanagrafik untuk harga H/h c diatas 2,4 garis tersebut merupakan "envelope" batas tinggi
air hilir yang diberikan oleh USBR bagi batas minimum tinggi air hilir untuk bak tenggelam
type padat. Dibawah H/h c = 2,4 garis tersebut menggambarkan kedalaman konyugasi
( berpasangan ) suatu loncatan air. Dengan pertimbangan bahwa kisaran harga H/h c yang
kurang dari 2,4 berada diluar jangkauan percobaan USBR, maka diputuskanlah untuk
mengambil kedalaman konyugasi ( berpasangan ) sebagai kedalaman muka air hilir dari bak
untuk harga H/hc yang lebih kecil dari 2,4.

Gambar IV.20 Grafik kedalaman muka air hilir bak tenggelam padat.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


84
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

IV.3.4 Contoh Perhitungan Bak Tenggelam Padat.

Untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai uraian diatas, maka berikut ini
dicoba diterapkan cara perhitungan tersebut diatas kedalam suatu masalah sebagai
berikut :

Suatu bendung dengan bentuk mercu bulat ala DPMA, dengan lebar bendung 40
meter mengalirkan debit pada berbagai tinggi muka air udik bendung sebagai berikut :

Tinggi air udik ( m ) 3,50 2,70 1,87 1,25

Debit persatuan lebar ( m3/dt.m ) 1 9 4,5 2

Debit total (m3/dt ) 600 360 180 80

Sedangkan kedalaman air sungai dihilir bendung, dengan elevasi dasar sungai
setinggi + 376,5 pada berbagai harga debit tersebut adalah sebagai berikut ini.

Daftar V.1. Kondisi aliran untuk contoh perhitungan.

Debit ( m3/dt ) 600 360 180 80

Kedalaman air hilir ( m). 4,7 3,7 2,6 1,7

Elevasi muka air hilir ( m ). 381,2 380,2 379,1 378,2

Dalam perencanaan kolam olakan dengan bak tenggelam padat, diambil tinggi
mercu + 382,55 meter.

a. Perencanaan bak tenggelam padat.

Daftar V.2. Perhitungan perencanaan bak tenggelam padat.

No. Perhitungan I II III IV

1. Debit total bendung (m3/dt ) 600 360 180 80

2. Tinggi air diatas mercu ( m ) 3,50 2,70 1,87 1,25

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


85
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

3. Debit per satuan lebar q ( m3/dt.m ) 15 9 4,5 2

4. Elevasi muka air udik ( m) 386,0 385,2 384,4 383,8


5 5 2 0

5. Elevasi muka air hilir ( m ) 381,2 380,2 379,1 378,2


0 0 0 0

6. Tinggi tekan : H ( m ) 4,85 5,05 5,32 5,60

7. Kedalaman kritis : 3 (q2/g ) 2,84 2,02 1,27 0,74

8. H/hc = (5) / (6) 1,71 2,50 4,20 7,57

9. Rmin/hc ( dari grafik ) 1,55

10. Jari-jari bak : R = (7) x (9) (m). 4,50

11. Tmin/hc ( dari grafik ) 2,1 2,5 2,7 3,4

12. Tmin = (7) x (11) (m) 5,96 5,05 3,43 2,52

13. Elevasi Tmin ( m). 380,4 379,5 377,9 377,0


6 2

Penjelasan.

1. Debit total bendung (m3/dt )

Debit total bendung ini, baik yang melimpah diatas mercu maupun yang melimpah
diatas pintu bilas, ditinjau dari beberapa kemungkinan dengan debit tertinggi sebesar debit
banjir rencana.

2. Tinggi air diatas mercu ( m ).

Tinggi air diatas mercu ini sesuai dengan debit total pada butir 2.

3. Debit per satuan lebar q ( m3/dt.m ).

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


86
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Dari hasil perhitungan tersebut diatas, kita melihat bahwa untuk semua debit yang
mungkin, elevasi muka air hilir selalu lebih tinggi dari elevasi T min sehingga memenuhi

syarat.

Gambar dari perhitungan tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar IV.21 Hasil perhitungan bak padat.

IV.3.5 Perencanaan bak tenggelam bercelah.

Sedangkan pada bak tenggelam bercelah diambil tinggi mercu + 388,55 meter. Dari
hasil perhitungan dibawah ini kita lihat bahwa untuk debit 80 m 3/dt, bilangan Freude yang
terjadi cukup besar, sehingga tidak tercakup dalam grafik yang tersedia. Tapi dari berbagai
debit yang kita coba, dapat diyakini bahwa elevasi muka air hilir selalu lebih tinggi dari Ts
maupun Tmin yang disyaratkan sehingga memenuhi syarat. Begitu pula terhadap T max,
ternyata dari perhitungan dibawah ini, muka air hilir selalu lebih rendah dari T max sehingga
memenuhi syarat.

Kalau dari perhitungan dengan cara dibawah ini ternyata muka air hilir lebih tinggi
dari Tmax , maka elevasi dasar lengkungan bak kita turunkan. Sebaliknya kalau muka air hilir
ternyata lebih rendah dari Ts atau T min, maka elevasi dasar lengkungan kita naikkan.

Daftar V.3. Perhitungan perencanaan bak tenggelam bercelah.

No. Perhitungan I II III IV

1. Debit yang melimpah mercu Q (m3/dt) 600 360 180 80

2. Tinggi air udik diatas mercu (m ) 3,50 2,70 1,87 1,25

3. Debit persatuan lebar q ( m 3/dt.m) 15 9 4,5 2

4. Elevasi muka air udik (m) 392,0 391,8 390,3 389,7


0 0 7 5
5. Elevasi muka air hilir ( m ) 381,2 380,2 379,1 378,2
0 0 0 0
6. Tinggi tekan : z = (4) - (5) 10,85 11,05 11,30 11,60

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


87
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

7. Kecepatan dikaki bendung : V t (m ) 14,58 14,72 14,88 15,08

8. Kedalaman dikaki bendung : d t ( m ) 1,03 0,61 0,30 0,13

9. Bilangan Freude : Ft (m ) 4,59 6,02 8,7 13,4

10. Tinggi energi khas : E t (m) 11,87 11,66 11,60 11,73

11. R/Et dari grafik untuk Ft dari (9) 0,36

12. Jari-jari minimum : R = (10) x (11) 4,27

13. Jari-jari ditetapkan : R ( m) 4,50

14. R / Et dengen R dari (13) 0,38 0,39 0,39 0,38

15. Ts/dt dari grafik (a) 6,5 8,50 14

16. Ts : (8) x (18) (m) 6,70 5,19 4,20

17. Elevasi Ts ( m) 381,1 378,6 377,7


0 8 0
18. Tmin/dt dari grafik (b) 7,1 9,5 15,5

19. Tmin : (8) x (19) (m) 7,3 5,8 4,65

20. Elevasi Tmin (m) 380,8 379,3 378,1


0 0 5
21. Tmzx/dt dari grafik (a) 8 15 50

22. Tmax : (8) X (21) (m) 6,24 7,15 13,05

23. Eelevasi Tmax (m) 381,7 382,6 388,5


4 5 0
Gambar yang kita dapat dari perhitungan tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar V.22. Hasil perhitungan bak bercelah.

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


88
Irigasi dan Bangunan Air II. ADHITYA D11103022

Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak


89

Anda mungkin juga menyukai