BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 6
1.1. Latar Belakang .....................................................................................................................6
1.2. Maksud dan Tujuan ..............................................................................................................6
1.3. Ruang Lingkup......................................................................................................................7
1.4. Sasaran ................................................................................................................................7
BAB II PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS .................................................. 8
2.1. Visi Dan Misi............................................................................................................................9
2.2. Tujuan Dan Target ..................................................................................................................9
2.3. Kebijakan ................................................................................................................................9
2.4. Kerangka Kerja Strategi Penanggulangan Tuberkulosis Di ...................................................... 10
Indonesia 2006-2010 ................................................................................................................... 10
BAB III LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS .............................. 11
2.1. Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) .......................................................................... 11
2.1.1. OAT Kombipak. .................................................................................................. 11
2.1.2. Kombinasi Dosis Tetap (KDT)........................................................................... 13
2.2. Logistik Non OAT ............................................................................................................ 14
BAB IV FUNGSI MANAJEMEN LOGISTIK ..................................................................... 16
4.1. Siklus Manajemen Logistik ............................................................................................. 16
4.2. Peran dan Tanggungjawab Pengelolaan OAT................................................................ 17
BAB V PERENCANAAN ................................................................................................. 19
5.1.Persiapan ............................................................................................................................... 19
5.2. Pelaksanaan .......................................................................................................................... 20
5.3.Perhitungan OAT dan Non OAT .............................................................................................. 21
BAB VI PENGADAAN ..................................................................................................... 23
6.1. Pengadaan ............................................................................................................................ 23
6.2. Penerimaan........................................................................................................................... 26
BAB VII PENYIMPANAN................................................................................................. 28
BAB VIII DISTRIBUSI...................................................................................................... 30
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan menjadi salah satu
program prioritas Kementerian Kesehatan sebagai bagian dari komitmen global. Usaha
penanggulangan TB di Indonesia dilakukan dengan menggunakan strategi Directly
Observed Treatment Shortcourse (DOTS), sebuah strategi yang direkomendasikan WHO
karena terbukti merupakan strategi yang paling efektif. Program pengendalian TB ini
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit & Penyehatan Lingkungan (PP&PL), Direktorat Pengendalian Penyakit Menular
Langsung (P2ML), Sub Direktorat Tuberkulosis.
Strategi DOTS terdiri dari lima komponen utama yaitu komitmen politik, pemeriksaan
dahak secara mikroskopis, pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus
TB dengan tata laksana kasus yang tepat, pengawasan langsung pengobatan oleh PMO
(pengawas Menelan Obat), jaminan ketersediaan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang
bermutu dan adanya sistem pencatatan dan pelaporan yang baku.
Strategi DOTS akan mencapai sasaran dan target apabila didukung oleh ketersediaan
logistik yang cukup baik dari jenis dan jumlah dengan kualitas yang terjamin. Logistik
dalam program pengendalian TB terdiri dari dua kelompok besar yaitu obat anti
tuberkulosis (OAT) dan Non OAT.
Khusus berkaitan dengan OAT sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
1190/MENKES/SK/X/2004, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia bahwa OAT ditetapkan sebagai obat yang sangat sangat esensial dan dijamin
ketersediaannya oleh pemerintah. OAT diberikan kepada pasien dengan cuma-cuma di
seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang telah menerapkan strategi DOTS. Sumber
pengadaan dapat berasal dari pemerintah baik APBN maupun APBD, juga dapat
bersumber dari Bantuan Luar Negeri. Sedangkan logistik Non OAT sesuai dengan
otonomi daerah disediakan oleh Pemerintah Daerah meskipun tetap didukung oleh
Pemerintah Pusat.
Ruang lingkup pembahasan buku panduan ini meliputi siklus manajemen logistik yang
terdiri dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, penggunaan serta
dukungan manajemen lainnya antara lain organisasi, sumber daya manusia, pendanaan
dan sistem informasi.
1.4. Sasaran
Sasaran utama buku panduan ini adalah petugas pengelola program TB dan pengelola
logistik TB di semua tingkatan.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
BAB II
PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India
dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah
pasien TB didunia.
Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor
satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional
Insiden TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu:
1. Wilayah Sumatera angka insiden TB adalah 160 per 100.000 penduduk.
2. Wilayah Jawa angka insiden TB adalah 107 per 100.000 penduduk.
3. Wilayah Indonesia Timur angka insiden TB adalah 210 per 100.000 penduduk.
4. Khusus untuk Provinsi DIY dan Bali angka insiden TB adalah 64 per 100.000
penduduk.
Berdasarkan hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB
Basil Tahan Asam (BTA) positif secara Nasional 2-3 % setiap tahunnya. Sampai tahun
2009, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98%
Puskesmas, sementara rumah sakit dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM)/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)/Balai Pengobatan Penyakit Paru-
Paru/Rumah Sakit Paru (RSP) baru sekitar 30%.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Visi
TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Misi
Menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap pelayanan yang
bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB.
Menurunkan resiko penularan TB.
Mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB.
Tujuan
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan,
serta mencegah terjadinya MDR.
Target
Sasaran program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB
BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua
pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan
tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010
dibanding tahun 1990, dan mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs)
pada tahun 2015. Dan pada akhirnya TB tidak menjadi masalah kesehatan bagi
masyarakat dengan angka insiden >1 per 100.000 penduduk.
2.3. Kebijakan
Rencana kerja strategi 2006-2010, merupakan kelanjutan dari Renstra sebelumnya, yang
mulai difokuskan pada perluasan jangkauan pelayanan dan kualitas DOTS. Untuk itu
diperlukan suatu strategi dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, yang dituangkan
pada tujuh strategi utama pengendalian TB, yang meliputi:
BAB III
LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Dalam manajemen Program Pengendalian TB, logistik dikelompokan menjadi dua jenis
yaitu logistik OAT dan logistik non OAT.
Sediaan OAT ada dua macam yaitu Kombipak dan Kombinasi Dosis Tetap (KDT). OAT
Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang dikemas dalam bentuk blister. OAT KDT terdiri
dari kombinasi dua (HR) atau empat jenis (HRZE) obat dalam satu tablet yang dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Pada tahun 2005 Program TB Nasional
menetapkan penggunaan KDT sebagai obat utama. Paduan OAT kombipak tetap
digunakan program untuk pengobatan pasien yang mempunyai efek samping berat
dengan OAT KDT.
Kemasan Kombipak adalah paket obat lepas yang disusun dari 4 jenis obat, yakni:
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol yang terdiri dari:
1) Kombipak I (H @ 300 mg, R @ 450 mg, 3 tablet Z @ 500 mg, 3 tablet E @ 250 mg);
2) Kombipak II (2 tablet H @ 300 mg, R @ 450 mg); (3);
3) Kombipak III (H @ 300 mg, R @ 450 mg, 3 tablet Z @ 500 mg);
4) Kombipak IV (2 tablet H @ 300 mg, R @ 450 mg, E @ 250 mg, 2 tablet E @ 500 mg),
5) Kombipak Anak.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Untuk pemberian kepada pasien, OAT tersebut dibagi dalam beberapa kategori, yang
terdiri dari:
1. Kategori I : 2RHZE/4R3H3
Paket Kategori I terdiri dari :
- Kombipak I (H @ 300 mg, R @ 450 mg, 3 tablet Z @ 500 mg, 3 tablet E @ 250
mg) : 56 blister
- Kombipak II (2 tablet H @ 300 mg, R @ 450 mg) : 48 blister
2. Kategori II : 2RHZES/RHZE/R3H3E3
Paket Kategori II terdiri dari :
- Kombipak I (H @ 300 mg, R @ 450 mg, 3 tablet Z @ 500 mg, 3 tablet E @ 250
mg) : 94 blister
- Streptomicyn @ 1 gr : 56 vial
- Kombipak IV (2 tablet H @ 300 mg, R @ 450 mg, E @ 250 mg, 2 tablet E @ 500
mg) : 60 blister
3. Sisipan
Untuk Sisipan digunakan Kombipak I
Keuntungan OAT Kombipak yaitu lebih memudahkan pemberian obat pada pasien yang
mengalami efek samping terhadap satu atau lebih jenis obat TB .
Paket Kombinasi Dosis Tetap (KDT) yaitu paket yang terdiri dari tablet yang berisi 2 jenis
obat (HR) dan tablet yang berisi 4 jenis obat (HRZE). Untuk pemberian kepada pasien,
OAT tersebut dibagi dalam beberapa kategori, yang terdiri dari:
1. Kategori I : 2 (RHZE)/4(RH)3
Paket Kategori I terdiri dari :
- RHZE (150/75/400/275) : 6 blister
- RH (150/150) : 6 blister
2. Kategori II : 2 (RHZE)S/RHZE)/(RH)3E3
Paket Kategori II terdiri dari :
- RHZE (150/75/400/275) : 9 blister
- Streptomicyn @ 1 gr : 56 vial
- RH (150/150) : 7 blister
- E (400 mg) : 7 blister
3. Sisipan
Untuk Sisipan digunakan RHZE (150/75/400/275)
1) Rentang berat badan lebih kecil sehingga dosis obat yang dikonsumsi lebih ideal.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda.
3) Jumlah tablet yang ditelan lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi lebih
mudah dan meningkatkan kepatuhan pasien.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
3. Barang cetakan lainnya seperti leaflet, brosur, poster, lembar balik, stiker, buku
pedoman dan lain-lain.
4. Alat Tulis Kantor, seperti: kertas, tinta printer, map, odner.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
1. Kendaraan
2. Komputer
3. Laptop
4. Printer
5. Telpon
6. Air Conditioner
7. Lemari
8. Filing Cabinet
9. LCD/Infocus
10. Brand cast
11. Meubeler (meja, kursi)
Barang- barang tidak habis pakai tersebut, statusnya sebagai aset, ditentukan dengan
mengacu pada peraturan pemerintah dalam pengelolaan barang milik Negara (BMN).
Contoh spesifikasi masing - masing barang dapat dilihat pada lampiran 1 - 6.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
BAB IV
FUNGSI MANAJEMEN LOGISTIK
Pengelolaan logistik dalam panduan ini sesuai siklus manajemen logistik yang meliputi
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan. Siklus ini akan
berjalan dengan baik apabila didukung oleh suatu dukungan manajemen yang meliputi
organisasi, pendanaan, sistem informasi dan sumber daya manusia. Rangkaian antara
siklus dan dukungan manajemen ini dipayungi oleh Kebijakan dan Aspek Hukum yang
berlaku.
PERENCANAAN
PENGGUNAAN PENGADAAN
DUKUNGAN MANAJEMEN:
- Organisasi
- Dana
- Sistem informasi
- Sumber Daya Manusia
- Jaga Mutu
DISTRIBUSI PENYIMPANAN
1. Perencanaan
2. Pengadaan
3. Penyimpanan
4. Distribusi
5. Penggunaan
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Dibawah ini adalah tabel pembagian peran dan tanggung jawab di tiap tingkatan dalam
pengelolaan OAT.
Pusat
5. Distribusi
7. Pemantauan dan
Evaluasi
Kabupaten Staf Farmasi & Per triwulan TB 03 UPK, LPLPO, Ceklist
Wasor Kabupaten Supervisi
Provinsi Staf Farmasi & Per triwulan TB 07, Rekapitulasi TB 13,
Wasor Provinsi Ceklist supervisi
Pusat Binfar dan P2PL Per triwulan TB07, Rekapitulasi TB 13, Ceklist
supervisi
Keterangan :
BAB V
PERENCANAAN
Perencanaan adalah langkah pertama dalam siklus pengelolaan logistik. Kegiatan ini
meliputi proses penilaian kebutuhan, menentukan sasaran, menetapkan tujuan dan
target, menentukan strategi dan sumber daya yang akan digunakan.
Langkah-langkah perencanaan adalah:
5.1.Persiapan
5.2. Pelaksanaan
- Menentukan jenis logistik yang dibutuhkan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
OAT yang akan diadakan terutama dalam kemasan KDT, sedangkan OAT kemasan
kombipak disediakan untuk penggunaan pada pasien yang mengalami efek samping
terhadap OAT KDT.
Perencanaan OAT yang digunakan merupakan gabungan dari kedua pendekatan metode
konsumi dan morbiditas. Perencanaan kebutuhan setiap kategori OAT didasarkan pada
jumlah pasien yang telah diobati tahun lalu, jumlah stok yang ada sekarang, lead time,
target penemuan kasus tahun depan.
Perencanaan OAT dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Kabupaten, Provinsi
dan Pusat. Pada tingkat Kabupaten/Kota hal ini dilakukan oleh tim perencanaan obat
terpadu yang telah ditetapkan disetiap Kabupaten/Kota. Tim perencanaan obat terpadu
minimal terdiri dari pengelola program dan pengelola farmasi.
Keterangan :
Kb = Konsumsi OAT perbulan (dalam satuan paket)
Pp = Periode perencanaan dan pengadaan (dalam satuan bulan)
Bs = Bufer stok ( dalam satuan paket) = ...% x (Kb x Pp)
Ss = Stok sekarang (dalam satuan paket)
Sp = Stok dalam pesanan yang sudah pasti (dalam satuan paket)
Perhitungan kebutuhan obat tersebut dilakukan untuk setiap jenis kategori OAT yang
akan diadakan.
Template perencanaan sudah disediakan untuk memudahkan Dinkes
Kabupaten/Kota melakukan perencanaan dan dapat dilihat di lampiran 9.
Formulir/template tersebut sudah tersedia dalam bentuk soft copy, sehingga tim
perencana obat terpadu di Kabupaten/Kota hanya perlu melakukan input data.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Untuk kebutuhan logistik laboratorium habis pakai seperti reagensia, pot dahak, kaca
sediaan dan minyak emersi berdasarkan estimasi jumlah pasien BTA positif yang
akan ditemukan.
Sebagai contoh:
Kebutuhan kaca sediaan : BTA Positif Baru X 38 buah,
Pot Dahak : BTA Positif Baru X 38 buah
Reagen Ziehl Neelsen : BTA Positif Baru X 1 paket (1 botol carbol fuchsin, 1 botol
methylen blue dan 4 botol asam alcohol @ 100ml)
Minyak Emersi : 1 botol @ 20 ml untuk 10 BTA positif
(UPK yang pasiennya kurang dari 10/tahun, tetap diberikan alokasi 1 botol)
Untuk kebutuhan logistik lainnya seperti mikroskop sesuai dengan jumlah UPK yang
melakukan pemeriksaan dahak.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
BAB VI
PENGADAAN
6.1. Pengadaan
Pengadaan yang efektif harus dapat memastikan ketersediaan logistik dalam jumlah yang
cukup, harga yang kompetitif, memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan dan waktu
pengiriman sesuai dengan yang telah ditentukan. Pengadaan logistik merupakan proses
untuk penyediaan logistik yang dibutuhkan pada unit pelayanan kesehatan.
Tujuan Pengadaan
Tersedianya logistik dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan
pelayanan kesehatan
Mutu terjamin
Pengadaan Logistik bisa berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota dan
Bantuan Luar Negeri.
Pengadaan OAT yang berasal dari APBN dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat kesehatan atas usulan dari Ditjen PP & PL.
Pengadaan yang berasal dari APBD Provinsi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi dengan usulan dari Dinas Kesehatan Provinsi yang bersangkutan.
Pengadaan yang berasal dari APBD Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kab/Kota
Pengadaan OAT di Provinsi dan Kabupaten/Kota dikoordinasikan dengan Ditjen. PP &
PL untuk menjamin ketersediaan obat sesuai dengan mutu dan spesifikasi obat.
Pelaksanaan pengadaan logistik berdasarkan peraturan dan perundangan yang
berlaku dengan mengacu ke Kepres No. 80 Tahun 2003 beserta perubahannya
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Pengadaan yang sumber dananya dari Bantuan Luar Negeri selain mengikuti Kepres
juga harus mengikuti persyaratan lain dari donor yang bersangkutan.
Masa kadaluarsa OAT yang diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten dan Instalasi
Farmasi Provinsi dari Pemasok (Industri Farmasi pemenang tender) minimal dua
tahun.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Langkah-langkah pengadaan
Kriteria logistik
1. Logistik OAT
Daftar obat yang dibutuhkan sesuai dengan program Penanggulangan TB
Batas kadaluarsa obat pada saat diterima oleh panitia penerima barang minimal
24 (dua puluh empat) bulan.
Persyaratan mutu obat harus sesuai dengan persyaratan mutu yang tercantum
dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir.
Industri Farmasi yang memproduksi obat bertanggung jawab terhadap mutu
obat melalui pemeriksaan mutu (Quality Control) yang dilakukan oleh industri
farmasi
Obat memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan nomor batch
masing-masing produk.
Obat diproduksi oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB
Pemeriksaan mutu secara organoleptik dilakukan oleh Apoteker atau tenaga farmasi
penanggung jawab Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/Kota. Bila terjadi keraguan
terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di Laboratorium yang ditunjuk
pada saat proses pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok.
Persyaratan Pemasok
Pemilihan pemasok penting karena dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas logistik
yang akan diadakan.
1) Pemasok untuk Logistik OAT
a. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku . Pedagang
Besar Farmasi terdiri dari PBF Pusat maupun PBF Cabang. Izin PBF Pusat
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Sedangkan izin untuk PBF Cabang
dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
b. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi
yang memiliki Sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) bagi
masing-masing jenis obat yang dibutuhkan untuk pengadaan.
c. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang
pengadaan obat, misalnya dalam pelaksanaan kerjanya tepat waktu.
d. Pemilik dan atau Apoteker/ Asisten Apoteker penanggung jawab PBF, tidak
sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi
kefarmasian.
e. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan OAT sesuai dengan masa
kontrak
Metode Pengadaan
Waktu pengadaan dan kedatangan setiap jenis logistik yang diadakan dari berbagai
sumber anggaran perlu ditetapkan berdasarkan hasil analisa data :
1. Sisa stok dengan memperhatikan waktu
2. Jumlah setiap jenis logistik yang akan diterima sampai dengan akhir tahun
anggaran.
3. Kapasitas sarana penyimpanan
4. Waktu tunggu
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
6.2. Penerimaan
Penerimaan logistik ada dua jenis yaitu penerimaan dari pengadaan sendiri dan
penerimaan yang berasal dari sumber lain. Yang dimaksud dengan penerimaan dari
pengadaan sendiri adalah penerimaan barang logistik yang pengadaannya menggunakan
dana dari pemerintah yang menerima barang. Yang dimaksud dengan penerimaan dari
sumber lain adalah penerimaan barang logistik yang pengadaanya bukan dari pemerintah
yang penerima barang. Seperti Provinsi menerima barang dari buffer stock Pusat,
Kab/Kota menerima barang dari buffer stock Provinsi dan seterusnya.
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penerimaan dari pengadaan sendiri :
- Panitia penerima barang/jasa harus memeriksa logistik yang diterima dengan
dokumen/ persyaratan administrasi dan spesifikasi yang telah ditentukan.
- Panitia penerima barang/jasa harus melibatkan pengelola program dalam proses
penerimaan logistik.
- Bila terjadi ketidaksesuaian spesifikasi yang telah ditentukan pada penerimaan
logistik, panitia penerima berhak menolak menerima logistik dan melaporkan
kepada Pimpinan mengenai temuan tersebut. Selanjutnya membuat surat
penolakan yang ditujukan kepada pemenang tender dan panitia pengadaan
barang/jasa.
Penerimaan OAT oleh Pusat yang berasal dari bantuan luar negeri disesuaikan dengan
prosedur yang berlaku baik dari aspek administrasi maupun teknis seperti berikut ini:
BAB VII
PENYIMPANAN
Syarat Gudang
a. Rak
b. Palet
c. Forklift/ Troli
d. Lemari Pendingin
e. Lemari Khusus
f. Alat pengatur suhu ruangan (AC, Kipas angin, Exhaust)
g. Alat pengukur suhu dan kelembaban
h. Alat Pemadam api ringan
i. Alarm
j. Genset
Penataan Barang
Administrasi Gudang
a. Kartu Stok
b. Kartu Persediaan Barang
c. Kartu Induk
d. Buku Harian Penerimaan dan Pengeluaran Barang
Semua kartu diatas harus diisi lengkap setiap terjadi mutasi barang.
e. SBBK (Surat Bukti Barang Keluar)
f. LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat)
g. Formulir TB 13
h. Kartu Rencana Distribusi
i. Sarana Administrasi seperti komputer, formulir, printer, ATK
-
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
BAB VIII
DISTRIBUSI
Distribusi adalah pengeluaran dan pengiriman logistik dari satu tempat ke tempat lainnya
dengan memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis untuk memenuhi
ketersediaan jenis dan jumlah logistik agar sampai di tempat tujuan. Proses distribusi ini
harus memperhatikan aspek keamanan, mutu dan manfaat.
Tujuan distribusi :
1. Terlaksananya pengiriman logistik secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh
pada saat dibutuhkan
2. Terjaminnya kecukupan logistik di Unit Pelayanan Kesehatan
3. Terjaminnya mutu logistik pada saat pendistribusian
Tata cara dan formulir yang dibutuhkan sebagai dasar distribusi logistik:
a. Permintaan logistik dari Unit Pelayanan Kesehatan ke Dinas Kesehatan Kab/ Kota
dengan menggunakan usulan permintaan yang ditetapkan, contoh untuk OAT
menggunakan LPLPO (lihat lampiran 10).
b. Permintaan logistik dari Dinas Kesehatan Kab/ Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi
dengan menggunakan usulan permintaan yang ditetapkan, contoh untuk OAT
menggunakan Formulir Permintaan OAT Kabupaten/Kota (lihat lampiran 11).
c. Permintaan logistik dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Pusat (Subdit TB) dengan
menggunakan usulan permintaan yang ditetapkan, contoh untuk OAT
menggunakan Formulir Permintaan OAT Provinsi (lihat lampiran 12)
a. Distribusi dari Pusat dilaksanakan atas permintaan dari Dinas Kesehatan Provinsi.
Distribusi dari Provinsi kepada Kabupaten/ Kota atas permintaan Kabupaten/ Kota.
Distribusi dari Kabupaten/ Kota berdasarkan permintaan UPK.
b. Setelah ada kepastian jumlah logistik yang akan didistribusikan dari tingkat yang
lebih tinggi, maka tingkat yang lebih tinggi mengirimkan surat pemberitahuan
kepada tingkat yang dibawahnya mengenai jumlah, jenis dan waktu pengiriman
logistik.
c. Apabila terjadi kelebihan atau kekurangan obat disalah satu Institusi maka unit
yang diatasnya dapat melakukan realokasi sesuai kebutuhan.
d. Pengiriman dan penerimaan logistik dilaksanakan pada jam kerja.
e. Penetapan frekuensi pengiriman logistik haruslah memperhatikan antara lain
anggaran yang tersedia, jarak dan kondisi geografis, fasilitas gudang dan sarana
yang ada.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Kementerian Kesehatan
(Gudang Pusat)
Dinas KesehatanProvinsi
(IFP)
Keterangan:
Alur distribusi Logistik
Alur permintaan dan pelaporan Logistik
Penjelasan:
BAB IX
PENGGUNAAN
9.1. Penggunaan OAT
Pengobatan tuberkulosis dengan OAT dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut :
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Dalam program penanggulangan TB digunakan OAT dalam bentuk paket, baik
kemasan KDT maupun Kombipak. Pemakaian OAT dalam bentuk paket lebih
menguntungkan dan menghindari obat tunggal.
Pengobatan harus didampingi seorang Pengawas Menelan Obat (PMO), untuk
menjamin kepatuhan pasien menelan obat dan menghindari resistensi.
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg) dan
atau sesuai petunjuk pada kemasan.
Tablet Jumlah
Tablet Kaplet Tablet
Tahap Lamanya Etambutol hari/kali
Isoniasid Ripamfisin Pirazinamid
Pengobatan Pengobatan @ 250 menelan
@ 300 mgr @ 450 mgr @ 500 mgr
mgr obat
Tahap
intensif
1 bulan 1 1 3 3 28
(dosis
harian)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam
waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun
tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Keterangan:
Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum.
TB 01 V V V V V - -
TB 02 V V V V V - -
TB 03 V V V V V V -
TB 04 V V - V - - -
TB 05 V V V V V - -
TB 06 V V V V V - -
TB 07 - - - - - V V
TB 08 - - - - - V V
TB 09 V V V V V - -
TB 10 V V V V V - -
TB 11 - - - - - V V
TB 12 - - - - - V V
TB 13 - - - - - V V
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
BAB X
DUKUNGAN MANAJEMEN
Pengelolaan logistik program TB dilakukan di setiap tingkat pelaksana, mulai dari tingkat
pusat hingga kabupaten/kota maupun Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK). Sehingga
diperlukan suatu manajemen pengelolaan dan koordinasi yang baik antara setiap tingkat
pelaksana tersebut.
10.1. Pengorganisasian
KEMENTERIAN KESEHATAN
INSTALASI FARMASI
NASIONAL
PUSAT
DINAS KESEHATAN
PROVINSI
INSTALASI FARMASI
PROVINSI (IFP)
PROVINSI
DINAS KESEHATAN
KAB/KOTA
INSTALASI FARMASI
KAB/KOTA (IFK)
SARANA PELAYANAN
KAB/KOTA` KESEHATAN
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Tugas dan fungsi dari setiap tingkat pelaksana tersebut dalam pengelolaan logistik TB
adalah:
Tingkat Pusat
a. Membuat kebijakan Nasional pengelolaan logistik program TB
b. Membuat pedoman Nasional pengelolaan Logistik program TB.
c. Menyediakan logistik program TB untuk mendukung sebagian kebutuhan daerah,
termasuk buffer stock.
d. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Logistik di Provinsi maupun
Kabupaten/Kota.
e. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan logistik.
f. Memfasilitasi kegiatan pelatihan pengelolaan logistik program TB.
Tingkat Provinsi
a. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola logistik di Kabupaten/Kota.
b. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan logistik ke
Kabupaten/Kota.
c. Menyediakan Fasilitator untuk pelatihan pengelola logistik di Kabupaten/Kota
maupun Puskesmas.
Tingkat Kabupaten/Kota
a. Perencanaan kebutuhan logistik disusun oleh Tim perencanaan obat terpadu
berdasarkan system bottom up.
b. Perhitungan rencana kebutuhan logistik untuk satu periode tertentu disusun
dengan menggunakan pola konsumsi dan atau epidemiologi.
c. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan rencana kebutuhan logistik
ke propinsi dan tembusan ke pusat.
d. Melakukan Pelatihan untuk petugas Puskesmas.
e. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan logistik di
UPK.
f. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap
pendistribusian logistik kepada unit pelayanan kesehatan dasar.
g. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap penanganan logistik yang
rusak dan kadaluwarsa.
h. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggungjawab terhadap jaminan mutu
(organoleptis) logistik yang ada di IFK dan UPK.
Dalam pengelolaan logistik program TB, dukungan manajemen dari segi Sumber Daya
Manusia (SDM) memegang peranan yang sangat penting untuk terciptanya pengelolaan
logistik yang baik. SDM TB untuk mengelola logistik di setiap tingkat pelaksana sangat
dibutuhkan, baik jumlah maupun kompetensi-nya, sehingga perlu adanya suatu standar
ketenagaan, pelatihan dan supervisi sesuai tupoksi dan beban kerjanya.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) adalah suatu proses yang sistematis dalam
memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan. Proses ini
meliputi kegiatan penyediaan tenaga, pembinaan (pelatihan, supervisi, kalakarya/on the
job training), dan kesinambungan (sustainability).
Standar Ketenagaan
Tenaga/Petugas yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan Logistik Program TB
adalah tenaga kefarmasian (kualifikasinya apoteker dan atau tenaga teknis kefarmasian)
dan pengelola program TB yang berlatar belakang pendidikan kesehatan. Uraian tugas
pengelola OAT dapat dilihat pada lampiran 13. Jumlah petugasnya masing-masing
disesuaikan dengan beban kerja disetiap tingkat pelaksanaannya.
Pelatihan
Untuk mendapatkan tenaga pengelola logistik TB yang terampil maka setiap tenaga
pengelola harus mengikuti pelatihan pengelolaan logistik program TB.
Supervisi
Supervisi dilaksanakan untuk memantau pelaksanaan pengelolaan logistik program TB
dan untuk melakukan pembinaan tenaga pelaksana logistik yang dilakukan secara
berjenjang dan berkala dengan menggunakan daftar tilik. (Lihat lampiran 14)
10.3. Pembiayaan
Perencanaan harus disusun sesuai dengan kebutuhan, dengan kata lain disebut program
oriented, bukan budget oriented.
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk memonitor
kecukupan logistik program TB.
Pemantauan merupakan pengamatan rutin terhadap ketersediaan logistik dengan
menganalisis informasi baik dari ketersediaan dengan kebutuhan. Pemantauan bertujuan
agar dapat segera mengetahui bila ada masalah atau kekurangan dalam pelaksanaan
kegiatan dan dapat melakukan tindakan untuk pemenuhan.
Pemantauan dilakukan oleh semua pihak terkait secara berjenjang dan berkala melalui:
Evaluasi adalah penilaian secara berkala terhadap pemenuhan kebutuhan logistik dari
seluruh aspek manajemen logistik. Untuk UPK, minimal dilakukan setiap bulan. Dinas
Kesehatan Kab/kota dan Propinsi maupun Pusat melakukan evaluasi minimal setiap 3
bulan.
Indikator digunakan untuk mengukur sampai berapa jauh tujuan atau sasaran
pengelolaan logistik telah berhasil dicapai. Tujuan lain dari penggunaan indikator adalah
untuk penetapan prioritas pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari
sasaran yang ditetapkan. Dalam mengukur efektifitas kinerja pengelolaan logistik,
digunakan indikator sebagai berikut.
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Kabupaten
Pencatatan logistik di Instalasi Farmasi Kab/Kota, Provinsi dan Pusat terdiri dari:
Buku Penerimaan barang
Buku Pengeluaran Barang
Kartu stok barang (lihat lampiran 15)
Kartu stok induk (lihat Lampiran 16)
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Jaga mutu didefinisikan sebagai suatu konsep yang mencakup segala aspek yang secara
individual atau bersama-sama dapat mempengaruhi mutu suatu produk.
Dasar pemikiran jaga mutu :
- Mutu harus dibentuk dalam setiap desain dan proses. Mutu tidak dapat diciptakan
melalui pemeriksaan.
- Inti pengendalian mutu terpadu yang sesungguhnya terletak pada kendali mutu
dan jaminan mutu.
Logistik terutama OAT yang diterima atau disimpan di gudang perbekalan kesehatan
secara rutin harus dilakukan uji mutu. Uji mutu ini dapat dilakukan secara organoleptik
dan laboratorium.
2. Tablet salut.
Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
Blister/strip rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
Obat yang sudah melampaui tanggal kadaluarsa
3. Obat suntik
Kebocoran wadah (vial/ampul)
Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi dan atau pelarut
Perubahan warna dan bentuk pada serbuk injeksi
Obat yang sudah melampaui tanggal kadaluarsa
44
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Dalam pengadaan obat harus dijamin bahwa obat diterima dan disimpan sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat terjaminnya mutu dan mampu
telusur (no bets selalu tercatat).
Setiap bets obat harus diuji secara laboratorium untuk meyakinkan bahwa obat itu
memenuhi syarat sebelum diedarkan.
Produk yang tidak memenuhi syarat atau kriteria mutu terkait harus ditolak.
Obat yang datang harus dikarantina sampai pihak pemasok menunjukkan bahwa produk
tersebut memenuhi syarat dan spesifikasi, certificate of analysis untuk memastikan
bahwa produk yang dikirim sesuai dengan yang dipesan dan tersertifikasi dari pabrik.
Setiap produk yang diterima harus dilakukan sampling random untuk analisis
laboratorium, untuk menjamin bahwa produk tersebut memenuhi standar yang
dipersyaratkan. Sampling secara random dilaksanakan pada setiap rantai distribusi.
Pengambilan sampel dilakukan oleh petugas yang berwenang (BPOM).
Jika obat yang diperiksa tersebut tidak memenuhi persyaratan, maka harus diberi tanda,
disimpan terpisah dan tidak boleh digunakan serta obat tersebut harus dikembalikan atau
dimusnahkan.
Sampling
Salah satu kegiatan yang dapat menjamin mutu obat pasca pemasaran atau pada jalur
distribusi / di peredaran adalah melalui sampling dan pengujian obat. Sampling obat
dilaksanakan dalam rangka pengawasan terhadap pemenuhan standar mutu /
compliance.
Sampling obat yang dilakukan harus dapat mewakili obat beredar dan representatif.
Dalam proses sampling perlu ditetapkan mengenai perencanaan, pelaksanaan,
pencatatan, dan penandaan sampel.
Tujuan sampling
- Melindungi masyarakat dari penggunaan produk yang tidak memenuhi syarat dan
keamanan.
- Menjamin konsistensi mutu produk pasca pemasaran.
- Terlaksananya fungsi pengawasan produk secara efektif dan efisien
- Pengawasan terhadap obat yang digunakan untuk program.
45
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
Proses Sampling
1. Perencanaan
- Jumlah sampel untuk setiap sampel diperhitungkan untuk 3 kali pengujian
dengan bets yang sama untuk tujuan verifikasi (uji ulang atau uji banding)
serta sampel pertinggal.
- Jumlah sampel untuk satu (1) kali pengujian :
Jenis sediaan : tablet/pil/kapsul
46
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
47
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
c. Enkapsulasi
Obat-obat berbentuk padat dan setengah padat :
- Masukan kedalam suatu bak berlapis plastik/ drum baja (75%)
- Diisi suatu medium berupa campuran semen, kapur, pasir atau batu bara,
lalu ditambahkan air
- Selanjutnya ditutup rapat dan kedap udara, lalu dipendam di dalam tanah
48
KEMENTERIAN
PANDUAN PENGELOLAAN LOGISTIK TB KESEHATAN
d. Insinerasi
- Merupakan proses oksidasi kering bersuhu tinggi (800 1200 0C) dengan
menggunakan insinerator, sehingga gas yg dihasilkan dapat terurai pada
proses pertukaran panas (heat exchange)
- Mengakibatkan penurunan yang sangat signifikan dari segi volume
maupun berat limbah.
e. Inersiasi
- Merupakan variasi dari enkapsulasi
- Tablet dan pil harus dikeluarkan dari blisternya, lalu direndam air, di
campur semen, kapur sehingga membentuk pasta.
- Pindahkan kedalam truk pengangkut semen curah untuk selanjutnya
dikubur.
- Pengelolaan limbah seperti ini, untuk meminimalkan resiko berpindahnya
substansi yang terkandung dalam limbah ke air permukaan atau air tanah.
f. Disinfeksi Kimia
Desinfeksi kimia dilakukan khususnya untuk membunuh mikroorganisme yang
terdapat pada perbekalan kesehatan habis pakai. Teknik ini dilakukan dengan
cara menambahkan suatu zat kimia ke dalam limbah tersebut.(H2SO4 0,2 M).
Contoh format yang berhubungan dengan penghapusan dan pemusnahan dapat dilihat
pada lampiran 20-22.
49