Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

KELAINAN REFRAKSI

Oleh:
Elok Ainika Prautami (010.06.0017)

Annisa Rahmani (011.06.0036)

PEMBIMBING:

dr. Sri Subekti, Sp.M, M.Sc

dr. Iva Rini Aryani, Sp,M, M.Sc


BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL AZHAR

RSUD DR. RADEN SOEDJONO SELONG

2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Kelainan
Refraksi. Berbagai pihak telah banyak membantu dan membimbing dalam penulisan
referat ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :

1. dr. Sri Subekti, Sp.M dan dr. Iva Rini, Sp.M sebagai pembimbing klinik
SMF/Bagian Ilmu Penyakit Mata yang telah sabar membimbing dan menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis selama penulisan referat ini.
2. Teman sejawat yang telah memberikan semangat dan masukkan kepada penulis
untuk menyeleseian referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mohon saran dan masukkan demi perbaikan di masa mendatang. Akhir kata,
penulis berharap semoga referat ini membawa manfaat bagi setiap pembaca.

Selong , 06 Februari 2017


Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering terjadi.
Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyatakat di dunia.
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga
sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi di depan atau di belakang
bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi
dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmatisma dan presbiopia. Kelainan
refraksi dapat terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks
bias dan kelainan pada panjang sumbu bola mata.(2)
WHO mengungkapkan tentang masalah penglihatan pada tahun 2006, sekaligus
WHO menyatakan penemuannya tentang kelainan refraksi yang tidak terkoreksi yang
merupakan masalah penyebab 153 juta orang buta ataupun terjadinya gangguan
penglihatan. (1)
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab gangguan
penglihatan terbanyak di seluruh dunia (42%), diikuti oleh katarak dan glaukoma.Angka
kebutaan di Indonesia menempati urutan ketiga di dunia. Bahkan kondisi kebutaan di
Indonesia merupakan yang terburuk di Asia dan Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN).(1)
Di Indonesia, prevalensi kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus meningkat dari
tahun ke tahun. Jumlah pasien yang menderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25%
dari populasi atau sekitar 55 juta jiwa.(3) Sementara itu, sampai saat ini angka pemakaian
kacamata koreksi masih sangat rendah, yaitu 12,5% dari prevalensi. (1) . Oleh karena itu,
lebih jelas mengenai kelainan refraksi akan dibahas dalam refarat ini.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Mata
2.1.1 Embriologi Mata
Stadium embrional paling awal dimana struktur yang akan menjadi mata dapat
dibedakan dari yang lain adalah stadium embryonic plate berupa daerah-daerah yang
mendatar pada bagian depan dari neural groove yaitu pada kehamilan usia 2 minggu. Tepi-
tepi neural groove selanjutnya menebal dan membentuk neural folds yang kemudian
bergabung membentuk neural tube yang akan masuk ke lapisan mesoderm di bawahnya
dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan. Sebelum bagian depan neural tube
menutup, tonjolan neural ectoderm tumbuh ke arah ectoderm permukaan pada kedua sisi
dan membentuk gelembung optik (optic vesicle).(4)
Stadium Gelembung Optik
Pada minggu ke-III pertumbuhan embrio, tampak tanda-tanda bentukan gelembung
otak primer berupa: otak bagian depan atau proensefalon, otak bagian tengah atau
mesensefalon dan otak bagian belakang atau rhombesenfalon. Pada pertengahan minggu
ke-IV dimulai pembagian gelembung otak primer, dimana proensefalon terbagi menjadi
telensefalon dan disensefalon sedangkan rhombesenfalon dibagi menjadi metensefalon
dan mielensefalon.Pada stadium ini kelihatan bahwa tangkai optik berasal dari tempat
sambungan telensefalon dan diensefalon.(4)
Stadium Cekungan Optik (Optic Cup)
Gelembung optik akan melekuk ke dalam (invaginasi) membentuk cekungan optic,
demikian pula terjadi lekukan ke dalam dari bagian bawah tangkai optic dan terbentuk
celah koroid janin. Pada stadium ini terbentuk pula gelembung lensa yang selanjutnya
terpisah dari ektoderm permukaan dan mengambang bebas pada tepi cekungan optic.Celah
koroid merupakan jalan masuk bagi mesoderm vascular ke dalam tangkai optik yang
membentuk sistem hialoid. Pada minggu ke-VI celah koroid ini menutup dan
meninggalkan pembukaan kecil pada bagian depan tangkai optik yang dilalui oleh arteri
hialoid hingga janin berusia 4 bulan dan selanjutnya akan beralih menjadi arteria dan vena
retina sentral.Pada stadium ini struktur umum jaringan mata secara keseluruhan telah

2
terbentuk. Perkembangan selanjutnya adalah terjadinya diferensiasi menjadi struktur
masing-masing jaringan mata.(4)
Stadium Diferensiasi
Stadium ini dimulai dari awal minggu ke-XII dan berlangsung hingga usia
kelahiran, pertumbuhan dari mata ialah diferensiasi kelompok-kelompok imatur yang
dicetak dan disempurnakan dari bahan-bahan yang sudah terbentuk pada stadium
sebelumnya. Kelainan perkembangan embriologi yang terjadi dapat berasal dari faktor
intrinsic pada jaringan embrional seperti terjadinya kesalahan diferensiasi sel otot polos
dari neural ectoderm pada pembentukan sfingter otot atau dari fisiologi dan fungsi yang
abnormal seperti kegagalan atrofi dan penyerapan elemen pembuluh darah fetal.
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Mata
Anatomi mata terdiri dari anatomi kelopak mata, anatomi sistem lakrimal, anatomi
konjungtiva dan anatomi bola mata.(5)

Gambar 1. Anatomi Mata


Anatomi Kelopak Mata
Kelopak atau palpebral mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak
mata merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapisan kulit yang
tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang
disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian seperti kelenjar,

3
otot, septum orbita, kelenjar, pembuluh darah, serta kelopak mata mendapat persarafan
dari cabang nervus V.(5)
Anatomi Sistem Lakrimal
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus
nasolakrimal dan meatus inferior. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yakni sistem
produksi atau glandula lakrimal yang terletak di temporo antero superior rongga orbita dan
sistem ekskresi yang terdiri dari pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal,
dan duktus nasolakrimalis. Film air mata sangat berguna bagi kesehatan mata.(5)
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak bagian
belakang.Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.Musin bersifat membasahi
bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu (1) konjungtiva
tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus; (2)
konjungtiva bulbi yang menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera di bawahnya
serta (3) konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.(5)
Anatomi Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan, yakni:
a. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sclera disebut kornea yang bersifat transparan dan memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sclera. Sclera
berhubungan erat dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus.
Sclera berjalan dari papil saraf optic sampai kornea.(5)
Kornea adalah selaput beningmata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri
dari 5 lapis, yakni : epitel, membrane Bowman, stroma, membrane Descement,
dan endotel.(5)

4
b. Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sclera dan uvea dibatasi
oleh ruang potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada
ruda paksa yang disebut perdarahan subaraknoid. Jaringan uvea ini terdiri atas
iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris terdapat pupil yang oleh 3 susunan otot
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata.(5)
c. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane
neurosensoris yang akan mengubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optic
dan diteruskan ke otak.(5)
Rongga Orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita yaitu: lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar tulang orbita
yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan
zigomatikus. Rongga orbita membentuk pyramid dan terletak pada kedua sisa rongga
hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding medialnya.
Foramen optikum terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf optik, arteri,
vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid.(5)
Otot Penggerak Bola Mata
Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk penggerakkan mata
tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Otot penggerak bola
terdiri atas 6 otot yakni:(5)
a. Oblik inferior (aksi primer: ekstorsi dalam abduksi dan aksi sekunder: elevasi
dalam aduksi)
b. Oblik superior (aksi primer: intorsi pada abduksi, dan aksi sekunder depresi
dalam aduksi serta abduksi dalam depresi)
c. Rektus inferior (aksi primer depresi pada abduksi dan aksi sekunder: ekstorsi
oada abduksi, serta aduksi pada depresi)
d. Rektus lateral (abduksi)
e. Rektus medius (aduksi)
f. Rektus superior (aksi primer: elevasi dalam abduksi dan aksi sekunder intorsi
dalam aduksi serta aduksi dalam elevasi)

5
2.1.3 Sifat Optik Mata
Interpretasi informasi penglihatan yang tepat bergantung pada kemampuan mata
memfokuskan berkas cahaya yang datang ke retina.Untuk membawa sumber cahaya jauh
dan dkat terfokus di retina, harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat.
Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun
jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi.(6)

Gambar 2. Proses Melihat(8)


Proses melihat bermula dari masuknya seberkas cahaya dari benda yang diamati ke
dalam mata melalui lensa yang kemudian dibiaskan pada retina (makula). Terjadi
perubahan sensasi cahaya menjadi impuls listrik yang diteruskan ke otak melalui saraf
optik untuk kemudian diinterpretasikan. Kemampua seseorang untuk melihat tajam
(fokus) atau disebut juga tajam penglihatan (acies visus) tergantung dari media refraktif
dalam bola mata.(6,7)
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri
atas kornea, aquos humor (cairan mata), lensa, badan vitreus dan panjangnya bola
mata.Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola
mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia
dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istriahat melihat jauh.(5)
Hukum-hukum refleksi (pemantulan) dan refraksi (pembiasan) diformulasikan
pada tahun 1621 oleh ahli astronomi dan matematika Belanda, Willebrod Snell di

6
Universitas Layden.Hukum-hukum ini bersama dngan prinsip Fermat, membentuk dasar
optik geometri terapan. Hukum-hukum tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Berkas cahaya yang datang dipantulkan dan dibiaskan semua terletak pada
bidang yang dikenal sebagai bidang datang, yang normal (tegak lurus)
terhadap permukaan.
2. Sudut datang sama dengan sudut refleksi tetapi memiliki tanda yang
berlawanan: I = I
3. Hasil kali indeks refraksi medium berkas cahaya datang dan sinus sudut
datang berkas cahaya yang datang sama dengan hasil kali besaran-besaran
yang sama pada berkas cahaya biasan. Berkas cahaya yang dibiaskan
dinyatakan oleh: n sin I = n sin I (Hukum Snell)
4. Berkas cahaya yang berjalan dari satu titik ke titik lain mengikuti lintasan
yang memerlukan waktu paling singkat untuk dijalani (Prinsip Fermat).
Panjang lintasan optis adalah indeks refraksi dikali panjang lintasan
sebenarnya.
Cahaya merambat melalui udara kira-kira dengan kecepatan 300.000 km/detik,
tetapi perambatannya melalui benda padat dan cairan yang transparan jauh lebih lambat.
Indeks bias substansi transparan merupakan rasio dari kecepatan cahaya dalam udara dan
kecepatan dalam substansi itu. Bila suatu berkas cahaya menumbuk pada suatu permukaan
yang terletak tegak lurus terhadap berkas itu, berkas cahaya akan memasuki medium
kedua tanpa mengalami pembelokan jalur. Bila cahaya itu menembus permukaan yang
miring, berkas cahaya akan membelok bila indeks bias kedua media itu berbeda.
Pembelokan berkas cahaya pada bidang peralhian yang miring disebut sebagai pembiasan.
Derajat pembiasan akan sesuai dengan rasio indeks bias kedua media transparan dan
derajat kemiringan antara bidang peralhian dan permukaan gelombang yang datang.(7)
Penerapan prinsip pembiasan pada lensa:(7)
Lensa konveks memfokuskan berkas cahaya
Lensa konkaf menebarkan berkas cahaya
Lensa silindris membelokkan berkas cahaya hana dalam satu bidang-
pembandingan dengan lensa sferis
Kombinasi dua lensa silindris yang saling tegak lurus setara dengan lensa sferis

7
Makin besar sudut pembelokan cahaya yang dakibatkan oleh sebuah lensa, makin
besar daya bias lensa tersebut. Ukuran daya bias lensa disebut sebaga dioptri.(7)
Adapun susunan optik mata sebagai berikut:(7,8)
Mata sebagai kamera
Mata dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa.Mata mempunyai
sistem lensa, sistem aperture yang dapat berubah-ubah (pupil) dan retina yang
dapat disamakan dengan film. Sistem lensa mata terdiri atas empat perbatasan
refraksi: (1) perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan
antara permukaan posterior kornea dan humor aquos, (3) perbatasan antara humor
aquous dan permukaan anterior lensa mata, dan (4) perbatasan antara permukaan
posterior lensa dan humor vitreus.(7)
Sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa kaca pada secarik kertas, sistem
lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina.Bayangan ini terbali dari
benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan
tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah
dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.(7)
Mekanisme akomodasi
Pada keadaan normal, cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian
pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi, benda
dapat difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan berakomodasi, maka
benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah
kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar.(5)

Gambar 3. Mekanisme Akomodasi

8
Pada anak-anak, daya bias lensa mata dapat ditingkatkan dari 20 dioptri menjadi
kira-kira 34 dioptri, ini berarti terjadi akomodasi sebesar 14 dioptri. Untuk
mencapai ini, bentuk lensa diubah dari yang tadinya konveks sedang menjadi lensa
yang sangat konveks. Mekanismenya adalah sebagai berikut: pada orang muda,
lensa terdiri atas kapsul elastic yang kuat dan berisi cairan kental yang
mengandung banyak protein namun transparan. Bila berada dalam keadaan
relaksasi tanpa tarikan terhadap kapsulnya, lensa dianggap berbentuk hampir sferis
terutama akibat retraksi elastis dari kapsul lensa.Namun, terdapat sekitar 70
ligamen suspensorium yang melekat di sekeliling lensa, menarik tepi lensa ke arah
lingkar luar bola mata.Ligament ini secara konstan diregangkan oleh perlekatannya
pada tepi anterior korodid dan retina. Regangan pada ligament ini menyebabkan
lensa tetap relative datar dalam keadaan mata istirahat.(7)
Walaupun demikian, tempat perlekatan lateral ligament lensa pada bola mata juga
dilekati oleh otot siliaris, yang memiliki dua serabut otot polos yang terpisah (serabut
meridional dan serabut sirkuler). Serabut meridional membentang dari ujung perifer
ligament suspensorium sampai peralihan kornea sclera. Kalau serabut otot ini berkontraksi
bagian perifer dari ligament lensa tadi akan tertarik secara medial ke arah tepi kornea,
sehingga regangan ligament terhadap lensa akan berkurang. Serabut sirkuler tersusun
melingkar mengelilingi perlengketan ligament, sehingga pada waktu berkontraksi terjadi
gerak seperti sfingter mengurangi diameter lingkar perlekatan ligament, hal ini juga
menyebabkan regangan ligament terhadap kapsul lensa berkurang. Jadi kontraksi salah
satu sel serabut otot polos dalam otot siliaris akan mengendurkan ligament kapsul lensa,
dan lensa akan berbentuk lebih cembung, seperti balon akibat sifat elasitisitas alami kapsul
lensa. Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf oarasimpatis yang dijalarkan
ke mata melalui saraf kranialis III.(7)
Diameter pupil
Fungsi utama iris ialah untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk ke dalam
mata waktu gelap dan untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata
waktu terang.Jumlah cahaya yang memasuki mata melalui pupil sebanding dengan
luas pupil atau kuadrat diameter pupil. Diameter pupil manusia dapat mengecil
sampai 1,5 mm dan membesar sampai 8 mm. Jumlah cahaya yang memasuki mata
dapat berubah sekitar 30 kali lipat sebagai akibat dari perubahan diameter pupil.
Kedalaman fokus sistem lensa meningkat dengan menurunnya diameter pupil.(7)

9
2.2 Kelainan Refraksi
Mata dinyatakan mempunyai refraksi emetropia jika sinar-sinar yang sejajar
dengan sumbu mata tersebut, oleh mata tersebut tanpa akomodasi dibias pada retina,
sehingga tajam penglihatannya adalah maksimum.(4)

Gambar 4.Emetropia(8)
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar
tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi di depan atau di belakang bintik
kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi dikenal
dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmatisma dan presbiopia. Kelainan refraksi dapat
terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias dan
kelainan pada panjang sumbu bola mata.(2)
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat
kontraksi otot siliar yang terlatak pada badan siliar.Akibat akomodasi, daya biasl ensa
bertambah sehingga titik-titik yang letaknya lebih dekat mata dibias jatuh pada
retina.Pungtum remotum adalah titik terjauh yang tanpa akomodasi dibias jatuh pada
retina. Pungtum proksimum adalah titik terdekat yang dengan akomodasi maksimum
dibias jatuh pada retina.(4,5)
2.2.1 Miopia
Miopia merupakan kelainan refraksi yakni sinar-sinar yang berjalan sejajar dengan
sumbu mata tanpa akomodasi dibias di depan retina. Tajam penglihatan selalu kurang dari
pada 5/5.(4)Miopia merupakan kelainan refraksi yang paling sering ditemui.(9)
Prevalensi miopia bervariasi tergantung pada usia, ras dan lokasi. Pada anak-anak
usia preschool (usia 6-72 bulan) di Amerika ditemukan prevalensi 1,2% pada non-
Hispanik, 3,7% Hispanik, 3,98% Asian, dan 6,6% pada Africans-Americans. Sementara itu

10
pada orang dewasa, prevalensi miopia pada usia 43-54 tahun sebesar 42,9%, 5-64 tahun
sebesar 25,1% dan pada usia 65-75 tahun 14,8%.(9)
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti:
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat. Sama dengan myopia bias atau myopia indeks, myopia yang terjadi akibat
pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.(5)
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang normal.
Menurut derajatnya, myopia dibagi dalam:(5)
a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:(5)
a. Miopia stasioner, miopia menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan sangat progresif yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna =
miopia degenerative. Miopia degenerative biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina.

Gambar 5. Miopia
Pada saat baru lahir, sebagian besar bayi mengalami hyperopia ringan, namun saat
pertumbuhan hyperopia tersebut berkurang secara perlahan. Kelengkungan kornea jauh
lebih curam (radius 6,59 mm) saat lahir dan mendatar sampai mendekati kelengkungan
dewasa (radius 7,71 mm) pada usia sekitar 1 tahun. Lenja jauh lebih sferis pada saat lahir

11
dan mencapai bentuk dewasa pada sekitar usia 6 tahun. Panjang sumbu pendek (17,3 mm)
memanjang dengan cepat dalam 2 sampai 3 tahun pertama kehidupan (menjadi 24,1 mm)
kemudian tak terlalu cepat (0,4 mm per tahun) sampai usia 6 tahun, lalu dengan lambat
(total sekitar 1 mm) sampai stabil pada usia sekitar 10 sampai 15 tahun. Proses untuk
mencapai emetrop dinamakan emetropisasi. Pada anak dengan predisposisi, hal ini akan
berlanjut menjadi myopia derajat rendah pada awal kehidupan. Saat mereka terpajan
faktor miopegenik seperti kerja jarak dekat secara berlebihan yang meneyababkan
bayangan buram dan tidak terfokus pada retina, miopisasi berlanjut untuk mencapai titik
fokus yang menyebabkan elongasi aksial dan menimbulkan myopia derajat sedang pada
late adolescence.
Faktor-faktor lain yang juga turut berpengaruh dalam miopia antara lain:(10)
a. Peran akomodasi. Lingkungan yang dapat menyebabkan myopia yakni lingkungan
yang secara intensif di kantor, karena berupa kegiatan yang melibatkan peran
akomodasi seperti membaca buku, menulis, bekerja dengan komputer, karena lebih
sering mengalami akomodasi.(10)
b. Peran retina perifer. Berdasarkan percobaan eksperimental dibuktikan bahwa retina
perifer berpegang penting dalam perkembangan mata. Pada mata yang myopia ada
kecendrungan sebelumnya mata yang hyperopia kemudian berkembang menjadi
perpanjangan sumbu aksial. Penelitian ini mempercayai bahwa retina perifer
berpegang penting mengirim stimulasi untuk melakukan pertumbuhan bola mata
menjadi lebih panjang.(10)
c. Kelengkungan kornea. Proses membaca secara dekat atau penggunaan computer
yang sering akan mengakibatkan aberasi kornea dan berperan penting untuk
membuat mata menjadi miopia.(10)
d. Perubahan biokimia. Pada studi long term didapatkan bahwa ada perubahan
biokimia pada myopia, diantaranya level kortisol dalam darah meningkat.(10)
Gejala-gejala miopia antara lain penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk
dekat jelas, sehingga disebut rabun jauh. Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan
sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang
miopia mempunyai kebiasaan menyerngitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).Jika derajat miopianya terlalu tinggi,
sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat, maka ke dua mata harus
melihat ke dalam posisi konvergensi dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan

12
(astenovergen). Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjad strabismus
konvergen (esotropia).(4,5)
Pada pemeriksaan funduskopi tampak miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit
yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia sclera oleh koroid. Pada mata
dengan myopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi
makula dan degenerasi retina bagian perifer.(5)
Penegakkan diagnose berdasarkan:(4,5)
a. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda myopia
b. Pemeriksaan Oftalmologi
Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen
Chart. Dipakai kartu Snellen yang berisikan berbagai ukuran huruf atau angka.
Untuk anak kecil yang belum bisa membaca digunakan kartu Snellen yang
bentuk huruf E atau gambar-gabar benda atau binatang yang mudah dikenal.
Kartu Snellen diletakkan 6 meter di depan penderita dengan pencahayaan yang
cukup. Bisa menggunakan pin holeatau uji lubang kecil adalah untuk
mengetahui apakah tajam penglihatan kurang disebabkan oleh kelainan refraksi
atau bukan.
Refraksi retinoskopi merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk
pengukuran objektif. Prosedurnya termasuk static retinoskopi, refraksi
subjektif dan autorefraksi.
Motilitas ocular, penglihatan binocular, dan akomodasi termasuk
pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitude, fasilitas akomodasi dan stereopsis.
Penatalaksanaan miopia masih merupakan kontra di antara dokter mata.Sejauh ini
yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi pada
anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah.
a. Kacamata
Koreksi miopia dengan kacamata menggunakan lensa konkaf
(cekung/negative) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan
menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau
bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir
dengan menggunakan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan

13
mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata dengan demikian fokus
bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.(4,5,6,7)
b. Lensa Kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada dua jenis, yaitu lensa kontak
keras yang terbuat dari bahan plastik polymethacrylate (PMMA) dan lensa kontak
lunak yang terbuat dari bermacam-macam plastik hidrogen
hydroxymethylmethacrylate (HEMA). Lensa kontak keras secara spesifik
diindikasikan untuk koreksi astigmatisme irregular, sedangkan lensa kontak lunak
digunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea.(4,5,10,11)
Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia
tinggi, dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari
kacamata.Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan
iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau melengkungkan
permukaan kornea. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan berkala pada
pemakai lensa kontak.(4,5,10,11)
c. Bedah Refraksi
Ketidaknyamanan memakai kacamata bagi banyak pemakai dan komplikasi
yang berkaitan dengan lensa kontak mendorong pencarian solusi bedah bagi
masalah gangguan refraksi.
d. Lensa Intraokular
Penanaman lensa intraocular telah menjadi metode pilihan untuk koreksi
kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk lensa lipat,
yang terbuat dari plastic hydrogel yang dapat disisipkan ke dalam mata melalui
suatu insisi kecil dan lensa kaku yang paling sering terdiri atas suatu optic terbuat
dari polimetil metakrilat dan lengkungan (haptic) terbuat dari bahan yang sama
atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa intraokuler adalah di dalam
kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan ekstrakapsular.(11)
Daya lensa intraocular biasanya ditentukan dengan metode regresi empiris
yang menganalisis penggunaan pengalaman salah satu tipe lensa pada banyak
pasien.dari metode ini diturunkan suatu rumus matematis yang didasarkan pada
suatu konstanta untuk lensa tertentu.(11)

14
e. Ekstrasi Lensa Jernih untuk Miopia
Ekstraksi lensa non katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif myopia
sedang sampai tinggi.Hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang
dicapai oleh keratorefraktif menggunakan lasar.Namun perlu dipikirkan komplikasi
pascaoperasi bedah intraocular, khususnya pada myopia tinggi.
Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain:
a. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (- 4,75)D sekitar 1/6662.
Sedangkan pada (-5) D (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-
10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada
miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
b. Vitreal Liquefaction and Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air
dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi.
Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,
penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut,
dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan retina.
Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan
kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya
volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.
c. Miopic Maculopathy
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah
kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang
berkurang.Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan
kurangnya lapangan pandang.Miopia vaskular koroid/degenerasi makular miopik
juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan
oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.
d. Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia
sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi
dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat
penyambung pada trabekula.

15
e. Skotoma
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi
retina maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan
daerah penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi
dan mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan
lebar diretina sangat menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan
tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak pernah
menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya tidak ada
fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio
retina.
Pencegahan miopia dengan melalukan hal-hal berikut:
a. Mencegah terjadinya kebiasaan buruk, meliputi:membiasakan duduk dengan posisi
tegak sejak kecil; memegang alat tulis dengan benar; lakukan istirahat tiap 30
menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV; batasi jam membaca;
aturlah jarak baca yang tepat (30 sentimeter) dan gunakanlah penerangan yang
cukup; serta tidak membaca dengan posisi tidur atau tengkurap.
b. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk berlatih melihat jauh atau
melihat jauh dan dekat secar bergantian dapat mencegah miopia
c. Kenali jika ada kelainan pada mata dan perbaiki sejak awal, jangan menunggu
sampai ada gangguan pada mata
d. Anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri tinggi, segera lakukan konsultasi
dengan dokter spesialis mata anak agar tidak terjadi juling
e. Walaupun sekarang ini sudah jarang terjadi defisiensi vitamin A, ibu hamil tetap
perlu memperhatikan nutrisi termasuk vitamin A
f. Periksalah mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai kaca
mata. Oleh karena itu pahami perkembangan kemampuan melihat bayi
g. Kenali keanehan, misalnya kemampuan melihat yang kurang, kemudian segeralah
melakukan pemeriksaan.
h. Sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak di sekolah.
2.2.2 Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya

16
terletak di belakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar fokus difokuskan dibelakang
makula lutea.(4,5,12)
Hipermetropia dikenal dalam bentuk:(5,12)
Hipermetropia manifest ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata
positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini
terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif.
Hipermetropia manifest didapatkan tanpa sikloplegi dan hipermetropia yang dapat
dilihat dengan koreksi kacamata maksimal.(5,12)
Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya
hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut.
Hipermetropia manifest yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut
sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan
hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifest.(5,12)
Hipermetropia fakultatid dimana kelainan hipermetropia diimbangi dengan
akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang hanya mempunyai
hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata yang bila diberikan
kacamata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya
akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga
akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.(5,12)
Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan
obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. Makin muda
makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia
fakultatif dan kemdian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten
sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien
masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.(5)
Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia.(5)
Berdasarkan gejala klinis, hipermetropia dibagi menjadi tiga yaitu:(12)

17
Hipermetropiasimpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal, etiologinya
bisa axial atau refraktif.(12)
Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal karena
maldevelopment, penyakit okular, atau trauma.(12)
Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi.(12)
Berdasarkan derajat beratnya, hipermetropia juga dibagi menjadi tiga yaitu:(12)
Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D
Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi
Hipermetropia merupakan anomali perkembangan dan secara praktis semua mata
adalah hipermetropia pada saat lahir. 80% hingga 90% mata didapati hipermetropia pada 5
tahun pertama kehidupan. Pada usia 16 tahun, sekitar 48% mata didapati tetap
hipermetropia. Pada masa remaja, derajat hipermetropia akan berkurang karena panjang
axial mata bertambah sehingga periode pertumbuhan berhenti. Pada masa itu,
hipermetropia yang menetap akan menjadi relatif konstan sehingga munculnya presbiopia.
(12)

Berdasarkan studi epidemiologi yang dilakukan di Eropa barat dan Austrailia


ditemukan prevalensi hipermetropia pada usia di atas 40 tahun sebesar 9,9%. Sementara
itu studi lainnya yang dilakukan di India didapatkan prevalensi hipermetropia pada usia
kurang dari 15 tahun sebesar 59,4% dan hipermetropia pada usia lebih dari 15 tahun
menurun menjadi 9,8%.(13)
Hipermetropia dapat disebabkan oleh:
Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi
akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.
Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan difokuskan di belakang retina.
Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeksi bias yang kurang pada sistem
optik mata.
Patofisiologi hipermetropia bisa disebabkan karena perkembangan yang salah dari
mata selama periode prenatal dan postnatal, variasi kornea atau perubahan lenticular,
inflamasi pada korioretinal atau keganasan, atau bisa juga disebabkan oleh neurologis atau
farmakologis.(12)

18
Gambar 6. Hipermetropia
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda.Pasien hipermetropia
sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien dnegan hipermetropia apapun
penyebabnya akan mengeluh matana lelah dan sakit karena terus-menerus harus
berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang
makula agar terletak di daerah macula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif.
Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan
konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke
dalam.(4,5)
Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan amblyopia akibat mata
tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat
perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata maka akan terjadi amblyopia pada
salah satu mata. Mata amblyopia sering menggulir ke arah temporal.(5)
Penegakkan diagnosa hipermetopia melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis.(4,5,13)
Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda hipermetropia
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan
jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya terutama
pada usia telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca,
keluhan tersebut berupa sakit kepala setelah membaca. Keluhan tersebut berupa
sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Pemeriksaan Oftalmologi
a Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen
Chart

19
b Refraksi retinoskopi merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk
pengukuran objektif hipermetropia. Prosedurnya termasuk statik retinoskopi,
refraksi subjektif, retinoskopi sikloplegik dan autorefraksi.
c Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan
duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan
fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
d Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa
penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan hipermetropia. Pemeriksaan ini
termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan
intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior
dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan
ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan
posterior.
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana
tanpa sikloplegik didapatkan ukuran lensa poisitif maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal (6/6). Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata
koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka
diberiikan kacamata koreksi positif kurang.(4,5)
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya dibeirkan kacamata sferis positif
terkuar atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Bila dengan +3.0 ataupun dengan +3.25 memberikan tajam penglihatan 6/6 maka
diberikan kacamata +3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien
dimana akomodasi masih sangat kuat pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan
dilakukan dengan memberian sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan
melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kacamatanya
dengan mata yang isitirahat. Hipermetropi pada pasien yang sudah tua sebaiknya diberikan
kacamata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal.(4,5)
Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan
membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk:
Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
Photorefractive keratectomy (PRK)

20
Conductive keratoplasty (CK)
Penyulit yang terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan
glaucoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan
akomodasi. Glaucoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang
akan mempersempit sudut bilik mata.
2.2.3 Astigmat
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa satu
titik. Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak direfraksikan dengan
sama pada semua meridian. Jika mata astigmatism melihat gambaran palang, garis vertikal
dan horizontalnya akan tampak terfokus tajam pada dua jarak pandang yang berbeda. Mata
astigmatisme bisa dianggap berbentuk seperti bola sepak yang tidak memfokuskan sinar
pada satu titik tapi banyak titik.(4,5)

Gambar 7. Astigmat
Ada banyak tipe astigmatisme, tergantung dari kondisi optik. Berhubungan dengan
letaknya 2 titik pembiasan utama, astigmat dapat dibagi dalam:
Simple hyperopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang
satu lagi hipermetropia

Gambar 8. Simple hyperopic astigmatism


Simple miopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu
lagi miopik

21
Gambar 9. Simple miopic astigmatism
Compound hyperopic astigmatism Kedua meridian prinsipal hipermetropia pada
derajat yang berbeda

Gambar 10. Compound hyperopic astigmatism


Compound miopic astigmatism Kedua meridian prinsipal miopik pada derajat
yang berbeda

Gambar 11. Compound miopic astigmatism


Mixed astigmatism Satu meridian prinsipal adalah hiperopik, yang satu lagi
miopik

Gambar 12.Mixed astigmatism


Sementara itu bentuk astigmat juga dapat dibedakan menjadi:

22
Astigmat regular: astigmat yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah
atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari suatu meridian ke meridian
berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmat regular dengan benruk yang
teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran.
Astigmat irregular: astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak
lurus. Astigmat irregular dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi irregular. Astigmatisme irregular
terjadi akibat infeksi kornea, trauma, dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan
pada meridian lensa yang berbeda.
Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di
dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut sebagai astigmatisme with the
rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah
atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di
bidang horizontal. Pada keadaan astigmat lazim ini diperlukan lensa silinder negative
dengan sumbu 180 derajat untuk memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi.(5)
Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga astigmat
menjadi against the rule (astigmat tidak lazim). Astigmat tidak lazim merupakan suatu
keadaan dimana kelaianan refraksi astigmat berupa koreksi dengan silinder negative
dilakukan pada sumbuh tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu
horizontal (30-150 derajat).Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea yang vertical.
Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.(5)
Astigmat merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari pasien yang
memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari populasi
mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia, diperkirakan
sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme.
Mata mempunyai 2 bagian untuk memfokuskan bayangan kornea dan lensa. Pada
mata yang bentuknya sempurna, setiap elemen untuk memfokus mempunyai kurvatura
yang rata seperti permukaan bola karet. Kornea atau lensa dengan permukaan demikian
merefraksikan semua sinar yang masuk dengan cara yang sama dan menghasilkan
bayangan yang tajam terfokus pada retina.(14,15)
Jika permukaan kornea atau lensa tidak rata, sinar tidak direfraksikan dengan cara
yang sama dan menghasilkan bayangan-bayangan kabur yang tidak terfokus pada retina.
(14,15)

23
Astigmat bisa terjadi dengan kombinasi kelainan refraksi yang lain, termasuk:(14,15)
Miopia
Ini terjadi bila kurvatura kornea terlalu melengkung atau jika aksis mata lebih
panjang dari normal. Bayangan terfokus di depan retina dan menyebabkan objek dari jauh
terlihat kabur.
Hipermetropia.
Ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu sedikit atau aksis mata lebih pendek dari
normal. Bayangan terfokus di belakang retina dan menyebabkan objek dekat terlihat
kabur.(14,15)
Biasanya astigmatisme terjadi sejak lahir. Astigmatisme dipercayai diturunkan
dengan cara autosomal dominan. Astigmatisme juga bisa terjadi setelah trauma atau
jaringan parut pada kornea, penyakit mata yang termasuk tumor pada kelopak mata, insisi
pada kornea atau karena faktor perkembangan. Astigmatisme tidak menjadi lebih parah
dengan membaca di tempat yang kurang pencahayaan, duduk terlalu dekat dengan layar
televisi atau menjadi juling.(14,15)
Jika distorsi terjadi pada kornea, disebut astigmatisme kornea, sedangkan jika
distorsi terjadi pada lensa, disebut astigmatisme lentikular. Astigmatisme juga bisa terjadi
karena traksi pada bola mata oleh otot-otot mata eksternal yang merubah bentuk sklera
menjadi bentuk astigma, perubahan indeks refraksi pada vitreous, dan permukaan yang
tidak rata pada retina.(14,15)
Gejala dan tanda astigmat berupa perasaan distorsi dari bagian-bagian lapang
pandang, tampak garis-garis vertikal, horizontal atau miring yang kabur, memegang bahan
bacaan dekat dengan mata, sakit kepala, mata berair, kelelahan mata, dan biasanya pasien
memiringkan kepala untuk melihat dengan lebih jelas.(5,6)
Penegakkan diagnosa astigmat dapat dilakukan dengan:(5,14,15)
Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme
Pemeriksaan Oftalmologi
a Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen
Chart
b Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu tes astigmatisme dan menentukan garis
yang mana yang tampak lebih gelap dari yang lain. Contohnya, pasien yang

24
miopia pada meridian vertikal dan emmetropia pada meridian horizontal akan
melihat garis-garis vertikal tampak distorsi, sedangkan garis-garis horizontal
tetap tajam dan tidak berubah. Sebelum pemeriksaan subjektif ini, disarankan
menjadikan penglihatan pasien miopia untuk menghindari bayangan
difokuskan lebih jauh ke belakang retina.
Untuk mereka yang hanya sekali-sekali melakukan pemeriksaan refraksi,
sebaiknya menguasai secara subyektif yang paling sederhana saja, yaitu cara
mencoba-coba. Usahakan mencapai tajam penglihatan terbaik dengan lensa
sferik. Jika tajam penglihatannya belum mencapai 5/5, tambahkan lensa
silinder (cari sumbunya terlebih dahulu, kemudian kekuatannya) sampai
tercapai tajam penglihatan yang lebih baik, kalau mungkin 5/5.
c Keratometer/topografi untuk mengukur kurvatura kornea. Karena sebagian
besar astigmat disebabkan oleh kornea, maka dengan menggunakan
keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga setelah dipasang lensa
silinder yang sesuai hanya dibutuhkan tambahan lensa sferik saja, untuk
medapatkan tajam penglihatan terbaik.
d Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk
pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis.
e Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan astigmatisme.
Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan
warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan
segmen anterior dan posterior dari mata dan adneksanya. Biasanya
pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi
segmen media dan posterior

25
Gambar 13. Kartu untuk tes Astigmatisme
Pada astigmat tajam penglihatan hampir selalu kurang dari 5/5. Untuk memperoleh
tajam penglihatan terbaik dipergunakan lensa silinder. Sinar dalam bidang melalui sumbu
lensa silinder tidak terbias. Sinar dalam bidang tegak lurus terhadap sumbu, dibias seperti
lensa sferis positif. Jadi pasa lensa silinder baik positif maupun negatif, terdapat dua daya
pembiasan utama, yaitu daya pembiasan pada bidang melalui sumbu (tidak dibias) dan
pada bidang tegak lurus pada sumbu (dibias secara positif atau negatif).
Penatalaksanaan astigmat antara lain:
Astigmat bisa dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder tergantung gejala dan
jumlah astigmatismenya
Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder
Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender bertujuan
untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak memperbaiki tajam
penglihatan
Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada aksis 90 o
dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes astigmatisme. Untuk
astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif, untuk astigmatisme hiperopia,
digunakan silinder positif
Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk meneutralisasi
permukaan kornea yang tidak rata.
Selain itu, astigmatisme juga bisa dikoreksi dengan pembedahan LASIK,
keratektomi fotorefraktif dan LASEK

2.2.4 Presbiopia
Presbiopia merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopia merupakan salah satu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan peningkatan umur. Presbiopia merupakan

26
bagian alami dari penuaan mata. Presbiopia ini bukan penyakit dan tidak dapat dicegah.
Presbiopia atau mata tua yang disebabkan oleh daya akomodasi lensa mata tidak bekerja
dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke titik kuning dengan
tepat sehingga mata tidak bisa melihat benda yang dekat.(4,5,16)
Prevalensi presbiopia lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang
tinggi. Karena presbiopia berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan lansung
dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.(16)
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena onsetnya
yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi pada usia 42
hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di
Amerika mempunyai kelainan presbiopia. Faktor resiko utama bagi presbiopia adalah usia,
walaupun kondisi lain seperti trauma, penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek
samping obat juga bisa menyebabkan presbiopia dini.(16)
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:(5)
Kelemahan otot akomodasi
Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
Akibat gangguan akomodasi ini, maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa lelah, berair dan sering terasa pedas.
Klasifikasi presbiopia antara lain:(16)
Presbiopia insipien tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati
pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan
bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca.(16)
Presbiopia fungsional amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan
didapatkan kelainan ketika diperiksa.(16)
Presbiopia absolut peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional,
dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.(16)
Presbiopia prematur presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan
biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.(16)
Presbiopia nokturnal kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap
disebabkan oleh peningkatan diameter pupil.(16)
Faktor risiko terjadinya presbiopia antara lain:(16)
Umur semakin bertambah umur daya akomodasi semakin menurun

27
Pekerjaan pekerjaan yang banyak melibatkan penglihatan dekat
Jenis kelamin onset pada perempuan terjadi lebih awal dibandingkan pada laki-
laki (perawakan lebih pendek, monopaus)
Penyakit atau trauma okular pengangkatan atau kerusakan pada lensa, zonula,
atau otot siliaris
Penyakit sistemik diabetes melitus (lensa, efek refraksi), multipel sklerosis,
kardiovaskular (gangguan persarafan akomodasi), insufisiensi vaskular, miastenia
gravis, anemia
Obat-obatan yang menurunkan daya akomodasi (seperti alkohol, hidroklortiazid,
antiansietas, antidepresan, antipsikotik, antispasmodik, antihistamin, diuretik)
Faktor iatrogenik fotokoagulasi laser, pembedahan intraokular
Faktor geografis pada daerah yang bertemperatur tinggi lebih berisiko, karena
terpapar radiasi sinar ultraviolet.
Langkah-langkah penegakkan diagnosa:
1 Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopia
2 Pemeriksaan Oftalmologi
a Visus Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopia dengan
menggunakan Snellen Chart
b Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien
diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil
yang bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.
c Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk
pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitud dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis
d Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.
Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan
warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan
segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya
pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi
segmen media dan posterior.

28
Penatalaksanaan prebiopia yakni menggunakan lensa positif untuk koreksi. Tujuan
koreksi adalah untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-
objek yang dekat. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif
sesuai usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada
kartu Jaeger 20/30. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada titik
fokus lensa +3.00 D.(5,16)
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk baca dekat yang
berkekuatan tertentu (dapat dilihat pada Tabe 1).(5,16)
Tabel 1. Kekuatan Lensa berdasarkan Usia
Usia (Tahun) Kekuatan Lensa Positif yang
dibutuhkan
40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
60 +3.00 D
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain yang
digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan
presbiopia. Ini termasuk:
Bifokal untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai
garis horizontal atau yang progresif
Trifokal untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif
Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian bawah
adalah untuj membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil koreksinya
Monovision kontak lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa
kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan
umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil
foto
Monovision modified lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan lensa
kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk
melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.

29
Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan
keratektomi fotorefraktif.

BAB 3
KESIMPULAN

Kelainan refraksi atau merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga
sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi di depan atau di belakang

30
bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan refraksi
dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat dan presbiopia.(2)
Miopia merupakan kelainan refraksi yakni sinar-sinar yang berjalan sejajar dengan
sumbu mata tanpa akomodasi dibias di depan retina. Koreksi miopia dapat menggunakan
kacamata lensa konkaf (cekung/negatif).(4,5)
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya
terletak di belakang retina. Koreksi hipermetropia dapat menggunakan kacamata lensa
konveks (cembung/positif).(4,5,12)
Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak direfraksikan dengan
sama pada semua meridian. Mata astigmatisme bisa dianggap berbentuk seperti bola sepak
yang tidak memfokuskan sinar pada satu titik tapi banyak titik. Koreksi astigmat dapat
menggunakan kacamata lensa silinder.(4,5)
Sementara itu, presbiopia merupakan salah satu bentuk gangguan refraksi, dimana
makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan peningkatan umur.
Presbiopia merupakan bagian alami dari penuaan mata. Koreksi presbiopia dapat
menggunakan lensa konveks (cembung/positif).(4,5,16)

DAFTAR PUSTAKA

1 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Gangguan Penglihatan dan


Kebutaan. Infodatin. Jakarta; 2014 (Diakses pada tanggal 30 Januari 2017). Avalaible
from: http://www.depkes.go.id.

31
2 Hartanto W, Inakawati S. Kelainan Refraksi Tak Terkoreksi Penuh di RSUP Dr.
Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2002 31 Desember 2003. Media Medika Muda
Nomor 4. Semarang: 2010.
3 Ariestanti H, Dewayani P. Characteristic of Patients with Refractive Disorder at Eye
Clinic of Sanglah General Hospital Denpasar Bali Indonesia. Bali Medical Journal Vol
1 No 3; 2012 (Diakses pada tanggal 2 Februari 2017). Avalaible from:
www.balimedicaljournal.org.
4 Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. 2nd Edition. Jakarta: Sagung Seto; 2010.
5 Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th Edition. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
6 Eva PR, Whitcher J. Vaughan dan Asbury Oftamologi Umum. 17 th Edition. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
7 Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th Edition. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2008. p.641-55
8 Sherwood L. Human Physiology : From Cells to Systems. 7th Edition. Kanada:
Brooks Cole; 2010.
9 Foster PJ, Jiang Y. Epidemiology of Myopia. Cambridge Ophtamology Symposium.
London; 2014. p. 202-8 (Diakses pada tanggal 2 Februari 2017). Available from:
www.ncbi.gov
10 Czepita D. Myopia: Incidence, Pathogenesis, Management, and New Possibilites of
Treatment. Russian Ophatmological Journal Vol 1; 2014. p.96-101. (Diakses pada
tanggal 2 Februari 2017). Available from: www.eyesightandsurgery.com
11 Hecht KA, Straus H, Denny M, Taylor F, Garret M. Optics, Refraction and Contact
Lenses. San Fransisco: American Academy of Ophtalomology; 1998.
12 American Optometric Association. Optometric Clinical Practice Guideline Care of the
Patient with Hyperopia Amerika: American Optometric Association; 2008. (Diakses
pada tanggal 2 Februari 2017). Available from: www.aoa.org
13 Dunaway D, Berger I. Worldwide Distribution of Visual Refractive Errors and What
to Expect at a Particular Location. Presentation to the International Society for
Geographic and Epidemiologic Ophtalmology. In Focus Center for Primary Care
Development; 2005.

32
14 American Optometric Association. Astigmatism. 2011. (Diakses pada tanggal 2
Februari 2017). Available from: www.aoa.org/Astigmatism.xml
15 Medline Plus. Astigmatism. 2011. (Diakses pada tanggal 2 Februari 2017). Available
from: www.nim.gov/medlineplus/ency/article/001015.htm
16 American Optometric Association. Optometric Clinical Practice Guideline Care of the
Patient with Presbyopia. Amerika: American Optometric Association; 2011. (Diakses
pada tanggal 2 Februari 2017). Available from: www.aoa.org

33

Anda mungkin juga menyukai